Anda di halaman 1dari 6

Tugas Individu

TOKSIKOLOGI

“TOKSIKOKINETIK”

OLEH :

NAMA : IRMAYANI JUBIR

NIM : O1A1 17 098

KELAS : B

DOSEN : WAHYUNI, S.Si., M.Si., Apt.

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2019
A. Pengertian Toksikokinetik
Toksikokinetik dalah ilmu yang mempelajari kinetika zat toksik atau
pengaruh tubuh terhadap zat toksik. Terdiri atas sederetan proses yang sering
disingkat dengan adme, yaitu: absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi.
Toksikokinetik juga menentukan seberapa besar zat toksis mampu mencapai
reseptor di dalam tubuh.
Keseluruhan proses pada fase toksokinetik ini akan menentukan
menentukan efficacy (kemampuan xenobiotika mengasilkan efek), efektifitas dari
xenobiotika, konsentrasi xenobiotika di reseptor, dan durasi dari efek
farmakodinamiknya. Xenobiotika merupakan bahan kimia baik alami maupun
sintesis yang berasal dari luar tubuh dan masuk ke dalam tubuh sebagai zat asing.

B. Proses Toksikokinetik
1. Adsorbsi
Adsorpsi ditandai oleh masuknya xenobiotika/tokson dari tempat kontak
(paparan) menuju sirkulasi sistemik tubuh atau pembuluh limfe. Adsorpsi
didefinisikan sebagai jumlah xenobiotika yang mencapai sistem sirkululasi
sistemik dalam bentuk tidak berubah. Tokson dapat terabsorpsi umumnya apabila
berada dalam bentuk terlarut atau terdispersi molekular. Adsorpsi sistemik tokson
dari tempat extravaskular dipengaruhi oleh sifat-sifat anatomi dan fisiologik
tempat absorpsi, sifat-sifat fisiko-kimia tokson dan bentuk farmaseutik tokson
(tablet, salep, sirop, aerosol, suspensi atau larutan).
Jalur utama absorpsi tokson adalah saluran cerna, paru-paru, dan kulit.
Pada pemasukan tokson langsung ke sistem sirkulasi sistemik (pemakaian secara
injeksi), dapat dikatakan bahwa tokson tidak mengalami proses absorpsi. Absorpsi
suatu xenobiotika tidak akan terjadi tanpa suatu transpor melalui membran sel,
demikian halnya juga pada distribusi dan ekskresi. Oleh sebab itu membran sel
(membran biologi) dalam absorpsi merupakan sawar “barier” yaitu batas pemisah
antara lingkungan dalam dan luar.
Penetrasi xenobiotika melewati membran dapat berlangsung melalui:
difusi pasif, filtrasi lewat pori-pori membran ”poren”, transport dengan perantara
molekul pengemban ”carrier”, dan pencaplokan oleh sel ”pinositosis”.
 Difusi pasif merupakan bagian terbesar dari proses transmembran bagi
umumnya xenobiotika. Tenaga pendorong untuk difusi ini adalah
perbedaan konsentrasi xenobiotika pada kedua sisi membran sel dan daya
larutnya dalam lipid. Menurut hukum difusi Fick, molekul xenobiotika
berdifusi dari daerah dengan konsentrasi tinggi ke daerah konsentrasi yang
lebih rendah.
 Filtrasi lewat pori-pori membran ”poren”. Membran sel umumnya
memilika lubang dengan ukuran yang bervariasi tergantung pada sifat dari
membran selnya. Umumnya kebanyakan sel mempunyai pori dengan
diameter sekitar 4 Å (amstom). Saluran pori ini umumnya penuh terisi air,
sehingga hanya memungkinkan dilewati oleh tokson yang relatiflarut air
dengan berat molekul kurang dari 200 Da (Dalton). Oleh karena itu,
kemungkinan laju aliran air melewati pori ini yang bertindak sebagai daya
dorong molekul-molekul tokson melintasi pori ini.. Umumnya senyawa
dengan ukuran molekul kecil, (seperti urea, air, gula dan ion Ca, Na, K)
memanfaatkan lubang pori ini untuk melintasi membran sel. Laju absorpsi
lewat sistem ini Disamping itu terdapat juga membransel yang memiliki
ukuran pori yang relatif besar (sekitar 70 Å), seperti memban kapiler
danglomerulus ginjal. Pori ini dimungkinkan dilewati oleh molekul-
molekul dengan ukuran lebih kecil dari albumin ( sekitar 50.000 Da).
Aliran air lewat pori-pori terjadi karena tekanan hidrostatik dan/atau
osmotik dan dapat bertindak sebagai pembawa tokson.
 Transpor dengan perantara molekul pengemban ”carrier”. Transpor
dengan perantara molekul pengemban lebih dikenal dengan transpor aiktif,
yaitu proses melinatasi membran sel diperantarai oleh pembawa ”carrier”.
Transpor aktif merupakan proses khusus yang memerlukan pembawa
untuk mengikat tokson membentuk komplek tokson pembawa yang
membawa tokson lewat membran dan kemudian melepas tokson di sisi
lain dari membran. Sesuai dengan sifat dari transpor ini, umumnya
transpor ini ditandai dengan pewatakanya adanya fakta bahwa tokson
dipindahkan melawan perbedaan konsentrasi, misal dari dari daerah
konsentrasi tokson rendah ke daerah konsentrasi tinggi. Oleh sebab itu
pada sistem transpor ini umumnya memerlukan masukan energi untuk
dapat terjadi transpor.
Jalur transpor ini akan bergantung pada jumlah molekul pembawa, atau
dengan lain kata, jumlah molekul tokson yang dapat diangkut (ditranspor)
oleh sistem per satuan waktu, tergantung pada kapasitas sistem (jumlah
tempat ikatan dan angka pertukaran tiap ikatan). Bila konsentrasi tokson
pada sistem meningkat secara terus menerus, sehingga pada awalnya laju
transpor akan meningkat, dan akhirnya tercapai suatu keadaan yang
menunjukkan sistem menjadi jenuh. Dengan demikian laju transpor akan
mencapai laju maksimumnya, dimana pada keadaan ini telah terjadi
kejenuhan komplek tokson-pembawa.
 Difusi yang dipermudah (fasilitated diffusion) kadang dikelompokkan juga
ke dalam sistem transpor aktif, dimana difusi ini diperantarai oleh
pembawa. Namun terdapat sedikit perbedaan antara pranspor aktif yaitu
tokson begerakmelintasi membran karena perbedaan konsentrasi (yaitu
dari daerah dengan konsentrasi tinggi ke daerah yang konsentrasinya lebih
rendah), oleh karena itu difusi ini tidak memerlukan masukan energi.
Namun karena difusi ini diperantarai oleh molekul pembawa, sistem ini
dapat jenuh dan secara struktur selektif bagi tokson tertentu dan
memperlihatkan kinetika persaingan bagi tokson-tokson dengan struktur
serupa. Dalam arti absorpsi tokson, difusi dipermudah ini tampaknya
memainkan peranan yang sangat kecil.
 Pencaplokan oleh sel ”pinositosis”. Pinositas merupakan proses fagositosis
(”pencaplokan”) terhadap makromolekul besar, dimana membran sel
menyelubungi sekeliling bahan makromolekular dan kemudian mencaplok
bahan tersebut ke dalam sel. Makromolekul tetap tinggal dalam sel sebagai
suatu gelembung atau vakuola. Pinositas merupakan proses yang
diusulkan untuk absorpsi dari vaksin sabin polio yang diberikan secara
oral dan berbagai molekul protein besar lainnya.

2. Distribusi
Setelah xenobiotika mencapai sistem peredahan darah, ia bersama darah
akan diedarkan/didistribusikan ke seluruh tubuh. Dari sistemsirkulasi sistemik ia
akan terdistribusi lebih jauh melewati membran sel menuju sitem organ atau ke
jaringan-jaringan tubuh. Distribusi suatu xenobiotika di dalam tubuh dapat
pandang sebagai suatu proses transpor reversibel suatu xenobiotika dari satu
lokasi ke tempat lain di dalam tubuh. Di beberapa buku reference juga
menjelaskan, bahwa distribusi adalah proses dimana xenobiotika secara reversibel
meninggalkan aliran darah dan masuk menuju interstitium (cairan ekstraselular)
dan/atau masuk ke dalam sel dari jaringan atau organ.

3. Metabolisme
Xenobiotika yang masuk ke dalam tubuh akan diperlakukan oleh sistem
enzim tubuh, sehingga senyawa tersebut akan mengalami perubahan struktur
kimia dan pada akhirnya dapat dieksresidari dalam tubuh. Proses biokimia yang
dialamioleh ”xenobiotika” dikenal dengan reaksi biotransformasi yang juga
dikenal dengan reaksi metabolisme. Biotransformasi atau metabolisme pada
umumnya berlangsung di hati dan sebagian kecil di organ-organ lain seperti:
ginjal, paru-paru,saluran pencernaan, kelenjar susu, otot, kulit atau di darah.
Secara umum proses biotransformasi dapat dibagi menjadi dua fase, yaitu
fase I (reaksi fungsionalisasi) dan fase II (reaksi konjugasi). Dalam fase pertama
ini tokson akan mengalami pemasukan gugus fungsi baru, pengubahan gugus
fungsi yang ada atau reaksi penguraian melalui reaksi oksidasi (dehalogenasi,
dealkilasi, deaminasi, desulfurisasi, pembentukan oksida,hidroksilasi, oksidasi
alkohol dan oksidasialdehida); rekasi reduksi (reduksi azo, reduksinitro reduksi
aldehid atau keton) dan hidrolisis (hidrolisis dari ester amida). Pada fase II ini
tokson yang telah siap atau termetabolisme melalui fase I akan terkopel
(membentuk konjugat) atau melalui proses sintesis dengan senyawa endogen
tubuh, seperti: Konjugasi dengan asam glukuronida asam amino, asam sulfat,
metilasi, alkilasi, dan pembentukan asam merkaptofurat.
Enzim-enzim yang terlibat dalam biotransformasipada umumnya tidak
spesifik terhadap substrat. Enzim ini (seperti monooksigenase, glukuronidase)
umumnya terikat pada membrane dari reticulum endoplasmic dan sebagian
terlokalisasi juga pada mitokondria, disamping itu ada bentuk terikat sebagai
enzim terlarut (seperti esterase, amidase, sulfoterase).

4. Eliminasi
Metabolisme dan ekskresi dapat dirangkum ke dalam eliminasi. Yang
dimaksud proses eliminasi adalah proses hilangnya xenobiotika dari dalam tubuh
organisme. Eliminasi suatu xenobiotika dapat melalui reaksi biotransformasi
(metabolisme) atau ekskresi xenobiotika melalui ginjal, empedu, saluran
pencernaan, dan jalur eksresi lainnya (kelenjar keringat, kelenjar ludah, dan paru-
paru). Jalur eliminasi yang paling penting adalah eliminasi melalui hati (reaksi
metabolisme) dan eksresi melalui ginjal.

Anda mungkin juga menyukai