Pengukuran Imunokimia
Annisa Fajriyah
Ayu Andriani Pratami
Dita Aldina
Fitriani
Idhadi Putra
Indra Ardyansyah
Lovina Aldelyn
Mentari
Dosen Pembimbing :
Reni Setiawati
Dr.Meiriza Djohari,M.Kes.,Apt
Definisi Imunokimia
Imunokimia
Imuno
Kimia
(sistem imun
(reaksi kimia)
mamalia)
Ag Label
Ab Reaksi Primer
Reaksi Sekunder
Reaksi Tersier
Opsonisasi , degranulasi
Antigen Karakteristik yang dapat mempengaruhi
imunogenisitas antigen, yaitu sebagai
berikut:
Antigen merupakan molekul
Kemudahan untuk dikenali
(biasanya protein) yang dapat sebagai benda asing
memicu respons imun.
Berat molekul
Kompleksitas
Stabilitas
Berat molekul
Berat molekul atau ukuran antigen juga memengaruhi imunogenisitas antigen.
Pada umumnya, molekul yang besar bersifat sangat imunogenik (efektif untuk
memicu respons imun) sehingga mudah dikenali tubuh sebagai benda asing.
Molekul yang kecil biasanya bersifat kurang imunogenik.
Kompleksitas
Semakin kompleks molekulnya, semakin imunogenik antigen tersebut.
Stabilitas
Semakin stabil suatu antigen maka semakin mudah terjadi respon imun
Antibodi adalah
protein yang
dihasilkan oleh
sistem imun
akibat respon
terhadap
antigen
enzyme immunofluorescence
radioimmunoassay
immunoassay assay
Radioimmunoassay (RIA)
imunofluoresens
direk
imunofluoresens
indirek
1. Immunofluoresence Direct
Imunofluoresens direk dipakai untuk mengukur kadar antigen. Pada teknik ini, fluoresein
berikatan dengan salah satu komponen pada antiserum yang mengandung antibodi terhadap
komponen sel atau jaringan yang spesifik. Antiserum ini ditambahkan langsung pad a spesimen
jaringan. Setelah antigen berinteraksi dengan antibodi, spesimen jaringan tersebut"dicuci".
Spesimen jaringan diperiksa di bawah mikroskop; pendaran-cahaya tampak ketika antibody
berikatan dengan antigen.
2. Immunofluoresence Indirect
Imunofluoresens indirek dipakai untuk mendeteksi antibodi dalam serum pasien. Serum ditambahkan
langsung pada specimen jaringan yang mengandung antigen-spesifik terhadap antibodi yang dicari.
Setelah antigen dan antibodi bereaksi, spesimen jaringan tersebut "dicuci". Selanjutnya, anti-
imunoglobulin berlabel-fluoresein ditambahkan pada specimen jaringan, lalu diinkubasi dan "dicuci"
lagi.
Uji Pengikatan Sekunder
Reaksi sekunder terjadi setelah reaksi primer yang sudah diuraikan di atas, menghasilkan
perubahan yang bisa dilihat langsung; perubahan ini yang akan dideteksi pada uji
pengikatan sekunder. Pada uji ini, pemeriksa dapat melihat langsung reaksi pengikatan
yang terjadi tanpa bantuan zat-pelacak (label). Teknik-teknik yang dipakai untuk uji ini
meliputi:
Aglutinasi Presipitasi
Aglutinasi
Aglutinasi melibatkan reaksi antara antibodi dan antigen yang berupa partikel-partikel
(tak-larut), memicu terjadinya penggumpalan partikel-partikel tersebut dan dapat dilihat
langsung. Interaksi antara antigen permukaan dan antibodi spesifiknya memicu terjadinya
pengikatan-silang (cross-linking) dengan partikel-partikel di sekitarnya, misalnya bakteri,
sehingga menghasilkan suatu kisi (pola anyaman geometris) yang tersusun dari
gumpalan-gumpalan sel.
Aglutinasi Direct (Active) Lanjutan...
Aglutinasi aktif melibatkan lengan-
antigenik yang merupakan
konstituen intrinsik partikel (antigen)
tersebut. Contohnya adalah reaksi
hemaglutinasi yang dipakai untuk
penentuan golongan darah.
• Zona ekses antibody : zona yang memperlihatkan ekses antibodi, yang tidak
berikatan, karena semua antigen (lengan antigeniknya)sudah terikat pada
masing-masing molekul antibodi spesifiknya.
• Zona ekses antigen : zona yang memperlihatkan ekses antigen, yang tidak
berikatan, karena semua antibodi sudah terikat pada masing-masing molekul
antigen spesifiknya.
Uji Pengikatan Tersier
Reaksi tersier biasanya terjadi in vivo, setelah berlangsungnya reaksi sekunder. Reaksi tersier ini
terbagi menjadi 2,yaitu :
A.Opsonisasi B. Degranulasi
Imunodifusi
radial
Imunoelektroforesis
Teknik ini menggabungkan pemisahan elektroforesis dan imunopresipitasi protein.
Imunoelektroforesis berguna untuk membantu membedakan kenaikan imunoglobulin
monoklonal dengan poliklonal. Demikian pula penurunan atau tiadanya imunoglobulin
pada berbagai penyakit kekurangan kekebalan dapat dideteksi dengan teknik ini.
Tetapi untuk pengukuran kadar imunoglobulin yang tepat masih perlu dilakukan
analisis kuantitatif dengan cara lain seperti difusi radial tunggal atau uji radioimun.
Imunoelektroforesis juga sangat bermanfaat untuk mengenali rantai L dalam air kemih
penderita dengan diskaria sel plasma atau autoimun. Penyakit rantai H juga dapat
dideteksi dengan teknik ini.
Keterbatasan utama teknik ini adalah resolusi yang relatif rendah yang diperoleh
dengan kebanyakan campuran antigen dengan menggunakan elektroforesis