PENDAHULUAN
impuls nyeri pada serabut saraf tersebut, sehingga terjadilah anestesia permukaan.
Anestetika local juga dapat diberikan secara injeksi ke dalam jaringan sehingga
menyebabkan hilangnya sensasi pada struktur disekitarnya. Efek yang dihasilkan disebut
anestesia infiltrasi. Salah satu obat anestetika local yang digunakan adalah lidokain. Pada
percobaan akan diamati efek anesthesia permukaan dari obat tersebut dengan metode
yang sederhana.
Eter (dietil eter, zaman dahulu dikenal sebagai sulfuric eter karena diproduksi
melalui reaksi kimia sederhana antara etil alkohol dengan asam sulfat) digunakan
pertama kali tahun 1540 oleh Valerius Cordus, botani Prusia berusia 25 tahun. Eter sudah
dipakai dalam dunia kedokteran, namun baru digunakan sebagai agen anestetik pada
manusia di tahun 1842, ketika Crawford W. Long dan William E. Clark
menggunakannya pada pasien. Namun penggunaan ini tidak dipublikasikan. Empat tahun
kemudian, di Boston, 16 Oktober 1846, William T. G. Morton memperkenalkan
demostrasi publik penggunaan eter sebagai anestetik umum (Morgan dan Mikhail, 2002).
Eter dapat dimasukkan kedalam derivat alkohol dimana H dari R-O-[H] digantikan oleh
gugus R lainnya. Eter adalah oksida organik yang berstrukur [R]-C-O-C-[R]
Eter tidak berwarna, berbau menyengat, cairan yang mudah menguap. Titik
didihnya adalah 36,2C. Cara pembuatan yang paling umum adalah dengan dehidrasi
alkohol bersama asam sulfat (Collins, 1996).
BAB II
METODOLOGI PRAKTIKUM
2.1 Alat dan Bahan
Misai
Gunting
Kelinci dewasa
Larutan lidokain
Larutan tetrakain HCl
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kelinci
3.2 Pembahasan
Mata
Kanan(lidokain
)
Kiri(tetrakain)
Tabel
regnier
0
kedi
p
kedi
p
8
100
15
29
20
1
25
1
30
1
40
1
50
1
60
1
15
135
22
Pada menit ke 0, mata kanan masih masih berkedip secara normal. Hal ini terjadi
karena obat lidokain yang diteteskan ke mata bagian kanan belum mencapai efek
anastesi. Pada menit ke 8, efek obat mulai mencapai efek terapi yang ditunjukkan pada
saat kornea mata kanan diketukkan dengan misai secara tegak lurus pada mata bagian
tengah sebanyak 100kali ketukkan dan reflex mata kelinci tidak berkedip ini berarti
respon yang ditujukan positif (anestesi mulai bekerja). Pada menit ke 15, efek anastesi
mulai berkurang sehingga mata kanan kembali berkedip pada saat diketukkan dengan
misai pada kornea mata kanan sebanyak 29 kali ketukkan.
Pada menit ke 0, mata kiri masih berkedip normal. Hal ini terjadi karena obat
tetrakain yang diteteskan ke mata bagian kiri belum mencapai efek terapi. Pada menit ke
8, saat ketukkan ke 15 kali efek obat sudah mulai berkurang sehingga mata hewan uji
berkedip. Jika sebelum ketukkan mencapai 100 kali, maka pada menit selanjutnya nilai
regnier dihitung 1. Total regnier pada mata kanan hewan uji yaitu kelinci adalah 135, dan
pada mata kiri adalah 22. Hal ini menunjukkan bahwa anastesi yang digunakan masih
memberikan respon positif yang nilainya masih dalam range antara 13 sampai 800.
Pada pemberian obat lidokain, refleks berkedip pada mata kelinci lebih lama
dibandingkan dengan pemberian obat tetrakain. Hal ini membuktikan bahwa potensi
anastesi lokal pada lidokain lebih besar daripada tetrakain, karena lidokain merupakan
anastesi golongan amida yang mempunyai masa kerja yang lebih panjang yang berkaitan
dengan onset dan durasi kerja yang pendek, hal tersebut dapat dilihat pada mata kelinci
yang setelah diberi rangsang berupa ketukan pada menit ke 15 mulai berkedip kembali.
Sedangkan pada tetrakain merupakan anastesi lokal golongan ester yang memiliki onset
sekitar 15 menit dan mempunyai durasi kerja yang panjang yaitu 200 menit.
Sesuai prinsipnya anestetika lokal dapat dikatakan tercapai jika refleks okuler tidak
terjadi sampai penyentuhan 100 kali pada kornea kelinci uji. Kemungkinan hal ini terjadi
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti penetesan obat yang tidak tepat kedalam
konjungtiva mata kelinci, kondisi fisiologis kelinci yang berbeda-beda sehingga respon
yang ditunjukkan pun berbeda, dosis yang diberikan masih belum tepat untuk
menimbulkan efek anestetika lokal pada hewan uji, pengamatan praktikan yang tidak
tepat atau waktu pengamatan juga mempengaruhi hasil pengamatan tersebut.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA