Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Judul percobaan


Metode Regnier

1.2 Latar belakang


Obat anestesi umum adalah obat atau agen yang dapat menyebabkan terjadinya
efek anestesia umum yang ditandai dengan penurunan kesadaran secara bertahap karena
adanya depresi susunan saraf pusat. Menurut rute pemberiannya, anestesi umum
dibedakan menjadi anestesi inhalasi dan intravena. Keduanya berbeda dalam hal
farmakodinamik maupun farmakokinetik.
Tahap-tahap penurunan kesadaran dapat ditentukan dengan pengamatan yang
cermat terhadap tanda-tanda yang terjadi, terutama yang berhubungan dengan koordinasi
pusat saraf sirkulasi, respirasi, musculoskeletal dan fungsi-fungsi otonom yang lain pada
waktu-waktu tertentu. Beberapa anestetik umum berbeda potensinya berdasarkan sifat
farmakokinenik dan farmako dinamik yang berbeda pula. Selain itu sifat farmasetika
obat juga mempengaruhi potensi anestesinya. Potensi anestetik yang kuat dapat disertai
dengan potensi depresi sususan saraf pusat yang kuat, sehingga perlu dilakukan
pemantauan yang ketat, untuk menghindari turunnya derajat kesadaran sampai derajat
kematian.
Anestetik lokal menghilangkan penghantaran saraf ketika digunakan secara lokal
pada jaringan saraf dengan konsentrasi tepat. Bekerja pada sebagian Sistem Saraf Pusat
(SSP) dan setiap serabut saraf. Kerja anestetik lokal pada ujung saraf sensorik tidak
spesifik. Hanya kepekaan berbagai struktur yang dapat dirangsang berbeda. Serabut saraf
motorik mempunyai diameter yang lebih besar daripada serabut sensorik. Oleh karena
itu, efek anestetika lokal menurun dengan kenaikan diameter serabut saraf, maka mula-
mula serabut saraf sensorik dihambat dan baru pada dosis lebih besar serabut saraf
motorik dihambat (Rochmawati dkk, 2009).
Rute pemberian anestetika lokal berhubungan erat dengan efek anestesi lokal
yang dihasilkan. Sebagai contoh anestetika lokal yang diberikan pada permukaan tubuh
(topikal) dapat mencapai ujung saraf sensoris dan bekerja menghambat penghantaran
impuls nyeri pada serabut saraf tersebut, sehingga terjadilah anestesia permukaan.
Anestetika lokal juga dapat diberikan secara injeksi ke dalam jaringan sehingga
menyebabkan hilangnya sensasi pada struktur disekitarnya. Efek yang dihasilkan disebut
anestesia infiltrasi. Salah satu obat anestetika lokal yang digunakan adalah lidokain. Pada
percobaan akan diamati efek anesthesia permukaan dari obat tersebut dengan metode
yang sederhana.
Eter (dietil eter, zaman dahulu dikenal sebagai sulfuric eter karena diproduksi
melalui reaksi kimia sederhana antara etil alkohol dengan asam sulfat) digunakan
pertama kali tahun 1540 oleh Valerius Cordus, botani Prusia berusia 25 tahun. Eter sudah
dipakai dalam dunia kedokteran, namun baru digunakan sebagai agen anestetik pada
manusia di tahun 1842, ketika Crawford W. Long dan William E. Clark
menggunakannya pada pasien. Namun penggunaan ini tidak dipublikasikan. Empat tahun
kemudian, di Boston, 16 Oktober 1846, William T. G. Morton memperkenalkan
demostrasi publik penggunaan eter sebagai anestetik umum (Morgan dan Mikhail, 2002).
Eter dapat dimasukkan kedalam derivat alkohol dimana H dari R-O-[H] digantikan oleh
gugus R lainnya. Eter adalah oksida organik yang berstrukur [R]-C-O-C-[R]
Eter tidak berwarna, berbau menyengat, cairan yang mudah menguap. Titik
didihnya adalah 36,2°C. Cara pembuatan yang paling umum adalah dengan dehidrasi
alkohol bersama asam sulfat (Collins, 1996).

1.3 Tujuan percobaan


1. Mengetahui teknik anastesi lokal dengan menggunakan metoda regnier.
2. Mengetahui berbagai faktor yang mempengaruhi kerja anastetik lokal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Anestesi lokal adalah hilangnya sensasi pada bagian tubuh tertentu tanpa disertai
kehilangan kesadaran atau kerusakan fungsi kontrol saraf pusat dan bersifat reversibel. Obat
anestesi lokal terutama berfungsi untuk mencegah atau menghilangkan sensasi nyeri dengan
memutuskan konduksi impuls saraf yang bersifat sementara. Obat anestesi lokal pertama
yang ditemukan adalah kokain. Kokain yang ditemukan secara tidak sengaja pada akhir abad
ke-19 ternyata memiliki kemampuan sebagai anestesi yang baik. Kokain diperoleh dari
ekstrak daun coca (Erythroxylon coca). Selama berabad-abad bangsa Andean mengunyah
ekstrak daun ini untuk mendapatkan efek stimulasi dan euforia. Kokain pertama kali diisolasi
pada tahun 1860 oleh Albert Niemann. Layaknya ahli kimia lainnya beliau mencicipi sendiri
penemuannya dan merasakan efek mati rasa di lidah. Sigmund Freud meneliti efek fisiologi
kokain dan pada tahun 1884 Carl Koller memperkenalkan pemakaian kokain dalam praktek
klinis sebagai anestesi topikal untuk operasi mata. Halstead mempopulerkan penggunaan cara
infiltrasi dan blok saraf. Penggunaan obat anestesi lokal secara luas saat ini berdasarkan hasil
observasi dan temuan di atas.

Anestesi merupakan pendamping paling tua Ilmu Bedah.Banyak kemajuan Ilmu


Bedah dicapai sejalan dengan perkembangan teknik serta penemuan obat anestesi lokal baru
yang lebih efektif dibandingkan obat anestesi lokal terdahulu. Hampir tidak ada tindakan
bedah yang dilakukan tanpa anestesi. Anestesi dapat mengurangi rasa sakit saat tindakan,
mengurangi biaya dan waktu, serta pemulihan lebih cepat, sehingga tindakan bedah
dapat dilakukan dengan tenang dan memberikan hasil baik. Pada tindakan bedah, obat
anestesi lokal dapat langsung diberikan dan diawasi oleh operator sehingga operator harus
memiliki pengetahuan mengenai jenis, cara, penggunaan, metabolisme, dosis dan mekanisme
kerja, efek samping, dan efek merugikan dari obat anestesi lokal.

Metode regnier adalah mata normal bila disentuh pada kornea akan memberikan
resoin refleks okuler (mata berkedip). Apabila mata diteteskan anestetika lokal, refleks okuler
timbul setelah beberapa kali kornea disentuh, sebanding dengan kekuatan kerja anestetika dan
besarnya sentuhan yang di berikan. Tidak adanya refleks okuler setelah kornea disentuh 100
kali dianggap sebagai tanda adanya anestesi total.
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


1. Misai
2. Gunting
3. Kelinci dewasa
4. Larutan lidokain
5. Larutan tetrakain HCl

3.2 Prosedur Kerja


1. Kelinci ditempatkan kedalam kotaknya 1 jam sebelum percobaan dimulai. Gunting
bulu matanya, kemudian periksa refleks normal dari kedua kornea dengan sentuhan
misai secara tegak lurus.
2. Pada waktu t=0 , teteskan 0,1 ml larutan obat yang akan diuji kedalam mata kelinci.
Percobaan ini diulangi setelah 1 menit (gunakan stopwatch).
3. Pada menit ke 8 dengan bantuan misai diperiksa refleks mata, yaitu dengan
menyentuhkan misai tegak lurus dibagian tengah kornea sebanyak 100x dengan
kecepatan yang sama. Jangan terlalu keras menyentuhnya dan ritme harus diatur.
Apabila sampai 100x tidak ada efek (kelopak mata tertutup), maka dicatat angka 100
untuk respon positif. Tetapi jika sebelum 100x sudah ada refleks, maka yang dicatat
adalah respon negatif sebelum mencapai angka 100.
4. Perlakuan yang sama dari menit-menit ke: 15,20,25,30,40,50 dan 60 jika sebelum
menit-menit ke 60 pada sentuhan pertama sudah ada refleks, maka menit-menit yang
tersisa diberi angka 1.
5. Setelah percobaan diatas selesai, mata sebelahnya diperlakukan seperti ad 4., tetapi
hanya diteteskan larutan fisiologis.
6. Jumlah respon negatif dimuat dalam sebuah tabel dan dimulai dari menit ke 8. Jumlah
tersebut menunjukan angka regnier, dimana anastesi lokal mencapai angka regnier
800, sedangkan angka regnier minimal angka 13.
7. Hitunglah/jumlahkan untuk waktu-waktu tertentu semua respon negatif. Apabila pada
sekali setahun terjadi refleks kornea, maka angka yang dicatat adalah 1.
8. Hitunglah angka rata-rata yang diberikan untuk masing-masing larutan yang diperoleh
pada 8 kali pemeriksaan refleks kornea.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

Jumlah sentuhan refleks kedip mata menit ke - Tabel


Hewan Mata
0 8 15 20 25 30 40 50 60 regnier
Kanan(lidokain) kedip 100 29 1 1 1 1 1 1 135
Kelinci
Kiri(tetrakain) kedip 15 1 1 1 1 1 1 1 22

4.2 Pembahasan

Pada menit ke 0, mata kanan masih masih berkedip secara normal. Hal ini terjadi
karena obat lidokain yang diteteskan ke mata bagian kanan belum mencapai efek
anastesi. Pada menit ke 8, efek obat mulai mencapai efek terapi yang ditunjukkan pada
saat kornea mata kanan diketukkan dengan misai secara tegak lurus pada mata bagian
tengah sebanyak 100x ketukkan dan refleks mata kelinci tidak berkedip ini berarti respon
yang ditujukan positif (anestesi mulai bekerja). Pada menit ke 15, efek anastesi mulai
berkurang sehingga mata kanan kembali berkedip pada saat diketukkan dengan misai
pada kornea mata kanan sebanyak 29 kali ketukkan.

Pada menit ke 0, mata kiri masih berkedip normal. Hal ini terjadi karena obat
tetrakain yang diteteskan ke mata bagian kiri belum mencapai efek terapi. Pada menit ke
8, saat ketukkan ke 15 kali efek obat sudah mulai berkurang sehingga mata hewan uji
berkedip. Jika sebelum ketukkan mencapai 100 kali, maka pada menit selanjutnya nilai
regnier dihitung 1. Total regnier pada mata kanan hewan uji yaitu kelinci adalah 135, dan
pada mata kiri adalah 22. Hal ini menunjukkan bahwa anastesi yang digunakan masih
memberikan respon positif yang nilainya masih dalam range antara 13 sampai 800.

Pada pemberian obat lidokain, refleks berkedip pada mata kelinci lebih lama
dibandingkan dengan pemberian obat tetrakain. Hal ini membuktikan bahwa potensi
anastesi lokal pada lidokain lebih besar daripada tetrakain, karena lidokain merupakan
anastesi golongan amida yang mempunyai masa kerja yang lebih panjang yang berkaitan
dengan onset dan durasi kerja yang pendek, hal tersebut dapat dilihat pada mata kelinci
yang setelah diberi rangsang berupa ketukan pada menit ke 15 mulai berkedip kembali.
Sedangkan pada tetrakain merupakan anastesi lokal golongan ester yang memiliki onset
sekitar 15 menit dan mempunyai durasi kerja yang panjang yaitu 200 menit.

Sesuai prinsipnya anestetika lokal dapat dikatakan tercapai jika refleks okuler tidak
terjadi sampai penyentuhan 100 kali pada kornea kelinci uji. Kemungkinan hal ini terjadi
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti penetesan obat yang tidak tepat kedalam
konjungtiva mata kelinci, kondisi fisiologis kelinci yang berbeda-beda sehingga respon
yang ditunjukkan pun berbeda, dosis yang diberikan masih belum tepat untuk
menimbulkan efek anestetika lokal pada hewan uji, pengamatan praktikan yang tidak
tepat atau waktu pengamatan juga mempengaruhi hasil pengamatan tersebut.

4.3 Pertanyaan
1. Apakah yang perlu diperhatikan pada persiapan larutan obat mata agar dapat terjamin
khasiatnya?
Jawab:
a. Harus hisohidris memiliki ph sama dengan air mata
b. Kejernihan larutan obat mata
c. Isotonis larutan obat mata
d. Harus bebas pirogen
e. Kesterilan dari obat dan alat yang digunakan
f. Cara penyimpanan obatnya
g. Partikel obat mata

2. Pada percobaan mata kelinci harus terlindungi dari cahaya langsung, jelaskan !
Jawab:
Karena sinar matahari langsung akan mengalami reaksi lain yang terjadi pada mata
kelinci yang tidak diinginkan, dapat menyebabkan toksisitas serta apabila terkena
cahaya langsung dapat mempengaruhi reflex mata sehingga membuat kelinci menutup
matanya yang dapat menggangung proses percobaan.
3. Sebutkan anestesi lokal mata yang digunakan, selain pada percobaan ini !
Jawab :
 Dibukain
 Prilokain
 Prokain
 Benzokain
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

 Total regnier pada mata kanan hewan uji yaitu kelinci adalah 135, dan pada mata kiri
adalah 22. Hal ini menunjukkan bahwa anastesi yang digunakan masih memberikan
respon positif yang nilainya masih dalam range antara 13 sampai 800.
 Pada pemberian obat lidokain, refleks berkedip pada mata kelinci lebih lama
dibandingkan dengan pemberian obat tetrakain. Hal ini membuktikan bahwa potensi
anastesi lokal pada lidokain lebih besar daripada tetrakain.
 anestetika lokal dapat dikatakan tercapai jika refleks okuler tidak terjadi sampai
penyentuhan 100 kali pada kornea kelinci uji.
DAFTAR PUSTAKA

Katzung, Bertram. 1997. Farmakologi Dasar dan Terapi. Jakarta : EGC.


Mardjono, M. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : Gaya Baru.
Gunawan. 2007. Farmakologi Dan Terapi. Jakarta : Gaya Gon.

Anda mungkin juga menyukai