Anda di halaman 1dari 10

I.

TUJUAN
Untuk membandingkan efek farmakologis dari infiltrasi anestesi lokal dengan dan tanpa
adrenalin di kaki belakang tikus.

II. ALAT DAN BAHAN


 Alat yang digunakan
1. Alat dasar
2. Syringe
3. Kapas
4. Stopwatch

 Bahan yang digunakan


1. Tikus wistar
2. Lidocaine dan Pehacain
3. Caragenan
4. NaCl 0.9%

III. METODE:

1. Tempatkan model hewan di kandang terbatas.


2. Tusukan sonde, dengan interval 3-5 detik, ke kaki belakang kanan dan kiri.
3. Catat responsnya. Respons normal yang diamati ketika menerapkan stimulus
yang ditunjukkan, adalah kontraksi kulit di sekitar area yang disuntikkan.
4. Suntikkan 0,1 ml 0,9 % NaCl secara intradermal ke kaki belakang kanan
(control).
5. Suntikkan 0,1 ml lidokain (tikus A) atau lidokain + epinefrin (tikus B) secara
intradermal ke kaki belakang kiri untuk menginduksi anestesi lokal.
6. Tusukan sonde, dengan interval 3-5 detik. ke kaki belakang kiri (bandingkan
dengan kaki belakang kanan) setiap menit hingga 5 menit, lalu setiap 5 menit
hingga 30 menit, lalu setiap 10 menit hingga 60 menit.
7. Catat respons serta onset dan durasi kerja obat.
PERCOBAAN: EFEK ANESTHETIK LOKAL TERHADAP DAERAH
YANG MENGALAMI RADANG

Tikus C:

1. Tempatkan model hewan di kandang terbatas.


2. Tusukan sonde, pada interval 3-5 detik, ke kanan dan kiri kaki belakang. Catat
responsnya.
3. Suntikkan 0,1 ml 0,9 % NaCl secara intradermal ke kaki belakang kanan
(control).
4. Suntikkan 0,1 ml suspensi 5 % ragi (caragenan) secara intradermal ke kaki
belakang kiri. Tunggu 30 menit.
5. Tusukan sonde, pada interval 3-5 detik, ke kaki belakang kiri (bandingkan
dengan kaki belakang kanan).
6. Catat responsnya.
7. Suntikkan 0,1 ml lidokain + epinefrin secara intradermal ke daerah yang
meradang.
8. Tusukan sonde, pada interval 3-5 detik, ke pusat kaki belakang kiri (bandingkan
dengan kaki belakang kanan) setiap menit hingga 5 menit, lalu setiap 5 menit
hingga 30 menit, lalu setiap 10 menit hingga 60 menit.
9. Catat responsnya.

IV. DASAR TEORI

A. Pendahuluan

Obat anestetik lokal digunakan secara lokal dan menghambat implus konduksi
saraf sensorik dari perifer ke SSP. Anestetik lokal menghilangkan sensasi (dan pada
konsentrasi tinggi, aktivitas motor) pada daerah tubuh terbatas tanpa menghasilkan
ketidaksadaran. Obat ini menghambat saluran natrium membran saraf. Serabut saraf tak
bermielin yang kecil, yang memacu implus untuk sakit, temperatur, dan aktivitas
autonomik, sangat sensitif terhadap kerja obat anestetik lokal.

Semua obat anestetik lokal terdiri dari grup rantai amino hidrofilik melalui
suatu grup penghubung yang panjangnya bervariasi ke suatu residu lipofilik aromatik.
Baik potensi maupun stoksisitas anestetik lokal meningkat sesuai dengan panjangnya
grup penghubung.
Efek samping adalah akibat dari absorpsi sistemik sejumlah toksik anestetik
lokal yang dipakai. Efek sistemik yang paling jelas adalah bangkitan kejang. Penambahan
vasokonstriktor epinefrin pada anestetik lokal, tingkat absorpsi menurun. Hal ini dapat
mengurangi toksisitas sistemik dan meningkatkan masa kerjanya.

B. Definisi

Anestesi lokal adalah obat yang digunakan untuk mencegah terjadinya rasa
nyeri (persepsi sensoris) dengan cara menghambat konduksi impuls pada saraf secara
reversibel pada daerah terbatas, tanpa menghilangkan kesadaran. Pada dosis besar selain
hambatan sensoris, anestesi lokal juga dapat menghambat saraf motorik dan otonom.

Salah satu beda anestesi lokal dan anestesi umum, ialah bahwa anestesi umum
hilangnya rasa pada daerah tidak terbatas dan disertai hilangnya kesadaran.

C. Mekanisme kerja Anestesi Lokal

Anestesi lokal menurunkan permeabilitas membran sel saraf terhadap ionNa,


sehingga depolarisasi dihambat, dengan akibat tidak terjadi konduksi implus. Terdapat
beberapa teori tentang mekanisme anestesi lokal untuk menurunkan permeabilitas
membran sel saraf terhadap ion Na ini, antara lain:

1. Teori Expansi Membran


2. Teori Hipotesa Reseptor Spesifik

D. Syarat-syaratAnestesi Lokal yang Ideal:

1. Toksisitas rendah
2. Tidak menimbulkan reaksi alergi
3. Efektif pada pemakaian secara suntikan maupun topikal
4. Dapat dikombinasikan dengan vasokonstriktor
5. Dapat larut dalam air dan stabil dalam penyimpanan dan sterilisasi

E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kerja Anestesi Lokal

1. Anatomi Serat saraf


2. Sifat Anestesi Lokal, misalnya :
a. Daya larut dalam lemak
b. Efek Vasodilatasi
c. Sifat ikatan protein
3. Pengaruh pH – pKa

F. Bentuk Aktif Anestesi Lokal

Bentuk basa non-ionik dari anestesi lokal mempunyai sifat larut dalam lemak
(lipofilik) sehingga dapat menembus sel membran saraf.

Kemudian di dalam saraf bentuk basa bebas non-ionik ini mengalami disosiasi
lagi menjadi bentuk ion (kation), dan bentuk ion inilah yang aktif yang mencegah
terjadinya depolarirasi, karena bentuk ion inilah akan berikatan dengan reseptor pada
kanal Na (teori reseptor spesifik). Mekanisme ini tidak berlaku bagi Benzokain karena
benzokain adalah suatu anestesi lokal berbentuk molekul yang tidak bermuatan.

G. Anestesi Lokal pada Daerah Beradang

Khasiat anestesi lokal pada daerah beradang akan menurun. Hal ini kemungkinan karena:

1. pH asam daripada metabolit keradangan mencegah/mengurangi terbentuknya basa


bebas non-ionik.
2. Adanya peningkatan vaskularisasi pada daerah beradang.
3. Adanya penurunan nilai ambang reseptor sensoris pada daerah keradangan
menyebabkan terjadinya hiperalgesia.

H. Penambahan vasokonstriktor pada Anestesi Lokal

Vasokonstriktor adalah obat-obatan yang dapat menyempitkan pembuluh darah.


Vasokonstriktor yang ditambahkan pada anestesi lokal digunakan macam-macam obat
simpatomimetik (adrenergik):

1. Epinefrin
2. Nor-epinefrin
3. Fenilefrin
4. Levonordefrin
Tujuan pemberian vasokonstriktor pada anestesi lokal adalah:

1. Memperpanjang masa kerja anestesi lokal


2. Mencegah/mengurangi terjadinya toksisitas sistemik oleh anestesi lokal
3. Mengurangi perdarahan
Kontra Indikasi pemberian Vasokonstriktor:

Pada pemberian anestesi lokal di daerah extremitas, misalnya: jari, hidung, penis
untuk menghindari ‘ischaemia’ setempat dan nekrosa

I. Penggolongan Anestesi Lokal Menurut Struktur Kimia

1. Golongan Ester:
a. Ester asam benzoat : kokain, nuperkain
b. Ester asam para amino benzoat: prokain, tetrakain, dll
2. Golongan Amida:
a. Silidin : lidokain, mepivakain, bupivakain,etidokain
b. Toluidin : prilokain
3. Golongan Keton : Diklonin
4. Lain-lain

J. Efek Farmakologi Anestesi Lokal

Anestesi lokal selain menunjukkan efek pada saraf perifer, setelah diabsorpsi ke
sirkulasi darah akan memberi efek pada organ-organ tertentu:

1. Efek pada saraf perifer


2. Efek pada SSP
3. Efek pada kardiovaskular
4. Efek pada sambungan saraf-otot
5. Efek pada darah
6. Efek pada mata
K. Reaksi-Reaksi Yang Merugikan

1. Gejala Toksisitas
2. Reaksi Alergi

L. Macam-macam Obat Anastesi Lokal

1. Kokain
2. Prokain
3. Tetrakain
4. Propoksikain
5. Lidokain
6. Mepivakain
7. Prilokain
8. Benzokain
9. Diklonin
10. Bupivakain

M. Macam-macam Cara Pemberian Anestesi Lokal

1. Anestesi permukaan
2. Anestesi Infiltrasi
3. Anestesi Blok saraf ( saraf tunggal dan lebih dari satu saraf)
V. TABEL HASIL PENGAMATAN

Catatan :
- : tidak sakit
+ : sedikit sakit
++ : sakit
+++ : sangat sakit
VI. PEMBAHASAN
a) Pada percobaan yang dilakukan oleh 5 kelompok dengan tikus A dengan tindakan di
kaki kanan disuntikkan 0,9% NaCl sebanyak 0,1 mL lalu di kaki kiri disuntikkan
liocaine sebanyak 0,1 mL kemudian diamati respon tikus tiap 5 menit selama 30
menit. Tikus menunjukkan respon pada kaki kanan merasakan sakit, rasa sakit paling
tinggi terjadi pada tikus A kelompok I dan V. Sedangkan pada kaki kiri tikus A rata-
rata setiap kelompok tikus mulai tidak merasakan sakit atau sudah mendapat efek
reaksi obat lidocaine pada menit ke-15. Namun tikus kelompok 1 pada waktu ke-30
menit kaki kiri yang telah mendapatkan perlakuan dengan lidocaine kembali
merasakan sakit yang artinya bahwa efek lidocaine pada kelompok tikus 1 telah
hilang pada waktu ke-30 menit
b) Kemudian dilakukan percobaan pada tikus B dengan tindakan pada kaki kanan
disuntikkan 0,9% NaCl sebanyak 0,1 mL lalu kaki kiri tikus B disuntikkan
lidocain+epinefrin sebanyak 0,1mL. Setelah itu diamati respon tikus tiap 5 menit
selama 30 menit, hasil yang didapatkan bahwa kaki kanan tikus B merasakan sakit
pada semua kelompok. Pada kaki kiri untuk kelompok II dan III mulai dari 5 menit
pertama sudah tidak merasakan sakit, sedangkan kelompok lain selama 10 menit
pertama masih sedikit merasakan sakit. Tetapi, pada semua kelompok tikus hingga
waktu ke-30 menit tetap tidak merasakan sakit. Hal tersebut membuktikan bahwa
kerja obat anestesi lokal yang ditambahkan adrenalin (epinefrin) lebih efektif bekerja
bahkan hingga durasi yang lama. Selain itu, efek kerja obat anestesi lokal
lidocaine+epinefrin lebih cepat hal itu terbukti pada kelompok tikus yang dalam 10
menit pertama sudah tidak bereaksi terhadap rasa nyeri.
c) Percobaan pada tikus C dilakukan pada saat terjadi radang. Tindakan yang dilakukan
yaitu pada kaki kanan disuntikkan 0,1 mL NaCl dan kaki kiti tikus C disuntikkan
suspense 5% ragi (caragenan) sebanyak 0,1 mL kemudian ditunggu selama 30 menit.
Setelah itu, ditusuk dan dicatat respon nya. Kemudin kembali disuntikkan 0,1 mL
lidokain+epinefrin pada daerah yang meradang dan dicatat responnya setiap 5 menit
selama 30 menit. Hasil yang didapatkan yaitu, semua kaki kanan tikus C pada tiap
kelompok merasakan sakit, tetapi rasa sakit yang paling ringan adalah pada kelompok
III. Sedangkan kaki kiri tikus C di semua kelompok tetap merasakan sakit tetapi tidak
separah kaki kanan. Hal ini membuktikan bahwa efek kerja obat lidocaine+epinefrin
tidak bereaksi terhadap daerah yang terjadi inflamasi/radang.
VII. PERTANYAAN DAN JAWABAN

PERTANYAAN

1. Apakah ada perbedaan onset dan durasi aksi antara anestesi lokal dengan dan tanpa
epinefrin? Jelaskan perbedaannya.

2. Jelaskan mekanisme anestesi lokal. Buat skema!

3. Jelaskan keuntungan dan kerugian pemberian epinefrin pada anestesi lokal!

4. Apa efek yang Anda amati setelah pemberian lidocaine + epinefrin di area yang
meradang? Jelaskan mengapa itu terjadi!

JAWAB :

1. Onset anestesi local dengan epinefrin menunjukkan bahwa semua tikus di tiap
kelompok pada menit ke 30 tidak merasakan sakit sedangkan pada anestesi local tanpa
epinefrin terdapat tikus di kelompok V yang masih merasakan sakit di menit ke 30,
rasa sakit nya bahkan tidak berbeda jauh dari kaki kanan. Untuk perbedaan durasi,
pada anestesi local dengan epinefrin disimpulkan bahwa efek nya lebih cepat karena
ditemukan 2 kelompok yang dari menit ke-5 tikusnya sudah tidak merasakan sakit,
sedangkan anestesi local tanpa epinefrin durasi efek anestesi lebih lama bahkan masih
ada yang merasakan sakit pada menit ke-30.
2. Mekanisme primer dari anestesi local adalah memblok kanal natrium bergerbang-
tegangan (voltage gated channel sodium)

Membran Depolarisasi Ca
e sel terganggu ekstraseluler
meningkat

Memblok
kunduksi aksi Obat berinteraksi
potensial di kanal Na

Menghambat Influks ion


depolarisasi terganggu
3. Keuntungan
 Lidokain + epinefrin mengurangi toksisitas sistemik dan meningkatkan masa
kerja obat
 Memperpanjang durasi obat anestesi local
Kerugian
 Tidak dapat digunakan dalam keadaan adanya radang/inflamasi
 Karena epinefrin mengandung vaskokonstriktor sehingga tidak dapat
diberikan di daerah extremitas, misalnya: jari, hidung, penis untuk
menghindari ‘ischaemia’ setempat dan nekrosa

4. Kaki kiri tikus C di semua kelompok tetap merasakan sakit tetapi tidak separah kaki
kanan. Hal ini terjadi karena saat adanya radang, juga terjadi infiltasi sel radang dalam
vaskularisasi. Sedangkan epinefrin bekerja secara vasokonstriktor. Hal ini sel radang
yang sedang berinfiltrasi menghambt kerja dari epinefrin.

VIII. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat kita ambil dalam percobaan ini adalah anestesi lokal
yang ditambahkan adrenalin (epinefrin) dapat bekerja lebih efektif dibandingkan
anestesi lokal yang tidak diberi adrenalin (epinefrin). Onset dan durasi anestesi yang
diberikan adrenalin dapat bekerja dengan paruh waktu yang lama. Anestesi lokal yang
diberi adrenalin (epinefrin) tidak dapat bekerja dalam keadaan inflamasi karena saat
keadaan inflamasi, sel radang yang berinfiltrasi akan menghambat epinefrin yang
bekerja secara vasokonstriktor.

IX. DAFTAR PUSTAKA

Cawson, R.A. R.G.Spector. A.M. Skelly. 1995. Basic Pharmacology and Clinical Drug
Use in Dentistry. Sixth edition. Churchill Livingstone.

Ganiswara, S.G. 1995. Farmakologi dan Terapi. Ed.4. Bag. Farmakologi Fak. Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta: Gaya Baru.

Mycek, Mary J. R.A.Harvey. P.C.Champe. 2001. Farmakologi: Ulasan Bergambar. Alih


Bahasa Azwar Agoes. Ed.2. Jakarta: Widya Medika.

Neal, M.J. 1992. Medical Pharmacology at a Glance. Second edition. Blackwell Science.

Anda mungkin juga menyukai