OLEH :
A. TUJUAN
Untuk membandingkan efek farmakologis dari infiltrasi anestesi lokal dengan dan
tanpa adrenalin di kaki belakang tikus.
B. DASAR TEORI
I. PENDAHULUAN
Obat anestetik lokal digunakan secara lokal dan menghambat implus
konduksi saraf sensorik dari perifer ke SSP. Anestetik lokal menghilangkan
sensasi (dan pada konsentrasi tinggi, aktivitas motor) pada daerah tubuh
terbatas tanpa menghasilkan ketidaksadaran. Obat ini menghambat saluran
natrium membran saraf. Serabut saraf tak bermielin yang kecil, yang memacu
implus untuk sakit, temperatur, dan aktivitas autonomik, sangat sensitif
terhadap kerja obat anestetik lokal.
Semua obat anestetik lokal terdiri dari grup rantai amino hidrofilik
melalui suatu grup penghubung yang panjangnya bervariasi ke suatu residu
lipofilik aromatik. Baik potensi maupun stoksisitas anestetik lokal meningkat
sesuai dengan panjangnya grup penghubung.
Efek samping adalah akibat dari absorpsi sistemik sejumlah toksik
anestetik lokal yang dipakai. Efek sistemik yang paling jelas adalah bangkitan
kejang. Penambahan vasokonstriktor epinefrin pada anestetik lokal, tingkat
absorpsi menurun. Hal ini dapat mengurangi toksisitas sistemik dan
meningkatkan masa kerjanya.
II. Definisi
Anestesi lokal adalah obat yang digunakan untuk mencegah terjadinya
rasa nyeri (persepsi sensoris) dengan cara menghambat konduksi impuls pada
saraf secara reversibel pada daerah terbatas, tanpa menghilangkan kesadaran.
Pada dosis besar selain hambatan sensoris, anestesi lokal juga dapat
menghambat saraf motorik dan otonom.
Salah satu beda anestesi lokal dan anestesi umum, ialah bahwa
anestesi umum hilangnya rasa pada daerah tidak terbatas dan disertai
hilangnya kesadaran.
III. Mekanisme kerja Anestesi Lokal
Anestesi lokal menurunkan permeabilitas membran sel saraf terhadap
ionNa, sehingga depolarisasi dihambat, dengan akibat tidak terjadi konduksi
implus. Terdapat beberapa teori tentang mekanisme anestesi lokal untuk
menurunkan permeabilitas membran sel saraf terhadap ion Na ini, antara lain:
Teori Expansi Membran
Teori Hipotesa Reseptor Spesifik
D. PROSEDUR PERCOBAAN
METODE:
Tikus C:
1. Tempatkan model hewan di kandang terbatas.
2. Tusukan sonde, pada interval 3-5 detik, ke kanan dan kiri kaki belakang. Catat
responsnya.
3. Suntikkan 0,1 ml 0,9 % NaCl secara intradermal ke kaki belakang kanan
(control).
4. Suntikkan 0,1 ml suspensi 5 % ragi (caragenan) secara intradermal ke kaki
belakang kiri. Tunggu 30 menit.
5. Tusukan sonde, pada interval 3-5 detik, ke kaki belakang kiri (bandingkan
dengan kaki belakang kanan).
6. Catat responsnya.
7. Suntikkan 0,1 ml lidokain + epinefrin secara intradermal ke daerah yang
meradang.
8. Tusukan sonde, pada interval 3-5 detik, ke pusat kaki belakang kiri (bandingkan
dengan kaki belakang kanan) setiap menit hingga 5 menit, lalu setiap 5 menit
hingga 30 menit, lalu setiap 10 menit hingga 60 menit.
9. Catat responsnya.
E. HASIL
Catatan :
- : tidak sakit
+ : sedikit sakit
++ : sakit
+++ : sangat sakit
F. PEMBAHASAN
Pada percobaan ini digunakan 3 ekor tikus dengan perlakuan yang berbeda.
Tikus pertama pada kaki kanan diberi NaCl sebagai control, dan kaki sebelah kiri
diberi perlakuan lidokain. Untuk tikus kedua, pada kaki kanan diberi NaCl sebagai
control, dan kaki sebelah kiri diberi perlakuan pehacain (lidokain dengan campuran
adrenalin). Untuk tikus ketiga, kaki kiri tikus disuntikkan caragenan untuk
menimbulkan reaksi inflamasi (bengkak) kemudian diberi pehacain.
1. Tikus Dengan Perlakuan Lidokain
Pada tikus dengan perlakuan lidokain, dapat didapatkan data pada kelompok I,
respon nyeri (sakit) pada kaki sebelah kanan setelah diberi NaCl pada menit ke
5 sampai menit ke 30 adalah sangat sakit. Namun, setelah diberi perlakuan
lidokain ke kaki kiri tikus, terlihat bahwa rasa nyeri (sakit) mulai berkurang
pada menit ke 5 dan menit ke 10. Dan rasa sakit tersebut mulai menghilang
pada menit ke 15 hingga menit ke 25. Namum rasa sakit tersebut muncul
kembali pada menit ke 30, tetapi hanya berupa rasa sedikit sakit. Data pada
perlakuan kelompok I ini, kurang lebih sama dengan hasil data yang diperoleh
pada kelompok ke II,III,IV. Pada data ke V, diperoleh hasil pada kaki kanan
tikus yang diberi NaCl mengalami rasa sakit yang luar biasa (sangat sakit).
Namun, pada kaki kiri yang diberi perlakuan lidokain, terlihat rasa sakit
tersebut terlihat menurun dibandingkan saat pemberian Nacl. Lidokain
mempunyai mula kerja yang cepat dan masa kerjanya lama, lebih stabil dalam
larutan dan lebih sedikit menimbulkan reaksi hipersensitivitas.
G. JAWABAN PERTANYAAN
1. Apakah ada perbedaan onset dan durasi aksi antara anestesi lokal dengan dan
tanpa epinefrin? Jelaskan perbedaannya.
Terdapat perbedaan onset dan durasi aksi antara anastesi lokal dengan atau tanpa
epinefrin, hal ini bisa kita lihat pada kaki kiri pada tikus A dan tikus B. Dari data yang
diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa dihasilkan tikus yang diinfiltrasi anastesi lokal
dengan adrenalin (epinefrin) memiliki jangka durasi aksi dari anastesi lokal yang lebih
lama daripada yang tidak diinduksi adrenalin. Hal ini dikarenakan Penambahan epinefrin
memiliki efek menguntungkan yaitu vasokonstriksi pembuluh darah yang dapat
memperpanjang durasi anestesi, megurangi toksisitas, dan mengurangi perdarahan
intraoperatif karena vasokonstriksi. Untuk meminimalisasi nyeri terkait dengan pH yang
rendah (perlakuan NaCl), dapat diberikan perlakuan larutan lidokain-epinefrin.
Campuran larutan tersebut memiliki pH yang lebih tinggi, sehingga menyebabkan nyeri
akan berkurang.
4. Apa efek yang Anda amati setelah pemberian lidocaine + epinefrin di area yang
meradang? Jelaskan mengapa itu terjadi!
Dalam data tersebut, disimpulkan bahwa Pada tikus dengan perlakuan caragenan,
dapat didapatkan data pada kelompok I, respon nyeri (sakit) pada kaki sebelah kiri
setelah diberi caragenan pada menit ke 5 sampai menit ke 30 adalah timbul inflamasi /
peradangan pada kaki tikus & Nampak bengkak, serta menimbulkan rasa sangat sakit.
Setelah diberi perlakuan pehacain (lidokain + epinefrin), Nampak hanya memberi respon
sedikit sekali dalam menghilangkan rasa nyeri. Tikus masih merasa kesakitan walaupun
setelah pemberian anastesi local pehacain. Hal ini sesuai teori bahwa anastesi local tidak
bereaksi pada daerah yang mengalami inflamasi / peradangan. Pada teori yang
menunjukkan hubungan inflamasi dengan penurunan efektivitas anestesi local,
disebutkan bahwa nflamasi dapat menyebabkan asidosis jaringan yang terkena, sehingga
dapat mengurangi potensi anestetik lokal yang diberikan. Kondisi asidosis menyebabkan
peningkatan suasana asam pada jaringan sehingga menyebabkan terjadinya ion trapping.
Rendahnya pH jaringan karena asidosis menyebabkan anestetik lokal terperangkap
dalam bentuk asam sehingga tidak dapat menembus membran sel untuk mencapai ikatan
sitoplasmik ataupun menembus kanal ion natrium.
H. KESIMPULAN
Obat anestesi local mencegah transmisi impuls saraf (blokade konduksi)
dengan menghambat pengiriman ion natrium melalui gerbang ion natrium selektif
pada membrane saraf.
Penambahan epinefrin / adrenalin pada lidokain memberikan efek onset of
action yang lebih lama dibandingkan dengan tanpa pemberian adrenalin. Hal ini
dikarenakan Penambahan epinefrin memiliki efek menguntungkan yaitu
vasokonstriksi pembuluh darah yang dapat memperpanjang durasi anestesi,
megurangi toksisitas, dan mengurangi perdarahan intraoperatif karena vasokonstriksi.
Untuk meminimalisasi nyeri terkait dengan pH yang rendah (perlakuan NaCl), dapat
diberikan perlakuan larutan lidokain-epinefrin. Campuran larutan tersebut memiliki
pH yang lebih tinggi, sehingga menyebabkan nyeri akan berkurang.
Pemberian anestesi local pada daerah yang mengalami inflamasi, hanya sedikit
bahkan tidak memberi respon. Hal ini sesuai teori bahwa anastesi local tidak bereaksi
pada daerah yang mengalami inflamasi / peradangan. Pada teori yang menunjukkan
hubungan inflamasi dengan penurunan efektivitas anestesi local, disebutkan bahwa
nflamasi dapat menyebabkan asidosis jaringan yang terkena, sehingga dapat
mengurangi potensi anestetik lokal yang diberikan. Kondisi asidosis menyebabkan
peningkatan suasana asam pada jaringan sehingga menyebabkan terjadinya ion
trapping. Rendahnya pH jaringan karena asidosis menyebabkan anestetik lokal
terperangkap dalam bentuk asam sehingga tidak dapat menembus membran sel untuk
mencapai ikatan sitoplasmik ataupun menembus kanal ion natrium.
Daftar Pustaka
Samodro, Ratno, dkk. 2011. Mekanisme Kerja Obat Anestesi Lokal. Jurnal Anestesiologi
Indonesia. 3(1): 48-59.
Pramuningtyas, Ratih. 2012. Perbandingan Pemberian Buffered Pehakain Dengan Freshly
Mixed Lidokainepinefrin Pada Persepsi Nyeri Karena Infiltrasi Anestesi Lokal. Jurnal
Biomedika. 4(2): 31- 35
Artsanto, dkk. 2009. Perbedaan Lama Analgesi Antara Lidokain 5% 100 mg Hiperbarik,
Kombinasi Lidokain 5% 100 mg Hiperbarik + Klonidin 75µg Serta Kombinasi
Lidokain 5% 100 mg Hiperbarik + Klonidin 150µg Pada Blok Subarakhnoid. Jurnal
Anestesiologi Indonesia. 1(1): 1-12.
Sujati Woro Indijah. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Farmasi; “Farmakologi”. Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia. Pusdik SDM Kesehatan, Badan Pengembangan dan
Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan. Jakarta Selatan.
Katzung BG, dkk. 2012. Farmakologi Dasar & Klinik Edisi 12. Diterbitkan oleh The
McGrawHill Companies, Inc. ISBN: 978-0-07-176402.