Anestetik lokal adalah obat yang digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri dengan cara
memblok konduksi sepanjang serabut saraf secara reversibel. Sebagian besar anestetik lokal
adalah basa lemah. yang pada pH tubuh dapat membntuk proton. Awalnya obat-obatan jenis ini
melewati saraf tanpa terionoisasi (karena bersifat lipofilik) namun setelah berada dalam akson,
beberapa melokelu mengalami ionisasi, sehingga dapat memblok kanal Natrium serta mencegah
potensial aksi.
Semua serabut saraf pada tubuh manusia, sensitif pada anestetik lokal. Namun pada umumnya,
serabut yang berdiameter kecil lebih sensitif dibanding yang berdiameter besar. Oleh karena itu
anestetik lokal hanya melakukan blok diferensial (memblok sensasi rasa tertentu) untuk nyeri
ringan dan otonom, sedangkan untuk sensasi sentuhan kasar dan gerak tidak diblok (hal ini
berbeda dengan anestetik umum). Anestetik lokal mempunyai variasi yang luas dalam hal
potensi, durasi kerja, toksisitas, dan kemampuan penetrasi mukosa.
Anestetik lokal dapat menekan jaringan lain yang dapat dieksistasi (seperti miokardium) bila
konsentrasinya dalam darah cukup tinggi, namun efek sistemiknya mencakup sistem saraf pusat.
Lidokain adalah obat yang laing banyak digunakan untuk anestetesi lokal.
Lidokain bekerja lebih cepat dan lebih stabil daripada anestesi lokal lain. Bila diberikan
bersama epinefrin, lama kerjanya bisa mencapai 90 menit (1 jam setengah).
Prilokain mirip dengan lidokain tetapi dimetabolisme lebih luas dan kurang toksik pada
dosis yang ekuipoten. Bupivakain memiliki awitan kerja yang lambat (sampai 30 menit) tetapi
durasi kerjanya sangat panjang hingga mencapai 8 jam bila digunakan sebagai blok saraf.
Bupivakain sering digunakan untuk memblokade epidural yang kontinu selama persalinan.
Karena efek kerjanya, bupivakain menjadi pilihan utama blok spinal di Inggris. Benzokain
adalah anestesi permukaan yang tidak larut dalam air dan bersifat netral. Kegunaannya hanya
sebagai anestesi permukaan untuk jaringan yang tidak meradang seperti faring dan mulut. Obat-
obat yang lebih toksis, seperti kokain dan tetrakain mempunyai kegunaan yang terbatas.
Kokain terutama digunakan sebagai anestesi hidung karena efek vasokonstri intrinsiknya.
Tetrakain digunakan untuk anestesi oftalmologi terutama pada anestesi kornea. Namun obat-
obatan yang tidak terlalu toksis seperti oksibuprokain dan proksimetakain masih lebih baik
dibanding tetrakain.
Reaksi alergi sering terjadi pada penggunaan anestesi lokal terutama untuk golongan prokain dan
asam p-aminobenzoat.
Kanal Natrium
Jaringan yang dapat dieksitasi anestesi lokal harus memiliki kanal Natrium voltage-gated khusus
yang terdiri dari satu subunit-alfa glikoprotein besar dan kadang memiliki subunit beta yang
lebih kecil. Subunit alfa memilik empat domain identik yang masing-masing domain terdiri
enam membran yang membentuk heliks alfa (S1-S6). Pada potensial istirahat , sebagian besar
gerbang h terbuka dan gerbang m tertutup (ini sama artinya dengan kanal tertutup) tetapi
depolarisasi yang kuat dari potensial aksi kemudian menyebabkan gerbang h tertutup kanalnya.
Potensial Aksi
Jika cukup banyak kanal natrium terbuka, maka kecepatan masuknya Natrium ke dalam akson
melebihi kecepatan keluarnya Kalium keluar dari akson dan pada titik ini, yang disebut potensial
ambang, semua natrium yang masuk akan mendepolarisasi membran. Depolarisasi membran
membuka lebih banyak kanal natrium, kemudian hal ini akan memicu lebih banyak natrium yang
masuk dan depolarisasi membran (ini jadi seperti lingkaran setan). Aliran cepat natrium
mendepolarisasi membran mengakibatkan natrium menuju potensial keseimbangan (sekitar +67
mV). Jika sudah sampai pada titik ini, lingkaran setan tadi berakhir, selanjutnya terjadi inaktivasi
kanal Natrium dan efluks Kalium yang terus menerus sehingga terjadi repolarisasi. Akhirnya,
kanal natrium mencapai keadaan untuk dapat dieksitasi normal dan pompa Natrium
mengembalikan semua kehilangan Kalium dan mengeluarkan ion Natrium yang sudah terkumpul
sejak tadi.
Anestesi lokal bekerja dengan cara menghambat terjadinya potensial aksi yang sudah dijelaskan
di atas. Entah itu melalui peyumbatan reseptor Natrium ataupun mencegah terbukanya gerbang
h. Dengan terbloknya gerbang h maka terjadi inaktivasi konduksi saraf.
Rabies
Nyeri Nosiseptif
LinkWithin
jam 4/02/2010 11:36:00 AM Tag Info, Medical, Opini, refarat Diposting oleh Skydrugz
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Tautan
Kontrol nyeri sangat penting dalam praktek operasi kedokteran gigi. Kontrol nyeri yang
baik akan membantu operator dalam melakukan operasi dengan hati-hati, tidak terburu-
buru, tidak menjadi pengalaman operasi yang buruk bagi pasien dan dokter bedah.
Sebagai tambahan pasien yang tenang akan sangat mambantu bagi seorang dokter
gigi. Operasi dentoalveolar dan prosedur operasi gigi minor lainnya yang dilakukan
pada pasien rawat jalan sangat tergantung pada anestesi lokal yang baik.
Menurut istilah, anestesi local (anestesi regional) adalah hilangnya rasa sakit pada
bagian tubuh tertentu tanpa disertai dengan hilangnya kesadaran. Anestesi local
merupakan aplikasi atau injeksi obat anestesi pada daerah spesifik tubuh, kebalikan
dari anestesi umum yang meliputi seluruh tubuh dan otak. Local anestesi memblok
secara reversible pada system konduksi saraf pada daerah tertentu sehingga terjadi
kehilangan sensasi dan aktivitas motorik.
Anestesi local dapat memblok hampir setiap syaraf antara akhir dari syaraf perifer dan
system syaraf pusat. Teknik perifer yang paling bagus adalah anestesi local pada
permukaan kulit atau tubuh.
Anestesi lokal adalah obat yang menghambat hantaran saraf bila dikenakan secara
lokal pada jaringan saraf dengan kadar cukup obat ini bekerja pada tiap bagian
susunan saraf. Sebagai contoh, bila anestesi lokal dikenakan pada korteks motoris,
impuls yang dialirkan dari daerah tersebut terhenti, dan bila disuntikkan ke dalam kulit,
maka transmisi impuls sensorik dihambat.
Anestetik Lokal
Anestetik lokal ialah obat yang menghambat hantaran saraf bila dikenakan secara lokal
pada jaringan saraf dengan kadar cukup. Obat ini bekerja pada tiap bagian susunan
saraf. Sebagai contoh, bila anestetik lokal dikenakan pada korteks motoris, impuls yang
dialirkan dari daerah tersebut terhenti, dan bila disuntikkan ke dalam kulit maka
transmisi impuls sensorik dihambat. Pemberian anestetik lokal pada batang saraf
menyebabkan paralisis sensorik dan motorik di daerah yang dipersarafinya. Banyak
macam zat yang dapat mempengaruhi hantaran saraf, tetapi umumnya tidak dapat
dipakai karena menyebabkan kerusakan permanen pada sel saraf. Paralisis saraf oleh
anestetik lokal bersifat reversible, tanpa merusak serabut atau sel saraf.
Anestetik lokal yang pertama ditemukan ialah kokain, suatu alkaloid yang terdapat
dalam daun Erythroxylon coca, semacam tumbuhan belukar.
Anestetik lokal sebaiknya tidak mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf secara
permanen. Kebanyakan anetetik lokal memenuhi syarat ini. Batas keamanan harus
lebar, sebab anestetik lokal akan diserap dari tempat suntikan. Mula kerja harus
sesingkat mungkin, sedangkan masa kerja harus cukup lama sehingga cukup waktu
untuk melakukan tindakan operasi, tetapi tidak demikian lama sampai memperpanjang
masa pemulihan. Zat anestetik lokal juga harus larut dalam air, stabil dalam larutan,
dapat disterilkan tanpa mengalami perubahan.
Secara umum anestesi lokal mempunyai rumus dasar yang terdiri dari 3 bagian: gugus
amin hidrofil yang berhubungan dengan gugus residu aromatik lipofilik melalui suatu
gugus antara. Gugus amin selalu berupa amin tersier atau amin sekunder. Gugus
antara dan gugus aromatik dihubungkan dengan ikatan amid atau ikatan ester. Maka
secara kimia, anestesi lokal digolongkan atas senyawa ester dan senyawa amid.
Adanya ikatan ester sangat menentukan sifat anestetik lokal sebab pada gugus
degradasi dan inaktivasi di dalam bagian, gugus tersebut akan di hidrolisis. Karena itu
golongan ester umumnya kurang stabil dan mudah mengalami metabolisme
dibandingkan dengan golongan amid. Anestetik lokal yang tergolong dalam senyawa
ester ialah tetrakain, benzokain, dan prokain dengan prokain sebagai prototip.
Sedangkan yang tergolong dalam senyawa amid ialah dibukain, lidokain, bupivakain,
mapivakain, dan prilokain.
Mekanisme Kerja
Anestetik lokal mencegah pembentukan dari konduksi impuls saraf. Tempat kerjanya
terutama di membran sel, efeknya pada aksoplasma hanya sedikit saja.
Sebagaimana diketahui, potensial aksi saraf terjadi karena adanya peningkatan sesaat
permeabilitas membrane terhadap ion Na + akibat depolarisasi ringan pada membrane.
Proses fundamental inilah yang dihambat oleh anestetik lokal; hal ini terjadi akibat
adanya interaksi langsung antara zat anestetik lokal dengan kanal Na + yang peka
terhadap adanya perubahan voltase muatan listrik. Dengan semakin bertambahnya
efek anestesi lokal di dalam saraf, maka ambang rangsang membran akan meningkat
secara bertahap, kecepatan peningkatan potensial aksi menurun, konduksi impuls
melambat dan faktor pengaman konduksi saraf juga berkurang. Faktor- faktor ini akan
mengakibatkan penuruan menjalarnya potensial aksi dan dengan demikian
mengakibatkan kegagalan saraf.
Farmakokinetik
Lidokain cepat diserap dari tempat suntikan, saluran cerna dan saluran pernapasan
serta dapat melewati sawar darah otak. Kadarnya dalam plasma fetus dapat mencapai
60% kadar dalam darah ibu. Dalam hati, lidokain mengalami dealkilasi oleh enzim
oksidase, fungsi ganda membentuk monoetilglisin dan xilidid maupun glisin xilidid, yang
kemudian dapat dimetabolisme lebih lanjut menjadi monoetilglisin dan xilidid. Kedua
metabolit monoetilglisin xilidid maupun glisin xilidid ternyata masih memiliki efek
anestetik lokal. Pada manusia, 75% dari xilidid akan diekskresi bersama urin dalam
bentuk metabolit akhir, 4 hidroksi-2-6 dimetil-anilin.
Efek samping
Efek samping lidokain biasanya berkaitan dengan efeknya terhadap SSP, misalnya
mengantuk, pusing, parestesia, kedutan otot, gangguan mental, koma, dan bangkitan.
Mungkin sekali metabolit lidokain yaitu monoetilglisin xilidid dan glisin xilidid ikut
berperan dalam timbulnya efek samping ini.
Lidokain dosis berlebihan dapat menyebabkan kematian akibat fibrilasi ventrikel, atau
oleh henti jantung.
Indikasi
Lidokain sering digunakan secara suntikan untuk anesthesia infiltrasi, blokade saraf,
anesthesia spinal, anesthesia epidural ataupun anesthesia kaudal, dan secara
setempat untuk anesthesia selaput lendir. Pada anesthesia infiltrasi biasanya
digunakan larutan 0,25-0,50% dengan atau tanpa epinefrin. Tanpa epinefrin dosis total
tidak boleh melebihi 200 mg dalam waktu 24 jam, dan dengan epinefrin tidak boleh
melebihi 500 mg untuk jangka waktu yang sama. Dalam bidang kedokteran gigi,
biasanya digunakan larutan 1-2% dengan epinefrin; untuk anesthesia infiltrasi dengan
mula kerja 5 menit dan masa kerja kira- kira 1 jam dibutuhkan dosis 0,5-1,0 mL. Untuk
blockade saraf digunakan 1-2 mL.
Lidokain dapat pula digunakan unutuk anesthesia permukaan. Untuk anesthesia rongga
mulut, kerongkongan dan saluran cerna bagian atas digunakan larutan 1-4% dengan
dosis maksimal 1 gram sehari dibagi dalam beberapa dosis. Pruritus di daerah
anogenital atau rasa sakit yang menyertai wasir dapat dihilangkan dengan supositoria
atau bentuk salep dan krim 5%. Untuk anesthesia sebelum dilakukan tindakan
sistoskopi atau kateterisasi uretra digunakan lidokain gel 2% dan sebelum dilakukan
bronkoskopi atau pemasangan pipa endotrakeal biasanya digunakan semprotan
dengan kadar 2-4%
Aritmia Jantung
Lidokain juga dapat menurunkan iritabilitas jantung, karena itu juga digunakan sebagai
aritmia.
Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri.
Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam
kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak.
Reseptor nyeri disebut juga nosiceptorr, secara anatomis reseptor nyeri (nosiceptor)
ada yang bermielien dan ada juga yang tidak bermielin dari syaraf perifer. Berdasarkan
letaknya, nosieptor dapat dikelompokkan dalam beberapa bagaian tubuh yaitu pada
kulit (Kutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan pada daerah viseral, karena
letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang
berbeda.Nosiceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang berasal dari
daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan.
Pada percobaan yang telah dilakukan, licocain yang diinjeksikan mulai berkurang
keaktifannya pada menit ke 20 dan sensasi pertama yang dirasakan adalah sentuhan.
KESIMPULAN
Pada dasarnya, anestesi terbagi dua menjadi anestesi lokal dan anestesi umum. Akan
tetapi, anestesi lokal lebih sering digunakan karena memiliki tingkat keselamatan yang
lebih tinggi daripada anestesi umum. Anestetik lokal ialah obat yang menghambat
hantaran saraf bila dikenakan secara lokal pada jaringan saraf dengan kadar cukup.
Obat ini bekerja pada tiap bagian susunan saraf.
Salah satu contoh obat anestesi lokal yang sering digunakan adalah lidokain. Lidokain
diberikan secara suntikan dan cepat diabsorbsi oleh saluran pernapasan maupun
saluran cerna. Dan sebagaimana obat yang memiliki kandungan zat kimia, lidokain pun
tak lepas dari efek samping, yang di antaranya adalah mengantuk, pusing, parestesia,
kedutan otot, gangguan mental, koma, dan bangkitan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ebong. Makalah Anestesi Lokal Maksila. 6 Mei
2009.http://www.myspace.com/restiebongschizoprenz/blog/487522508. (24 Maret
2011).
2. Sunaryo. Kokain dan Anestetik Lokal Sintetik. Dalam : ed. Ganiswarna SG.
Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Gaya Baru, 1995: 234-47.
sumarheni
Anestetik lokal atau zat-zat penghalang rasa adalah obat yang pada penggunaan lokal merintangi
secara reversibel penerusan impus-impuls saraf ke sistem saraf pusat dan demikian
menghilangkan rasa nyeri, gatal-gatal, rasa panas, atau dingin. Anestetik lokal pertama adalah
kokain, yaitu suatu alkaloid yang diperoleh dari daun suatu tumbuhan alang-alang di pegunungan
Andes (Peru), yang pertama kali digunakan sebagai penghilang rasa nyeri pada pengobatan mata,
kemudian pada kedokteran gigi. Sejak tahun 1892 dikembangkan anestetik lokal secara sintesis
dan ditemukan prokain dan benzokain pada tahun 1905, yang disusul oleh banyak derivat lain
seperti tetrakain, butkain, dan chincokain. Kemudian muncul anestetik lokal seperti lidokain
(1947), mepivakain (1957), prilokain (1963), dan bupivakain (1967).
Lidokain adalah derivat asetanilida yang merupakan obat pilihan utama untuk anestesi
permukaan maupun infiltrasi. Lidokain adalah anestetik lokal kuat yang digunakan secara luas
dengan pemberian topikal dan suntikan. Anestesi terjadi lebih cepat, lebih kuat, lebih lama, dan
lebih ekstensif daripada yang ditimbulkan oleh prokain.
Lidokain ialah obat anestesi lokal yang banyak digunakan dalam bidang kedokteran oleh karena
mempunyai awitan kerja yang lebih cepat dan bekerja lebih stabil dibandingkan dengan obat –
obat anestesi lokal lainnya. Obat ini mempunyai kemampuan untuk menghambat konduksi di
sepanjang serabut saraf secara reversibel, baik serabut saraf sensorik, motorik, maupun
otonom.Kerja obat tersebut dapat dipakai secara klinis untuk menyekat rasa sakit dari – atau
impuls vasokonstriktor menuju daerah tubuh tertentu.
Lidokain mampu melewati sawar darah otak dan diserap secara cepat dari tempat injeksi. Dalam
hepar, lidokain diubah menjadi metabolit yang lebih larut dalam air dan disekresikan ke dalam
urin. Absorbsi dari lidokain dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain tempat injeksi, dosis
obat, adanya vasokonstriktor, ikatan obat – jaringan, dan karakter fisikokimianya.
Apoteker sebagai drug informer dalam hal ini dapat membantu dalam penggunaan lidokain
sebagai anestetik lokal, memberikan informasi dan konseling serta membantu dalam pencatatan
untuk pelaporan.
Anestetik Lokal
Absorpsi anestetik lokal yang diinjeksikan dari tempat pemberian dimodifikasi oleh beberapa
faktor, meliputi dosis, daerah injeksi, ikatan obat jaringan, adanya senyawa yang menyebabkan
vasokonstriksi dan karateristik fisiko kimia obat yang bersangkutan. Penggunaan anestetik lokal
pada daerah-daerah yang sangat kaya pembuluh darah misalnya mukosa trakea menyebabkan
absorpsi yang lebih cepat dan menghasilkan kadar obat dalam darah yang tinggi dari jika
anestetik lokal tersebut diinjeksikan ke daerah yang miskin pembuluh darah misalnya tendon.
Untuk anestesi regional yang meliputi penyekatan saraf besar, kadar anestetik lokal maksimum
di dalam darah akan menurun sesuai dengan tempat pemberian sesuai dengan tingkatan sebagai
berikut : interkostal (tertinggi) > kaudal > epidural > pleksus brakhialis > nervus skiatikus
(terendah).
Anestetik lokal golongan amida seperti lidokain didistribusikan secara luas di dalam tubuh
setelah pemberian bolus intravena. Adanya kenyataan bahwa sekuestrasi terjadi pada tempat
penimbunan, kemungkinan jaringan lemak. Setelah fase distribusi permulaan yang sangat cepat,
yang menunjukkan adanya ambilan menuju organ-organ yang kaya pembuluh darah misalnya
otak, hati, ginjal dan jantung maka fase distribusi yang lebih lambat terjadi dengan adanya
ambilan menuju jaringan-jaringan yang mendapatkan perfusi aliran darah sedang, seperti otot
dan usus.
Anestesi lokal diubah di dalam hati atau plasma menjadi metabolit-metabolit yang larut air,
kemudian diekskresikan dalam urin. Oleh karena anestetika lokal dalam bentuk yang tidak
bermuatan berdifusi dengan cepat melalui lipid, maka sedikit sekali atau tidak sama sekali dari
bentuk netral yang akan diekskresi dalam urin. Pengasaman urin akan meningkatkan ionisasi dari
basa tersier menjadi bentuk bermuatan yang lebih larut air, yang lebih mudah diekskresi karena
tidak mudah mengalami reabsorpsi oleh tubulus ginjal.
LIDOCAINE
Lidocaine (XYLOCAINE, dan lain-lain), yang diperkenalkan pada tahun 1948, sekarang
merupakan anestesik lokal yang paling banyak digunakan dalam bidang kedokteran dan
kedokteran gigi. Merupakan anestetika lokal yang berguna untuk infiltrasi dan memblokir syaraf
(nerve block).
Aksi Farmakologi
Lidokain cepat menghasilkan, lebih intens, lebih tahan lama dan merupakan anastesi lebih luas
daripada prokain dengan konsentrasi yang sama. Tidak seperti prokain, senyawa ini merupakan
suatu senyawa aminoetilamida dan merupakan anggota prototipikal golongan anestetik lokal
amida. Lidokain adalah pilihan alternatif untuk individual yang sensitif terhadap anestesi lokal
tipe ester. Lidokain digunakan pada perawatan ventricular cardiac arrhytmias dan tahanan
jantung dengan fibrilasi ventrikular, khususnya dengan iskemia akut, tetapi tidak digunakan pada
perawatan atrial arrhytmia.
Farmakodinamik
Lidokain di absorbsi secara cepat setelah pemberian parenteral serta dari saluran gastrointestinal
dan pernafasan. Walaupun senyawa ini efektif jika digunakan tanpa vasokonstriktor, dengan
adanya epinephrine menurunkan laju absorbsinya, sehingga toksisitasnya menurun dan lama
kerjanya diperpanjang. Disamping sediaan untuk injeksi, tersedia sistem pengantaran obat bebas
jarum (needle-free drug-delivery system) untuk larutan dari lidocaine dan epinephrine
(IONTOCAINE). Sistem ini secara umum digunakan untuk prosedur dermal dan menghasilkan
anestesi sampai kedalaman 10 mm.
Lidocaine bagian transdermal (LIDODERM) digunakan untuk nyeri yang berhubungan dengan
postherpetic neuralgia. Kombinasi dari lidocaine (2.59%) and prilocaine (2.5%) digunakan
sebagai anestesi sebelum venipuncture, skin graft harvesting, dan infiltrasi dari anestesi ke dalam
genitalia.
Lidocaine didealkylasi pada hati oleh CYPs menjadi monoethylglycine xylidide dan glycine
xylidide, yang dapat dimetabolisme lebih lanjut menjadi monoethylglycine dan xylidide.
Keduanya, monoethylglycine xylidide dan glycine xylidide menahan aktivitas anastesi lokal.
Pada manusia, sekitar 75% dari xylidide diekskresikan lewat urin sebagai metabolit lebih lanjut
4-hydroxy-2, 6-dimethylaniline.
Toksisitas
Efek samping dari lidokain diperlihatkan dengan adanya peningkatan dosis diantaranya
mengantuk, tinnitus, dysgeusia, pusing, dan kejang (berkedut). Jika dosis meningkat, akan terjadi
serangan jantung, koma, serta depresi dan henti pernafasan. Depresi kardiovaskular yang
signifikan secara klinik biasanya terjadi pada level serum lidocaine yang menghasilkan efek SSP
yang nyata. Metabolit dari monoethylglycine xylidide dan glycine xylidide dapat berperan pada
beberapa efek samping tersebut.
Penggunaan Klinik
Lidokain memiliki indeks terapi yang luas dari penggunaan klinik sebagai anestesi lokal ; ini
digunakan pada sebahagian besar aplikasi ketika diperlukan anestesi lokal dari durasi tingkat
menengah. Lidocain sering digunakan sebagai agen antiarrhytmia.
Inkompabilitas
Efek samping
1. Pada SSP
Adanya reaksi psikotik dilaporkan terjadi pada 6 pasien dengan pemberian lidokain IV untuk
pengobatan penyakit jantung. Pada kasus lain pasien mengalami gejala ataxia serebral setelah
penggunaan lidokain topikal untuk endoskopi.
2. Pada kulit
Eritema dan pigmentasi pada bibir atas terjadi pada anak-anak setelah infiltrasi dental lokal dari
lidokain. Eritema juga terjadi setelah pemberian topikal pada beberapa formula lidokain seperti
transdermal patch.
3. Kehamilan
Efek samping serius dari anestesi epidural jarang terjadi tetapi lidokain mungkin memberikan
efek transient pada sistem auditory neonatal.
PERHATIAN
Sebagai anestesi lokal
Umumnya lidokain tidak diberikan pada pasien yang hipovolaemia, dan seharusnya menjadi
perhatian pada jika digunakan pada pasien dengan gagal jantung kongestif, bradikardi atau
depresi pernapasan. Lidokain dimetabolisme dihati dan harus diperhatikan pemberian pada
pasien yang mengalami kerusakan hati. T1/2 lidokain mungkin diperpanjang pada kondisi
kurangnya aliran darah hati seperti gagal jantung atau gagal sirkulasi. Metabolit lidokain
mungkin berakumulasi dengan pasien yang mengalami kerusakan ginjal. Injeksi IM lidokain
mungkin meningkatkan konsentrasi kreatinin fosfokinase yang dapat mengganggu diagnosa dari
Infark myocard akut.
Ibu menyusui
Tidak ditemukan efek samping pada bayi yang ibunya menggunakan lidokain.
Kerusakan serebrovaskular
Lidokain 5 mg/kg infus IV sekitar 30 menit menyebabkan berkurangnya aliran darah otak
sebanyak 12% dan akan kembali normal dalam 60 menit. Aliran darah otak pada pasien dengan
diabetes lebih rendah dari pada orang yang sehat tetapi kurang berefek dengan infus lidokain,
terjadi penurunan reaktivitas serebrovaskular.
Gangguan ginjal
Farmakokinetik lidokain dan metabolitnya monoetilglisinlidid tidak berefek pada pasien dengan
gangguan ginjal tetapi akumilasinya terjadi selama infus 12 jam atau lebih.
Merokok
Efek merokok terhadap lidokain belum jelas. Penelitian pada beberapa pasien menunjukkan
penurunan bioavailabilitas sistemik.
INTERAKSI
Klirens lidokain dapat berkurang oleh propranolol dan simetidin. Efek depresi jantung lidokain
bersifat aditif dengan beberapa beta bloker dan antiaritmia. Efek aditif kardiak dapat terjadi
ketika lidokain diberikan dengan fenitoin IV. Bagaimanapun penggunaan jangka panjang
fenitoin dan penginduksi enzim lainnya dapat meningkatkan pemberian dosis lidokain.
Hipokalemia terjadi pada penggunaan lidokain dengan asetazolamid, diuretik loop, dan antagonis
tiazid.
Antiaritmia
Toksisitas lidokain muncul pada penggunaan sediaan oral mengandung lidokain pada pasien
yang mendapatkan mexiletin.
Antiepilepsi
Studi pada subjek sehat dan pasien epilepsi menunjukkan bahwa penggunaan lama dari obat
fenitoin atau barbiturat dapat meningkatkan pemberian dosis lidokain karena induksi enzim
mikrosomal. Fenitoin juga dapat meningkatkan konsentrasi plasma dari α1-acid glycoprotein dan
hal tersebut mengurangi konsentrasi obat bebas lidokain dalam plasma. Efek depresi kardiak
lidokain sangat berbahaya dengan adanya fenitoin IV.
Beta blockers
Antagonis H2
Simetidine mengurangi metabolisme hepatik lidokain. Juga dapat mengurangi klirens lidokain
karena penurunan aliran darah hepatik. Peningkatan signifikan dari konsentrasi lidokain dalam
plasma telah dilaporkan.
Anestesi Lokal
Bupivacin dapat mengurangi jumlah lidokain yang berikatan pada α1-acid glycoprotein.
PENGGUNAAN
Lidokain digunakan pada pemberian injeksi, seperti pada sediaan yang mengandung
kortikosteroid, untuk menghilangkan rasa sakit, rasa gatal, dan iritasi lokal lainnya. Lidokain
sodium juga digunakan pada injeksi intramuskular dari beberapa antibakterial untuk mengurangi
rasa sakit pada saat injeksi.
Lidokain juga merupakan obat antiaritmik golongan Ib yang digunakan pada pengobatan aritmia
ventrikular, terutama setelah infark miokard. Lidokain juga tersedia dalam infus intravena untuk
pengobatan epilepsi yang sulit dikendalikan.
Penggunaan dosis dari lidokain hidroklorida pada anestetik lokal bergantung pada tempat injeksi
dan prosedur penggunaan. Dosis penggunaan lidokain secara spesifik untuk individual tidak
selalu tersedia pada UK, meskipun produk dari US sering menyediakan informasi tentang
penggunaannya. Ketika diberikan dengan adrenalin, dosis maksimum lidokain yang disarankan
adalah 500 mg; tanpa adrenalin yang direkomendasikan oleh UK adalah 200 mg dan USA 300
mg, kecuali pada anestesi pada spinal. Larutan Lidocaine HCl mengandung adrenalin 1 dalam
200.000 digunakan untuk infiltrasi anestetik dan memblok nervus termasuk blok epidural.
Konsentrasi tinggi dari adrenalin jarang dibutuhkan, kecuali pada dokter gigi. Sedangkan larutan
lidokain HCL dengan adrenalin 1 dalam 80.000 banyak digunakan. Dosis seharusnya dikurangi
pada anak-anak, orang tua dan pasien yang lemah. Dosis percobaan,biasanya dengan adrenalin,
seharusnya diberikan sebelum memulai blok epidural untuk mendeteksi dosis intravaskular yang
kurang hati-hati atau dosis subaraknoid.
Berikut ini dosis yang direkomendasikan untuk penatalaksanaan anestesi lokal secara individu di
USA :
Untuk anestesi infiltrasi perkutan, 5 sampai 300 mg ( 1 dalam 60 mL dari 0,5% larutan,
atau 0,5 sampai 30 mL dari 1% larutan).
Dosis untuk memblok saraf perifer tergantung oleh rute penggunaan. Untuk memblok
plexus brankial 225 sampai 300 mg (15 sampai 20 mL) dalam larutan 1,5%.
Untuk memblok saraf simpatis larutan 1% direkomendasikan. Dosis 50 mg(5 mL) untuk
blok servical dan 50 sampai 100mg (5 sampai 10 mL) untuk blok lumbal.
Untuk anestesi epidural 2 sampai 3 mL larutan dibutuhkan. Untuk anestesi epidural
lanjutan,dosis maksimum sebaiknya tidak diulangi terus-menerus lebih dari 90 menit.
Larutan hiperbarik 1,5% atau 5% lidokain HCL dalam glukosa 7,5% tersedia untuk
anestesi spinal ; adrenalin tidak bisa digunakan. Dosis sampai 75 mg (1,5 mL) dalam
larutan 5% digunakan dalam operasi caesar. Dan 75 sampai 100 mg (1,5 sampai 2 mL)
untuk prosedur operasi lainnya.
Untuk anestesi regional IV larutan 0,5% tanpa adrenalin dapat digunakan dalam dosis 50
sampai 300 mg (10 sampai 60 mL) ; dosis maksimum 4 mg/kg direkomendasikan untuk
dewasa.
Lidokain juga dapat digunakan dalam berbagai jenia formulasi anestesi permukaan.
Lidokain salep digunakan untuk anestesi pada kulit dan membran mukosa dengan dosis
yang direkomendasikan sebesar 20 g dalam 5% salep (setara 1 g lidokain basa) dalam 24
jam.
Gels digunaan untuk anestesi pada saluran kemih dan dosisnya bermacam-macam tiap
negara. Di UK diberikan dosis 2% gel.
Larutan topikal digunakan untuk anestesi permukaan dari membran mukosa mulut,
tenggorokan, dan saluran kemih atas. Untuk mulut dan tenggorokan digunakan larutan
2%, dapat ditingkatkan 300 mg (15mL). Untuk sakit faringeal obat kumur dibutuhkan,
tidak lebih dari 3 jam sekali. Dosis yang direkomendasikan di USA untuk larutan oral
topikal adalah 2,4 g. Lidokain dalam konsentrasi 10% digunakan sebagai spray untuk
mencegah sakit pada membran mukosa.
Lidokain digunakan secara rektal sebagai supositoria, spray, salep, dan krim untuk
mengobati hemoroid dan kondisi perianal lainnya.
Tetes mata mengandung lidokain HCL 4% dengan fluoresin.
Untuk pengobatan aritmia ventrikular lidokain diberikan secara IV sebagai lidokain HCl. Untuk
dewasa, dosis biasanya sekitar 1 sampai 1,5 mg/kg dapat diberikan dan diulangi sampai 3 mg/kg.
Lidokain juga digunakan untuk aritmia ventrikular lainnya pada pasien dengan kondisi yang
kurang stabil. Infus IV lanjutan biasa direkomendasikan setelah dosis awal sekitar 1 sampai 4
mg/menit. Jarang dibutuhkan infus lanjutan lebih lama dari 24 jam. Pada situasi gawat,lidokain
HCl diberikan sebagai injeksi IM 300mgdiulangi bila perlu setelah 60 sampai 90menit.
DAFTAR PUSTAKA
1. Catterall w & Mackie K. Anestetik lokal. Di dalam : Goodman & Gilman, editor. Dasar
Farmakologi Terapi. Ed.10, vol.1.
2. Katzung BG & Miller RD. Anestetik Lokal. Di dalam : Katzung BG, editor. Farmakologi
Dasar dan Klinik. Ed. 8, vol.2. Salemba Medika. Jakarta. 2002. Hal.162-163
3. Martindale. The Complete Drug Reference. 35th ed. Pharmaceutical Press, London. 2007.
Available as compiled HTML file, e-book
4. Ganiswarna. S. A. Farmakologi dan Terapi. Edisi IV. Bagian Farmakologi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2005. Hal.332
5. Tan HT dan Rahardja K. Obat-obat penting. Ed. 5. Kelompok Gramedia. Jakarta. 2002.
hal. 308,311
Tim penyusun : Sandra Aulia M., Welmi Zulfiani Djafar, Widyasari Djafar, Rosni Ahmad
MAKALAH FARMAKOLOGI
A. Latar belakang
2. Anestesi lokal
Anestesi lokal menghambat impuls konduksi secara revesibel sepanjang akson saraf dan
membran eksitabel lainnya yang menggunakan saluran natrium sebagai alat utama
pembangkit potensi aksi. Secara klinik, kerja ini dimamfaatkan untuk menghambat sensasi sakit
dari-atau impuls vasokontstriktor simpatis ke-bagian tubuh tertentu. Kokain, obat anestesi
pertama, yang diisolasi oleh niemann pada tahun 1860.
Kokain dikenal dana pengunaan klinik oleh koller, pada tahun 1884, sebagai suatu anestesi
oftalmik. Obat ini kemudian segera diketahui mempunyai kerja adiksi SSP yang kuat, tetapi
seblumnya hanya digunakan sebagai anestesi lokal secara luas selama 30 tahun. Dalam usaha
memperbaiki sifat kokain, pada tahun 1905 einorn telah mensintesis prokain, yang kemudian
menjadi anestesi lokal dominan selama 50 tahun kemudian.
Sejak 1905, sudah banyak bat anestesi lokal disentesis. Tujuan usaha ini adalah untuk
mengurangi iritasi lokal dan kerusakan jaringan, mempekecil tosisitas sistemik, mula kerja yang
cepat, dan kerja yang lama. Likokain akhirnya merupakan obat yang paling populer, disentesis
pada tahun 1943 oleh lofgren dan dinyatakan sebagai prototipe obat anestesi lokal.
Belum tersedia saat ini obat anestesi lokal yang ideal, dan pengembangan obat baru masih
terus diteliti. Namun, walaupun relatif mudah untuk mensintesis suatu zat kimia yang
mempunyai efek anestesi lokal, tetapi sangat sulit meguragi efek toksik yang lebih kecil dari
obat yang ada saat ini. Alasan utama kesulitan tersebut adalah kenyataan bahwa toksisitas
yang sangat serius dari obat anestesi lokal merupakan perluasan efek terapinya pada otak dan
sistem sirkulasi.
B. Tujuan
Supaya mahasiswa memahami tentang anestesi umum dan anestesi local
Supaya mahasiswa dapat membedakan penggunaan anestesi umum dan anestesi lokal
Agar kita semua memahami perbedaan anestesi umum dan anestesi local
Agar semua mahasiswa dapat mengetahui jenis obat-obat anestesi umum dan lokal
BAB II
ANESTESI UMUM
2. Anestetik intravena
Beberapa obat anestetik diberikan secara intravena baik tersendiri maupun dalam bentuk
kombinasi dengan anestetik lainnya untuk mempercepat tercapainya stadium anestesi atau pun
sebagai obat penenang pada penderita gawat darurat yang mendapat pernafasan untuk waktu
yang lama, Yang termasuk :
Secara tradisional, efek anestetik dapat dibagi 4 stadium peningkatan dalamnya depresi
susunan saraf pusat, yaitu :
I. Stadium analgesi
Pada stadium awal ini, penderita mengalami analgesi tampa disertai kehilangan kesadaran.
Pada akhir stadium 1, baru didapatkan amnesia dan analgesi
C. Anastetik inhalasi
1. Farmakokinetik
Dalamnya anestesi ditentukan oleh konsentrasi anestetik didalam susunan saraf pusat.
Kecepatan pada konsentrasi otak yang efektif (kecepatan induksi anestesi) bergantung pada
banyaknya farmakokinetika yang mempengaruhi ambilan dan penyebaran anestetik. Factor
tersebut menentukan perbedaan kecepatan transfer anestetik inhalasi dari paru kedalam darah
serta dari darah ke otak dan jaringan lainnya. Faktor-faktor tersebut juga turut mempengaruhi
masa pemulihan anestesi setelah anestetik dihentikan.
a) Kelarutannya
Salah satu penting factor penting yang mempengaruhi transfer anestetik dari paru kedarah
arteri adalah kelarytannya. Koefisien pembagian darah; gas merupakan indeks kelarutan yang
bermakna dan merupakan tanda-tanda afinitas relative suatu obat anestetik terhadap darah
dibandingkan dengan udara.
b) Konsentrasi anastetik didalam udara inspirasi
Konsentrasi anestetik inhalasi didalam campuran gas inspirasi mempunyai efek langsung
terhadap tegangan maksimun yang dapat tercapai didalam alveolus maupun kecepatan
peningkatan tegangan ini didalam darah arterinya.
c) Ventilasi paru
Kecepatan peningkatan tegangan gas anestesi didalam darah arteri bergantung pada
kecepatan dan dalamnya ventilasi per menit. Besarnya efek ini bervariasi sesuai dengan
pembagian koefisien darah; gas.
Pembuangan
Waktu pemulihan anestesi inhalasi bergantung pada kecepatan pembuangan obat anestetik
dari otak setelah konsentrasi obat anestesi yang diisap menurun. Banyaknya proses transfer
obat anestetik selama waktu pemulihan sama dengan yang terjadi selama induksi. Factor-
factor yang mengontrol kecepatan pemulihan anestesi meliputi; aliran darah paru, besarnya
ventilasi, serta kelarutan obat anestesi dalam jaringan dan darah serta dalamnya fase gas
didalam paru.
2. Farmakodinamik
Mekanisme kerja
Kerja neurofisiologik yang penting pada obat anestesi umum adalah dengan meningkatkan
ambang rangsang sel, Aloia, 1991. Dengan meningkatnya ambang rangsang, akan terjadi
penurunan aktivitas neuronal. Obat anestetik inhalasi seperti juga intravena barbiturate dan
benzodiazepine menekan aktivitas neuron otak sehingga akson dan transmisisinaptik tidak
bekerja. Kerja tersebut digunakan pada transmisi aksonal dan sinaptik, tetapi proses sinaptik
lebih sensitive dibandingkan efeknya. Mekanisme ionik yang diperkirakan terlibat adalah
bervariasi. Anestetik inhalasi gas telah dilaporkan menyebabkan hiperpolarisasi saraf dengan
aktivitas aliran K+, sehingga terjadi penurunan aksi potensial awal, yaitu peningkatan ambang
rangsang. Penilitian elektrofisiologi sel dengan menggunakan analisa patch clamp,
menunjukkan bahwa pemakaian isofluran menurunkan aktivitas reseptor nikotinik untuk
mengaktifkan saluran kation yang semuanya ini dapat menurunkan kerja transmisi sinaptik
pada sinaps, kolinergik. Efek benzodiazepine dan barbiturate terhadap saluran klorida yang
diperantai reseptor GABAA akan menyebabkan pembukaan dan menyebabkan hiperpolarasi,
tehadap penurunan sensitivitas. Kerja yang serupa untuk memudahkan efek penghambatan
GABA juga telah dilaporkan pemakaian propofol dan anestetik inhalasi lain.
Mekanisme molecular dengan anestetik gas merubah aliran ion pada membran neuronal
belumlah jelas. Efek ini dapat menghasilkan hubungan interaksi langsung antara molekul
anestetik dan tempat hidrofobik pada saluran membrane protein yang spesifik. Mekanisme ini
telah diperkenalkan pada penilitian interaksi gas dengan saluran kolineroseptor nikotinik
interkais yang tampaknya untuk menstabilkan saluran pada keadaan tertutup. Interpretasi
alternatif, yang dicoba untuk diambil dalam catatan perbedaan struktur yang nyata diantara
anestetik, memberikan interaksi yang kurang spesifik pada obat ini dengan dengan membran
matriks lipid, dengan prubahan sekunder pada fungsi saluran.
Karakteristik dosis-Respons:
Konsentrasi alveolar minuman obat anestesi (KAM)
Obat anestetik inhalasi masuk ke dalam paru dalam bentuk campuran gas dengan konsentrasi
dan kecepatan pengaliran yang mudah diukur dan dikontrol. Akan tetapi, pencapaian keadaan
anestesi secara klinik sukar diukur. Pertama: hasil stadium anestesi bergantung pada
konsentrasi obat anestetik didalam otak dimana konsentrasi ini sukar diukur pada kondisi klinik
penderita. Kedua: tidak semua kurva dosis respons minimal dan maksimal menentukan,
walaupun pada dosis yang sangat rendah rasa nyeri masih terasa. Pemberian dosis tinggi
mempunyai resiko yang besar karna adanya depresi pernafasan dan kardiovaskular. Akhirnya,
penggunaan optimal dosis anestetik dapat tercapai dengan menggunakan prinsip respons dosis
quantal.
Selama anestesi umum, tekanan parsial aanestetik inhalasi pada otak sama dengan tekanan
didalam paru saat dosis anestetik telah tercapai. Pada pemberian kadar anestesi, pengukuran
konsentrasi alveolar keadaan tetap anestesi yang berbeda memberikan perbandingan potensi
relatifnya.
Dosis gas anestetik yang diberikan dapat dinyatakan dalam perkalian KAM. Sementara dosis 1
KAM suatu anestetik mencegah gerakan sebagai respons terhadap in sisi bedah pada 50%
penderita. Masing-masing penderita mungkin memerlukan antara 0,5-1,5 KAM. (KAM tidak
memberikan informasi mengenai kemiringan kurva dosis respons). Pada umumnya, kurva
hubungan dosis respons untuk anestetik inhalasi curam, jadi lebih dari 95% penderita mungkin
gagal berespons terhadap rangsangan yang merugikan pada 1,1 KAM. Pengukuran nilai KAM
pada kondisi terkontrol memungkinkan efek kuantitatif berbagai variable yang diperlukan
dalam anestesi. Sebagai contoh, nilai KAM akan menurun pada penderita labsia tetapih tidak
banyak dipengaruhi oleh jenis kelamin, tinggi badan, dan berat badan. Yang sangat penting
adalah adanya obat tambahan, yang dapat mengubah banyaknya kebutuhan obat anestetik.
Sebagai contohnya, adanya obat analgesic narkotik atau sedative hipnotik maka KAM-nya akan
menurun yang berarti konsentrasi obat anestetik yang diisap juga harus diturunkan dalam
jumlah yang sebanding.
Toksisitas
a) Hepatotoksisitas (halotan)
Biasanya hepatitis pascabedah selalu dikaitkan dengan factor lain seperti transfuse darah, syok
hipovolemik, atau stress bedah lainnya dibandingkan dengan toksisitas obat anestetik. Akan
tetapi, obat halocarbon dapat menyebabkan kerusakan hati sedangkan kloroform telah dikenal
sebagai anestetik hepatotoksik pada dasawarsa abad ini. Halotan telah diperkenalkan mulai
tahun 1956 dan sampai tahun 1963 telah banyak dilaporkan berbagai kasus ikterus pascabedah
dan nekrosis hati yang berhubungan dengan pemakaian halotan. Walaupun begitu, berbagai
penilitian retrospektif mengenai halotan yang dibandingkan dengan anestetik lainnya tidak
menunjukkan peningkatan insidens kerusakan hati pascabedah dengan halotan.
b) Netrotoksisitas
Tahun 1966, pertama kali dilaporkan adanya penderita poliuri inufisiensi ginjal yang resisten
terhadap vasopressin pada 13 dari 41 penderita yang mendapat anestetik metoksifluran untuk
operasi abdomen. Akhirnya, diketahui penyebabnya adalah fluoride inorganic yang merupakan
produk akhir biotranspormasi metoksifluran.
c) Hipertermia berat
Walaupun jarang ditemukan, kemungkinan pada penderita yang rentan secara genetic yang
terpapar anestetik inhalasi yang dapat terjadi sindrom yang bersifat letal secara potensial, yang
meliputi takikardia dan hipertensi dengan asidosis yang progresif, hiperkalemia, kejang otot,
dan hipertermia. Mula kerja ini terlihat jika subsinilkolin dipakai untuk merelaksasi otot.
Pengobat dengan dentrolen intra vena dengan ukuran yang tepat untuk menurunkan suhu
tubuh serta mengembalikan keseimbangan elektrolit dan asam basa.
d) Toksisitas kronik
Mutagenisitas
Kasinogenitas
Efek pada reproduksi
Hematotoksisitas
2. Benzodiazepine
Anngota tertentu dalam kelompok obat sedative hypnosis seperti diazepam, lorazepam, dan
midazolam, yang dipergunakan pada prosedur anestesi. (dasar-dasar farmakologi
benzodiazepin) diazepam dan lorazepan tidak larut dalam air dan penggunaan intravenanya
memerlukan vehikulum yang tidak encer, sehingga pemberian intravena dapat menyebabkan
iritasi luka. Formulasi mudah larut dalam air dan kurang iritasi tetapih mudah larut dalam
lemak pada pH fisiologis serta mudah melewati sawa darah otak.
4. Propofol
Merupakan salah satu anestetik intravena yang sangat penting. Propofol dapat menghasilkan
anestesi kecepatan yang sama denga npemberian barbiturate secara inutravena, dan waktu
pemulihan yang lebih cepat.
5. Etomidat
Etomidat merupakan imidazol karboksilasi yang digunakan untuk induksi anestesi dan teknik
anestesi secara seimbang yang tidak boleh diberikan untuk jangka lama. Kelebihan utama dari
anestestik ini yaitu depresi kardiovaskular dan repilasi yang minimal.
6. Ketamin
Ketamin menimbulkan anestesi disosiatif yang ditandai dengan kataton, amenesia, dan
analgesia. Mekannisme kerjanya adalah dengan cara menghambat efek membrane eksitator
neurotrasmiter asam glutamate pada subtype reseptor NMDA.
1. Desfluran (suprane)
Cairan: 240 mL untuk inhalasi
2. Diazepam (generic,valium,dll)
Oral; tablet 2,5, 10 mg ; cairan 5 mg/ 5 mL
Oral lepas lambat; kapsul 15 mg
Parenteral; 5 mg/ mL untuk suntikan
3. Enfluran (ethrane)
Cairan : 125,250 mL untuk inhalasi
4. Etomizad (amidate)
Parenteral ;2 mg/ mL untuk suntikan
5. Halutan (generic, fluothane)
Cairan 125, 250 mL untuk inhalasi
6. Isofluran (floren )
Cairan 100mL untuk inhalasi
7. Ketamin (ketalan)
Parenteral; 10,15,100 mg/mL untuk suntikan
8. Lorazepam (generek, aktivam, alzavam)
Ora, tablet 0,5;1,2mg
Parenteral;2,4mg/ mL untuk sutikan
9. Meto hek sital (brevital sodium)
Parenteral: 0,5; 2,5;5 g, serbuk untuk suntikan
10. Mektoksifluran (penthrane)
Cairan ; 15,125 mL untuk inhalasi
11. Mizazolam (versed)
Parenteral;1,5mg/ mL untuk suntikkan dala vial, 1,2, 5 , 10 mL
12. Nitrogen oksida (gas, dalam tabung warna biru)
13. Kropopol (dirifan)
Parenteral: 10 mg/Ml dalam 20 mL vial untuk suntika
14. Tiamilar (surital)
Parenteral : cairan untuk injeksi dalam vial 1,5, 10 g
15. Thiopental (penthoal)
Parenteral: 250, 400, 500 mg diisi dalam suntikan ; 500mg dan 1 g cairan dengannya ; 1, 2, 5,
5g kits
Parental : 400 mg cairan diisi dalam suntikan .
BAB III
ANESTESI LOKAL
Kimiawi
Umumnya obat anestesis lokal terdiri dari sebuah gugus lipolifit (biasanya sebuah cincin
aromatik) yang diberikatan dengan sebuah rantai perantara (umumnya termasuk suatu ester
atau sebuah amida) yang terikat pada satu gugus terionisasi. Aktivitas optimal memerlukan
keseimbangan yang tepat antara gugus lipofilik dan kekuatan hidrofilik. Penambahan sifat fisik
molekul, maka konfirgurasi stereokimia specifik menjadi penting, misalnya perbedaan potensi
stereoisomer telah diketahui untuk beberapa senyawa. Karena ikatan ester (seperti prokain)
lebih mudah terhidrolisis dari ikatan amida, maka lama kerja ester biasanya lebih singkat.
1. Farmakokinetik
Anestesi lokal biasanya diberikan secara suntikan ke dalam daerah serabut saraf yang akan
menghamba. Oleh karena itu, penyerapan dan distribusi tidak terlalu penting dalam memantau
mula kerja efek dalam menentukan mula kerja anestesi dan halnya mula kerja anestesis umum
terhadap SPP dan toksisitasnya pada jantung. Aplikasi topikal anestesi lokal bagaimanapun
juga memerlukan difusi obat guna mula keja dan lama kerja efek anestesinya.
Absorbsi
Absorbsi sistemik suntikan anestesi lokal dari tempat suntikan dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain dosis, tempat suntikan, ikatan obat jaringan, adanya bahan vasokonstriktor,
dan sifat fisikokimia obat. Aplikasi anestesi lokal pada daerah yang kaya vaskularisasinya
seperti mukosa trakea menyebabkan penyerapan obat yang sangat cepat dan kadar obat
dalam darah yang lebih tinggi dibandigkan tempat yang perfusinya jelek, seperti tendo. Untuk
anestesi regio yang menghambat saraf yang besar, kadar darah maksimum anestesi lokal
menurun sesuai dengantempat pemberian yaitu: interkostal (tertinggi) > kaudal > epidural >
pleksus brankialis > saraf insciadikus (terendah).
Bahan vasokonstriktor seperti epinefrin mengurangi penyerapan sistematik anestesi lokal dari
tempat tumpukan obat dengan menguragi aliran darah di daerah ini. Keadaan ini menjadi
nyata terhadap obat yang massa kerjanya singkat atau menengah seperti prokain, lidokain, dan
mepivakain (tidak untuk prilokain). Ambilan obat oleh saraf diduga diperkuat oleh kadar obat
lokal yang tinggi ,dan efek dari toksik sistemik obat akan berkurang karena kadar obat yang
masuk dalam darah hanya 1/3-nya saja
Distribusi
Anestesi lokal amida disebar meluas dalam tubuh setelah pemberian bolus intravena. Bukti
menunjukkan bahwa penyimpanan obat mungkin terjadi dalam jaringan lemak.setelah fase
distribusi awal yang cepat, yang mungkin menandakan ambilan ke dalam organ yang
perfusinya tinggi seperti otak, ginjal, dan jantung, dikuti oleh fase distribusi lambat yang terjadi
karena ambilan dari jaringan yang perfusinya sedang, seperti otot dan usus. Karena waktu
paruh plasma yang sangat singkat dari obat tipe estesr (lihat bawah), maka distribusinya tidak
diketahui.
Metabolisme dan ekskresi
Anestesi lokal diubah dalam hati dan plasma menjadi metabolit yang mudah larut dalam air
dan kemudian diekskresikan ke dalam urin. Karena anestesi lokal yang bentuknya tak
bermuatan mudah berdifusi melalui lipid, maka sedikit atau tidak ada sama sekali bentuk
netralnya yang diekskresikan kerana bentuk ini tidak mudah diserap kembali oleh tubulus ginjal.
Tipe ester anestesi lokal dihidrolisis sangat cepat di dalam darah oleh butirilkolinesterase
(pseudokolinesterase). Oleh karena itu, obatini khas sekali mempunyai waktu paruh yang
sangat singkat, kurang dari 1 menit untuk prokain dan kloroprokain.
Penurunan pembersihan anestesi lokal leh hati ini harus diantisipasi dengan menurunkan aliran
darah kehati. Sebagai contoh, pembersihan lidokain oleh hati pada binatang yang dianestesi
dengan halotan lebih lambat dari pengukuran binatang yang diberi nitrogen oksida dan kurare.
Penurunan pembersihan ini berhubungan penurunan aliran darah ke dalam hati dan penekanan
mikrosom hati karena halotan. Propranolol dapat memperpanjang waktu paruh anestesi lokal
amida.
2. Farmakodinamik
Mekanisme kerja
Membran yang mudah terangsang dari akson saraf, mirip dengan membran otot jantung dan
badan sel saraf, mempertahankan pontesial transmembran sekitar-90 sampai-60 mV. Saluran
natrium terbuka, dan arus natrium yang masuk cepat kedalam sel dengan cepat mendeplorisasi
membran ke arah keseimbangan potensial natrium (+40). Sebagai akibat ari deplorisasi ini,
maka saluran natrium menutup (inaktif) dan saluran kalium terbuka. Alran kalium keluar
sel ,mendeplorisasi membran ke arah keseimbangan potensial kalium (sekitar-95 mV); terjadi
lagi repolarisasi saluran natrium menjadi keadaan istirahat. Sifat ini mirip dengan yang terjadi
pada jantung, dan anestesi lokalpun mempunyai efek yang sama pada kedua jaringan tersebut.
Fungsi saluran natrium dapat diganggu dengan beberapa cara. Racun biologi seperti
batrakotoksin, aksonitin, veratidin, dan beberapa bisa skorpion meningkat reseptor di dalam
saluran dan mencegah inaktivasinya. Akibatnya influks natrium ke dalam sel lebih lama melalui
saluran dibandingkan dari hambatan konduksi, sehingga beberapa peneliti menyatakan bahwa
zat diatas sebagai agonis pada saluran natrium. Racun larut tetrodoktosin dan saksitoksin
menghambat saluran ini dengan berikatan pada reseptor saluran dekat permukaan ekstrasel.
Efek kliniknya sepintas mirip dengan efek anestesi lokal walaupun bagian reseptornya agak
beda. Anestesi lokal meningkatkan reseptor ujung intrasel saluran adanya bahan
vasokonstriksiktor, dan sifat fisikokimia obat. Aplikasi anestesi lokal pada daerah yang kaya
askularisasinya seperti mukosa trakea menyebabkan penyerapan obat yang sangat cepat dan
kadar obat dalam darah yang lebih tinggi dibandingkan tempat yang diperfusinya jelek, seperti
tendo.
Bila peningkatan konsentrasi secara progresif anestesi lokal digunakan pada satu serabut saraf,
nilai ambang eksitasinya meningkat, konduksi impuls melambat, kecepatan munculnya
potensial aksi mengecil,dan akhirnya kemapuan melepas satu potensial aksila hilang. Efek yang
bertambah tadi merupakan ikatan anestesi lokal terhadap banyak dan makin banyak saluaran
natrium. Jika arus ini dihambat mebilih titik krirts saraf, maka propagasi yang melintas daerah
yang dihambat ini tidak mungkin terjadi lagi. Pada dosis terkecil yang dibutuhkan untuk
menghambat ropagasi, potensial istirahat.
Di antara depolarisasi akson, sebagian saluran natrium pulih dari penghambat obat yang ini 10-
100 kali lebih lambat dari pada kepulihan saluran dari inaktivasi normal, seperti yang nampak
pada membran jantung. Akibatnya, masa refrakter diperpanjang dan saraf hanya dapat
menyalurkan sedikit impuls saja.
Walaupun anestesi lokal dapat dibukitan menghambat sejumlah saluran lainnya, termasuk
saluran sinaptik perantara kimiawi, belum ada bukti yang menyakinkan bahwa kerja demikian
berperan penting pula dalam efek klinik dari obat anestesi lokal. Namun, penelitian percobaan
pada seabut saraf dan sel otot jantung menunjukkan bahwa obat yang memperpanjang
potensial aksi dapat meningkatkan dengan jelas kepekaan saluran natrium terhadap
penghambatan anestesi lokal (Drachman, 1991). Hal ini dapat diterangakan dengan
pengamatan uraian di atas, yaitu afinitas saluran yang disktifkan dan diinaktifkan terhadap
anestesi lokal lebih besar dari pada afinitas saluran dalam keadaan isirahat.
1. Toksisitas
Seharusnya obat anestesi lokal diserap dari tempat pemberian obat. Jika kadar obat dalam
darah meningkat terlalu tinggi, maka akan timbul efek pada berbagai sistem organ.
Sistem saraf pusat
Sejak zaman prasejarah, penduduk asli peru telah mengunyah daun tumbuhan erythoxylon
coca, sumber kokain, untuk, untuk memperolehperasaan nyaman dan menguragi keletihan.
Efek SSP yang kuat dapat diperoleh dengan menyedot bubuk kokain. Kokain kini telah menjadi
satu penyalahgunaan obat yang paling banyak digunakan. Anestesi lokal lainnya tidak memiliki
efek euforia kokain. Namun, beberapa penelitian menunjukkan b ahwa beberapa pemakai
ketagihan kokain tidak dapat membedakan antara pemberian kokain intranasal dengan
lidokain intranasal.
Efek SSP lainnya termasuk ngantuk, kepala terasa ringan, gangguan visual dan pendengaran,
dan kecemasan. Pada kadar yang lebih tinggi, akan timbul pula nistagmus dan mengigil.
Akhirnya kejang toni klonik yang terus menerus diikuti oleh depresi SSP dan kematian yang
terjadi untuk semua anestesi lokal termasuk kokain. Anestesi lokal nampaknya depresi jalur
penghambatan kortikal, sehingga aktivitas komponen eksitasi sisi sepihak akan muncul. Tingkat
transisi eksitasi tak seimbang ini akan diikuti oleh depresi SPP umumnya bila kadar anestesi
lokal dalam darah lebih tinggi lagi.
Reaksi toksik yang paling serius dari obat anestesi lokal yang timbulnya kejang karena kadar
obat dalam darah yang berlebihan. Keadaan ini dapat dicegah dengan hanya memberikan
anestesi lokal dalam dosis kecil sesuai dengan kebutuhan untuk anestesi yang adekuat saja. Bila
harus diberikan dalam dosis besar, maka perlu ditambahkan premedikasi dengan
benzodiazepin; seperti diazepam, 0,1-0,2 mg/kg parenteral untuk mencegah bangitan kejang.
Bila kejang sudah terjadi, maka perlu untuk mencegah hipoksemia dan asidosis. Walaupun
pemberian oksigen tida dapat mencegah hiperroksemia setelah munculnya kejang. Sebaliknya,
hiperkapnia dan asidosis turut memperberat kejang. Hiperventilasi dapat meningkatkan pH
darah, yang kemudian akan menurunkan kadar kalium ekstrasel. Hal ini akan
menghiperpolarisasi potensial transmembran akson, yang cocok untuk keadaan istirahat atau
afinitas rendah saluran natrium, sehingga toksisitas anestesi lokal berkurang.
Kejang akibat anestesi lokal dapat diobati pula dengan barbiturat kerja singkat dosis kecil,
seperti tiopental, 1-2 mg/kg secara intravena, atau azepam, 0,1 mg/kg intravena. Manifestasi
otot dapat ditekan dengan obat penyakat otot saraf kerja singkat, seperti suksinilkolin tidak
memperbaiki menifestasi kortikal pada EEG pada kasus pemberian suksinilkolin dan ventilasi
mekanik dapat mencegah aspirasi paru dari cairan lambung dan mempermudah terapi
hiperventilasi.
Seperti catatan di atas, kokain berbeda dengan anestesi lain dalam hal efek kardiovaskularnya.
Hambatan ambilan kembali norepineprin dapat menimbulkan vasokonstriksi dan hipertensi.
Kokain dapat pula menyebkan aritmia jantung. Efek vasokostriksi kokain akan menimbulkan
iskemia pada mukosa hidung, dan pada pemakai jangka panjang, bahkan dapat terjadi tukak
lapisan mukosa dan kerusakan eptum hidung. Sifat vasokonstriksi kokain ini dimanfaatkan
secara klinik untuk mengurangi perdarahan akibat kerusakan mukosa nasofaring.
Bupivakain lebih kardiotoksik daripada anestesi lokal lainnya. Beberapa kasus menunjukkan
bahwa kelalaian suntikan bupivakain intravena intravena tidak saja menyebabkan kejang tetapi
juga kolaps kardiovaskular, di mana tindakan resusitasi sangat sulit dilakukan dan tidak akan
berhasil. Beberapa penilitian pada binatang sepakat tentang ide bahwa bupivakain memang
lebih toksik bila diberikan secara intervena dibandingkan anestesi lokal lainnya. Hal ini
menggambarkan bahwa saluran natrium bupivakain sangat diperkuat oleh masa kerja yang
kuat dan sangat lama pada seln jantung (dibandingka serabut saraf lain), dan tidak seperti
lidokain, bupivakain menumpuk jelas pada denyut jantung normal. Penelitian berikutnya
menunjukkan bahwa gambaran EKG yang sangat umum pada pasien yang diberi bupivakain
ternyata irama idioventrikular melambat dengan kompekls QRS yang melebar dan disosiasi
elektromekanik. Resusitasi pernah berhasil dengan bantuan kardiopulmoner standar- termasuk
koreksi asidosis yang jitu dengan hiperventilasi dan pemberian bikarnoat-dan pemberian
epineprin, atropin, dan bretilium yang agresif. Ropivakain adalah anestesi lokal amida yang
baru dan masih diteliti dengan efek anestesi lokalnya sama dengan bupivakain. Bukti awal
menunjukkan bahwa toksisitas kardiovaskularnya lebih kecil daripada bupivakain.
darah
Pemberian prilokain dosis besar (>`10mg/kg) selama anestesi regional akan menimbulkan
penumpukan metabolit toluidin, suatu zat pengoksidasi yang. Bila kadar methemoglobin ini
cukup besar (3-5 mg/dL), maka pasien akan nampak sianotik dan warna menjadi coklat. Kadar
methemoglobin demikian menimbulkan dekompensasi pada pasien dengan penyakit jantung
atau paru sehingga perlu pengobatan segera. Tindakan untuk menguragi kadar methemoglobin
dengan metilin biru, asam askobat, kurang memuaskan, dapat diberikan secara intravena agar
methemoglobin segera dikonversi menjadi hemoglobin.
Reaksi alergi
Anestesi lokal tipe ester dimetabolisir menjadi turunan asam p aminobenzoat. Metabolit ini
dapat menimbulkan reaksi alergi pada sekelompok kecil populasi. Amida tidak dimetabolisir
menjadi asam p- aminobenzoat, sehingga reaksi alergi tipe amida ini sangat jarang sekali
terjadi
1. Benzokain (generik,lain-lain) Topikal: krim 5,6%; 6,20%; salep 5%; lotion 0,5%; semprot20%
2. Bupivakain (generik, marcaine, sensorcaine) Parentetal: 0,25, 0,5, 0,75% untuk disuntik; 0,25,
0,5, 0,75% dengan 1:200000
3. Butamben pikrat (butesin picrate) Topikal: salep 1%
4. Kloroprokain (nesacaine) Parentetal: 1,2,3,% untuk suntikan
5. Kokain (generik) Topikal: larutan 40, 100 mg/ml: bubuk 5,25g; tablet mudah larut 135 mg
6. Dibukain (generik, nupercainal) Topikal : krim 0,5%; salep 1%
7. Diklonin (dyclone) Topikal: larutan 0,5, 1%
8. Etidokain (duranest) Parental :1% untuk suntikan; 1, 1,5% dengan epinefrin 1:200000 untuk
suntikan
9. Lidokain (generik,xylocaine, lainya) Parental: 0,5, 1, 1,5, 2, 4, 10, 20% untuk suntikan; 0,5, 1,
1,5, 2% dengan apinefrin 1:200000; 1,2% dengan epinefrin 1:100000;2% dengan epinefrin
1:50000 Topikal: salep 2,5, 5%; krim 5%; jelly dan larutan 2%; larutan 2, 4, 10%
10. Mepivakain (generik,carbocaine, lainya) Parental: 1, 1,5, 2, 3% untuk suntikan ;25 dengan
levonordefrin 1:20000
11. Pramoksin (tronothane,prax) Topikal: krim 0,5, 1%;lotion dan gel 1%
12. Prilokain (citanest) Parental; 4% untuk suntikan,4% dengan epinefrin 1:200000
13. Prokain (generik,novocain) Parental; 1,2,10% untuk suntikan
14. Propoksikain dan prokain (revocaine dan novocain) Parental: 7,2 mg propoksikain dengan
36 mg prokain dan norepifrin atau kobefrin per 1,8 mL unit suntikan gigi
15. Tetrakain (pontocaine) Parental;1% untuk suntikan; 0,2, 03% dengan 6% dekstrosa untuk
anestesi spinal
16. Topikal; salep 0,5%;larutan (oftalmik)0,5%; krim 1%; larutan untuk kumur2%.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Anestesi umum
Stadium anestesi umum meliputi “analgesia, amnesia, hilangnya kesadaran”, terhambatnya
sensorik dan reflex otonom, dan relaksasi otot rangka. Untuk menimbulkan efek ini, setiap obat
anestesi mempunyai variasi tersendiri bergantung pada jenis obat, dosis yang diberikan, dan
keadaan secara klinis. Anestetik yang ideal akan bekerja secara tepat dan baik serta
mengembalikan kesadaran dengan cepat segera sesudah pemberian dihentikan.
Umumnya obat anestesi umum diberikan secara inhalasi atau suntikan intravena.
• Anestetik inhalasi
• Anestetik intravena
Secara tradisional, efek anestetik dapat dibagi 4 stadium peningkatan dalamnya depresi
susunan saraf pusat, yaitu :
• Stadium analgesi
• Stadium terangsang
• Stadium operasi
• Stadium depresi medula oblongata
2. Anestesi local
Anestesi lokal menghambat impuls konduksi secara revesibel sepanjang akson saraf dan
membran eksitabel lainnya yang menggunakan saluran natrium sebagai alat utama
pembangkit potensi aksi. Secara klinik, kerja ini dimamfaatkan untuk menghambat sensasi sakit
dari-atau impuls vasokontstriktor simpatis ke-bagian tubuh tertentu. Kokain, obat anestesi
pertama, yang diisolasi oleh niemann pada tahun 1860.
Kimiawi
Umumnya obat anestesis lokal terdiri dari sebuah gugus lipolifit (biasanya sebuah cincin
aromatik) yang diberikatan dengan sebuah rantai perantara (umumnya termasuk suatu ester
atau sebuah amida) yang terikat pada satu gugus terionisasi. Aktivitas optimal memerlukan
keseimbangan yang tepat antara gugus lipofilik dan kekuatan hidrofilik.
Farmakokinetik
Anestesi lokal biasanya diberikan secara suntikan ke dalam daerah serabut saraf yang akan
menghamba. Oleh karena itu, penyerapan dan distribusi tidak terlalu penting dalam memantau
mula kerja efek dalam menentukan mula kerja anestesi dan halnya mula kerja anestesis umum
terhadap SPP dan toksisitasnya pada jantung.
Farmakodinamik
Mekanisme kerja
Membran yang mudah terangsang dari akson saraf, mirip dengan membran otot jantung dan
badan sel saraf, mempertahankan pontesial transmembran sekitar-90 sampai-60 mV. Saluran
natrium terbuka, dan arus natrium yang masuk cepat kedalam sel dengan cepat mendeplorisasi
membran ke arah keseimbangan potensial natrium (+40). Sebagai akibat ari deplorisasi ini,
maka saluran natrium menutup (inaktif) dan saluran kalium terbuka.
Beranda
Arsip Blog
▼ 2010 (1)
o ▼ Juli (1)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang 1. obat anes...
sistem saraf pusat (SSP) adalah bagian dari sistem saraf yang mengintegrasikan
informasi yang diterima dari, dan mengkoordinasikan kegiatan dari, seluruh bagian tubuh
bilaterian hewan-yaitu, semua hewan multiseluler kecuali spons dan hewan simetris radial seperti
ubur-ubur . It contains the majority of the nervous system and consists of the brain and the spinal
cord . Ini berisi sebagian dari sistem saraf dan terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang .
Some classifications also include the retina and the cranial nerves in the CNS. Beberapa
klasifikasi juga termasuk retina dan saraf kranial dalam SSP. Together with the peripheral
nervous system , it has a fundamental role in the control of behavior . Bersama dengan sistem
saraf perifer , memiliki peranan penting dalam pengendalian perilaku . The CNS is contained
within the dorsal cavity , with the brain in the cranial cavity and the spinal cord in the spinal
cavity . SSP terkandung dalam rongga punggung , dengan otak di rongga tengkorak dan sumsum
tulang belakang dalam rongga tulang belakang . In vertebrates , the brain is protected by the
skull, while the spinal cord is protected by the vertebrae, and both are enclosed in the meninges .
[1]
Pada vertebrata , otak dilindungi oleh tengkorak, sedangkan sumsum tulang belakang
dilindungi oleh tulang belakang, dan keduanya ditutupi dalam meninges . [1]
Farmakokinetik, sistem saraf pusat (SSP) efek dan potensi interaksi dengan alkohol
dievaluasi, dengan menggunakan paradigma alkohol infus dan analisis gerakan mata, pelacakan
adaptif, skala analog visual, goyangan tubuh, prolaktin serum dan tes belajar verbal visual.
Adverse effects of GSK598809 included headache, dizziness and somnolence. Efek samping dari
GSK598809 termasuk sakit kepala, pusing dan mengantuk. Plasma concentration of GSK598809
was maximal 2–3 hours postdose and decreased with a half-life of roughly 20 hours.
Konsentrasi plasma GSK598809 adalah maksimal 2-3 jam postdose dan menurun dengan waktu
paruh sekitar 20 jam. CNS effects were limited to prolactin elevation and decreased adaptive
tracking. SSP efek terbatas pada elevasi prolaktin dan penurunan pelacakan adaptif. Co-
administration of GSK598809 and alcohol did not affect alcohol pharmacokinetics, but caused a
9% decrease of C max and a 15% increase of AUC of GSK598809. Co-administrasi GSK598809 dan
alkohol tidak mempengaruhi farmakokinetik alkohol, tetapi menyebabkan penurunan 9% dari C
max dan peningkatan 15% dari AUC GSK598809. CNS effects of co-administration were mainly
additive, except a small supra-additive increase in saccadic reaction time and decrease in
delayed word recall. SSP efek pembantuan terutama aditif, kecuali peningkatan yang supra-
aditif kecil di waktu reaksi saccadic dan penurunan ingat kata tertunda. In conclusion,
GSK598809 causes elevation of serum prolactin and a small decrease in adaptive tracking
performance. Kesimpulannya, penyebab GSK598809 ketinggian prolaktin serum dan penurunan
kecil dalam pelacakan kinerja adaptif. After co-administration with alcohol, effects of
GSK598809 are mainly additive and the combination is well tolerated in healthy volunteers.
Setelah pembantuan dengan alkohol, efek GSK598809 terutama aditif dan kombinasi ini
ditoleransi dengan baik pada sukarelawan sehat.
I. PENDAHULUAN
Stimulan Sistem saraf pusat (SSP) adalah obat stimulan yang mempercepat proses fisik dan
mental.
Deskripsi
Mayoritas stimulan SSP secara kimiawi serupa dengan neurohormone norepinefrin, dan simulasi
tradisional "melawan atau lari" sindrom yang terkait dengan rangsangan sistem saraf simpatik.
Kafein adalah lebih erat terkait dengan xanthines, seperti teofilin. Sejumlah kecil anggota
tambahan stimulan SSP kelas tidak jatuh ke dalam kelompok-kelompok kimia tertentu.
Sistem saraf pusat (SSP) adalah obat perangsang yang meningkatkan aktivitas di daerah-daerah
tertentu dari otak. Obat ini digunakan untuk meningkatkan terjaga pada pasien yang memiliki
narkolepsi. Perangsang SSP juga digunakan untuk mengobati pasien yang attention deficit
hyperactivity disorder (ADHD). Ada empat jenis stimulan sistem saraf pusat tersedia di Amerika
Serikat: campuran garam amphetamine (nama merek adderall); dextroamphetamine (Dexedrine
dan Dextrostat); methylphenidate (Ritalin, Metadate, Methylin, dan Concerta), dan pemoline
(Cylert).
Stimulan sistem saraf pusat digunakan untuk menjaga pasien yang menderita narkolepsi dari
jatuh tertidur. Narkolepsi adalah gangguan yang menyebabkan orang untuk jatuh tertidur pada
siang hari.
Obat ini juga digunakan untuk mengobati gejala-gejala perilaku yang berhubungan dengan
attention deficit hyperactivity disorder. Walaupun tampaknya bertentangan dengan memberikan
pasien dengan obat-obatan yang ADHD stimulan, obat-obat ini sering efektif dalam mengobati
gejala impulsif, kurangnya perhatian, dan hiperaktif, yang merupakan ciri-ciri gangguan ini.Cara
yang tepat stimulan SSP bekerja dalam mengobati narkolepsi dan ADHD yang tidak dipahami.
Obat-obatan 'mekanisme aksi muncul untuk melibatkan kegiatan peningkatan dua
neurotransmitter di otak, norepinefrin dan dopamin. Neurotransmitor bahan kimia alami yang
mengatur transmisi impuls saraf dari satu sel yang lain. Keseimbangan yang tepat antara
berbagai neurotransmitter di otak yang sehat diperlukan untuk kesejahteraan mental.
(http://www.answers.com/topic/central-nervous-system-stimulants)
II. TUJUAN PERCOBAAN
Untuk mengamati efek dari striknin sebagai stimulan susunan saraf pusat
Untuk mengamati efek dari diazepam sebagai depresan susunan saraf pusat
Mencit II
berat badan = 32,4 g
Dosis Diazepam = 20 mg/kgBB (i.p.)
konsentrasi = 0,1%
6.4. Pembahasan
Dalam percobaan “Stimulan Susunan Saraf Pusat” ini digunaka dua jenis obat yaitu diazepam
(sebagai depresan) dan striknin (sebagai stimulan). Pertama-tama ketiga mencit disuntikkan
akuades (kontrol) dan diazepam dengan dosis berbeda. Mencit diamati gejalanya selama 45
menit. Pada pengamatan tersebut, dapat dilihat efek sebenarnya kerena diazepam. Mencit mula-
mula bergerak reaktif, kemudian bergerak lambat dan akhirnya tidur. Dimana mencit dengan
dosis diazepam yang lebih tinggi lebih cepat menunjukkan gejalanya.
Dan setelah 45 menit, ketiga mencit disuntikkan striknin dengan dosis dan konsentrasi yang
sama. Awalnya mencit mengalami depresi nafas dan kemudian diikuti kejang-kejang. Mencit
kontrol lebih cepat mengalami efek kejang tersebut bila dibandingkan mencit yang disuntikkan
diazepam (mencit 2 dan 3). Dan semakin besar dosis diazepamnya, semakin lama juga mencit
tersebut mengalami kejang.
Efek striknin pada mencit 3 (dosis diazepam 25 mg/kg BB) untuk menimbulkan kejang ditutupi
oleh efek diazepamnya. Sehingga efeknya lebih lama dibandingkan pada mencit 2 (dosis
diazepam 20 mg/kg BB) karena dosis diazepam ada mencit 2 rendah untuk merintangi efek
kejang yang akan ditimbulkan striknin dibandingkan dosis diazepam pada mencit 3.
Menurut Melva Louisa (2007), obat yang penting untuk mengatasi gejala keracunan striknin
ialah diazepam 10mg IV, sebab diazepam dapat melawan kejang tanpa menimbulkan potensiasi
terhadap depresi post ictal, seperti yang umum terjadi pada penggunaan barbiturat atau obat
penekan SSP non-selektif lain. Kadang-kadang diperlukan tindakan anastesi atau pemberian obat
penghambat neuromuskular pada keracunan yang hebat.
Susunan saraf pusat berkaitan dengan sistem saraf manusia yang merupakan suatu jaringan saraf
yang kompleks, sangat khusus dan saling berhubungan satu dengan yang lain. Terdiri dari
otakdan sumsum tulang belakang. Fungsi sistem saraf antara lain : mengkoordinasi, menafsirkan
dan mengontrol interaksi antara individu dengan lingkungan sekitarnya. Pada sistem syaraf
pusat, rangsang seperti sakit, panas, rasa, cahaya, dan suara mula-mula diterima oleh reseptor,
kemudian dilanjutkan ke otak dan sumsum tulang belakang. Rasa sakit disebabkan oleh
perangsangan rasa sakit diotak besar.
Obat yang mempengaruhi sistem saraf pusat disebut obat psikoaktif, dan seringkali obat atau zat
semacam ini menimbulkan adiksi atau kecanduan. Obat-obat stimulan sistem saraf pusat (SSP)
adalah obat yang dapat merangsang serebrum medula dan sumsum tulang belakang, yang dapat
bereaksi secara langsung ataupun secara tidak langsung pada SSP.Yang termasuk obat stimulan
SSP contohnya adalah: amphetamine, methylphenidate, pemoline dan cocaine. Stimulan yang
paling ideal dan paling sering digunakan adalah dextroamphetamine (Dexedrine) .
Obat – obat yang bekerja terhadap susunan saraf pusat berdasarkan efek farmakodinamiknya
dibagi atas dua golongan besar yaitu :
• merangsang atau menstimulasi yang secara langsung maupun tidak langsung merangsang
aktivitas otak, sumsum tulang belakang beserta syarafnya.
• menghambat atau mendepresi, yang secara langsung maupun tidak langsung memblokir proses
proses tertentu pada aktivitas otak, sumsum tulang belakang dan saraf- sarafnya.
Obat yang bekerja pada susunan saraf pusat memperlihatkan efek yang sangat luas (merangsang
atau menghambat secara spesifik atau secara umum). Kelompok obat memperlihatkan
selektifitas yang jelas misalnya analgesik antipiretik khusus mempengaruhi pusat pengatur suhu
pusat nyeri tanpa pengaruh jelas.
7.2. Saran
Sebaiknya dilakukan pemberian obat secara intraperitonial yang benar karena hal ini dapat
mempengaruhi absorbsi obat sehingga juga mempengaruhi respon obat yang ditimbulkan.
Sebaiknya dilakukan pengamatan yang lebih teliti lagi terhadap gejala-gejala yang ditimbulkan
oleh hewan coba, sehingga diperoleh data yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Farmakodinamik
Obat ini merupakan obat konvulsan kuat dengan sifatkejang yang khas ialah berupa ekstensif
tonik daribadan dan semua anggota gerak; kontraksi ekstensor yang simetris yang diperkuat oleh
rangsangansensorik yaitu pendengaran, penglihatan danperabaan.
Striknin ternyata juga merangsang medula spinalissecara langsung. Atas dasar ini efek striknin
dianggapberdasarkan kerjanya pada medula spinalis dankonvulsinya disebut konvulsi spinal.
Striknin digunakan sebagai perangsang nafsu makansecara irasional berdasarkan rasanya yang
pahit