Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

EFEK LOKAL OBAT

(METODE ANASTESI LOKAL)

Dosen : Elvina Triana Putri, M.Farm.,Apt.

Disusun Oleh :

Nama : Niken Radika Ade C

Nim : 20334004

Kelas : M

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS FARMASI INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL

2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Percobaan Anestetik lokal adalah obat yang pada penggunaan lokal merintangi secara
reversible penerusan impuls saraf ke SSP sehingga menghilangkan atau mengurangi rasa
nyeri, gatal-gatal, serta rasa panas, dan gatal. Anestetik lokal ialah obat yang menghambat
hantaran syaraf bila dikenakan secara lokal pada jaringan syaraf dengan kadar cukup. Obat
ini bekerja pada tiap bagian susunan syaraf.
Anestesi lokal merupakan obat yang dapat menghilangkan penghantaran saraf ketika
digunakan secara lokal pada jaringan saraf dengan konsentrasi tepat. Anestetik lokal juga
merupakan obat untuk penggunaan local atau setempat yang dapat menghalangi secara
reversible penerusan impuls saraf ke SSP dan dengan demikian menghilangkan atau
mengurangi gatal-gatal, rasa nyeri, rasa dingin / panas. Banyak persenyawaan lain juga
memiliki daya kerja demikian, tetapi efeknya tidak reversible dan menyebabkan kerusakan
permanen terhadap sel-sel saraf. Misalnya cara mematikan rasa setempat juga dapat dicapai
dengan pendinginan yang kuat (freezing anaesthesia) atau melalui keracunan protoplasma
(fenol).
Obat bius local mencegah pembentukan dan konduksi impuls saraf. Tempat kerjanya
terutama di selaput lender. Di samping itu anastesi local mengganggu fungsi semua organ
dimana terjadi konduksi/transmisi dari beberapa impuls. Artinya anestesi local mempunyai
efek yang penting terhadap SSP, ganglion otonom, cabang-cabang neuromuscular dan semua
jaringan otot.
Sejak tahun 1892 dikembangkan pembuatan anastetika local secara sintesis dan yang
pertama adalah prokain dan benzokain pada tahun 1905, yang disusul oleh banyak derivate
lain seperti tetrakain, butakain, dan cinchokain. Kemudian muncul anastetika modern seperti
lidokain (1947), mepivakain (1957), prilokain (1963), dan bupivakain (1967)
Sesuai dengan uraian di atas, maka penulis akan membahas lebih lanjut tentang jenis
anastesi local yaitu prokain, serta reaksi kerja obat prokain, farmakokinetik, farmakodinamik,
efek samping, interaksi obat, pengkajian, perencanaan, pelaksanaan serta evaluasi dan
berbagai hal lain yang berkaitan dengan prokain.
1.2 Tujuan Percobaan

1. Mengenal berbagai teknik untuk menyebabkan anestesi lokal pada hewan coba
2. Memahami faktor yang melandasi perbedaan dalam sifat dan potensi kerja anestetika
lokal
3. Memahami faktor yang mempengaruhi potensi kerja anestetika lokal

I.3 Prinsip Percobaan

Mahasiswa melalukan berbagai metode untuk menyebabkan anestetika lokal pada hewan
coba kelinci dan mencit

\
BAB II

TINJAUAN PUSTAK

2.1 Dasar Teori

Anestetik lokal adalah obat yang pada penggunaan lokal merintangi secara reversible
penerusan impuls saraf ke SSP sehingga menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal-gatal,
serta rasa panas, dan gatal. Anestetik lokal ialah obat yang menghambat hantaran syaraf bila
dikenakan secara lokal pada jaringan syaraf dengan kadar cukup. Obat ini bekerja pada tiap
bagian susunan syaraf.

Anestetik lokal yang pertama dikenal adalah kokain, diperoleh dari Erythroxylon coca
yang dapat memberikan rasa nyaman dan mempertinggi daya tahan tubuh. Pada awalnya didunia
kedokteran anestetika lokal digunakan untuk menghilangkan nyeri setempat oleh kedokteran gigi
dan mata.

Sifat anestetik lokal yang ideal sebaiknya tidak mengiritasi dan tidak merusak jaringan
syaraf secara permanen. Kebanyakn anestetik lokal memenuhi syarat ini. Batas keamanan harus
lebar, sebab anestetik lokal akan diserap dari tempat suntikan. Mula kerja harus sesingkat
mungkin, sedangkan masa kerja harus cukup lama sehingga cukup waktu untuk melakukan
tindakan operasi , tetapi tidak demikian lama sampai memperpanjang masa pemulihan. Zat
anestetik lokal juga harus larut air, stabil dalam larutan , dapat di sterilkan tanpa mengalami
perubahan.

Mekanisme kerja anestetik lokal yaitu mencegah pembentukan dan konduksi impuls
saraf. Tempat kerjanya terutama di membran sel, efeknya pada aksoplasma hanya sedikit saja.
penghambatan anestetik local terhadap penerusan impuls menurunkan permebilitas membran sel
saraf untuk ionnatrium, yang penting bagi fungsi saraf. Hal ini dikarenakan adanya persaingan
dengan ion-kalsium yang berdekatan dengan saluran natrium di membran neuron. Pada waktu
yang sama, karena laju depolarisasi menurun, ambang kepekaan terhadap rangsangan listrik lama
kelamaan meningkat, sehingga terjadi kehilangan rasa setempat secara reversibel.
Ada beberapa persyaratan anestetika lokal, yaitu :

1. Tidak merangsang jaringan

2. Tidak menyebabkan kerusakan jaringan permanen terhadap susunan saraf pusat

3. Toksisitasnya rendah

4. Efektif pada penyuntikan dan penggunaan lokal

5. Mula kerjanya cepat dan daya kerjanya dapat bertahan untuk jangka waktu yang cukup
lama

6. Larut dalam air dengan menghasilkan larutan yang stabil dan tahan pemanasan
(berguna dalam proses sterilisasi)

Beberapa teknik untuk menyebabkan anastesi lokal pada hewan coba di antaranya:

1. Anastesi lokal metode permukaan Efek anastesi ini tercapai ketika anastetika lockal
ditempatkan di daerah yang ingin dianastesi.
2. Anastesi lokal metode regnier Mata normal apabila disentuh pada kornea akan
memberikan
respon refleks ocular (mata berkedip). Bila diteteskan anstestika local, timbul respon
refleks ocular setelah beberapa kali kornea disentuh sebanding dengan kekuatan
besaran sentuhan yang diberikan dan kerja anastetika. Tidak adanya respon refleks
ocular setelah kornea disentuh 100 kali dianggap sebagai tanda adanya anastesi total.
3. Anastesi lokal metode infiltrasi Anastetika lokal yang disuntikkan ke dalam jaringan
akan
mengakibatkan kehilangan sensasi pada struktur sekitarnya.
4. Anastesi lokal metode konduksi Respon anestesi lokal yang disuntikkan ke dalam
jaringan
dilihat dari ada/ tidaknya respon Haffner. Respon Haffner adalah refleks mencit yang
apabila ekornya dijepit, maka terjadi respon angkat ekor mencit bersuara.
Penggolongan anestetik lokal Secara kimia anestetik lokal dibagi kedalam 3 kelompok,
yaitu :
1. Senyawa ester : kokai, prokain, benzokain, buvakain, tetrakain, oksibuprokain,
lidokain, bupivakain, mepivakain, dan prilokain

2. Senyawa amida : sinkokain, artikain

3. Lain-lain : etil klorida, fenol, benzilalkohol

Anestetik lokal sintetik

Prokain disentesis dan diperkenalkan tahun 1905 dengan nama dagang novokain.
Selama lebih dari 50 tahun, obat ini merupakan obat terpilih untuk anestetik lokal suntikan.
Namun kegunaanya kemudian terdesak oleh obat anestetik lain, lidokain yang ternyata lebih kuat
dan lebih aman dibanding dengan prokain.

Sebagai anestetik lokal, prokain pernah digunakan untuk anesthesia infiltrasi, anesthesia
blok saraf, anesthesia spinal, anesthesia epidural, dan anestesia kaudal. Namun karena
potensinya rendah , mula kerja lambat serta masa kerja pendek, maka penggunannya saat ini
hanya terbatas untuk anesthesia infiltrasi dan kadang-kadang untuk anesthesia blok saraf.
Didalam tubuh prokain akan dihidrolisi menjadi PABA, yang dapat menghambat kerja
sulfonamid.

Lidokain (xilokain) adalah anestetik lokal kuat yang digunakan secara luas dengan
pemberian topikal dan suntikan. Anesthesia terjadi lebih cepat, lebih kuat, lebih lama dan lebih
ekstensif daripada yang ditimbulkan oleh prokain pada konsentrasi yang sebanding. Larutan
lidokain 0,5% digunakan untuk anestsia infiltrasi, sedangkan larutan 1,0-2% untuk anesthesia
blok dan topikal. Lidokain dapat menimbulkan kantuk. Lidokain merupakan obat terpilih bagi
mereka yang hipersensitif terhadap anestetik lokal golongan ester. lokal golongan ester.

Anestesika lokal atau zat penghilang rasa setempat adalah obat yang pada penggunaan
lokal merintangi secara reversible penerusan impuls saraf ke SSP dan dengan demikiam
menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal-gatal, rasa panas atau dingin. (Tjay, Tan Hoan
dan Rahardja, Kirana, 2007)
Struktur dasar anastetika lokal pada umumnya terdiri dari tiga bagian, yakni suatu gugus
amio hidrofil (sekunder atau tersier) yang dihubungkan oleh suatu ikatan ester (alkohol) atau
amida dengan suatu gugus-aromatis lipofil. Semakin panjang gugus alkoholnya, semakin besar
daya kerja anastetiknya, tetapi toksisitasnya juga meningkat. (Tjay, Tan Hoan dan Rahardja,
Kirana, 2007)

Anastetika lokal dapat digolongkan secara kimiawi dalam beberapa kelompok, yaitu
sebagai berikut :

a. Senyawa-ester: kokain dan ester PABA (benzokain, prokain, oksibuprokain, tetrakain).


b. Senyawa-amida: lidokain dan prilokain, mepivakain, bupivakain dan chincokain
c. Lainnya: fenol, benzilalkohol dan etilklorida.
Anestetika lokal umumnya digunakan secara parenteral misalnya pembedahan kecil
dimana pemakaian anestetika umum tidak dibutuhkan. Jenis anestetika lokal yang paling banyak
digunakan sebagai suntikan adalah sebagai berikut:
 Anestetika permukaan (topikal), sebagai suntikan banyak digunakan sebagai
penghilang rasa oleh dokter gigi untuk mencabut geraham. Anestesia permukaan juga
dapat digunakan secara lokal untuk melawan rasa nyeri dan gatal, misalnya larutan atau
tablet hisap untuk menghilangkan rasa nyeri di mulut atau leher, tetes mata untuk
mengukur tekanan okuler mata atau mengeluarkan benda asing di mata, salep untuk
menghilangkan rasa nyeri akibat luka bakar dan suppositoria untuk penderita
ambeien/wasir.
 Anestetika infiltrasi, yaitu suntikan yang diberikan pada atau sekitar jaringan yang
akan dianestetisir, sehingga mengakibatkan hilangnya rasa di kulit dan di jaringan yang
terletak lebih dalam, misalnya pada praktek THT (Telinga, Hidung, Tenggorokan) atau
daerah kulit dan gusi (pencabutan gigi).
 Anestetika blok atau penyaluran saraf (juga disebut konduksi), yaitu dengan injeksi
di tulang belakang pada suatu tempat dimana banyak saraf terkumpul sehingga mencapai
daerah anestesi yang luas, terutama pada operasi lengan atau kaki, juga bahu. Lagi pula
digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat. (Tjay, Tan Hoan dan Rahardja, Kirana,
2007)
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat, bahan dan prosedur


1. Anastesi Lokal Metode Permukaan

Hewan coba ; Kelinci (jumlah 1 ekor), bobot tubuh ±1,5 kg


Obat ; - Tetes mata prokain HCl 2% sebanyak 1-2 tetes
- Tetes mata lidokain HCl 2% sebanyak 1-2 tetes
Alat ; Gunting, aplikator, kotak kelinci, stop watch

Prosedur
1. siapkan kelinci. Gunting bulu mata kelinci agar tidak mengganggu aplikator
2. sebelum pemberian obat, cek ada atau tidaknya respon reflek ocular mata (mata
berkedip) dengan menggunakan aplikator pada kornea mata secara tegak lurus pada
menit ke 0.
Catatan : menggunakan aplikator jangan terlalu keras dan ritme harus diatur
3. teteskan ke dalam kantong konjungtiva kelinci :
a. mata kanan : tetes mata prokain HCl 2% sebanyak 1-2 tetes
b. mata kiri : tetes mata lidokain HCl 2% sebanyak 1-2 tetes
4. tutup masing-masing kelopak mata kelinci selama satu menit
5. cek ada atau tidaknya respon reflek ocular mata (mata berkedip) dengan menggunakan
aplikator pada kornea mata secara tegak lurus pada menit ke 5,10,15,20,30,45,60
6. catat dan tabelkan pengamatan
7. setelah percobaan diatas selesai, teteskan larutan fsiiologis NaCl 0,9% pada ekdua
mata kelinci
2. Anastesi Lokal Metode Regnier

Hewan coba ; Kelinci (jumlah 1 ekor), bobot tubuh ±1,5 kg


Obat ; - Tetes mata prokain HCl 2% sebanyak 1-2 tetes
- Tetes mata lidokain HCl 2% sebanyak 1-2 tetes
Alat ; Gunting, aplikator, kotak kelinci, stop watch

Prosedur
1. siapkan kelinci. Gunting bulu mata kelinci agar tidak mengganggu aplikator
2. sebelum pemberian obat, cek ada atau tidaknya respon reflek ocular mata (mata
berkedip) dengan menggunakan aplikator pada kornea mata secara tegak lurus pada
menit ke 0.
Catatan : menggunakan aplikator jangan terlalu keras dan ritme harus diatur
3. teteskan ke dalam kantong konjungtiva kelinci :
a. mata kanan : tetes mata prokain HCl 2% sebanyak 1-2 tetes
b. mata kiri : tetes mata lidokain HCl 2% sebanyak 1-2 tetes
4. tutup kelopak mata kelinci selama satu menit
5. cek ada atau tidaknya respon reflek ocular mata (mata berkedip) dengan menggunakan
aplikator pada kornea mata secara tegak lurus pada menit ke 8,15,20,25,30,40,50,60
6. ketentuan metode regnier :
a. pada menit ke8 :
- jika pemberian aplikator sampai 100 kali tidak ada respon reflek okuler → maka
dicatat angka 100 sebagai respon negative
- jika pemberian aplikator sebelum 100 kali terdapat respon reflek okuler → maka
dicatat angka terakhir saat memberikan respon sebagai respon negative.
b. pada menit ke 15, 20, 25, 30, 40 , 50, 60
- jika pemberian aplikator pada sentuhan pertama terdapat respon reflex okuler →
maka dicatat angka 1 sebagai respon negative dan menit-menit yang tersisa juga
diberi angka 1
c. jumla respon reflex okuler negative dimulai dari menit ke 8 hingga menit ke 60.
Jumlah ini menunjukan angka regnier dimana efek anastetika lokal dicapai pada
angka regnier minimal 13 maksimal 800
7. setelah percobaan diatas selesai, teteskan larutan fisiologi NaCl 0,9% pada mata kanan
dan kiri kelinci
8. catat dan tabelkan pengamatan

3. Anastesi Lokal Metode Infiltrasi

Hewan coba ; Kelinci (jumlah 1 ekor), bobot tubuh ±1,5 kg


Obat ; - Larutan prokain HCl 1% sebanyak 0,2 ml secara SC
- Larutan prokain HCl 1% dalam adrenalin (1:50.000)
sebanyak 0,2 ml secara SC
- Larutan lidokain HCl 1% sebanyak 0,2 ml secara SC
- Larutan lidokain HCl 1% dalam adrenalin (1:50.000)
sebanyak 0,2 ml secara SC
Alat ; Gunting, alat cukur, spuit injeksi 1 ml, peniti, kotak
kelinci, spidol, stop watch

Prosedur :
1. siapkan kelinci. Gunting bulu punggung kelinci dan cukur hingga bersih kulitnya
(hindrai terjadi luka)
2. gambar empat daerah penyuntikan dengan jarak ± 3cm
3. Sebelum pemberian obat, cek ada atau tidaknya respon getaran otot punggung kelinci
dengan menggunakan peniti sebanyak enam kali sentuhan pada daerah penyuntikan pada
menit ke 0.
Catatam : jangan terlalu keras menggunakan peniti dan ritme harus diatur
4. suntikan larutan obat tersebut pada daerah penyuntikan
5. cek ada atau tidaknya respon getaran otot punggung kelinci dengan menggunakan
peniti sebanyak 6 kali sentuhan pada daerah penyuntikan pada menit ke
5,10,15,20,25,30,35,40,45,.60
6. catat dan tabelkan pengamatan.
4. Anastesi lokal metode konduksi
Hewan coba ; Mencit putih, jantan (jumlah 3 ekor), bobot tubuh 20-30 g
Obat ; - Larutan prokain HCl 0,5 mg/kgBB mencit secara IV
- Larutan lidokain HCl secara IV
- Larutan NaCl 0,9% secara IV
Alat ; Spuit injeksi 1 ml, kotak penahan mencit, pinset, spidol

Prosedur
1. siapkan mencit. Sebelum pemberian obat, cek ada atau tidaknya respon Haffner pada
menit ke 0
2. hitung dosis dan volume pemberian obat dengan tepat untuk maisng-masing mencit
3. mencit pertama disuntik dengan larutan prokain HCl secara IV
4. mencit kedua disuntik dengan larutan lidokain HCl secara IV
5. mencit ketiga disuntik dengan larutan NaCl 0,9%
6. cek ada atua tidaknya respon Haffner (ekor mencit dijepit lalu terjadi respon angkat
ekor/mencit bersuara) pada menit ke 10,15,20,25,30
7. catat dan tabelkan pengamatan
BAB IV

HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Percobaan

1. Anestesi Lokal Metode Permukaan

Ada atau tidaknya respon reflex


Percoba
Bahan Obat okuler (Menit ke-)
an
0 5 10 15 20 30 45 50
Anestesi Mata Lidokain HCl + + - - - - + +
lokal kelinc 2%
metode i
permuka kanan
Mata Lidokain HCl + + - - - - + +
an
kelinci kiri 2%

2. Anestesi Lokal Metode Regnier

Jumlah sentuhan yang memberi respon


Percoba reflex okuler
Bahan Obat
an (Menit ke-)
0 8 15 20 25 30 40 50 60
Mata Lidokain 1 10 50 100 100 50 10 1 1
Anestesi
kelinci HCl 2%
lokal
kanan
metode
Mata Lidokain 1 10 50 100 100 50 10 1 1
regnier
kelinci kiri HCl 2%
3. Anestesi Lokal Metode Infiltrasi

Ada atau tidaknya getaran otot punggung


kelinci sebanyak 6 kali dengan
Percoba
Bahan Obat menggunakan peniti
an
(Menit ke-)
0 15 20 25 30 35 40 45 60
Punggung Lidokain + + - - - - - - - -
Anestesi
kelinci Adrenalin
lokal
kanan
metode
Punggung Lidokain + + - - - - - - +
infiltrasi
kelinci kiri

4. Anestesi Lokal Metode Konduksi

Ada atau tidaknya respon


Percobaan haffner
Bahan Obat
(Menit ke-)
0 10 15 20 25 30
Anestesi Lidokain + - - - - -
lokal Mencit NaCl + + + + + +
metode 0,9%
konduksi
Catatan : obat yang digunakan dalam praktikum ini hanya
lidokain(metode 1-4) dan adrenalin (metode 3)
4.2 Pembahasan

Pada praktikum kali ini dilakukan uji anestesi lokal, telah diketahui bahwa anestesi lokal
berfungsi menghambat konduksi saraf apabila dikenakan secara lokal pada jaringan saraf dengan
kadar yang cukup. Dalam percobaan kali ini dilakukan 4 metode yaitu anestesi lokal metode
permukaan, anestesi lokal metode regnier, anestesi lokal infiltrasi dan anestesi lokal metode
konduksi. Dalam percobaan kali ini obat yang digunakan yaitu lidokain untuk metode 1 hingga 4
dan adrenalin untuk metode 3.

Pada percobaan anestesi lokal metode permukaan digunakan hewan coba kelinci dengan
berat badan ± 1,5 kg dengan menggunakan obat tetes mata lidokain HCl 2%. Pertama yang
dilakukan yaitu menyiapkan kelinci dan menggunting bulu mata kelinci agar tidak mengganggu
aplikator. Saat sebelum pemberian obat yaitu pada menit ke 0 didapatkan hasil positif yaitu
timbul efek respon reflek ocular mata (mata berkedip) yang pada saat awal obat diberikan belum
menimbulkan efek anestesi , dilakukan dengan menggunakan aplikator pada kornea mata secara
tegak lurus. Setelah itu dilakukan penetesan obat lidokain ke mata kanan dan kiri sebanyak 1-2
tetes dan masing-masing kelopak mata ditutup selama 1 menit. Setelah itu diamati dan
didapatkan tabel hasil pengamatan bahwa kedua mata pada menit ke 5 menimbulkan efek positif
artinya ada respon reflek ocular mata (mata berkedip) / efek anestesi belum terjadi, kemudian
pada menit ke 10 didapatkan hasil negative artinya tidak memberikan respon reflek ocular mata
(mata berkedip) artinya efek anestesi sudah terjadi, pada menit ke 15 didapatkan hasil negative
tidak memberikan respon reflek ocular mata (mata berkedip), pada menit ke 20 didapatkan hasil
negative tidak memberikan respon reflek ocular mata (mata berkedip), pada menit ke 30
didapatkan hasil negative tidak memberikan respon reflek ocular mata (mata berkedip), pada
menit ke 45 menimbulkan respon positif yaitu reflek ocular mata (mata berkedip), dan pada
menit ke 50 menimbulkan respon positif reflek ocular mata (mata berkedip). Setelah percobaan
selesai diberikan larutan fisiologis NaCl 0,9% agar kedua mata kelinci kembali steril, Karena
NaCl ini digunakan merupakan larutan steril untuk injeksi intravena. Dan dapat disimpulkan juga
bahwa efek anestesi permukaan ini terjadi pada menit ke 10 hingga 30, dan pada menit ke 45
hingga 50 efek anestesi sudah hilang.

Pada percobaan anestesi lokal metode regnier digunakan hewan coba kelinci dengan
berat tubuh ± 1,5 kg menggunakan obat tetes mata lidokain HCl 2%. Pertama siapkan kelinci
dan gunting bulu mata kelinci agar tidak mengganggu aplikator. Didapatkan hasil tabel
pengamatan pada menit ke-8, 15, 20, 25, 30, 40, 50, 60. Menit ke-0 hasilnya masih negative/
tidak menunjukkan efek anastesi local, kemudian hasil pengamatannya menunjukkan urutan; 50,
100, 100, 50, 10, 1, 1 dan 1. Dari hasil tersebut terlihat bahwa dari menit ke-8 sampai menit ke-
25 efeknya positif yang menandakan adanya reflex ocular mata kelinci saat disentuh dengan
aplikator dan pada menit ke 30 efek anestesi nya mulai berkurang, dan pada menit ke-50-60
efeknya menunjukkan hasil negative lagi, hal itu dikarenakan hilangnya efek anastesi.
Berdasarkan literature bahwa percobaan anestesi local regnier pada mata normal apabila disentuh
pada kornea akan memberikan respon refleks ocular. Jika ditesteskan anestetika local, respon
ocular timbul setelah beberapa kali kornea disentuh sebanding dengan kekuatan kerja anestetika
dan besaran sentuhan yang diberikan. Anestetika local mengurangi atau menghilangkan sensasi
dengan beberapa cara. Misalnya dengan menghindarkan sementara pembentukan transmisi
impuls melalui saraf ujungnya. Pusat mekanisme kerjanya di membrane sel menghambat
penerusan impus dengan jalan menurunkan permeabilitas membrane sel untuk ion natrium. Pada
pemberian lidokain, reflex berkedip pada mata kelinci lebih lama. Hal ini karena potensi lidokain
terhadap anestesi lokal lebih besar karena lidokain merupakan anestesi golongan amida yang
mempunyai masa kerja yang lebih panjang yang berkaitan dengan onset dan durasi kerja yang
pendek. Sesuai prinsipnya bahwa anestesi lokal dapat dikatakan tercapai jika reflex okuler tidak
terjadi sampai penyentuhan 100 kali paxda kornea kelinci uji.

Pada percobaan anestesi lokal metode infiltrasi digunakan hewan coba kelinci dengan
berat badan ± 1,5 kg dengan menggunakan obat tetes mata lidokain + adrenalin untuk punggung
kelinci kanan, dan lidokain untuk punggung kelinci kiri. Pertama yang dilakukan yaitu
menyiapkan kelinci dan menggunting bulu punggung kelinci dan cukur hingga bersih kulitnya
namun tetap hindari agar tidak terjadi luka. Sebelum pemberian obat, cek ada atau tidaknya
respon getaran otot punggung kelinci dengan menggunakan peniti sebanyak enam kali sentuhan
pada daerah penyuntikan pada menit ke 0 dan didapatkan hasil positif yaitu terdapat respon
getaran otot punggung kelinci kanan dan kiri yang artinya obat tersebut belum memberi efek
anestesi, kemudian setelah dilakukan penyuntikan pada menit ke 15,20,25,30,35,40,45,60 pada
punggung kelinci kanan tidak terdapat respon getaran otot punggung yaitu hasilnya menunjukan
negative yang artinya efek anestesi sudah tercapai. Kemudian pada punggung kelinci kiri pada
menit ke 15 dan 60 terdapat respon positif yang artinya terdapat getaran otot punggung kelinci
kelinci, dan pada menit ke 20,25,30,35,40,45 tidak terdapat getaran otot punggung kelinci kiri
yaitu hasilnya negative artinya efek anestesi sudah dicapai, namun pada menit ke-60 efek
anestesi sudah hilang dan menimbulkan getaran otot punggung kleinci. Dari data tersebut dapat
disimpulkan bahwa lidokain + adrenalin mempunyai efek mula kerja obat lebih cepat
dibandingkan lidokain dan durasi kerja obat lidokain + adrenalin juga lebih lama dibandingkan
durasi kerja obat lidokain. Hal ini sesuai dengan literature yang menyebutkan bahwa apabila
lidokain ditambah adrenalin, maka waktu yang diperlukan efek hilang dari tempat suntikan 4
jam. Lidokain + adrenalin mempunyai afinitas tinggi pada jaringan lemak, detoksifikasi terjadi di
hati secara destilasi dan pemecahan ikatan amida. Daya penetrasainya sangat baik, mula kerjanya
lebih cepat dari prokain dan lama kerjanya 2 kali lebih lama dari prokain. Penelitian lain
menyebutkan bahwa anastesi local lidokain HCl dengan adrenalin memiliki onset yang lebih
besar dibandingkan dengan anastesi local lidokain HCl karena efek vascular dari adrenalin
terutama pada arteriol dan stingter prakapiler, sehingga daerah pembedahan menjadi kering dan
anastesi bertahan cukup lama.

Pada percobaan anestesi lokal metode konduksi digunakan hewan coba mencit putih
jantan berjumlah 3 ekor dengan berat tubuh 20-30 g menggunakan larutan lidokain HCl dan
NaCl 0,9% secara Intra vena. Pertama disiapkan mencitnya terlebih dahulu. Sebelum pemberian
obat cek ada atau tidaknya respon Haffer pada menit ke 0. Respon Haffner adalah refleks mencit
yang apabila ekornya dijepit, maka terjadi respon angkat ekor mencit bersuara. Hitung dosis dan
volume pemberian obat . dihitung volume dosis lidokain yang akan diinjeksikan pada mencit
pertama sebanyak 0,5 ml, diinjeksikan melalui rute Intravena (IV) dan mencit kedua sebanyak
0,5 ml NaCl diambil kemudian diinjeksikan secara IV kepada mencit dengan BB 25 gram, 0,5 ml
merupakan volume maksimal pemberian terhadap mencit melalui rute Intravena. Berdasarkan
tabel pengamatan pada menit ke 0 terjadi respon Haffner menggunakan lidokain dan NaCl 0,9%,
kemudian menggunakan obat lidokain pada menit ke 10,15,20,25,dan 30 tidak terjadi respon
Haffner artinya efek anestesi sudah bekerja. Menggunakan obat NaCl 0,9% pada menit ke
10,15,20,25, dan 30 terjadi respon Haffner yang artinya tidak menimbulkan efek anestesi , hal
tersebut dikarenakan NaCl bukan merupakan obat anastesi, NaCl berfungsi sebagai pembanding
dan control serta merupakan larutan steril untuk injeksi intravena.
Sebagai anastesi local Lidokain menstabilkan membrane saraf dengan cara mencegah
depolarisasi pada membrane saraf melalui penghambatan masuknya ion Natrium, Obat anastesi
lokal mencegah transmisi impuls saraf (blockade konduksi) dengan menghabat perjalanan ion
natrium melalui salura ion selektif Na+ dalam membran saraf. Saluran Na sndiri merupakan
reseptor spesifik untuk molekul anastesi lokal. Kemacetan pembukaan saluran Na oleh molekul
anastesi lokal sedikit memperbesar hambatan keseluruh permeabilitas Na. Kegagalan saluran ion
terhadap Na memperhambat peningkatan kecepatan depolarisasi sehingga ambang potensial
tidak dicapai dan dengan demikian potensial aksi tidak disebarkan.

menggunakan larutan lidokain HCl dan NaCl 0,9% secara Intra vena. Pertama disiapkan
mencitnya terlebih dahulu. Sebelum pemberian obat cek ada atau tidaknya respon Haffer pada
menit ke 0. Respon Haffner adalah refleks mencit yang apabila ekornya dijepit, maka terjadi
respon angkat ekor mencit bersuara. Hitung dosis dan volume pemberian obat . dihitung volume
dosis lidokain yang akan diinjeksikan pada mencit pertama sebanyak 0,5 ml, diinjeksikan
melalui rute Intravena (IV) dan mencit kedua sebanyak 0,5 ml NaCl diambil kemudian
diinjeksikan secara IV kepada mencit dengan BB 25 gram, 0,5 ml merupakan volume maksimal
pemberian terhadap mencit melalui rute Intravena. Berdasarkan tabel pengamatan pada menit ke
0 terjadi respon Haffner menggunakan lidokain dan NaCl 0,9%, kemudian menggunakan obat
lidokain pada menit ke 10,15,20,25,dan 30 tidak terjadi respon Haffner artinya efek anestesi
sudah bekerja. Menggunakan obat NaCl 0,9% pada menit ke 10,15,20,25, dan 30 terjadi respon
Haffner yang artinya tidak menimbulkan efek anestesi , hal tersebut dikarenakan NaCl bukan
merupakan obat anastesi, NaCl berfungsi sebagai pembanding dan control serta merupakan
larutan steril untuk injeksi intravena.
BAB V
KESIMPULAN
Anestetik lokal adalah obat yang pada penggunaan lokal merintangi secara reversible
penerusan impuls saraf ke SSP sehingga menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal-gatal,
serta rasa panas, dan gatal. Anestetik lokal ialah obat yang menghambat hantaran syaraf bila
dikenakan secara lokal pada jaringan syaraf dengan kadar cukup. Obat ini bekerja pada tiap
bagian susunan syaraf.

Pada praktikum kali ini dilakukan 4 percobaan yaitu anestesi lokal metode permukaan,
anestesi lokal metode regnier, anestesi lokal metode infiltrasi, anestesi lokal metode konduksi.
Dapat disimpukan dari semua metode yang sudah dilakukan bahwa lidokain ini memiliki refek
anestesi yang cepat, namun apabila lidokain + adrenalin efeknya jauh lebih cepat dan waktunya
jauh lebih lama dan hal ini sesuai dengan literature yang menyebutkan bahwa apabila lidokain
ditambah adrenalin, maka waktu yang diperlukan efek hilang dari tempat suntikan 4 jam.
DAFTAR PUSTAKA

Rahmi, Syariifa. 2018. Farmakologi Anestesi Lokal Metode Regnier. Jakarta


Anonim. 2016. Farmakologi dan Terapi. Edisi VI. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta
Dr. Refdanita, Putu R.V, dkk. 2018. Petunjuk dan Paket Materi Praktikum Farmakologi. Jakarta:
Institut Sains dan Teknologi Nasional.
Ganiswarna .S,. 1995. Farmakologi dan Terapi, Edisi IV. Jakarta : Bagian Farmakologi Fakultas
Kedokteran Indonesia.
Nila, Aster., Devi, Yava., Dedy, Frianto. 2015. Farmakologi. Jilid 2. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

EFEK LOKAL OBAT

(PENGARUH OBAT TERHADAP MEMBRAN DAN KULIT MUKOSA)

Dosen : Elvina Triana Putri, M.Farm.,Apt.

Disusun Oleh :

Nama : Niken Radika Ade C

Nim : 20334004

Kelas : M

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS FARMASI INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL

2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Obat merupakan zat yang digunakan untuk mendiagnosis, mengurangi rasa sakit,serta
mengobati ataupun mencegah penyakit pada manusia dan hewan (Ansel, 1985).

Anestetik lokal sebaiknya tidak mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf secara
permanen.Kebanyakan anetesi local memenuhi syarat ini .Batas keamanan harus lebar,sebab
anestesi lokal akan diserap dari tempat suntikan. Mula kerja harus sesisingkat mungkin,
sedangkan masa kerja harus cukup lama sehingga cukup waktu untuk melakukan tindakan
operasi, tetapi tidak demikian lama sampai memperpanjang masa pemulihan. Zat anestesi lokal
juga harus larut dalam air, stabil dalam larutan, dapat disterilkan tanpa mengalami perubahan.

Anestetika lokal merupakan obat yang pada penggunaan lokal dapat menghalangi secara
reversibel penerusan impuls saraf ke SSP dan dengan begitu bisa menghilangkan / mengurangi
rasa gatal-gatal, nyeri, rasa dingin /panas.

Selain anestesi, obat-obatan yang digunakan melalui transdermal pun mayoritas


menggunakan prinsip efek lokal yang hanya mengobati / mencegah rasa yang tidak nyaman pada
bagian yang diolesi /ditempelkan obat. Cara administrasi obat dengan bentuk sediaan
farmasi/obat berupa gel patch (koyo), atau krim, yang digunakan pada permukaan kulit, tetapi
mampu menghantarkan obat masuk ke dalam tubuh melalui kulit dikenal juga dengan
transdermal (trans = lewat, dermal = kulit).

I.2 Tujuan Percobaan

1. Memahami efek lokal dari berbagai obat atau senyawa kimia terhadap kulit dan membrane
mukosa berdasarkan cara kerja masingmaisng, serta dapat diaplikasikan dalam praktek dan
dampaknya sebagai dasar keamanan penanganan bahan
2. Memahami sifat dan intensitas kemampuan merusak kulit dan membrane mukosa dari
berbagai obat yang bekerja lokal
3. Menyimpulkan persyaratan farmakologi untuk obat yang dipakai secara local.
I.3 Prinsip Percobaan

Mahasiswa melakukan percobaan efek lokal obat terhadap pengaruh membran dan kulit
mukosa terhadap hewan coba
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Teori

Bila dikenakan secara lokal pada jaringan saraf dengan kadar cukup, anestetik lokal dapat
menghalangi hantaran saraf. Obat ini bekerja pada tiap bagian susunan saraf contohnya, bila
anestetik lokal dikenakan pada korteks motoris, impuls yang dialirkan dari daerah tersebut
terhenti, dan transmisi impuls sensorik dihambat bila disuntikkan ke dalam kulit. Pada batang
saraf bila diberi anestetik lokal menyebabkan paralisis motorik dan sensorik di daerah yang
disarafinya. Banyak zat yang dapat mempengaruhi hantaran saraf, tetapi pada umumnya tidak
dapat dipakai karena menyebabkan kerusakan permanen pada sel saraf. Paralisis saraf karena
anestetik lokal bersifat reversible, tanpa merusak sel saraf atau serabut saraf.

Efek lokal yaitu pengaruh obat pada tubuh yang bersifat lokal misalnya hanya
mempengaruhi daerah kulit yang dioleskan obat. Sedangkan efek sistemik adalah pengaruh dari
obat yang biasanya diberikan melalui sistem fisiologis tubuh, misalnya obat penurun panas yang
idminum per oral. Efek teratogen adalah efek samping obat yang dapat menimbulkan kecacatan
tubuh.

Munculnya Efek obat pada membrane dan kulit mukosa tergantung pada jumlah obat
yang dapat diserap pada membrane dan permukaan kulit serta kelarutan obat dalam lemak karena
pada epidermis kulit merupakan sawar lemak. Pada kulit yang lukanya terkelupas maka absorpsi
jauh lebih mudah. Obat yang digunakan dapat memberikan efek menggurkan bulu korosif. Fenol
serta astringen obat tersebut, obat tersebut dapat memberikan efek local pada membrane dan
kulit mukosa.

Efek lokal obat terjadi akibat penggabungan langsung antara molekul obat dengan
reseptor, sehingga akan terobservasi timbulnya perubahan di fungsi organ tergantung pada
daerah lokasi. Oleh karena itu, timbullah suatu efek obat. Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi efek lokal obat ini diketahui jika efek terapi telah diketahui dan dicapai
Mukosa yang tervaskularisasi baik, yaitu rongga mulut dan rongga tenggorokan (rute
local, sublingual), memiliki sifat absorpsi yang tidak baik untuk senyawa yang tidak terionisasi
lipofil.

Obat yang dipakai secara lokal terdiri dari beberapa sifat dan penggunaan di antaranya:

1. Zat yang dapat menggugurkan bulu; bekerja dengan cara memecah ikatan SS pada
keratin kulit sehingga bulu mudah rusak dan gugur.

2. Zat korosif; bekerja dengan cara mengendapkan protein kulit melalui reaksi oksidasi
sehingga kulit dan membrane mukosa akan rusak.

3. Zat astringen; bekerja dengan cara mengkoagulasikan protein sehingga permeabilitas


sel pada kulit dan membrane mukosa menjadi turun.

4. Fenol dalam berbagai pelarut akan menunjukkan efek local yang berbeda pula; yang
dipengaruhi oleh perbedaan koefisien partisi dan permeabilitas kulit sehingga
mempengaruhi penetrasi fenol ke dalam jaringan.
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat, bahan dan prosedur


1. Menggugurkan bulu

Hewan coba ; Tikus putih, jantan (jumlah 1 ekor), usia 2 bulan , bobot
tubuh 200-300 g
Obat ; - Veet cream
- Larutan NaOH 20%
- Larutan Na2S 20%
- Kertas saring
Alat ; Gunting bedah, batang pengaduk, gelas arloji, stop
watch

Prosedur :

1. siapkan tikus yang terlebih dahulu dikorbankan

2. ambil kulitnya lalu buat tiga potongan, masing-masing berukuran 2,5 x 2,5 cm

3. letakan potongan kulit tersebut diatas gelas arloji yang telah diberi alas kertas saring

4. catat bau asli/ awal dari obat yang digunakan

5. oleskan atau teteskan larutan obat pada bagian atas potongan kulit tikus tersebut

6. amati selama 30 menit efek menggugurkan bulu setelah pemberian obat dengan
bantuan batang pengaduk
7. catat dan tabelkan pengamatan
2. Korosif

Hewan coba ; Tikus putih, jantan (jumlah 1 ekor), usia 2 bulan , bobot
tubuh 200-300 g
Obat ; - Larutan AgCl2 5%
- Larutan fenol 5%
- Larutan NaOH 10%
- Larutan H2SO4 pekat
- Larutan HCl pekat
- Larutan AgNO3 1%
- Kertas saring
Alat ; Gunting bedah, batang pengaduk, gelas arloji, stop
watch

Prosedur :

1. siapkan tikus yang terlebih dahulu dikorbankan

2. ambil ususnya lalu dibuat 6 potongan, masing masing berukuran 4-5 cm

3. letakan potongan usus tersebut diatas gelas arloji yang telah diberi alas kertas saring

4. teteskan larutan obat pada potongan usus tikus tersebut hingga terendam

5. rendam selama 30 menit

6. amati selama 30 menit efek korosif atau kerusakan jaringan setelah pemberian obat
dengan bantuan batang pengaduk
7. catat dan tabelkan pengamatan.

3. Astringen

Hewan coba ;
Obat ; - Larutan tannin 1%

Alat ;
Prosedur :

1. Mulut praktikan dibilas atau dikumur dengan larutan tannin 1%

2. rasakan jenis sensasi yang dialami mulut

3. catat dan tabelkan pengamatan

4. Efek lokal fenol

Hewan coba ;
Obat ; - Larutan fenol
- Larutan etanol
Alat ;

Prosedur :

1. celupkan 4 jari tangan selama 5 menit ke dalam larutan fenol yang tersedia

2. rasakan jenis sensasi yang dialami jari tangan (rasa tebal, dingin, panas)

3. jika jari terasa nyeri sebelum 5 menit, angkat segera dan bilas dengan etanol

4. catat dan tabelkan pengamatan


BAB IV

HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil percobaan

1. Dalam suatu praktikum farmakologi selama 30 menit diperoleh data efek


menggugurkan bulu seperti tabel dibawah ini.

Percobaan Bahan Obat Efek


Bau awal Gugur bulu ( catat
waktu saat mulai
gugur bulu )
Veet cream Bau khas 8 menit 25 detik
wangi
Menggugurkan Larutan NaOH Tidak 30 menit
Kulit tikus
bulu 20% berbau
Larutan NaS Bau khas 15 menit
20% menyengat

2. Dalam suatu praktikum farmakologi setelah 30 menit pengamatan diperolehdata


efek korosif seperti tabel dibawah ini.

Percobaan Bahan Obat Efek


Sifat Kerusakan pada
korosif jaringan
Larutan fenol Korosif Usus kaku pucat, dan
5% mengkerut
Korosif Usus tikus Larutan NaOH Sangat Usus menipis,
10% korosif lembek, dan
menghitam
Larutan H2SO4 Sangat Usus menghitam,
pekat korosif menciut dan hancur

Larutan HCl Korosif Usus kaku pucat dan


pekat mengkerut

Larutan AgNO3 Korosif Usus kaku pucat dan


memendek

3. Dalam suatu praktikum farmakologi diperoleh data efek fenol pada jari
tangan seperti tabel dibawah ini.

Percobaan Bahan Obat Efek sensasi jari


tangan (rasa
tebal, dingin,
panas)
Larutan fenol 5% Dingin
Fenol dalam dalam air
Jari tangan
berbagai pelarut Larutan fenol5% Dingin, tebal
dalam etanol

4.2 Pembahasan

Pada praktikum kali ini yang berjudul efek lokal obat (Pengaruh obat terhadap membrane dan
kulit mukosa). Dilakukan 3 percobaan. Yang pertama yaitu percoaan menggugurkan bulu yaitu obat
bekerja dengan cara memecah ikatan S-S pada keratin kulit sehingga bulu mudah rusak dan gugur.
Percobaan dilakukan dengan hewan coba tikus putih jantan usia 2 bulan dengan bobot tubuh 200-300
g, dengan menggunakan obat veet cream, larutan NaOH 20%, larutan Na2S 20% dengan cara kerja
yang pertama yaitu menyiapkan tikus yang terlebih dahulu dikorbankan, ambil kulitnya lalu buat tiga
potongan dengan masing-masing ukuran 2,5 x 2,5 cm , kemudian letakan potongan kulit tersebut
diatas gelas arloji yang sudah diberi kertas saring, kemudian catat bau asli nya atau bau awal, setelah
itu oleskan atau teetskan larutan obat pada bagian atas potongan kulit tikus tersebut. Kemudian amati
efek menggugurkan bulu. Setelah dilakukan percobaan didapatkan hasil bahwa dengan
menggunakan obat Veet cream bau awal kulit tikus memiliki bau khas wangi, kemudian setelah 8
menit 25 detik sudah mulai adanya efek gugur bulu pada kulit tikus. Menggunakan larutan obat
NaOH 20% didapatkan bahwa bau awal kulit tikus tidak berbau, namun saat 30 menit sudah
memberikan efek gugur bulu pada kulit tikus. Setelah itu menggunakan larutan obat NaS 20% dan
diamati bau awal kulit tikus memiliki bau khas menyengat dan setelah 15 menit menimbulkan efek
gugur bulu pada kulit tikus. Dari hasil pengamatan tersebut dapat disimpulkan bahwa veet cream
memiliki efek pengguguran bulu pada kulit tikus tercepat, diikuti oleh NaS dan NaOH memiliki efek
menggugurkan bulu terlama. Pada literatur menyebutkan bahwa veet cream lebih cepat memberi efek
menggugurkan bulu, karena veet cream mengandung keraderm yang bekerja langsung hingga akar
rambut/bulu serta dan veet cream bekerja dengan cara memecah ikatan S-S pada keratin kulit
sehingga bulu akan rusak dan menggugur. Diikuti dengan NaOH yang mana jika terkena kulit, akan
menyebabkan iritasi bahkan luka bakar, yang terakhir adalah larutan NaS dimana larutan ini dapat
merusak jaringan kulit namun efeknya tidak setinggi pada larutan NaOH. Pada percobaan ini
hasilnya kurang sesuai, hal ini dapat terjadi karena melemahnya efek suatu zat juga kurangnya
ketelitian praktikan dalam mengamati efek local yang dihasilkan obat.

Yang kedua yaitu percobaan sifat zat korosif yaitu obat bekerja dengan cara mengendapkan
protein kulit melalui reaksi oksidasi sehingga kulit dan membrane mukosa akan rusak. Dilakukan
percobaan dengan menggunakan tikus putih jantan usia 2 bulan bobot tubuh 200-300 g dengan
menggunakan bahan obat larutan fenol 5% , larutan NaOH 10%, larutan H2SO4 pekat, larutan HCl
pekat, larutan AgNO3. Dilakukan dengan mengambil usus tikus lalu dibuat 6 potongan masing-
masing berukuran 4-5 cm, kemudian letakan potongan usus tersebut diatas gelas arloji yang telah
diberi alas kertas saring, teteskan larutan obat pada potongan usus tikus hingga terendam dan rendam
selama 30 menit dan amati. Setelah dilakukan percobaan didapatkan hasil dengan menggunakan
larutan fenol 5% yang bersifat korosif dan menimbulkan kerusakan pada jaringan yaitu usus menjadi
kaku , pucat, dan mengkerut. Kemudian dengan menggunakan larutan NaOH 10% yang bersifat
sangan korosif menyebabkan kerusakan pada jaringan usus menjadi menipis, lembek, dan
menghitam. Kemudian menggunakan larutan H2SO4 pekat yang bersifat sangat korosifmenyebabkan
efek kerusakan jaringan pada usus menghitam, menciut, danhancur. Menggunakan larutan HCl pekat
yang bersifat korosif menyebabkan kerusakan pada jaringan usus menjadi kaku, pucat, dan
mengkerut. Kemudian larutan AgNO3 yang bersifat korosif menyebabkan efek kerusakan pada
jaringan usus menjadi kaku, pucat, dan memendek. Dalam pengujian ini didapat bahwa larutan
H2SO4 pekat dan NaOH merupakan zat yang sangat korosif.

Percobaan ketiga menggunakan bahan fenol pada jari tangan, didapatkan hasil dengan
menggunakan larutan fenol 5% dalam air yaitu efek sensasi pada jari tangan terasa dingin. Dengan
menggunakan larutan fenol 5% dalam etanol yaitu menghasilkan efek sensasi pada jari tangan terasa
dingin dan tebal. Fenol merupakan agen iritan yang bersifat keratolisis dan vasokonstriktif. Artinya,
pemberian fenol dapat menyebabkan terjadinya lisis pada sel kulit dan menyempitnya pembuluh
darah. Fenol merupakan senyawa polar, pelarutan dengan air dan alcohol dapat menyebabkan iritasi
tangan bila disentuh. Pengujian fenol akan menunjukkan efek local yang berbeda; yang dipengaruhi
oleh perbedaan koefisien partisi dan permeabilitas kulit sehingga mempengaruhi penetrasi fenol ke
dalam jaringan.
BAB V

KESIMPULAN

Efek lokal yaitu pengaruh obat pada tubuh yang bersifat lokal misalnya hanya mempengaruhi
daerah kulit yang dioleskan obat.

Berdasarkan hasil percobaan kali ini dapat disimpulkan bahwa Veet Cream memiliki
efek jauh lebih cepat dapat menggugurkna bulu pada kulit tikus dibandingkan dengan NaOH dan
NaS. Dan zat – zat yang bersifat sangat korosif seperti NaOH dan H2SO4 dapat menyebabkan
kerusakan jaringan pada usus dan bisa mengakibatkan usus akan menjadi hancur.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2016. Farmakologi dan Terapi. Edisi VI. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta
Dr. Refdanita, Putu R.V, dkk. 2018. Petunjuk dan Paket Materi Praktikum Farmakologi. Jakarta:
Institut Sains dan Teknologi Nasional.
Ganiswarna .S,. 1995. Farmakologi dan Terapi, Edisi IV. Jakarta : Bagian Farmakologi Fakultas
Kedokteran Indonesia.
Nila, Aster., Devi, Yava., Dedy, Frianto. 2015. Farmakologi. Jilid 2. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta
Tjay, H.T.,dan Rahardja K., 2007 , Obat- Obat Penting: Khasiat, Penggunaan dan Efek- Efek
Sampingnya, edisi IV . Dit. Jen. POM, Dep. Kes. RI, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai