Anda di halaman 1dari 25

JURNAL FITOKIMIA 1

CLAUS GOL. LAKTON, SAPONIN

Dosen Pengampu :
Ika Maruya Kusuma S.Si, MSi

Disusun oleh :
1. Reno Galtiano 20334023
2. Ferdinan Rivaldo Silalahi 20334024
3. Riska Zulfia Miftahana 20334026
4. Retno Agus Pratiwi 20334029

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI
NASIONAL JAKARTA
2022
KARAKTERISASI SENYAWA LAKTON DARI FRAKSI ETIL ASETAT BUAH
KEMBANG MERAK (Caesalpinia pulcherrima)

Klasifikasi Tanaman Kembang Merak

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)


Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Rosidae
Ordo : Fabales
Famili : Caesalpiniaceae
Genus : Caesalpinia
Spesies : Caesalpinia pulcherrima

Pengumpulan dan pengolahan bahan tumbuhan


Sampel tumbuhan yang digunakan dideterminasi. Sampel berupa buah kembang merak
(C. pulcherrima) yang sudah kering. Sampel sebanyak 3,4 kg dibersihkan, dipotong kecil-
kecil, dihaluskan dan disimpan ditempat gelap sampai sampel akan digunakan.

Ekstraksi sampel
Maserasi
Sebanyak 3,0 kg serbuk buah C. pulcherrima dimasukkan ke dalam botol kaca dan
dimaserasi dengan pelarut metanol selama 3x24 jam pada suhu kamar. Maserat yang
diperoleh dipekatkan menggunakan rotary evaporator pada suhu 40oC sampai diperoleh
ekstrak kental metanol. Ekstrak kental metanol ditimbang untuk mengetahui massanya.

Partisi
Ekstrak metanol dipartisi dengan menggunakan pelarut yang memiliki tingkat
kepolaran yang berbeda secara bergradien yang dimulai dengan penambahan pelarut n-
heksan sehingga didapatkan fraksi n-heksan dan fraksi metanol. Fraksi metanol ini kemudian
dipartisi lagi dengan pelarut etil asetat sehingga diperoleh fraksi etil asetat dan fraksi metanol
terlarut. Hasil partisi dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator pada suhu 40oC
sehingga dihasilkan ekstrak kental fraksi n-heksan, fraksi etil asetat, dan fraksi metanol
terlarut.

Hasil Ekstraksi dan Fraksinasi Buah Kembang Merak (C. pulcherrima)


Sampel buah kembang merak (C. pulcherrima) yang sudah kering digunakan pada
penelitian ini. Penggunaan buah C. pulcherrima yang sudah kering karena senyawa metabolit
sekunder yang terdapat pada buah ini sudah terbentuk dengan sempurna dikarenakan proses
pembentukan buah yang sudah selesai. Selain itu, kandungan air yang terdapat pada buah ini
sangat sedikit sehingga dapat mempermudah dalam proses penghalusan sampel dan
mempermudah dalam proses pengeringan sampel menggunakan rotary evaporator.
Sampel dideterminasi di Laboratorium. Tujuan determinasi adalah untuk mengetahui
nama atau jenis dari tanaman tersebut secara spesifik. Hasil determinasi menyatakan bahwa
sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah C. pulcherrima. Sebanyak 3,4 kg buah C.
pulcherrima dibersihkan, dipotong kecil-kecil dan dihaluskan sehingga dihasilkan 3,0 kg
serbuk buah C. pulcherrima. Tujuan sampel dihaluskan adalah untuk memperbesar luas
permukaan sampel sehingga dapat mempermudah dalam proses mengekstrak metabolit
sekunder yang terdapat di dalam sampel.
Jenis ekstraksi yang digunakan pada penelitian ini adalah maserasi. Maserasi dilakukan
dengan cara perendaman sampel tanaman dengan pelarut yang sesuai. Serbuk buah C.
pulcherrima dimaserasi dengan metanol selama 3x24 jam pada suhu kamar. Metanol
merupakan pelarut yang dapat melarutkan senyawa metabolit sekunder baik yang bersifat
polar maupun non-polar (Harborne, 1987). Hal ini karena metanol dapat menyebabkan
terjadinya lisis pada dinding sel tanaman sehingga metabolit sekunder yang berada dalam
vakuola sel akan keluar dan terlarut dalam metanol. Metanol juga memiliki titik didih yang
rendah (64,7oC) sehingga pada saat penguapan pelarut tidak memerlukan suhu tinggi yang
dapat merusak senyawa metabolit sekunder pada buah C. pulcherrima.
Penghentian maserasi dapat diketahui dengan melakukan uji KLT pada ekstrak, dimana
jika tidak terdapat pendaran pada plat KLT maka dapat disimpulkan bahwa senyawa
metabolit sekunder yang terdapat pada buah C. pulcherrima telah terekstrak seluruhnya.
Maserat yang dihasilkan dari proses maserasi kemudian diuapkan pelarutnya. Ekstrak kental
metanol dari buah C. pulcherrima diperoleh 270,14 g, dengan rendemen sebesar 9,00%.
Sebanyak 270,14 gram ekstrak kental metanol dari buah C. pulcherrima dipartisi
dengan dua pelarut yang memiliki tingkat kepolaran yang berbeda secara bergradien yaitu
dengan pelarut n-heksan dan pelarut etil asetat. Ekstrak kental metanol dari buah C.
pulcherrima dilarutkan terlebih dahulu dengan metanol kemudian dipartisi dengan n-heksan
menggunakan corong pisah. Hasil partisi antara ekstrak kental metanol dengan pelarut n-
heksan diperoleh fraksi n-heksan berwarna hijau kehitaman dan fraksi metanol berwarna
coklat kemerahan.Fraksi metanol kemudian dipartisi kembali dengan pelarut etil asetat. Hasil
partisi antara fraksi metanol terlarut dengan etil asetat diperoleh fraksi etil asetat berwarna
merah kecoklatan dan fraksi metanol terlarut berwarna coklat kemerahan.
Masing-masing fraksi diuapkan pelarutnya dengan vacum rotary evaporator. Peguapan
dilakukan pada suhu 40oC sehingga diperoleh fraksi n-heksan, fraksi etil asetat dan fraksi
metanol terlarut.

Metabolit Sekunder yang termasuk gol. Lakton


Kembang merak (Caesalpinia pulcherrima) merupakan salah satu jenis tanaman dari
Genus Caesalpinia yang tumbuh di daerah tropis seperti di Indonesia. Bagian dari tanaman ini
telah banyak dimanfaatkan sebagai bahan dasar pengobatan tradisional untuk berbagai
macam penyakit seperti demam, luka, batuk, kesulitan bernapas, nyeri dada, pembengkakan,
sakit telinga, nyeri otot, dan rematik (Patel et al., 2010). Aktivitas farmakologim C.
pulcherrima tersebut dapat dikaitkan dengan keberadaan senyawa metabolit sekunder yang
dikandungnya. Berdasarkan pendekatan literatur, metabolit sekunder yang terkandung dalam
Genus Caesalpinia adalah diterpenoid, fenolik, flavonoid, triterpenoid, dan lakton (Zhang et
al., 2012; 2013). Senyawa metabolit sekunder golongan diterpenoid yang berasal dari bagian
akar, batang, biji, bunga, dan daun yang pada strukturnya memiliki cincin lakton sebagai
gugus samping.
Beberapa penelitian tentang penelusuran senyawa metabolit sekunder dari Genus
Caesalpinia telah dipublikasikan. Pranithanchai et al. (2009), berhasil menemukan senyawa
diterpenoid jenis cassan dari batang C. pulcherrima. Roach et al. (2003), berhasil mengisolasi
senyawa diterpenoid jenis cassan dari akar C. pulcherrima. Senyawa furanoid diterpen dari
daun C. pulcherrima ditemukan oleh Ragasa et al (2002). Patel et al. (2010), menemukan
senyawa diterpenoid jenis cassan dari bunga C. pulcherrima sebagai analgesik, dan anti-
inflamasi.
Berdasarkan dari berbagai penelitian yang telah dilakukan, C. pulcherrima memiliki
senyawa golongan diterpenoid yang lebih dominan dari golongan lainnya. Senyawa
diterpenoid yang mengandung cincin lakton sebagai gugus samping telah ditemukan pada
ekstrak biji C. minax. Namun, hingga saat ini belum pernah ditemukan publikasi mengenai
kandungan senyawa lakton dari buah C. pulcherrima. Oleh kerena itu dalam penelitian ini
akan dilakukan penelusuran senyawa lakton dari buah C. pulcherrima.

Uji Skrining Fitokimia


Flavonoid
Ekstrak kental metanol, fraksi n-heksan, fraksi etil asetat dan fraksi metanol dilarutkan
dengan masing-masing pelarut. Masing-masing fraksi diteteskan pada 2 plat tetes sebanyak 3
tetes. Satu bagian plat tetes dijadikan kontrol dan bagian kedua ditambahkan dengan 0,1 gram
serbuk magnesium dan 2 tetes HCl pekat kemudian diamati perubahan warnanya. Flavonoid
dinyatakan positif apabila pada ekstrak atau fraksi yang ditetesi pereaksi tersebut
menghasilkan warna jingga sampai merah (Sangi et al., 2008).

Fenolik
Uji golongan fenolik dilakukan dengan penambahan besi (III) klorida (FeCl3) 5% pada
ekstrak kental metanol, fraksi n-heksan, fraksi etil asetat dan fraksi metanol. Fenolik
dinyatakan positif apabila pada ekstrak atau fraksi yang ditetesi besi (III) klorida (FeCl 3) 5%
menghasilkan warna hijau kehitaman (Harborne, 1987).

Terpenoid/steroid
Uji golongan senyawa terpenoid/steroid menggunakan uji Lieberman-Burchard (LB)
yaitu dengan pereaksi asam asetat anhidrida dan H2SO4. Terjadinya warna merah-keunguan
menunjukkan uji positif adanya terpenoid (Siadi, 2012), sedangkan hasil positif steroid
ditunjukkan dengan terbentuknya warna hijau hingga biru (Setyowati dkk, 2014).

Isolasi dan pemurnian senyawa kimia


Kromatografi vakum cair (KVC)
Fraksi etil asetat dilanjutkan pada tahap fraksinasi dengan menggunakan kromatografi
vakum cair (KVC). Fraksi etil asetat diimpregnasi dengan silika gel 60 (0,2-0,5 mm) dengan
perbandingan 1:1 dan dimasukkan ke dalam kolom. Elusi dilakukan dengan pelarut n-heksan
100%, n-heksan : etil asetat (50%:50%; 30%:70%; 10%:90%), etil asetat 100%, etil asetat :
metanol (95%:5%; 90%:10%; 70%:30%; 50%:50%) dan metanol 100% dengan volume total
2 mL. Eluat yang dihasilkan ditampung setiap 100 mL beberapa botol vial sehingga
didapatkan beberapa fraksi. Fraksi-fraksi tersebut dianalisis dengan metode KLT dengan
perbandingan pelarut heksan : etil asetat (30%:70%) dan fasa diamnya adalah plat silika gel
60 GF254. Fraksi yang mempunyai pita yang mirip digabungkan, sedangkan pita yang tunggal
atau mendekati murni dilakukan pemisahan atau pemurnian lebih lanjut dengan metode
kromatografi kolom gravitasi.

Kromatografi Kolom Gravitasi (KKG)


Fraksi yang memiliki pita yang hampir tunggal diimpregnasi dengan silika gel 60 (0,2-
0,5 mm). Elusi menggunakan perbandingan eluen n-heksan : etil asetat (70%:30%) secara
isokratik. Eluat yang diperoleh ditampung setiap 5 ml dalam beberapa botol vial sehingga
didapatkan beberapa fraksi. Fraksi-fraksi ini dianalisis dengan metode KLT. Fasa gerak yang
digunakan adalah perbandingan eluen n-heksan : etil asetat (50%:50%). Fraksi yang
mempunyai pita yang mirip digabungkan, sedangkan pita yang tunggal atau mendekati murni
dilakukan pemisahan atau pemurnian lebih lanjut dengan metode kromatografi lapis tipis
preparatif (KLTP).

Kromatografi lapis tipis (KLT) preparatif


Proses KLT preparatif dilakukan dengan menotolkan fraksi yang hampir murni pada
plat silika gel 60 GF254 dengan cara ditotolkan secara berimpit dan dielusi dengan
perbandingan eluen n-heksan : etil asetat (50%:50%) dan disinari di bawah lampu UV 245nm.
Hasil dari KLT preparatif kemudian dianalisis KLT untuk melihat pita tunggal.

Uji Kemurnian Senyawa


Fraksi yang memiliki pita tunggal diuji kemurniannya dengan beberapa metode yaitu
dengan menggunakan tiga variasi pelarut dan menggunakan KLT 2 dimensi dengan eluen
yang mempunyai tingkat kepolaran yang berbeda. Apabila pita yang terbentuk pada pada 3
variasi pelarut dan pada KLT 2 dimensi berbentuk pita tunggal maka fraksi tersebut sudah
murni.

Identifikasi Isolat dengan NMR (Nuclear Magnetic Resonance)


Struktur molekul senyawa murni yang berhasil diisolasi ditentukan berdasarkan analisis
data spektroskopi NMR (nuclear magnetic resonance). Data NMR digunakan untuk
menentukan unit-unit struktur dari senyawa tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Risalawati, Rudiyansyah, Nurlina. 2017. Karakterisasi Senyawa Lakton dari Fraksi Etil
Asetat Buah Kembang Merak (Caesalpinia pulcherrima). Vol 6(3), halaman 19-27.
Pontianak.
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA SAPONIN DARI EKSTRAK METANOL
BATANG PISANG AMBON (Musa paradisiaca var. sapientum L.)

Klasifikasi Tanaman Pisang Ambon


Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Zingiberales
Famili : Musaceae
Genus : Musa
Spesies : Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt.

Pengambilan Sampel
Tanaman pisang Ambon yang telah diidentifikasi, diambil bagian batangnya dan
dibawa ke laboratorium untuk diteliti.

Preparasi sampel
Sampel batang pisang Ambon dibersihkan dengan air, dirajam kemudian dikeringkan
dengan cara diangin-anginkan selama 4x24 jam dan dilanjutkan menggunakan oven pada
suhu 40°C selama 7 jam. Setelah kering diblender untuk menghasilkan serbuk sampel atau
simplisia.

Uji pendahuluan
a. Uji busa
Simplisia sebanyak 0,5 gram dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah
berisikan aquades 10 ml, dikocok dan ditambahkan satu tetes larutan asam klorida 2 N.
Tabung reaksi tersebut didiamkan dan diperhatikan ada atau tidak adanya busa stabil.
Sampel mengandung saponin jika terbentuk busa stabil dengan ketinggian 1-3 cm selama
30 detik.
b. Uji warna
Simplisia sebanyak 0,5 gram dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah
berisikan kloroform 10 ml, dipanaskan selama 5 menit dengan penangas air sambil
dikocok. Kemudian ditambahkan beberapa tetes pereaksi LB. Jika terbentuk cincin
coklat atau violet maka menunjukkan adanya saponin triterpen, sedangkan warna hijau
atau biru menunjukkan adanya saponin steroid.

Ekstraksi sampel
Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi menggunakan pelarut metanol. Sebanyak
100 g simplisia dimasukkan ke dalam erlenmeyer kemudian direndam dengan metanol
sebanyak 600 ml. Erlenmeyer ditutup dengan alumunium foil dan didiamkan selama 3 hari
dengan sesekali dikocok. Kemudian hasil ekstrak disaring untuk memperoleh filtrat I dan
simplisia yang telah diekstrak (debris), diekstrak kembali dengan metanol sebanyak 400 ml
dan didiamkan selama 2 hari dengan sesekali dikocok. Hasil ekstrak (filtrat II) dicampurkan
dengan filtrat I, kemudian dievaporasi pada suhu 40 oC hingga diperoleh ekstrak cair. Ekstrak
cair kemudian dimasukkan ke dalam cawan porselen dan diuapkan dengan menggunakan
waterbath hingga diperoleh ekstrak kental.

Pembuatan Ekstrak
Ekstrak batang pisang Ambon diperoleh dari batang pisang Ambon bersih yang
dikeringkan dengan cara dianginanginkan selama 4x24 jam dan dilanjutkan dengan proses
pemanasan menggunakan oven pada suhu 40oC selama 7 jam. Pengeringan dilakukan agar
kadar air yang terkandung dalam sampel batang pisang Ambon akan hilang sehingga
memudahkan dalam proses ekstraksi. Sampel kering kemudian dibuat menjadi serbuk agar
hasil ekstraksi yang diperoleh lebih banyak, karena semakin halus sampel yang akan
diekstraksi maka semakin mudah pelarut masuk ke sel untuk menarik zat aktif. Maserasi
merupakan metode yang digunakan dalam proses ekstraksi pada penelitian ini untuk
menghasilkan ekstrak batang pisang Ambon dengan metanol sebagai pelarutnya. Metanol
dipilih sebagai pelarut karena sifatnya yang polar sesuai dengan zat aktif yang akan diteliti
yaitu saponin. Setelah proses maserasi, filtrat dievaporasi dan selanjutnya diuapkan dengan
waterbath yang diperoleh ekstrak kental berwarna coklat dengan rendemen 1,554 %.

Metabolit Sekunder yang termasuk gol. Saponin


Getah batang pisang mengandung saponin, antrakuinon dan kuinon yang berfungsi
sebagai antibakteri dan penghilang rasa sakit. Terdapat pula kandungan lektin yang berfungsi
untuk menstimulasi pertumbuhan sel kulit, tanin bersifat antiseptik dan kalium yang
bermanfaat untuk melancarkan air seni. Selain itu, zat saponin berkhasiat mengencerkan
dahak (Anonim, 2011). Penelitian yang telah dilakukan menyatakan bahwa ekstrak batang
pisang mengandung beberapa jenis senyawa fitokimia yaitu saponin, tanin dan flavonoid
(Wijaya, 2010).
Identifikasi awal saponin dilakukan dengan uji busa dan uji warna. Saponin
ditunjukkan dengan adanya pembentukan busa stabil selama 30 detik setelah simplisia
tanaman dikocok dalam air yang menghasilkan ketinggian busa 1-3 cm dan penambahan
asam klorida pekat pada tabung reaksi. Identifikasi dengan uji warna dilakukan terhadap
simplisia dengan pelarut kloroform yang dipanaskan dan penambahan pereaksi Liebermann
Burchard (LB), jika pada larutan menghasilkan cincin warna coklat atau violet menunjukan
adanya saponin triterpen sedangkan jika menghasilkan cincin warna hijau atau biru
menunjukan adanya saponin steroid (Jaya, 2010).
Saponin paling tepat diekstraksi dari tanaman dengan pelarut etanol 70- 95% atau
metanol. Ekstrak saponin akan lebih banyak dihasilkan jika diekstraksi menggunakan
metanol karena saponin bersifat polar sehingga akan lebih mudah larut daripada pelarut lain.
Isolasi saponin dihasilkan dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) menggunakan
lempeng silika gel dan eluen campuran klorofom, metanol dan air (Harborne, 1987).
Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi senyawa saponin yang terkandung pada ekstrak
metanol batang pisang Ambon dengan metode KLT preparatif dan mengidentifikasi nilai
absorbansi senyawa saponin yang terkandung pada isolat hasil KLT preparatif pada panjang
gelombang maksimal dengan spektrofotometri UV-Vis.

Isolasi Senyawa Saponin dengan KLT analitik


Lempeng alumunium silika gel GF254 Merck disiapkan dengan ukuran panjang 10 cm
dan lebar 3 cm. Ekstrak kental yang telah dilarutkan dengan alkohol 95% ditotolkan pada
lempeng tepi bawah dan diangin-anginkan beberapa saat. Lempeng dimasukkan ke dalam
chamber yang berisi eluen yaitu campuran homogen lapisan bawah pelarut antara kloroform :
metanol : aquades (13:7:2). Lempeng dibiarkan terelusi hingga eluen merambat sampai pada
tanda garis tepi atas lempeng kemudian dikeluarkan dan dikeringkan di udara. Pengamatan
noda menggunakan lampu UV 254 dan 366 nm. Lempeng juga disemprotkan dengan
pereaksi LB dan dipanaskan pada suhu 110oC selama 10 menit untuk memperjelas warna
noda yang terbentuk. Proses KLT analitik dilakukan secara berulang hingga memperoleh
hasil yang tepat. Setelah hasil dengan KLT analitik disimpulkan positif maka dilanjutkan
dengan KLT preparatif.
Isolasi Senyawa Saponin dengan KLT preparatif
Lempeng preparatif silika gel 60 F254 Merck disiapkan dengan ukuran panjang 20 cm
dan lebar 20 cm. Ekstrak kental yang telah dilarutkan dengan alkohol 95% ditotolkan
sepanjang lempeng tepi bawah dan diangin-anginkan beberapa saat. Lempeng dimasukkan ke
dalam chamber yang berisi eluen yaitu campuran homogen lapisan bawah pelarut antara
kloroform : metanol : aquades (13:7:2). Lempeng dibiarkan terelusi hingga eluen mencapai
batas atas lempeng kemudian dikeluarkan dan dikeringkan di udara. Pengamatan noda
menggunakan lampu UV 254 dan 366 nm. Lempeng juga disemprotkan pereaksi LB pada
kedua bagian tepi dan bagian tersebut dipanaskan dengan hair dryer untuk memperjelas
warna noda yang terbentuk. Noda-noda yang terbentuk pada bagian tepi lempeng
dihubungkan dengan garis dari tepi satu ke tepi lainnya. Bagian dalam garis dikerok dengan
membuang bagian yang telah dipanaskan dan dilarutkan dengan alkohol 95% sebagai isolat.

Identifikasi Senyawa Saponin dengan Spektrofotometri UV-Vis


Isolat yang diperoleh dari hasil KLT preparatif diidentifikasi secara kualitatif dengan
spektrofotometri UV-Vis. Isolat sebanyak 2 ml dimasukkan ke dalam kuvet spektrofotometer
UV-Vis “Spectroquat Pharo 300” untuk diidentifikasi nilai absorbansi senyawa saponin pada
panjang gelombang maksimal. Pengamatan dilakukan pada panjang gelombang 200-800 nm.
CLAUS GOL. FLAVONOID, ISOTIOSIANAT, SIANOGENIK

IDENTIFIKASI SENYAWA HASIL EKSTRAK ETANOL DAUN


ADAS (Foeniculum vulgare Mill) DENGAN SKRINING FITOKIMIA
DAN FOURIER TRANSFORM INFRA RED (FT-IR)

Klasifikasi Tanaman Daun Adas (Foeniculum vulgare Mill)


Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (Berkeping dua / tumbuhan dikotil)
Ordo : Apiales
Famili : Apiaceae
Genus : Foeniculum
Spesies : Foeniculum vulgare

Pengolahan Bahan Sampel Tumbuhan


Simplisia kering daun adas (serbuk) yang sebelumnya disortasi kering, dilakukan
maserasi dengan cara merendam simplisia kering dengan etanol 96%(1:10) dalam maserator
dengan cara maserasi pada suhu kamar selama 3 x 24 jam. lalu didiamkan selama 3 hari pada
tempat yang terlindung dari cahaya matahari. Setelah 3 hari maserat disaring dan diperas.
Maserat yang didapat kemudian disaring dengan corong buchner, dirotary evaporator dan
diuapkan di waterbath pada suhu 60°C sampai diperoleh konsistensi kental ekstrak daun adas

Identifikasi dan Isolasi Senyawa Flavonoid dengan Spektrofotometer Infra red (FT-IR)
Pengujian spektrum dilakukan sesuai dengan standar operasional prosedur alat
Spektrofotometer infra red merek Perkin Elmer dengan rentang pembacaan pada bilangan
gelombang 4000 cm-1 hingga 400 cm-1 , pembacaan dilakukan dengan resolusi 8 cm-1.
Spektrum yang didapatkan lalu dianalisis dengan perangkat lunak Spektrum Software FT-IR
Perkin Elmer. Hasil pembacaan berupa spektrum dari spektrofotometer infra red (FT-IR)
digunakan dalam menentukan gugus fungsi yang terdapat pada sampel ekstrak etanol daun
adas dengan melakukan interpretasi data spektrum FT-IR seperti bilangan gelombang dan
persen transmitansinya
Ekstraksi dan Isolasi Senyawa Metabolit Sekunder Daun Adas
Ekstraksi daun adas menggunakan metode maserasi. Metode ini adalah metode
dengan cara ekstraksi sederhana dengan merendam simplisia kering dengan derajat serbuk
tertentu dalam pelarut etanol 96 % (1:10) dan diamkan selama 3 hari pada temperatur kamar
yang terlindungi dari cahaya (Damayanti & Setyawan, 2012).

Uji Skrining Fitokimia dan Metabolit Sekunder Daun Adas


1. Identifikasi Alkaloid
Menimbang 100 mg ekstrak daun adas lalu dipanaskan pada tabung 10 mL
dengan penambahkan HCl 1% (7- 8 mL) selama 30 menit pada waterbatch. Cairan
diperoleh dengan cara menyaring atau hanya menuangkan. Destilat ditambahkan 3
tetes dragendorff hasil positif ditunjukkan dengan terbetuknya endapan merah jingga.
Uji mayer untuk deteksi alkaloid menggunakan pereaksi mayer dimana atom
nitrogen pada senyawa alkaloid bereaksi dengan ion logam K+ dari kalium tetraid
omerkurat (II) untuk membentuk endapan kompleks berupa kalium alkaloid (Svehla,
1990). Endapan jingga menunjukan bahwa ekstrak etanol daun adas mengandung
alkaloid, setelah bereaksi dengan pereaksi dragendroff (kalium tetraiodobismutat).
Endapan yang dihasilkan berupa garam alklaoid yang bersifat polar/larut dalam air.
Identifikasi alkaloid secara langsung dapat dengan satu atau lebih pereaksi pengendap
melalui penarikan alkaloid oleh suatu larutan asam. Senyawa alkaloid yang
mempunyai struktur nitrogen heterosiklik, aminoksida dan alkaloid kuartener tidak
dapat terdeteksi menggunakan pereaksi pengendap. Proses tersebut dapat
mengakibatkan hasil negatif palsu, apabila menggunakan pereaksi pengendap pada uji
alkaloid

2. Identifikasi Flavonoid
Pembuatan larutan uji dilakukan dengan menimbang 100 mg ekstrak kental
dipanaskan dalam 10 mL metanol selama 10 menit di penangas air. Saring dalam
keadaan panas, kemudian filtrat diencerkan dengan 10 mL air. Dinginkan, tambahkan
5 mL wash benzene. Homogenkan dengan hati hati dan biarkan dalam rak tabung
beberapa menit hingga terbentuk dua lapisan. diambil lapisan atas (metanol) dan
kemudian diuapkan. residu dilarutkan dalam 5 mL etil asetat dan disaring. Lakukan
uji taubeck dengan cara menguapkan larutan uji 1 mL, residu dibasahi dengan aseton
dan ditambahkan sedikit serbuk asam borat dan asam oksalat, dipanaskan di penangas
air dan jangan terlalu panas. Campur residu dengan 2 mL eter dan diamati dibawah
UV 366 nm.

Dari hasil analisis ini didapatkan hasil bahwa sampel ekstrak etanol daun adas
positif mengandung flavonoid. Didapatkan residu yang berfluoresensi bila diamati
dibawah lampu UV 366 nm. Flavonoid merupakan senyawa fenol yang memiliki
gugus –OH dan terikat pada karbon cincin aromatik. Flavonoid berpotensi sebagai
penangkal radikal bebas (antioksidan) karena struktur molekul dan posisi dari gugus
hidroksilnya. Hasil ini ditunjukan dengan adanya fluoresensi kuning pada larutan di
cawan dilihat dengan lampu uv 366 nm. Hal tersebut terjadi karena flavonoid
mempunyai cincin benzene yang memiliki gugus hidroksi. Flavonoid terkandung di
seluruh spesies tanaman, baik dari jenis tanaman fungus sampai angiospermae.
Tumbuhan tingkat tinggi mengandung flavonoid yang terdapat pada bagian vegetatif
pada bunga. Flavonoid merupakan senyawa fenol, yang menyebabkan warnanya
dapat berubah apbila ditambahkan suatu basa atau amoniak, sehingga flavonoid
dengan mudah dapat dideteksi melalui kromatogram atau perubahan larutan

3. Identifikasi Polifenol
Menimbang 100 mg ekstrak daun adas dipanaskan dengan 10 mL air selama
10 menit di waterbatch. Saring dalam keadaan dingin dan di tambahkan 3 tetes FeCl3.
Apabila warna hijau menunjukkan adanya senyawa polifenol.
Senyawa fenolik dapat bereaksi dengan Besi Klorida 1 % membentuk warna
hijau pekat. Hal ini dikarenakan besi klorida bereaksi dengan gugus alkohol atau –OH
aromatis. Senyawa kompleks warna yang terbentuk diduga merupakan senyawa besi
(III) heksafenolat. Ion Fe3+ pada besi klorida akan mengalami hibridisasi orbital
menyebabkan ion Fe3+ yang memiliki 6 orbital kosong diisi oleh pendonor pasangan
elektron, berupa atom oksigen yang terdapat pada senyawa fenolik yang memiliki
pasangan elektron bebas

4. Identifikasi Saponin
Timbang 100 mg ekstrak daun adas dan ditambah 10 mL air panas serta
dipanaskan selama 5 menit lalu disaring. Filtrat yang diperoleh dimasukkan ke tabung
reaksi, kocok vertikal selama 10 detik, diamkan selama 10 menit. Terbentuknya busa
stabil dalam tabung setelah penambahan 1 tetes HCl 1% menunjukkan adanya
senyawa golongan saponin.
Dari hasil analisis di atas diketahui bahwa positif terdapat kandungan saponin
yaitu ditandai dengan adanya busa yang stabil setelah penambahan HCl 1 %. Senyawa
yang memiliki gugus larut dalam air (polar) dan gugus tidak larut dalam air (non
polar) yang bersifat aktif pada permukaan sehingga dapat membentuk misel saat
saponin dikocok dengan air. Keadaan yang tampak seperti bisa disebabkan karena
pada struktur misel, gugus gugus larut dalam air (polar) menghadap keluar sedangkan
gugus tidak larut dalam air (non polar) menghadap ke dalam. Saponin adalah senyawa
metabolit sekunder yang terdapat pada permukaan sel dan menimbulkan busa apabila
dikocok kuat dalam air. konsentrasi senyawa saponin yang kecil menyebabkan
terjadinya hemolisis sel darah merah. Busa yang terjadi karena adanya saponin
dikarenakan terjadi kombinasi struktur senyawa penyusunnya berupa rantai sapogenin
non-polar dan rantai samping polar

5. Identifikasi Tanin
Menimbang sebanyak 100 mg ekstrak daun adas dengan 10 mL air, selama 14
menit dipanaskan dan dingin, saring dan filtrat dibagi dua bagian. Filtrat pertama
ditambahkan larutan besi (III) klorida1%. Positif mengandung senyawa golongan
tanin apabila terbentuk warna biru tua atau hijau kehitaman
Pada percobaan yang telah dilakukan ekstrak etanol daun adas negatif tidak
mengandung tanin karena tidak terjadi perubahan warna menjadi warna biru tua
maupun hijau kehitaman. Pada sampel ekstrak etanol daun adas tidak terbentuk warna
hijau kehitaman atau hijau tinta dengan penambahan besi klorida 1% karena tidak
terbentuk senyawa kompleks dengan FeCl3

6. Identifikasi Antrakuinon
Uji Brontrager dilakukan dengan melarutkan 2 mL ekstak daun adas dengan
10 mL akuades dan disaring. Filtrat yang diperoleh diekstraksi dengan 5 mL benzena.
Hasil ekstraksi dibagi 2 bagian, larutan A dan B. Larutan A sebagai blanko dan
larutan B ditambahkan 5 mL larutan ammonia, lalu dikocok. Apabila hasil positif
akan terbentuk warna merah.
Dari hasil identifikasi ekstrak etanol daun adas tidak mengandung
antrakuinon, ditandai dengan tidak adanya perubahan warna merah dengan uji
brotnager. Uji Brontrager menunjukkan hasil negatif untuk glikosida antrakuinon
yang sangat stabil atau turunan karena tereduksi dari tipe antranol. Karena uji
Brontrager harus dimodifikasi dengan melakukan hidrolisis dan oksidasi sampel,
sebelum malakukan uji ini. Senyawa antrakuinon dapat memberikan karakteristik
warna merah, violet, hijau atau ungu apabila dalam suasana basa. Apbila tidak
terjadinya perubahan warna dan sampel tetap berwarna bening pada uji Brontrager ,
menunjukkan tidak adanya antrakuinon pada ekstrak etanol daun adas

7. Identifikasi Steroid dan Terpenoid


Menimbang sebanyak 100 mg ekstrak daun adas dan dimaserasi menggunakan
10 mL eter selama 2 jam, diambil filtrat dengan disaring. Diambil 5 mL filtrat dan
diuapkan pada cawan penguap hingga didapatkan residu dari filtrat tersebut. Residu
yang didapat ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat.
Apabila terbentuk warna merah atau hijau menunjukkan adanya senyawa golongan
steroid/ triterpenoid.
Dari hasil identiikasi ekstrak etanol daun adas positif mengandung steroid/
terpenoid karena terbentuk warna hijau setelah direaksikan dengan asam sulfat pekat.
Senyawa triterpenoid direaksikan dengan pereaksi Liebermann (CH3COOH anhidrat
– H2SO4) akan terjadi perubahan warna merah keunguan dan senyawa steroid terjadi
perubahan warna hijau. Hal ini disebabkan oleh senyawa triterpenoid dan steroid yang
mempunyai kemampuan membentuk warna (ikatan komplek warna) oleh asam sulfat
dalam pelarut asam asetat anhidrid. Perbedaan warna oleh triterpenoid dan steroid
dikarenakan adanya perbedaan gugus pada atom C-4.

Hasil Indentifikasi Uji Skrining Fitokimia dan Metabolit Sekunder Daun Adas
Hasil uji kualitatif melalui skrining fiokimia terhadap sampel ekstrak etanol daun adas
menunjukan bahwa sampel tersebut postif memiliki metabolit sekunder kandungan alkaloid,
flavonoid, poifenol, saponin dan steroid/ terpenoid.

Manfaat Tanaman Adas


Tanaman adas merupakan tumbuhan yang memiliki khasiat sebagai bahan obat
tradisional yang memiliki efek farmakologis antara lain antihipertensi, diuretik ringan
antirematik serta antiseptik pada saluran kemih. Sedangkan dalam tanaman adas mengandung
senyawa lemak; asam petroselinat, asam linoleat; sterol; stigmasterol; flavonoid; minyak
atsiri; trans-anetol, astragol, (E)-anetol, α-pinem, limonene, (+) fernkon, panisaldehida;
fenolik; asam kafeat; asam 3-kafeol kuinat, asam 4-kafeol kuinat, asam 1,5-O-galaktosida,
kaemferol-3-O-rutinosida dan kaemferol-3-O- glukosida

DAFTAR PUSTAKA

Departemen kesehatan RI. (2008). Farmakope Herbal Indonesia, Edisi I. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI, 78–80.

Departemen Kesehatan RI. (2010). Suplemen I: Farmakope Herbal Indonesia. Jakarta., Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.

Farnsworth, N. R. (1966). Biological and phytochemical screening of plants. Journal of


pharmaceutical sciences, 55(3), 225–276.

Abdul, A., Safitri, F. W., & Purbowati, R. (2020). Efek Pemberian Ekstrak Etanol Buah Adas
(Foenicullum vulgare Mill.) terhadap Kadar Hormon Prolaktin Tikus Putih Betina Post
Partum. Pharmacon: Jurnal Farmasi Indonesia, 17(1), 1–8.

Vacawati, W. D., Kuswandi, B., & Wulandari, L. (2010). Deteksi Lemak Babi dalam Lemak Ayam
menggunakan Spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infrared) dan Kemometrik sebagai
Verifikasi Halal (Detection of Lard in Chicken Fat using FTIR (Fourier Transform Infrared)
Spectroscopy and Chemometrics as Halal Verific.

Damayanti, A., & Setyawan, E. (2012). Essential oil extraction of fennel seed (Foeniculum
vulgare) using steam distillation. International Journal of Science and Engineering, 3(2), 12–
14.
IDENTIFIKASI SAPONIN PADA EKSTRAK METANOL DAUN
PEPAYA (Carica papaya Linn) DENGAN METODE
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

Klasifikasi Tanaman Daun Pepaya(Carica papaya Linn)


Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Divisio : Spermathophyta
Subdivision : Angiospermae
Class : Dicotyledonae
SubClass : Sympetalae
Ordo : Cystales/Parietales
Famili : Caricaceae
Genus : Carica
Spesies : Carica papaya L.

Ekstraksi Daun Pepaya


Sampel daun pepaya diambil sebanyak 2 kg. Kemudian sampel dicuci, dikeringkan
dan diblender diperoleh simplisia daun pepaya sebanyak 300 gram. Lalu simplisia daun
pepaya diekstraksi dengan metode maserasi diperoleh sebanyak 1820 mL ekstrak cair.
Kemudian diuapkan dengan rotavapor diperoleh 66,7 gram ekstrak kental. Selanjutnya
pengujian ini dilanjutkan dengan Uji pendahuluan terdiri dari Uji busa dan Uji warna dan
metode Kromatografi Lapis Tipis.

Hasil Ekstraksi Daun Pepaya(Carica papaya Linn)

Daun pepaya dipetik lalu kemudian dicuci dengan air agar kotoran atau debu yang
menempel pada daun pepaya dapat disingkirkan sehingga diperoleh daun pepaya yang bersih
dan segar. Daun pepaya dijemur selama 3 hari dibawah terik matahari. Proses pengeringan ini
dilakukan untuk menghilangkan kadar air yang terkandung dalam sampel daun pepaya
sehingga akan memudahkan dalam proses ekstraksi. Sampel daun pepaya kering kemudian
dihancurkan menggunakan blender dan menghasilkan serbuk daun pepaya (simplisia daun
pepaya) agar hasil ekstraksi hasil ekstraksi yang diperoleh lebih banyak, karena semakin
halus sampel yang akan diekstraksi maka semakin mudah pelarut masuk ke sel untuk menarik
zat aktif. Metode maserasi merupakan metode ekstraksi yang digunakan pada ini untuk
menghasilkan ekstrak daun pepaya dengan metanol sebagai pelarutnya. Pelarut metanol
dipilih sebagai pelarut karena sifatnya yang polar yang cocok dengan saponin merupakan
senyawa aktif yang bersifat polar. 
Proses ekstraksi maserasi ini dilakukan 3 kali, ekstrak pada filtrat I diperoleh
sebanyak 600 mL, kemudian ampas daun pepaya diekstrak kembali untuk memperoleh filtrat
II. Hasil ekstrak pada filtrat II diperoleh sebanyak 620 mL, lalu dicampurkan filtrat I dan II
menghasilkan total ekstrak sebanyak 1220 mL. Kemudian ampas daun pepaya diekstrak
kembali untuk memperoleh filtrat III. Tujuan dilakukan tiga kali ekstraksi ialah untuk
menarik senyawa zat aktif saponin yang belum terekstrak pada proses ekstraksi pertama dan
kedua. Hasil ekstrak pada filtrat III diperoleh sebanyak 600 mL, lalu dicampurkan filtrat I, II,
dan III menghasilkan ekstrak sebanyak 1820 mL.
Hasil percampuran ketiga ekstrak ini dievaporasi pada suhu 500C dan ekstrak yang
sudah terpisah dengan pelarut (ekstrak pekat) kemudian dimasukkan ke dalam oven pada
suhu 650C hingga diperoleh ekstrak kental sebanyak 66,7 gram. Pengujian ini dilanjutkan
dengan Uji pendahuluan terdiri dari Uji busa dan Uji warna dan metode Kromatografi Lapis
Tipis.

Isolasi dengan Kromatografi Lapis Tipis


Kromatografi lapis tipis adalah metode yang sering digunakan untuk memisahkan komponen-
komponen senyawa dalam suatu zat. Pemisahan senyawa senyawa saponin dari ekstrak daun
pepaya dalam penelitian ini menggunakan metode KLT dengan eluen benzene : metanol (9:1)
(Ahmad, 2011). Hasil KLT yang diamati secara visual terlihat beberapa bercak noda pada
plat KLT GF254 yang telah ditotolkan ekstrak dan terelusi oleh eluen. Pada pengamatan
dibawah sinar lampu UV 254 dan 366 nm terlihat bercak noda hitam dan merah jingga.
Kemudian plat KLT GF254 disemprotkan dengan pereaksi asam sulfat (H2SO4) dan
dipanaskan pada suhu 1100C selama 10 menit untuk membuktikan ada tidaknya bercak dari
senyawa saponin. Setelah penyemprotan dengan pereaksi asam sulfat (H2SO4) yang
dilanjutkan dengan pemanasan diperoleh senyawa saponin steroid yang ditandai dengan
adanya bercak merah jingga dari ketiga totolan ekstrak daun pepaya pada plat KLT GF254
dan memperoleh nilai Rf 0,63. Digunakan pelarut non polar pada ekstrak kental daun pepaya
karena saat digunakan pelarut polar yaitu metanol hasilnya negatif yang ditandai dengan tidak
adanya bercak noda dari ekstrak kental daun pepaya.

Skrining Fitokimia dan Metabolit Sekunder yang termasuk gol. Isotisianat


Skrining fitokimia merupakan suatu tahap awal untuk mengidentifikasi kandungan
suatu senyawa dalam simplisia atau tanaman yang akan diuji. Dimana sampel yang akan
diujikan pada uji busa yaitu ekstrak kental. Ekstrak kental daun pepaya terlebih dahulu
dicampur dengan metanol sampai warna ekstrak tidak kelihatan pekat. Kemudian ekstrak
yang telah dicampur dengan metanol dimasukkan dalam tabung reaksi dan ditambahkan air
panas dalam tabung reaksi lalu dikocok menghasilkan busa dan setelah penambahan pereaksi
asam klorida 2 N, busa yang terbentuk tidak mencapai 1-3 cm karena kadar senyawa saponin
pada daun pepaya hanya sedikit. Terjadinya sedikit busa pada daun pepaya saat dilakukan uji
busa dikarenakan kurangnya panas pada air panas yang digunakan pada uji busa.
Daun pepaya (Carica papaya Linn) mengandung alkaloid karpainin, karpain,
psudokarpain, vitamin C dan E, kolin, dan karposid. Daun pepaya mengandung suatu
glukosinolat yang disebut benzyl isotiosianat. Daun pepaya juga mengandung mineral seperti
kalium, kalsium, magnesium, tembaga, zat besi, zink, dan mangan. Selain itu, daun pepaya
mengandung senyawa alkaloid karpain, karikaksantin, violaksantin, papain, saponin,
flavanoid, dan tannin.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan A’yun Q dan Laily AN (2015) tentang analisis
fitokimia daun pepaya (Carica papaya Linn) menunjukkan positif mengandung alkaloid,
triterpenoid, steroid, flavanoid, saponin dan tannin.

Manfaat Tanaman Daun Pepaya (Carica papaya Linn)


Salah satu tanaman yang dapat digunakan sebagai obat-obatan adalah tanaman
pepaya. Tanaman pepaya dikatakan tanaman sejuta manfaat, baik untuk perindustrian,
kecantikan, pengobatan serta kesehatan. Hal ini dikarenakan hampir seluruh bagian dari
tanaman papaya memiliki nilai kesehatan, dengan kata lain hampir seluruh bagian tanaman
pepaya dapat dimanfaatkan sebagai obat suatu penyakit.
Daun pepaya (Carica papaya Linn) mengandung alkaloid karpainin, karpain,
psudokarpain, vitamin C dan E, kolin, dan karposid. Daun pepaya mengandung suatu
glukosinolat yang disebut benzyl isotiosianat. Daun pepaya juga mengandung mineral seperti
kalium, kalsium, magnesium, tembaga, zat besi, zink, dan mangan. Selain itu, daun pepaya
mengandung senyawa alkaloid karpain, karikaksantin, violaksantin, papain, saponin,
flavanoid, dan tannin
Diantara senyawa-senyawa tersebut flavanoid dan saponin mempunyai
bermacammacam efek, yaitu antitumor, anti HIV, immunostimulant, antioksidan, analgesik,
antiradang (anti-inflamasi), antivirus, antibakteri, anti-fungal, antidiare, antihepatotoksik,
anti-hiperglikemik dan sebagai vasodilator

DAFTAR PUSTAKA

A’yun. Q., dan Lailly A.N 2015. Analisis Fitokimia Daun Pepaya (Carica Papaya Linn) Dibalai
Penelitian Tanaman Aneka Kacang Daun Umbi.

N. Raaman. 2015. Thin Layer Chromatographic Analysis and Antioxidant Activities of Methanol
Extract of Leaves of Carica papaya L., IJAPBC, Vol. 4(2), 2015 Apr – Jun, India (IN), 416-
417.

Chan, K. W., Khong, N. M. H., Iqbal, S., & Ismail, M. 2013. Isolation and antioxidative properties
of phenolicssaponins rich fraction from defatted rice bran. Journal of Cereal Science, 57,
480–485.  

Prasetya, A. T., Mursiti, S., Maryan, S., Jati, N K. 2018, Isolation and Identification of Active
Compoundsfrom Papaya Plants and Activities as Antimicrobial,IOP Conf. Series: Materials
Science and Engineering, 349, 2.
Kajian Senyawa Metabolit Sekunder pada Mentimun (Cucumis
sativus L.) 

Klasifikasi Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.)


Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Cucurbitales
Famili : Cucurbitaceae
Genus : Cucumis
Spesies : Cucumis sativus L.

Ekstraksi Mentimun (Cucumis sativus L.)


Ekstraksi daun adas menggunakan metode maserasi. Metode ini adalah metode
dengan cara ekstraksi sederhana dengan merendam simplisia kering dengan derajat serbuk
tertentu dalam pelarut etanol 96 % (1:10) dan diamkan selama 3 hari pada temperatur kamar
yang terlindungi dari cahaya.

Isolasi dan Identifikasi Senyawa Metabolit Sekunder


Identifikasi senyawa metabolit sekunder dapat dilakukan dengan metode kualitatif
dan kuantitatif. Prinsip pelaksanaan uji kualitatif senyawa metabolit sekunder bertujuan untuk
mengetahui keberadaan suatu senyawa, sehingga umumnya hanya digunakan untuk seleksi
awal. Salah satu contoh uji kualitatif senyawa metabolit sekunder ialah dengan adanya
perubahan warna dari hasil pengujian tersebut, sehingga dapat disebut juga sebagai uji warna
(Ningsih et al., 2016). Prinsip pelaksanaan uji kuantitatif senyawa metabolit sekunder ialah
dengan menggunakan analisis senyawa baik secara klasik maupun modern sehingga dapat
diketahui besar kandungan senyawa metabolit sekunder. Uji kuantitatif secara klasik dapat
menggunakan metode titrimetri dan gravimetri. Uji kuantitatif yang modern sudah
menggunakan instrumen pemisahan dan identifikasi senyawa sekaligus.
Adapun metode pemisahan komponen kimia dari suatu senyawa dapat menggunakan
salah satu atau kombinasi antara empat teknik kromatografi diantaranya paper
chromatography (PC), thin layer chromatography (TLC), gas liquid chromatography (GLC),
dan high performance liquid chromatography (HPLC) (Harborne, 1998). Penggunaan
kromatografi disesuaikan dengan kelarutan komponen yang akan diuji. PC digunakan untuk
senyawa yang larut dalam air seperti senyawa fenolik. TLC digunakan untuk memisahkan
senyawa yang larut dalam lemak seperti steroid, karotenoid, dan quinone sederhana. GLC
digunakan untuk memisahkan senyawa volatil seperti beberapa terpenoid berupa monoterpen
dan seskuiterpen, fenolik, dan alkaloid. HPLC digunakan untuk memisahkan senyawa yang
non-volatil seperti terpenoid tingkat tinggi, fenolik, dan alkaloid
Komponen-komponen senyawa yang telah dipisahkan melalui kromatografi
diidentifikasi oleh detektor untuk mendeteksi masing-masing komponen senyawa yang telah
dipisahkan. Metode identifikasi kandungan senyawa metabolit sekunder dalam ekstrak ialah
menggunakan penyerapan panjang gelombang. Instrumen identifikasi (detektor) yang dapat
digunakan diantaranya spektrofotometer UV-vis, spektrofotometer infrared (IR), nuclear
magnetic resonance (NMR) spectroscopy, dan mass spectroscopy (MS) (Harborne, 1998). 
Instrumen yang digunakan dalam uji kuantitatif senyawa metabolit sekunder dapat
merupakan kombinasi atau gabungan dari metode kromatografi dan spektrofotometri.
Perpaduan antara kromatografi dan spektrometri massa dapat digunakan untuk memisahkan
dan mengidentifikasi suatu senyawa dengan memunculkan data berupa kromatogram dan
spektogram. Kombinasi ini membuat analisis senyawa metabolit sekunder menjadi efektif
dan efisien. Adapun instrumen kombinasi antara kromatografi dan spektrofotometer yang
sering digunakan diantaranya Liquid Chromatography-Mass Spectrometry (LC-MS), Gas
Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS), High-Performance Liquid Chromatography
(HPLC).

Skrining Fitokimia pada Mentimun


a. Uji fitokimia saponin 
10 ml larutan ekstrak uji di masukan ke dalam tabung reaksi, kocok vertikalelama 10
detik bentuk busa setinggi 1-10 cm yang stabil ± 10 menit menandakan positif
mengandung saponin.
b. Uji fitokimia alkaloid 
Ekstrak dilarutkan dengan 5 ml Hcl 2N, masukan ke dalam tabung pereaksi.
Campurkan pereaksi dragendroff sebanyak 3 tetes, jika muncul warna jingga
menandakan terdapat alkaloid.. 
c. Uji fitokimia steroid/ triterpenoid 
Ekstrak dilarutkan dengan 0,5 kloroform, campurkan 0,5 asam asetat anhidrat,
campurkan 2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung, terbentuknya cincin
kecoklatan/ violet pada perbatasan larutan menunjukan adanya kandungan kimia
triterpenoid. Jika terbentuknya cincin biru kehijauan menunjukan adanya kandungan
kimia steroid. 
d. Uji fitokimia tanin 
Timbang sampel seberat 0,25, campurkan dengan 2 ml FeClз. Jika muncul warna biru
kehitaman atau hijau kehitaman menunjukan sampel mengandung positif tanin.
e. Uji fitokimia fenolik 
Sebanyak 3 tetes ekstrak kental sampel dari pelarut etanol diteteskan pada kaca arloji.
Kemudian ditambah dengan etanol, lalu diaduk sampai homogen. Setelah itu
ditambah FeClз. Adanya fenolik ditndai dengan terbentuknya warna hijau, kuning,
orange, atau merah.

Kandungan Senyawa Metabolit Sekunder pada Mentimun yang termasuk gol.


sianogenik
Mentimun mengandung metabolit sekunder berupa alkaloid, glikosida, steroid,
saponin, tanin, flavonoid, terpenoid, resin, polifenol, fenol, glikosida sianogenik, dan
antosianin (Agatemor et al., 2018). Mentimun mengandung metabolit sekunder berupa
glikosida, steroid, terpenoid, dan resin dalam konsentrasi yang tinggi; alkaloid, saponin, dan
flavonoid dalam konsentrasi sedang; serta tanin dalam konsentrasi rendah 

Manfaat Mentimun (Cucumis sativus L.)


Salah satu obat herbal yang dapat digunakan sebagai alternatif pengobatan antara lain
mentimun (Cucumis sativus Linn), Mentimun bermanfaat untuk menurunkan hipertensi,
meningkatkan stamina, menurunkan berat badan, menurunkan kolesterol, serta melancarkan
buang air besar. Selain itu, masyarakat Indonesia juga memanfaatkan mentimun sebagai
bahan makanan sehari-hari. Mentimun adalah salah satu sayuran buah yang banyak
dikonsumsi masyarakat Indonesia dalam bentuk segar.
Selain itu mentimun mengandung kalium dan juga bersifat diuretik karena kandungan
air yang tinggi sehingga membantu menurunkan tekanan darah dan dapat meningkatkan
buang air kecil.

DAFTAR PUSTAKA

Harborne, J. B. 1998. Phytochemical Methods. A Guide to Modern Technology of Plant


Analysis, 3rd Ed. Chapman and Hall, New York.

Agatemor, U. M., O. F. C. Nwodo, and C. A. Anosike. 2018. Phytochemical and proximate


composition of cucumber (Cucumis sativus) fruit from Nsukka, Nigeria. African
Journal of Biotechnology. 17(38): 1215-1219

Ahmed, E., M. Arshad, M. Z. Khan, M. S. Amjad, H. M. Sadaf, I. Riaz, S. Sabir, N.


Ahmad, and Sabaoon. 2017. Secondary metabolites and their multidimensional
prospective in plant life. Journal of Pharmacognosy and Phytochemistry. 6(2):205-214

Rokhmah, S. 2007. Pengaruh Konsentrasi Air Perasan Nanas Muda (Ananas Cosmosus (L)
Merr.) Terhadap Gambaran Histopatologik Testis Mencit (Mus muculus). Skripsi
Yogyakarta: FKIP Universitas Ahmad Dahlan..

Puguh, S. 2009. Biologi. Jakarta: Sunda Kelapa Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai