Disusun Oleh :
Nim : 20334004
Kelas : M
2022
BAB I
PENDAHULUAN
1. Mengenal berbagai teknik untuk menyebabkan anestesi lokal pada hewan coba
2. Memahami faktor yang melandasi perbedaan dalam sifat dan potensi kerja anestetika
lokal
3. Memahami faktor yang mempengaruhi potensi kerja anestetika lokal
I.3 Prinsip Percobaan
Mahasiswa melalukan berbagai metode untuk menyebabkan anestetika lokal pada hewan
coba kelinci dan mencit
\
BAB II
TINJAUAN PUSTAK
Anestetik lokal adalah obat yang pada penggunaan lokal merintangi secara reversible
penerusan impuls saraf ke SSP sehingga menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal-gatal,
serta rasa panas, dan gatal. Anestetik lokal ialah obat yang menghambat hantaran syaraf bila
dikenakan secara lokal pada jaringan syaraf dengan kadar cukup. Obat ini bekerja pada tiap
bagian susunan syaraf.
Anestetik lokal yang pertama dikenal adalah kokain, diperoleh dari Erythroxylon coca
yang dapat memberikan rasa nyaman dan mempertinggi daya tahan tubuh. Pada awalnya didunia
kedokteran anestetika lokal digunakan untuk menghilangkan nyeri setempat oleh kedokteran gigi
dan mata.
Sifat anestetik lokal yang ideal sebaiknya tidak mengiritasi dan tidak merusak jaringan
syaraf secara permanen. Kebanyakn anestetik lokal memenuhi syarat ini. Batas keamanan harus
lebar, sebab anestetik lokal akan diserap dari tempat suntikan. Mula kerja harus sesingkat
mungkin, sedangkan masa kerja harus cukup lama sehingga cukup waktu untuk melakukan
tindakan operasi , tetapi tidak demikian lama sampai memperpanjang masa pemulihan. Zat
anestetik lokal juga harus larut air, stabil dalam larutan , dapat di sterilkan tanpa mengalami
perubahan.
Mekanisme kerja anestetik lokal yaitu mencegah pembentukan dan konduksi impuls
saraf. Tempat kerjanya terutama di membran sel, efeknya pada aksoplasma hanya sedikit saja.
penghambatan anestetik local terhadap penerusan impuls menurunkan permebilitas membran sel
saraf untuk ionnatrium, yang penting bagi fungsi saraf. Hal ini dikarenakan adanya persaingan
dengan ion-kalsium yang berdekatan dengan saluran natrium di membran neuron. Pada waktu
yang sama, karena laju depolarisasi menurun, ambang kepekaan terhadap rangsangan listrik lama
kelamaan meningkat, sehingga terjadi kehilangan rasa setempat secara reversibel.
Ada beberapa persyaratan anestetika lokal, yaitu :
3. Toksisitasnya rendah
5. Mula kerjanya cepat dan daya kerjanya dapat bertahan untuk jangka waktu yang cukup
lama
6. Larut dalam air dengan menghasilkan larutan yang stabil dan tahan pemanasan
(berguna dalam proses sterilisasi)
Beberapa teknik untuk menyebabkan anastesi lokal pada hewan coba di antaranya:
1. Anastesi lokal metode permukaan Efek anastesi ini tercapai ketika anastetika lockal
ditempatkan di daerah yang ingin dianastesi.
2. Anastesi lokal metode regnier Mata normal apabila disentuh pada kornea akan
memberikan
respon refleks ocular (mata berkedip). Bila diteteskan anstestika local, timbul respon
refleks ocular setelah beberapa kali kornea disentuh sebanding dengan kekuatan
besaran sentuhan yang diberikan dan kerja anastetika. Tidak adanya respon refleks
ocular setelah kornea disentuh 100 kali dianggap sebagai tanda adanya anastesi total.
3. Anastesi lokal metode infiltrasi Anastetika lokal yang disuntikkan ke dalam jaringan
akan
mengakibatkan kehilangan sensasi pada struktur sekitarnya.
4. Anastesi lokal metode konduksi Respon anestesi lokal yang disuntikkan ke dalam
jaringan
dilihat dari ada/ tidaknya respon Haffner. Respon Haffner adalah refleks mencit yang
apabila ekornya dijepit, maka terjadi respon angkat ekor mencit bersuara.
Penggolongan anestetik lokal Secara kimia anestetik lokal dibagi kedalam 3 kelompok,
yaitu :
1. Senyawa ester : kokai, prokain, benzokain, buvakain, tetrakain, oksibuprokain,
lidokain, bupivakain, mepivakain, dan prilokain
2. Senyawa amida : sinkokain, artikain
Prokain disentesis dan diperkenalkan tahun 1905 dengan nama dagang novokain.
Selama lebih dari 50 tahun, obat ini merupakan obat terpilih untuk anestetik lokal suntikan.
Namun kegunaanya kemudian terdesak oleh obat anestetik lain, lidokain yang ternyata lebih kuat
dan lebih aman dibanding dengan prokain.
Sebagai anestetik lokal, prokain pernah digunakan untuk anesthesia infiltrasi, anesthesia
blok saraf, anesthesia spinal, anesthesia epidural, dan anestesia kaudal. Namun karena
potensinya rendah , mula kerja lambat serta masa kerja pendek, maka penggunannya saat ini
hanya terbatas untuk anesthesia infiltrasi dan kadang-kadang untuk anesthesia blok saraf.
Didalam tubuh prokain akan dihidrolisi menjadi PABA, yang dapat menghambat kerja
sulfonamid.
Lidokain (xilokain) adalah anestetik lokal kuat yang digunakan secara luas dengan
pemberian topikal dan suntikan. Anesthesia terjadi lebih cepat, lebih kuat, lebih lama dan lebih
ekstensif daripada yang ditimbulkan oleh prokain pada konsentrasi yang sebanding. Larutan
lidokain 0,5% digunakan untuk anestsia infiltrasi, sedangkan larutan 1,0-2% untuk anesthesia
blok dan topikal. Lidokain dapat menimbulkan kantuk. Lidokain merupakan obat terpilih bagi
mereka yang hipersensitif terhadap anestetik lokal golongan ester. lokal golongan ester.
Anestesika lokal atau zat penghilang rasa setempat adalah obat yang pada penggunaan
lokal merintangi secara reversible penerusan impuls saraf ke SSP dan dengan demikiam
menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal-gatal, rasa panas atau dingin. (Tjay, Tan Hoan
dan Rahardja, Kirana, 2007)
Struktur dasar anastetika lokal pada umumnya terdiri dari tiga bagian, yakni suatu gugus
amio hidrofil (sekunder atau tersier) yang dihubungkan oleh suatu ikatan ester (alkohol) atau
amida dengan suatu gugus-aromatis lipofil. Semakin panjang gugus alkoholnya, semakin besar
daya kerja anastetiknya, tetapi toksisitasnya juga meningkat. (Tjay, Tan Hoan dan Rahardja,
Kirana, 2007)
Anastetika lokal dapat digolongkan secara kimiawi dalam beberapa kelompok, yaitu
sebagai berikut :
Prosedur
1. siapkan kelinci. Gunting bulu mata kelinci agar tidak mengganggu aplikator
2. sebelum pemberian obat, cek ada atau tidaknya respon reflek ocular mata (mata
berkedip) dengan menggunakan aplikator pada kornea mata secara tegak lurus pada
menit ke 0.
Catatan : menggunakan aplikator jangan terlalu keras dan ritme harus diatur
3. teteskan ke dalam kantong konjungtiva kelinci :
a. mata kanan : tetes mata prokain HCl 2% sebanyak 1-2 tetes
b. mata kiri : tetes mata lidokain HCl 2% sebanyak 1-2 tetes
4. tutup masing-masing kelopak mata kelinci selama satu menit
5. cek ada atau tidaknya respon reflek ocular mata (mata berkedip) dengan menggunakan
aplikator pada kornea mata secara tegak lurus pada menit ke 5,10,15,20,30,45,60
6. catat dan tabelkan pengamatan
7. setelah percobaan diatas selesai, teteskan larutan fsiiologis NaCl 0,9% pada ekdua
mata kelinci
2. Anastesi Lokal Metode Regnier
Prosedur
1. siapkan kelinci. Gunting bulu mata kelinci agar tidak mengganggu aplikator
2. sebelum pemberian obat, cek ada atau tidaknya respon reflek ocular mata (mata
berkedip) dengan menggunakan aplikator pada kornea mata secara tegak lurus pada
menit ke 0.
Catatan : menggunakan aplikator jangan terlalu keras dan ritme harus diatur
3. teteskan ke dalam kantong konjungtiva kelinci :
a. mata kanan : tetes mata prokain HCl 2% sebanyak 1-2 tetes
b. mata kiri : tetes mata lidokain HCl 2% sebanyak 1-2 tetes
4. tutup kelopak mata kelinci selama satu menit
5. cek ada atau tidaknya respon reflek ocular mata (mata berkedip) dengan menggunakan
aplikator pada kornea mata secara tegak lurus pada menit ke 8,15,20,25,30,40,50,60
6. ketentuan metode regnier :
a. pada menit ke8 :
- jika pemberian aplikator sampai 100 kali tidak ada respon reflek okuler → maka
dicatat angka 100 sebagai respon negative
- jika pemberian aplikator sebelum 100 kali terdapat respon reflek okuler → maka
dicatat angka terakhir saat memberikan respon sebagai respon negative.
b. pada menit ke 15, 20, 25, 30, 40 , 50, 60
- jika pemberian aplikator pada sentuhan pertama terdapat respon reflex okuler →
maka dicatat angka 1 sebagai respon negative dan menit-menit yang tersisa juga
diberi angka 1
c. jumla respon reflex okuler negative dimulai dari menit ke 8 hingga menit ke 60.
Jumlah ini menunjukan angka regnier dimana efek anastetika lokal dicapai pada
angka regnier minimal 13 maksimal 800
7. setelah percobaan diatas selesai, teteskan larutan fisiologi NaCl 0,9% pada mata kanan
dan kiri kelinci
8. catat dan tabelkan pengamatan
Prosedur :
1. siapkan kelinci. Gunting bulu punggung kelinci dan cukur hingga bersih kulitnya
(hindrai terjadi luka)
2. gambar empat daerah penyuntikan dengan jarak ± 3cm
3. Sebelum pemberian obat, cek ada atau tidaknya respon getaran otot punggung kelinci
dengan menggunakan peniti sebanyak enam kali sentuhan pada daerah penyuntikan pada
menit ke 0.
Catatam : jangan terlalu keras menggunakan peniti dan ritme harus diatur
4. suntikan larutan obat tersebut pada daerah penyuntikan
5. cek ada atau tidaknya respon getaran otot punggung kelinci dengan menggunakan
peniti sebanyak 6 kali sentuhan pada daerah penyuntikan pada menit ke
5,10,15,20,25,30,35,40,45,.60
6. catat dan tabelkan pengamatan.
4. Anastesi lokal metode konduksi
Hewan coba ; Mencit putih, jantan (jumlah 3 ekor), bobot tubuh 20-30 g
Obat ; - Larutan prokain HCl 0,5 mg/kgBB mencit secara IV
- Larutan lidokain HCl secara IV
- Larutan NaCl 0,9% secara IV
Alat ; Spuit injeksi 1 ml, kotak penahan mencit, pinset, spidol
Prosedur
1. siapkan mencit. Sebelum pemberian obat, cek ada atau tidaknya respon Haffner pada
menit ke 0
2. hitung dosis dan volume pemberian obat dengan tepat untuk maisng-masing mencit
3. mencit pertama disuntik dengan larutan prokain HCl secara IV
4. mencit kedua disuntik dengan larutan lidokain HCl secara IV
5. mencit ketiga disuntik dengan larutan NaCl 0,9%
6. cek ada atua tidaknya respon Haffner (ekor mencit dijepit lalu terjadi respon angkat
ekor/mencit bersuara) pada menit ke 10,15,20,25,30
7. catat dan tabelkan pengamatan
BAB IV
Pada praktikum kali ini dilakukan uji anestesi lokal, telah diketahui bahwa anestesi lokal
berfungsi menghambat konduksi saraf apabila dikenakan secara lokal pada jaringan saraf dengan
kadar yang cukup. Dalam percobaan kali ini dilakukan 4 metode yaitu anestesi lokal metode
permukaan, anestesi lokal metode regnier, anestesi lokal infiltrasi dan anestesi lokal metode
konduksi. Dalam percobaan kali ini obat yang digunakan yaitu lidokain untuk metode 1 hingga 4 dan
adrenalin untuk metode 3.
Pada percobaan anestesi lokal metode permukaan digunakan hewan coba kelinci dengan
berat badan ± 1,5 kg dengan menggunakan obat tetes mata lidokain HCl 2%. Pertama yang dilakukan
yaitu menyiapkan kelinci dan menggunting bulu mata kelinci agar tidak mengganggu aplikator. Saat
sebelum pemberian obat yaitu pada menit ke 0 didapatkan hasil positif yaitu timbul efek respon
reflek ocular mata (mata berkedip) yang pada saat awal obat diberikan belum menimbulkan efek
anestesi , dilakukan dengan menggunakan aplikator pada kornea mata secara tegak lurus. Setelah itu
dilakukan penetesan obat lidokain ke mata kanan dan kiri sebanyak 1-2 tetes dan masing-masing
kelopak mata ditutup selama 1 menit. Setelah itu diamati dan didapatkan tabel hasil pengamatan
bahwa kedua mata pada menit ke 5 menimbulkan efek positif artinya ada respon reflek ocular mata
(mata berkedip) / efek anestesi belum terjadi, kemudian pada menit ke 10 didapatkan hasil negative
artinya tidak memberikan respon reflek ocular mata (mata berkedip) artinya efek anestesi sudah
terjadi, pada menit ke 15 didapatkan hasil negative tidak memberikan respon reflek ocular mata
(mata berkedip), pada menit ke 20 didapatkan hasil negative tidak memberikan respon reflek ocular
mata (mata berkedip), pada menit ke 30 didapatkan hasil negative tidak memberikan respon reflek
ocular mata (mata berkedip), pada menit ke 45 menimbulkan respon positif yaitu reflek ocular mata
(mata berkedip), dan pada menit ke 50 menimbulkan respon positif reflek ocular mata (mata
berkedip). Setelah percobaan selesai diberikan larutan fisiologis NaCl 0,9% agar kedua mata kelinci
kembali steril, Karena NaCl ini digunakan merupakan larutan steril untuk injeksi intravena. Dan
dapat disimpulkan juga bahwa efek anestesi permukaan ini terjadi pada menit ke 10 hingga 30, dan
pada menit ke 45 hingga 50 efek anestesi sudah hilang.
Anastesi Lokal Metode Regnier Pada percobaan praktikum kali ini menggunakan hewan
percobaan kelinci dengan bahan obat lidokain HCl 2% dan larutan NaCl 0,9%. Sebelum dilakukan
pemberian larutan obat di cek ada atau tidaknya respon refleks ocular (mata berkedip) dengan
menggunakan aplikator pada kornea mata secara tegak lurus pada menit ke-0. Pada menit ke-0
hasilnya masih negatif atau tidak menunjukkan efek anastesi lokal. Kemudian hasil dari tabel
pengamatannya menunjukkan urutan 1, 100, 100, 100, 100, 50, 1, 1, dan 1 Pada menit ke-8 sampai
menit ke-25 efek nya positif yang menandakan adanya reflex ocular pada kedua mata kelinci saat
disentuh dengan aplikator pada menit ke-40 sampai menit ke-60 efek nya menunjukkan hasil negatif
lagi, hal itu dikarenakan hilangnya efek anastesi pada hewan uji. Berdasarkan literatur bahwa
percobaan anastesi lokal regnier pada mata normal apabila disentuh pada kornea akan memberikan
respon refleks ocular. Jika diteteskan anestetika lokal, respon ocular timbul setelah beberapa kali
kornea disentuh sebanding dengan kekuatan kerja anestetika dan besaran sentuhan yang diberikan.
Anesteika lokal mengurangi atau menghilangkan sensasi dengan beberapa cara. Misalnya dengan
menghindarkan sementara pembentukkan transmisi impuls melalui saraf ujungnya. Pusat mekanisme
kerja di membran sel menghambat penerusan impuls dengan jalanmenurunkan permeabilitas
membran sel untuk ion natrium.Pada percobaan anestesi lokal metode infiltrasi digunakan hewan
coba kelinci dengan berat badan ± 1,5 kg dengan menggunakan obat tetes mata lidokain + adrenalin
untuk punggung kelinci kanan, dan lidokain untuk punggung kelinci kiri. Pertama yang dilakukan
yaitu menyiapkan kelinci dan menggunting bulu punggung kelinci dan cukur hingga bersih
kulitnya namun tetap hindari agar tidak terjadi luka. Sebelum pemberian obat, cek ada atau tidaknya
respon getaran otot punggung kelinci dengan menggunakan peniti sebanyak enam kali sentuhan pada
daerah penyuntikan pada menit ke 0 dan didapatkan hasil positif yaitu terdapat respon getaran otot
punggung kelinci kanan dan kiri yang artinya obat tersebut belum memberi efek anestesi, kemudian
setelah dilakukan penyuntikan pada menit ke 15,20,25,30,35,40,45,60 pada punggung kelinci kanan
tidak terdapat respon getaran otot punggung yaitu hasilnya menunjukan negative yang artinya efek
anestesi sudah tercapai. Kemudian pada punggung kelinci kiri pada menit ke 15 dan 60 terdapat
respon positif yang artinya terdapat getaran otot punggung kelinci kelinci, dan pada menit ke
20,25,30,35,40,45 tidak terdapat getaran otot punggung kelinci kiri yaitu hasilnya negative artinya
efek anestesi sudah dicapai, namun pada menit ke-60 efek anestesi sudah hilang dan menimbulkan
getaran otot punggung kleinci. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa lidokain + adrenalin
mempunyai efek mula kerja obat lebih cepat dibandingkan lidokain dan durasi kerja obat lidokain +
adrenalin juga lebih lama dibandingkan durasi kerja obat lidokain. Hal ini sesuai dengan literature
yang menyebutkan bahwa apabila lidokain ditambah adrenalin, maka waktu yang diperlukan efek
hilang dari tempat suntikan 4 jam. Lidokain + adrenalin mempunyai afinitas tinggi pada jaringan
lemak, detoksifikasi terjadi di hati secara destilasi dan pemecahan ikatan amida. Daya penetrasainya
sangat baik, mula kerjanya lebih cepat dari prokain dan lama kerjanya 2 kali lebih lama dari prokain.
Penelitian lain menyebutkan bahwa anastesi local lidokain HCl denganadrenalin memiliki onset yang
lebih besar dibandingkan dengan anastesi local lidokain HCl karena efek vascular dari adrenalin
terutama pada arteriol dan stingter prakapiler, sehingga daerah pembedahan menjadi kering dan
anastesi bertahan cukup lama.
Pada percobaan anestesi lokal metode konduksi digunakan hewan coba mencit putih jantan
berjumlah 3 ekor dengan berat tubuh 20-30 g menggunakan larutan lidokain HCl dan NaCl 0,9%
secara Intra vena.Pertama disiapkan mencitnya terlebih dahulu. Sebelum pemberian obat cek ada atau
tidaknya respon Haffer pada menit ke 0. Respon Haffner adalah refleks mencit yang apabila ekornya
dijepit, maka terjadi respon angkat ekor mencit bersuara. Hitung dosis dan volume pemberian obat .
dihitung volume dosis lidokain yang akan diinjeksikan pada mencit pertama sebanyak 0,5 ml,
diinjeksikan melalui rute Intravena (IV) dan mencit kedua sebanyak 0,5 ml NaCl diambil kemudian
diinjeksikan secara IV kepada mencit dengan BB 25 gram, 0,5 ml merupakan volume maksimal
pemberian terhadap mencit melalui rute Intravena. Berdasarkan tabel pengamatan pada menit ke 0
terjadi respon Haffner menggunakan lidokain dan NaCl 0,9%, kemudian menggunakan obat lidokain
pada menit ke 10,15,20,25,dan 30 tidak terjadi respon Haffner artinya efek anestesi sudah bekerja.
Menggunakan obat NaCl 0,9% pada menit ke 10,15,20,25, dan 30 terjadi respon Haffner yang
artinya tidak menimbulkan efek anestesi , hal tersebut dikarenakan NaCl bukan merupakan obat
anastesi, NaCl berfungsisebagai pembanding dan control serta merupakan larutan steril untuk injeksi
intravena.
Sebagai anastesi local Lidokain menstabilkan membrane saraf dengan cara mencegah
depolarisasi pada membrane saraf melalui penghambatan masuknya ion Natrium, Obat anastesi lokal
mencegah transmisi impuls saraf (blockade konduksi) dengan menghabat perjalanan ion natrium
melalui salura ion selektif Na+ dalam membran saraf. Saluran Na sndiri merupakan reseptor spesifik
untuk molekul anastesi lokal. Kemacetan pembukaan saluran Na oleh molekul anastesi lokal sedikit
memperbesar hambatan keseluruh permeabilitas Na. Kegagalan saluran ion terhadap Na
memperhambat peningkatan kecepatan depolarisasi sehingga ambang potensial tidak dicapai dan
dengan demikian potensial aksi tidak disebarkan.
menggunakan larutan lidokain HCl dan NaCl 0,9% secara Intra vena. Pertama disiapkan mencitnya
terlebih dahulu. Sebelum pemberian obat cek ada atau tidaknya respon Haffer pada menit ke 0.
Respon Haffner adalah refleks mencit yang apabila ekornya dijepit, maka terjadi respon angkat ekor
mencit bersuara. Hitung dosis dan volume pemberian obat . dihitung volume dosis lidokain yang
akan diinjeksikan pada mencit pertama sebanyak 0,5 ml, diinjeksikan melalui rute Intravena (IV) dan
mencit kedua sebanyak 0,5 ml NaCl diambil kemudian diinjeksikan secara IV kepada mencit dengan
BB 25 gram, 0,5 ml merupakan volume maksimal pemberian terhadap mencit melalui rute Intravena.
Berdasarkan tabel pengamatan pada menit ke 0 terjadi respon Haffner menggunakan lidokain dan
NaCl 0,9%, kemudian menggunakan obat lidokain pada menit ke 10,15,20,25,dan 30 tidak terjadi
respon Haffner artinya efek anestesi sudah bekerja. Menggunakan obat NaCl 0,9% pada menit ke
10,15,20,25, dan 30 terjadi respon Haffner yang artinya tidak menimbulkan efek anestesi , hal
tersebut dikarenakan NaCl bukan merupakan obat anastesi, NaCl berfungsi sebagai pembanding dan
control serta merupakan larutan steril untuk injeksi intravena.
BAB V
KESIMPULAN
Anestetik lokal adalah obat yang pada penggunaan lokal merintangi secara reversible
penerusan impuls saraf ke SSP sehingga menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal-gatal,
serta rasa panas, dan gatal. Anestetik lokal ialah obat yang menghambat hantaran syaraf bila
dikenakan secara lokal pada jaringan syaraf dengan kadar cukup. Obat ini bekerja pada tiap bagian
susunan syaraf.
Pada praktikum kali ini dilakukan 4 percobaan yaitu anestesi lokal metode permukaan,
anestesi lokal metode regnier, anestesi lokal metode infiltrasi, anestesi lokal metode konduksi. Dapat
disimpukan dari semua metodeyang sudah dilakukan bahwa lidokain ini memiliki refek anestesi yang
cepat, namun apabila lidokain + adrenalin efeknya jauh lebih cepat dan waktunya jauh lebih lama dan
hal ini sesuai dengan literature yang menyebutkan bahwa apabila lidokain ditambah adrenalin, maka
waktu yang diperlukan efek hilang dari tempat suntikan 4 jam.
DAFTAR PUSTAKA
Disusun Oleh :
Nim : 20334004
Kelas : M
2022
BAB I
PENDAHULUAN
Obat merupakan zat yang digunakan untuk mendiagnosis, mengurangi rasa sakit,serta
mengobati ataupun mencegah penyakit pada manusia dan hewan (Ansel, 1985).
Anestetik lokal sebaiknya tidak mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf secara
permanen.Kebanyakan anetesi local memenuhi syarat ini .Batas keamanan harus lebar,sebab
anestesi lokal akan diserap dari tempat suntikan. Mula kerja harus sesisingkat mungkin,
sedangkan masa kerja harus cukup lama sehingga cukup waktu untuk melakukan tindakan
operasi, tetapi tidak demikian lama sampai memperpanjang masa pemulihan. Zat anestesi lokal
juga harus larut dalam air, stabil dalam larutan, dapat disterilkan tanpa mengalami perubahan.
Anestetika lokal merupakan obat yang pada penggunaan lokal dapat menghalangi secara
reversibel penerusan impuls saraf ke SSP dan dengan begitu bisa menghilangkan / mengurangi
rasa gatal-gatal, nyeri, rasa dingin /panas.
1. Memahami efek lokal dari berbagai obat atau senyawa kimia terhadap kulit dan membrane
mukosa berdasarkan cara kerja masingmaisng, serta dapat diaplikasikan dalam praktek dan
dampaknya sebagai dasar keamanan penanganan bahan
2. Memahami sifat dan intensitas kemampuan merusak kulit dan membrane mukosa dari
berbagai obat yang bekerja lokal
3. Menyimpulkan persyaratan farmakologi untuk obat yang dipakai secara local.
I.3 Prinsip Percobaan
Mahasiswa melakukan percobaan efek lokal obat terhadap pengaruh membran dan kulit
mukosa terhadap hewan coba
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bila dikenakan secara lokal pada jaringan saraf dengan kadar cukup, anestetik lokal dapat
menghalangi hantaran saraf. Obat ini bekerja pada tiap bagian susunan saraf contohnya, bila
anestetik lokal dikenakan pada korteks motoris, impuls yang dialirkan dari daerah tersebut
terhenti, dan transmisi impuls sensorik dihambat bila disuntikkan ke dalam kulit. Pada batang
saraf bila diberi anestetik lokal menyebabkan paralisis motorik dan sensorik di daerah yang
disarafinya. Banyak zat yang dapat mempengaruhi hantaran saraf, tetapi pada umumnya tidak
dapat dipakai karena menyebabkan kerusakan permanen pada sel saraf. Paralisis saraf karena
anestetik lokal bersifat reversible, tanpa merusak sel saraf atau serabut saraf.
Efek lokal yaitu pengaruh obat pada tubuh yang bersifat lokal misalnya hanya
mempengaruhi daerah kulit yang dioleskan obat. Sedangkan efek sistemik adalah pengaruh dari
obat yang biasanya diberikan melalui sistem fisiologis tubuh, misalnya obat penurun panas yang
idminum per oral. Efek teratogen adalah efek samping obat yang dapat menimbulkan kecacatan
tubuh.
Munculnya Efek obat pada membrane dan kulit mukosa tergantung pada jumlah obat
yang dapat diserap pada membrane dan permukaan kulit serta kelarutan obat dalam lemak karena
pada epidermis kulit merupakan sawar lemak. Pada kulit yang lukanya terkelupas maka absorpsi
jauh lebih mudah. Obat yang digunakan dapat memberikan efek menggurkan bulu korosif. Fenol
serta astringen obat tersebut, obat tersebut dapat memberikan efek local pada membrane dan
kulit mukosa.
Efek lokal obat terjadi akibat penggabungan langsung antara molekul obat dengan
reseptor, sehingga akan terobservasi timbulnya perubahan di fungsi organ tergantung pada
daerah lokasi. Oleh karena itu, timbullah suatu efek obat. Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi efek lokal obat ini diketahui jika efek terapi telah diketahui dan dicapai
Mukosa yang tervaskularisasi baik, yaitu rongga mulut dan rongga tenggorokan (rute
local, sublingual), memiliki sifat absorpsi yang tidak baik untuk senyawa yang tidak terionisasi
lipofil.
Obat yang dipakai secara lokal terdiri dari beberapa sifat dan penggunaan di antaranya:
1. Zat yang dapat menggugurkan bulu; bekerja dengan cara memecah ikatan SS pada
keratin kulit sehingga bulu mudah rusak dan gugur.
2. Zat korosif; bekerja dengan cara mengendapkan protein kulit melalui reaksi oksidasi
sehingga kulit dan membrane mukosa akan rusak.
4. Fenol dalam berbagai pelarut akan menunjukkan efek local yang berbeda pula; yang
dipengaruhi oleh perbedaan koefisien partisi dan permeabilitas kulit sehingga
mempengaruhi penetrasi fenol ke dalam jaringan.
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
Hewan coba ; Tikus putih, jantan (jumlah 1 ekor), usia 2 bulan , bobot
tubuh 200-300 g
Obat ; - Veet cream
- Larutan NaOH 20%
- Larutan Na2S 20%
- Kertas saring
Alat ; Gunting bedah, batang pengaduk, gelas arloji, stop
watch
Prosedur :
2. ambil kulitnya lalu buat tiga potongan, masing-masing berukuran 2,5 x 2,5 cm
3. letakan potongan kulit tersebut diatas gelas arloji yang telah diberi alas kertas saring
5. oleskan atau teteskan larutan obat pada bagian atas potongan kulit tikus tersebut
6. amati selama 30 menit efek menggugurkan bulu setelah pemberian obat dengan
bantuan batang pengaduk
7. catat dan tabelkan pengamatan
2. Korosif
Hewan coba ; Tikus putih, jantan (jumlah 1 ekor), usia 2 bulan , bobot
tubuh 200-300 g
Obat ; - Larutan AgCl2 5%
- Larutan fenol 5%
- Larutan NaOH 10%
- Larutan H2SO4 pekat
- Larutan HCl pekat
- Larutan AgNO3 1%
- Kertas saring
Alat ; Gunting bedah, batang pengaduk, gelas arloji, stop
watch
Prosedur :
3. letakan potongan usus tersebut diatas gelas arloji yang telah diberi alas kertas saring
4. teteskan larutan obat pada potongan usus tikus tersebut hingga terendam
6. amati selama 30 menit efek korosif atau kerusakan jaringan setelah pemberian obat
dengan bantuan batang pengaduk
7. catat dan tabelkan pengamatan.
3. Astringen
Hewan coba ;
Obat ; - Larutan tannin 1%
Alat ;
Prosedur :
Hewan coba ;
Obat ; - Larutan fenol
- Larutan etanol
Alat ;
Prosedur :
1. celupkan 4 jari tangan selama 5 menit ke dalam larutan fenol yang tersedia
2. rasakan jenis sensasi yang dialami jari tangan (rasa tebal, dingin, panas)
3. jika jari terasa nyeri sebelum 5 menit, angkat segera dan bilas dengan etanol
3. Dalam suatu praktikum farmakologi diperoleh data efek fenol pada jari
tangan seperti tabel dibawah ini.
4.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini yang berjudul efek lokal obat (Pengaruh obat terhadap membrane dan
kulit mukosa). Dilakukan 3 percobaan. Yang pertama yaitu percoaan menggugurkan bulu yaitu obat
bekerja dengan cara memecah ikatan S-S pada keratin kulit sehingga bulu mudah rusak dan gugur.
Percobaan dilakukan dengan hewan coba tikus putih jantan usia 2 bulan dengan bobot tubuh 200-300
g, dengan menggunakan obat veet cream, larutan NaOH 20%, larutan Na2S 20% dengan cara kerja
yang pertama yaitu menyiapkan tikus yang terlebih dahulu dikorbankan, ambil kulitnya lalu buat tiga
potongan dengan masing-masing ukuran 2,5 x 2,5 cm , kemudian letakan potongan kulit tersebut
diatas gelas arloji yang sudah diberi kertas saring, kemudian catat bau asli nya atau bau awal, setelah
itu oleskan atau teetskan larutan obat pada bagian atas potongan kulit tikus tersebut. Kemudian amati
efek menggugurkan bulu. Setelah dilakukan percobaan didapatkan hasil bahwa dengan
menggunakan obat Veet cream bau awal kulit tikus memiliki bau khas wangi, kemudian setelah 8
menit 25 detik sudah mulai adanya efek gugur bulu pada kulit tikus. Menggunakan larutan obat
NaOH 20% didapatkan bahwa bau awal kulit tikus tidak berbau, namun saat 30 menit sudah
memberikan efek gugur bulu pada kulit tikus. Setelah itu menggunakan larutan obat NaS 20% dan
diamati bau awal kulit tikus memiliki bau khas menyengat dan setelah 15 menit menimbulkan efek
gugur bulu pada kulit tikus. Dari hasil pengamatan tersebut dapat disimpulkan bahwa veet cream
memiliki efek pengguguran bulu pada kulit tikus tercepat, diikuti oleh NaS dan NaOH memiliki efek
menggugurkan bulu terlama. Pada literatur menyebutkan bahwa veet cream lebih cepat memberi efek
menggugurkan bulu, karena veet cream mengandung keraderm yang bekerja langsung hingga akar
rambut/bulu serta dan veet cream bekerja dengan cara memecah ikatan S-S pada keratin kulit
sehingga bulu akan rusak dan menggugur. Diikuti dengan NaOH yang mana jika terkena kulit, akan
menyebabkan iritasi bahkan luka bakar, yang terakhir adalah larutan NaS dimana larutan ini dapat
merusak jaringan kulit namun efeknya tidak setinggi pada larutan NaOH. Pada percobaan ini
hasilnya kurang sesuai, hal ini dapat terjadi karena melemahnya efek suatu zat juga kurangnya
ketelitian praktikan dalam mengamati efek local yang dihasilkan obat.
Yang kedua yaitu percobaan sifat zat korosif yaitu obat bekerja dengan cara mengendapkan
protein kulit melalui reaksi oksidasi sehingga kulit dan membrane mukosa akan rusak. Dilakukan
percobaan dengan menggunakan tikus putih jantan usia 2 bulan bobot tubuh 200-300 g dengan
menggunakan bahan obat larutan fenol 5% , larutan NaOH 10%, larutan H2SO4 pekat, larutan HCl
pekat, larutan AgNO3. Dilakukan dengan mengambil usus tikus lalu dibuat 6 potongan masing-
masing berukuran 4-5 cm, kemudian letakan potongan usus tersebut diatas gelas arloji yang telah
diberi alas kertas saring, teteskan larutan obat pada potongan usus tikus hingga terendam dan rendam
selama 30 menit dan amati. Setelah dilakukan percobaan didapatkan hasil dengan menggunakan
larutan fenol 5% yang bersifat korosif dan menimbulkan kerusakan pada jaringan yaitu usus menjadi
kaku , pucat, dan mengkerut. Kemudian dengan menggunakan larutan NaOH 10% yang bersifat
sangan korosif menyebabkan kerusakan pada jaringan usus menjadi menipis, lembek, dan
menghitam. Kemudian menggunakan larutan H2SO4 pekat yang bersifat sangat korosifmenyebabkan
efek kerusakan jaringan pada usus menghitam, menciut, danhancur. Menggunakan larutan HCl pekat
yang bersifat korosif menyebabkan kerusakan pada jaringan usus menjadi kaku, pucat, dan
mengkerut. Kemudian larutan AgNO3 yang bersifat korosif menyebabkan efek kerusakan pada
jaringan usus menjadi kaku, pucat, dan memendek. Dalam pengujian ini didapat bahwa larutan
H2SO4 pekat dan NaOH merupakan zat yang sangat korosif.
Percobaan ketiga menggunakan bahan fenol pada jari tangan, didapatkan hasil dengan
menggunakan larutan fenol 5% dalam air yaitu efek sensasi pada jari tangan terasa dingin. Dengan
menggunakan larutan fenol 5% dalam etanol yaitu menghasilkan efek sensasi pada jari tangan terasa
dingin dan tebal. Fenol merupakan agen iritan yang bersifat keratolisis dan vasokonstriktif. Artinya,
pemberian fenol dapat menyebabkan terjadinya lisis pada sel kulit dan menyempitnya pembuluh
darah. Fenol merupakan senyawa polar, pelarutan dengan air dan alcohol dapat menyebabkan iritasi
tangan bila disentuh. Pengujian fenol akan menunjukkan efek local yang berbeda; yang dipengaruhi
oleh perbedaan koefisien partisi dan permeabilitas kulit sehingga mempengaruhi penetrasi fenol ke
dalam jaringan.
Pertanyaan :
1. Bagaimana sifat dan intesitas berbagai sediaan uji dalam memberi kemampuan merusak
kulit dan membrane mukosa? Jawab : tingkat kerusakan pada kulit dan membrane
mukosa tergantung dengan kadar dan jenis larutan sediaan uji yang digunakan. Semakin
tinggi kadar suatu zat maka akan semakin mendekati tingkat korosif.
2. Bagaimana mekanisme zat penggugur bulu dan zat korosif dalam menimbulkan efek
lokal? Jawab : mekanisme zat penggugur bulu dapat terjadi karena garam natrium
hidroksida bekerja dengan cara memecah ikatan S-S pada keratin kulit, sehingga bulu
akan rusak dan mudah gugur. Mekanisme kerja zat kimia dibedakan empat macam
kemungkinan, yaitu : pertama, asam adalah donor proton, paparan pada asam kuat
menyebabkan terlepasnya ikatan hydrogen protein sehingga terjadi penurunan Ph diikuti
koagulasi (kerusakan pada luka bakar kimia akibat asam ditandai oleh nekrosis
koagulasi). Zat yang bersifat basa (alkali) menyebabkan terlepasnya ion hydrogen pada
gugus amina protein dari gugus karboksilat, sehingga terjadi nekrosis dengan pencairan
yang menyebabkan pertautan antar jaringan menjadi longgar hal mana mempermudah
zat kimia menginvasi jauh lebih dalam. Proses yang berlangsung merupakan saponifikasi
lemak yang menghasilkan energy panas sehingga memperberat kerusakan jaringan. Pada
paparan dengan zat kimia yang bersifat basa (alkali), jumlah cairan sel jaringan
berkurang sangat banyak menyebabkan kerusakan sel luas, dan zat basa (alkali)
melarutkan protein sehingga terjadi likuefaksi. (Yefta, 2017)
3. Berdasarkan hasil data pada tabel pengamatan bandingkan dengan teori yang ada,
manakah zat yang paling korosif? Jelaskan alasannya! Jawab : berdasarkan hasil
pengamatan zat yang paling korosif adalah H2SO4 pekat. Karena jika di diamkan lama
kelamaan H2SO4 dapat merusak jaringan tubuh dan lebih parahnya lagi dapat hancur.
Jika dibandingkan dengan teori larutan yang bersifat korosif seperti contoh : HCL,
H2SO4 Pekat, NaOH >2%. Karena larutan – larutan tersebut merupakan larutan
golongan asam dan basa kuat
BAB V
KESIMPULAN
Efek lokal yaitu pengaruh obat pada tubuh yang bersifat lokal misalnya hanya mempengaruhi
daerah kulit yang dioleskan obat.
Berdasarkan hasil percobaan kali ini dapat disimpulkan bahwa Veet Cream memiliki
efek jauh lebih cepat dapat menggugurkna bulu pada kulit tikus dibandingkan dengan NaOH dan
NaS. Dan zat – zat yang bersifat sangat korosif seperti NaOH dan H2SO4 dapat menyebabkan
kerusakan jaringan pada usus dan bisa mengakibatkan usus akan menjadi hancur.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2016. Farmakologi dan Terapi. Edisi VI. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta
Dr. Refdanita, Putu R.V, dkk. 2018. Petunjuk dan Paket Materi Praktikum Farmakologi. Jakarta:
Institut Sains dan Teknologi Nasional.
Ganiswarna .S,. 1995. Farmakologi dan Terapi, Edisi IV. Jakarta : Bagian Farmakologi Fakultas
Kedokteran Indonesia.
Nila, Aster., Devi, Yava., Dedy, Frianto. 2015. Farmakologi. Jilid 2. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta
Tjay, H.T.,dan Rahardja K., 2007 , Obat- Obat Penting: Khasiat, Penggunaan dan Efek- Efek
Sampingnya, edisi IV . Dit. Jen. POM, Dep. Kes. RI, Jakarta.