Anda di halaman 1dari 7

Jam/Tanggal : 11.30-14.

00/03 Maret 2021


Paralel/Kelompok : 3/2
Dosen Pembimbing : Dr. Siti Sa’diah, M.Si, Apt.

ANESTESI LOKAL
Disusun oleh:
Putri Yasmin Khairunnisa (B04180157)
Nisrina Rosyida Noor Rifai (B04180132)
Mawaddaturrahmah (B04180133)
Attin Qurrotu A Yun (B04180147)

DIVISI FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI


DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI, DAN FARMAKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2021
PENDAHULUAN
Latar Belakang

Anestesi lokal dibagi menjadi dua kelompok, yaitu ester dan amida (Ravi 2016). Syarat
ideal dari anestesi, yaitu onset yang cepat, durasi kerja yang lama dan tidak menyebabkan
reaksi hipersensitivitas (Ikhsan 2013). Obat anestesi lokal memiliki onset dan durasi yang
berbeda-beda. Onset adalah waktu dari saat obat diberikan hingga obat terasa kerjanya,
sedangkan durasi adalah lama obat menghasilkan suatu efek terapi (Fitrah et al. 2017).

Mekanisme anestesi lokal bekerja dalam memblokade kanal natrium. Ketika membran
akson syaraf yang mudah tereksitasi mempertahankan potensial transmembran istrahatnya
sekitar -90 sampai -60 mV. Pada waktu eksitasi, kanal natrium terbuka dan arus natrium yang
masuk ke dalam sel membuat depolarisasi membran dengan cepat yang mengakibatkan kanal
natrium tertutup dan kanal kalium terbuka. Aliran kalium yang keluar akan merepolarisasi
membran kearah keseimbangan kalium dan mengembalikan kanal natrium dalam keadaan
istrahat. Gangguan pada kanal tersebut dimulai dengan menghambat kanal natrium. Jika kadar
anestesi lokal tersebut ditambah, nilai ambang eksitasi akan meningkat, konduksi impuls
melambat, dan ambang amplitudo potensial mengecil sehingga kemampuan menghasilkan
potensial aksi akan hilang (Katzung et al. 2006). Obat anestesi lokal yang termasuk ester
berupa prokain, klorofokain, benzokain, kokain, dan tetrakain. Golongan amida adalah
lidokain, bupivakain, mepivakain, prilokain, dan dibukain (Rahardjo 2009). Anestesi lokal tipe
ester sangat cepat dihidrolisis dalam darah oleh butirilkolinesterase menjadi metabolit yang
tidak aktif, sehingga obat-obat tipe ester seperti prokain dan kloropokain memiliki waktu paruh
yang sangat singkat, yakni kurang dari 1 menit. Sementara itu, anestesi lokal tipe amida akan
dihidrolisis oleh isozim microsomal hati sitokrom P450 (Katzung et al. 2006).

Tujuan
Praktikum ini bertujuan melakukan injeksi pada anestesi lokal, mengetahui lama onset
dan durasi dari obat anestesi lokal, serta mengetahui onset dan durasi jika dikombinasikan
dengan sediaan vasokonstriktor.

TINJAUAN PUSTAKA
Anestesi Lokal
Anestesi lokal menyebabkan hilangnya sensasi suatu area di tubuh yang disebabkan
depresi dari eksitasi akhir saraf atau inhibisi proses konduksi impuls pada nervus perifer.
Anestesi lokal akan memberikan efek berupa hilangnya sensasi tanpa disertai kehilangan
kesadaran. Hal tersebut merupakan perbedaan dasar antara anestesi lokal dibanding dengan
anestesi umum (Irwan et al. 2015). Sifat ideal anestesi lokal adalah tidak menimbulkan iritasi
pada jaringan lunak pada saat digunakan, tidak menimbulkan perubahan pada jaringan saraf,
toksisitas sistemik yang rendah, efektif jika diinjeksikan ke jaringan lunak atau topical ke
membrane mukosa, waktu mulai kerja yang cepat, dan durasi kerjanya lama untuk
memungkingkan penyelesaian prosedur, tapi waktu pemulihan tidak terlalu lama.

Anestesi lokal harus memiliki dua kriteria utama, yaitu tidak mengiritasi jaringan lunak
dan bersifat reversible (Hasanah 2015). Secara garis besar, anestesi lokal diklasifikasikan
menjadi kelompok ester dan kelompok amida (nonester). Anestesi golongan ester tidak
digunakan lagi karena memiliki efek samping dan kecenderungan terjadinya reaksi alergi.
Berdasarkan struktur kimianya, anestetik lokal diklasifikasikan sebagai kelompok ester, seperti
cocaine, benzocaine, procaine, tetracaine, chloroprocaine dan kelompok amida (nonester),
seperti lidocaine, mepivacaine, prilocaine, etidocaine, bupivacaine, ropivacaine, articaine dan
levobupivacaine. Berdasarkan durasinya, anestetik lokal diklasifikasikan atas pendek/singkat,
seperti procaine, sedang, seperti lidocaine, dan panjang/lama, seperti bupivacaine (Irmaleny
2012).

Bupivacaine
Bupivacaine adalah anestetik lokal golongan amida yang dapat digunakan untuk
anestesi regional karena memberikan lama kerja yang panjang. Bupivacaine memiliki ikatan
protein yang tinggi dan nilai pKa sebesar 8.1 sehingga mempunyai lama kerja yang panjang,
tapi memiliki waktu awitan yang lambat (Destiara et al. 2016). Bupivacaine bekerjayaitu
menghambat permeabilitas pada membran sel dari natrium sehingga dapat memblokade
hantaran saraf di sepanjang serabut saraf.

Lidocaine
Lidokain atau lidocaine adalah anestetik lokal golongan amida derivat xylidine.
Lidocaine merupakan bahan anestesi yang mulai digunakan pada tahun 1948. Bahan ini
merupakan bahan anestesi lokal golongan amida pertama yang menggantikan kepopuleran
bahan anestesi lokal golongan ester procaine. Hal ini disebabkan onsetnya yang cepat, lebih
stabil, serta tingkat toksisitas dan alergenik yang rendah dan dibanding bahan anestesi lainnya
(Muharammy et al. 2016). Lidokain digunakan untuk anestesi topikal, infiltrasi, block, spinal,
epidural, dan kaudal. Lidokain juga digunakan secara intravena untuk mengobati aritmia
jantung selama pembedahan. Penggunaan bahan anestesi lidokain didasarkan pada bekerja
lebih cepat dan lebih stabil dari pada sebagian besar bahan anestesi lainnya (Ikhsan et al. 2013).

Procaine
Procaine merupakan sediaan anestesi yang termasuk dalam golongan ester (Ikhsan et
al. 2013). Procaine tidak lebih cepat, lebih kuat, lebih lama, dan lebih ekstensif daripada yang
ditimbulkan lidokain pada konsentrasi yang sebanding. Lidokain (xilokain) adalah anestetik
lokal kuat yang digunakan secara luas dengan pemberian topical dan suntikan. Anestetik ini
efektif bila digunakan tanpa vasokonstriksor, tetapi kecepatan absorpsi dan toksisitasnya
bertambah dan masa kerjanya lebih pendek. Lidokain merupakan obat terpilih bagi mereka
yang hipersensitif terhadap anestetik lokal golongan ester. Sementara itu, procaine dapat
diadministrasikan bersama epinephrine untuk memperpanjang waktu paruh obat, mengurangi
toksisitas, dan menjaga homeostasis (Burns et al. 2005).

Epinephrine

Epinefrin merupakan katekolamin endogen yang dapat menstimulasi saraf simpatis


melalui reseptor alfa dan beta adrenergik. Obat ini dapat meningkatkan kontraktilitas jantung,
denyut jantung, dan cardiac output. Epinefrin dalam dosis rendah memicu vasodilatasi yang
dimediasi reseptor beta-2. Namun, dalam dosis tinggi, obat ini memicu vasokonstriksi dan
kenaikan tekanan darah yang dimediasi reseptor alfa-1. Epinefrin merupakan tambahan dalam
anestesi yang bertujuan untuk menurunkan konsentrasi puncak plasma dan meningkatkan
durasi analgesik post operasi (Sari 2017). Anestesi lokal dengan vasokonstriktor biasanya
digunakan pada proses pembedahan di bawah pengaruh anestesi umum untuk mengurangi
pendarahan pada daerah operasi (Hasanah 2015). Epinefrin mengurangi kecepatan absorpsi
anestetikum lokal sehingga akan mengurangi juga toksisitas sistemiknya.

METODE PRAKTIKUM
Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah alat cukur, syringe ukuran 1 mL
sebanyak 4 buah, spidol sebagai penanda, lap untuk handle tikus, sarung tangan atau lateks.
Bahan yang digunakan antara lain yaitu tikus, sediaan anestesi lidocain, bupivacaine, procaine
HCl konsentrasi 1%, dan kombinasi sediaan anestesi procaine dan epinefrin.

Prosedur Praktikum

Tikus dengan berat sebesar 200 gram di-handle terlebih dahulu dengan lap dan sarung
tangan. Kemudian tikus dicukur pada daerah dorsal agar lebih mudah dalam penyuntikan
sediaan anestesi. Titik suntik ditentukan dan ditandai menggunakan spidol untuk
mempermudah injeksi. Prokain diinjeksikan secara subkutan dengan dosis 0.03 mg/kg BB.
Sediaan kombinasi anestesi procaine dan epinefrin dengan dosis 1 mg/kg BB diinjeksikan pada
sisi yang sama dengan titik yang berbeda. Setelah itu, lidokain diinjeksikan pada titik yang
berbeda di sisi lain tubuh dengan dosis 2 mg/kg BB dan bupivacaine diinjeksikan di titik
lainnya dengan dosis 1 mg/kg BB. Perubahan reaksi diamati setiap 5 menit sekali untuk melihat
respons sakit yang terjadi. Hal ini membantu penentuan onset dan durasi dari masing-masing
sediaan anestesi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tikus diberi anestesi lokal menggunakan prokain HCl 1% dengan dosis 0.03 mg/kg,
kombinasi prokain HCl 0.03% ditambah epinefrin, lidokain 2% dengan dosis 2 mg/kg BB, dan
bupivacaine 0.5% dengan dosis 1 mg/kg BB secara subkutan pada titik yang berbeda. Anestesi
tersebut diinjeksikan secara subkutan dan diamati perubahan yang terjadi.

Tabel 1. Anestesi lokal menggunakan sediaan prokain, prokain ditambah epinefrin, lidokain,
dan bupivacaine

No. Jenis Onset 0’ 5’ 10’ 15’ 20’ 25’ 30’ 35’ 40’ 45’ 50’ 55’ 60’
Obat (menit)

1. Prokain 20 + + + + - - - + + + + + +
0.03%
2. Prokain 25 + + + + + - - - - - - - +
0.03% +
Epinefrin

3. Lidokain 20 + + + + - - - - + + + + +
2%

4. Bupivaca 20 + + + + - - - - + + + + +
ine 0.5%

Keterangan: + : Ada respons nyeri


- : Tidak ada respons nyeri

Berdasarkan struktur kimiawinya, obat anestesi lokal digolongkan ke dalam 2


golongan, yaitu golongan ester dan amida. Golongan ester terdiri dari prokain dan benzokain,
sedangkan golongan amida terdiri dari lidokain, mepivakain, prilokain, bupivakain, etidokain,
dan artikain. Hal yang menjadi dasar dalam penggolongan ini terletak padak perbedaan tempat
metabolisme, dimana golongan ester terutama dimetabolisme oleh enzim pseudo-kolinesterase
di plasma, sedangkan golongan amida terutama melalui degradasi enzimatis di hati (Samodro
et al. 2011). Oleh karena itu golongan amida dinilai lebih baik dibandingkan golongan ester
karena lebih kuat dengan efek toksisitas kecil dan tidak menimbulkan reaksi alergi (Kamadjaja
2020).

Hasil percobaan obat prokain menunjukkan pada menit ke-20, nyeri pada daerah yang
telah diinjeksikan obat tersebut sudah tidak dirasakan lagi oleh hewan. Hal ini membuktikan
bahwa efek anestesi lokal prokain mulai bekerja pada daerah injeksi. Selanjutnya efek anestesi
lokal tetap bekerja hingga menit ke-40 efek anestesi lokal tersebut menghilang dan tikus mulai
merasakan sakit apabila ditusukkan jarum pada daerah injeksi. Durasi dari penggunaan prokain
sebagai anestesi lokal hanya bertahan selama 20 menit. Durasi kerja obat prokain pada
percobaan ini lebih singkat menurut Marwoto et al. (2010), lama kerja prokain berkisar antara
30-40 menit. Obat prokain merupakan obat yang memiliki standar baik ditinjau dari potensi
maupun toksisitasnya sehingga obat ini sering digunakan (Boulton 2012).

Durasi obat atau lama kerja berkaitan dengan afinitas terhadap protein. Obat anestesi
lokal akan berikatan dengan protein plasma sehingga akan mempengaruhi sodium channel
dinding sel saraf. Semakin tinggi afinitas terhadap protein menyebabkan semakin lama efek
hambatan impuls saraf suatu obat anestesi lokal. Selain itu, durasi kerja dapat dipengaruhi juga
oleh adanya jaringan lemak disekitar serabut saraf yang akan memperlambat pengeluaran
molekul anestesi pada membrane neuron sehingga meningkatkan lama kerja obat anestesi lokal
(Kamadjaja 2020).

Hasil percobaan kombinasi prokain dengan epinefrin menghasilkan onset dimenit ke-
25. Obat kombinasi ini terus bekerja sebagai anestesi lokal hingga menit ke-60 rasa sakit mulai
timbul kembali pada daerah injeksi. Durasi atau lama kerja kombinasi prokain dan epinefrin
betahan selama 35 menit. Hal ini membuktikan kombinasi dengan epinefrin menghasilkan
durasi lebih lama jika dibanding penggunaan tunggal prokain. Epinefrin bekerja sebagai agen
vasokonstriksi yang berguna dalam kontriksi pembuluh darah disekitar serabut saraf dan
menyebabkan absorpsi terhambat sehingga meningkatkan lama kerja anestesi lokal. Epinefrin
juga sering digunakan pada obat yang memiliki lama kerja pendek agar dapat memperlama
durasi dan efektivitas obat tersebut (Samodro et al. 2011).

Tikus diberi obat anestesi lidokain 2% dengan dosis 2 mg/kg BB melalui rute subkutan.
Pemberian lidokain dengan dosis 1-2 mg/kg BB bertujuan untuk menurunkan refleks
pernapasan (Weinberg et al. 2015). Onset anestesi mulai terjadi pada menit ke-20 dan berdurasi
selama 20 menit, yakni dari menit ke-20 sampai menit ke-40. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan Weinberg et al. (2015) bahwa lidokain memiliki onset yang cepat, tapi berdurasi
cukup singkat, yakni 10-20 menit. Onset anestesi lidokain pada tikus ditandai dengan tidak
adanya respons nyeri dari tikus yang ditusuk menggunakan jarum. Lidokain merupakan
anestesi yang memiliki onset cepat, lebih stabil, serta memiliki tingkat toksisitas dan alergenik
yang rendah dibandingkan dengan bahan anestesi lain (Muharammy et al. 2016). Lidokain
bekerja pada mengganggu konduksi saraf dengan cara menghambat influx ion sodium ke dalam
channel atau ionophores dalam membrane neuronal (Becker dan Reed 2012).

Anestesi lokal menggunakan bupivacaine 0.5% dengan dosis 1 mg/kg BB secara


subkutan memberikan onset pada menit ke-20 dengan durasi anestesi selama 20 menit.
Bupivacaine diberikan dalam konsentrasi yang lebih rendah, tapi memberikan durasi sama
dengan lidokain yang berkonsentrasi lebih tinggi. Hal tersebut disebabkan karena bupivacaine
memiliki cincin aromatis yang meningkatkan kelarutan lipid senyawa. Kelarutan lipid ini dapat
ditingkatkan dengan substitusi alifatik di lokasi yang telah ditentukan. Kelarutan lemak
bupivacaine yang lebih tinggi dari lidokain meningkatkan difusi melalui selubung saraf dan
membran saraf. Hal ini berkorelasi dengan potensi anestesi yang diberikan suatu larutan
anestesi. Oleh karena itu, bupivacaine dengan konsentrasi 0.5% cukup untuk memberikan
durasi yang sama dengan lidokain 2% karena memiliki kelarutan lipid lebih yang tinggi
(Becker dan Reed 2006).

SIMPULAN

Obat anestesi kombinasi procaine dengan epinefrin merupakan obat anestesi lokal yang
paling baik digunakan jika dibandingkan dengan penggunaan tungga procaine, lidocaine, dan
bupivacaine. Kombinasi procaine dan epinefrin memiliki onset yang cepat dan durasi obat
lama. Onset kombinasi procaine dengan epinefrin terjadi pada menit ke-25 dan berdurasi 35
menit. Sementara itu, onset dan durasi dari procaine, lidocaine, dan bupivacaine memiliki hasil
yang sama, yaitu 20 menit.

DAFTAR PUSTAKA

Becker DE, Reed KL. 2006. Essentials of local anesthetic pharmacology. Anesthesia Progress.
53(3): 98-109.
Becker DE, Reed KL. 2012. Local anesthetics: review of pharmacological considerations.
Anesthesia Progress. 59(2): 90-102.
Boulton TB. 2012. Anestesiologi. Edisi ke-10. Jakarta (ID): EGC.
Burns CA, Ferris G, Feng C, Cooper JZ, Brown MD. 2005. Decreasing the pain of local
anesthesia: a prospective, double-blind comparison of buffered, premixed 1% lidocaine
with epinephrine versus 1% lidocaine freshly mixed with epinephrine. Journal of The
American Academy of Dermatology. 54: 128-31.
Destiara AP, Yadi DF, Kadarsah RK. 2016. Perbandingan waktu awitan dan lama kerja
kombinasi bupivakain 0,5% dan lidokain 2% dengan bupivakain 0,5% pada blokade
infraklavikular untuk operasi lengan bawah. Jurnal Anestesi Perioperatif. 4(3): 183-
190.
Fitrah M, Syakri S, Harnita. 2017. Uji efektivitas infusa sarang semut (Mymecodia pendens)
terhadap efek sedasi mencit (Mus muscullus). JF FIK UINAM. 5(3): 184-192.
Hasanah AH. 2015. Pertimbangan pemilihan anestesi lokal pada pasien dengan penyakit
sistemik [skripsi]. Makassar (ID): Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Hasanuddin.
Ikhsan M, Mariati NW, Mintjelungan C. 2013. Gambaran penggunaan bahan anestesi lokal
untuk pencabutan gigi tetap oleh dokter gigi di Kota Manado. Jurnal e-Gigi. 1(2): 105-
114.
Irmaleny. 2012. Anestesia lokal dalam prosedur endodontik. Jurnal Kedokteran Gigi. 1(3): 1-
7.
Irwan, Pradian E, Bisri T. 2015. Efek penambahan deksametason 5 mg pada bupivakain 0,5%
terhadap mula dan lama kerja blokade sensorik anesthesia epidural untuk operasi
ortopedi ekstremitas bawah. Jurnal Anestesi Perioperatif. 3(2): 109-116.
Kamadjaja DB. 2020. Anestesi Lokal di Rongga Mulut: Prosedur, Problema, dan Solusinya.
Surabaya (ID): Airlangga University Press.
Katzung BG, Akporiaye ET, Aminoff MJ. 2006. Basic and clinical pharmacology. Ed ke-10.
New York (NY): McGrew-Hill.
Marwoto, Primatika DA. 2010. Anestesiologi: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif.
Semarang (ID): Fakultas Kedokteran UNDIP Press.
Muharammy F, Machmud R, Nelis S. 2016. Perbedaan daya hambat obat anestesi lokal
lidocaine 2% dan articaine 4% terhadap pertumbuhan bakteri porphyromonas gingivalis
secara in vitro. Andalas Dental Journal. 4(2): 89-90.
Rahardjo R. 2009. Kumpulan Kuliah Farmakologi. Ed ke-2. Jakarta (ID): EGC.
Ravi LA. 2016. Tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik bedah mulut terhadap
kemajuan teknik dan perangkat anestesi lokal di departemen bedah mulut FKG USU
periode 22 Februari sampai 22 Maret 2016 [skripsi]. Medan (ID): Universitas Sumatera
Utara.
Samodro R, Sutiyono D, Satoto HH. 2011. Mekanisme kerja obat anestesi lokal. Jurnal
Anestesiologi Indonesia. 3(1): 48-59.
Sari D. 2017. Komplikasi regional anestesi pada pediatric. Jurnal Komplikasi Anestesi. 5(1):
53-58.
Weinberg L, Peake B, Tan C, Nikfarjam M. 2015. Pharmacokinetics and pharmacodynamics
of lignocaine: A review. World Journal of Anesthesiology. 4(2): 17-29.

Anda mungkin juga menyukai