Oleh
Fitri Yolanda
(1310312069)
2.1 Definisi
Anestesi spinal adalah injeksi obat anestesi lokal ke dalam ruang intratekal
yang menghasilkan analgesia. Pemberian obat lokal anestesi ke dalam ruang
intratekal atau ruang subaraknoid di regio lumbal antara vertebra L2-3, L3-4, L4-5
untuk menghasilkan onset anestesi yang cepat dengan derajat keberhasilan yang
tinggi. Walaupun teknik ini sederhana, dengan adanya pengetahuan anatomi, efek
fisiologi dari anestesi spinal dan faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi
anestesi lokal diruang intratekal serta komplikasi anestesi spinal akan
mengoptimalkan keberhasilan terjadinya blok anestesi spinal.3
8
anestesi lokal selain kokain menghasilkan relaksasi otot polos, yang mana
menyebabkan beberapa perubahan pada vasodilatsi arteri. Hal ini dikombinasikan
dengan bradikardi, blok jantung, dan hipotensi dapat menyebabkan terjadinya
gagal jantung. Toksisitas kardiovaskular utamanya membutuhkan sekitar tiga kali
dari konsentrasi pada darah yang dapat menyebabkan kejang.Aritmia jantung atau
gagal sirkulasi menjadi penanda awal pada overdosis anestesi lokal.Stimulasi
kardiovaskular yang sementara (takikardi dan hipertensi) dapat timbul lebih awal
dan menunjukkan eksitasi sisitem saraf pusat.
Suntikan bupivakain yang tidak disengaja kedalam intravaskular selama
anestesi regional menghasilkan reaksi toksik kardio yang berat, termasuk
hipotensi, blok jantung atrioventrikuler, irama idioventrikuler, dan aritmia yang
mengancam nyawa sepertitakikardi ventrikular dan fibrilasi. Kehamilan,
hipoksemia, dam asidosis respiratorik merupakan faktor predisposisi. Penelitian
elektrofisiologis telah menunjukkan bahwa bupivakain dihubungkan dengan
perubahan yang bermakna pada depolarisasi dibandingkan lidokain.Isomer R (+)
pada bupivakain secara cepat memblok channel natrium dan berdisosiasi dengan
sangat lambat.Pada dosis tinggi channel kalsium dan kalium juga dapat
diblok.Resusitasi dari toksisitas kardiovaskular yang disebabkan oleh bupivakain
sering membutuhkan dosis vasopressor yang lebih tinggi seperti epinefrin,
norepinefrin dan vasopressin serta terapi yang lebih lama.Amiodaron dan
kemungkinan bretylium harus dipertimbangkan sebagai alternatif pilihan daripada
lidokain untuk menangani ventricular takiaritmia karena toksisitas anestesi
lokal.Isoproterenol dapat secara efektif membalikkan beberapa perubahan
karakter elektrofisiologis yang abnormal dari toksisitas bupivakain.
Hipotensi yang terjadi sering didefinisikan sebagai penurunan sebesar 20-
30% pada tekanan darah sistolik (dibandingkan dengan tekanan darah basal) atau
tekanan darah sistolik kurang dari 100 mmHg.Karena aliran dara uterus dan
oksigenasi janin berhubungan langsung dengan tekanan arteri ibu hamil, hipotensi
menjadi efek samping yang harus segera ditangani.Kejadian hipotensi dapat
segera ditangani dengan penganjalan uterus, penambahan volum eintravaskular
dan pada beberapa kasus penggunaan vasopressor.Penangan harus lebih agresif
bila berkenaan dengan pola nadi janin dan bila ibu menunjukkan gejala.
9
Ropivakain, anestesi lokal golongan amida yang termasuk relatif baru,
memiliki efek fisiokimiawi yang sama seperti bupivakain, kecuali bahwa
ropivakain lebih sedikit larut dalam lemak sehingga mempunyai toleransi susunan
saraf pusat yang lebih baik. Waktu mulai dan durasi aksi sama tetapi ropivakain
menyebabkan blok motorik yang lebih sedikit, yang mana menunjukkan potensi
secara keseluruhan yang lebih rendah seperti yang ditemukan pada beberapa
penelitian. Yang paling penting untuk diketahui, ropivakain memiliki angka
terapeutik lebih besar karena kurang dari 70% dapat menyebabkan aritmia jantung
yang berat daripada bupivakain.2
10
BAB III
LAPORAN KASUS
11
- Obat penyakit jantung (-)
- Obat anti nyeri (-)
Riwayat Operasi Dahulu :
- 13-01-14 : Uretrosurgery + TURP
- 12-08-15 : Uretroscopy + RA
- 13-07-16 : Uretrosistoscopy evaluasi + litotripsi batu buli + TURP
Riwayat Anestesi :
- 13-01-14 : anestesi spinal
- 12-08-15 : anestesi spinal
- 13-07-16 : anestesi spinal
Pemeriksaan Fisik
Airway : bebas
Breathing : 20 kali/menit
Circulation : akral hangat, refilling kapiler < 2 detik
TD : 120/60 Nadi : 65 kali/menit
Disability : kesadaran : CMC
GCS 15 : E4 M6 V5
Exposure : suhu afebris
Mata : konjungtiva tidak anemis
sklera tidak ikterik
Paru : inspeksi : simetris kiri dan kanan
palpasi : fremitus sama kiri dan kanan
perkusi : sonor kiri dan kanan
auskultasi : vesikuler, rh (-/-) wh (-/-)
Jantung : inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
palpasi : iktus kordis tidak teraba
perkusi : batas jantung normal
auskultasi : irama teratur, bising (-)
12
Abd : inspeksi : distensi (-)
palpasi : hepar dan lien tidak teraba
perkusi : timpani
auskultasi : bising usus (+) normal
Renal : BAK (+) : kateter (+)
Ekstremitas : luka (+), fraktur (-), deformitas (-), udem (-)
13
Pemantauan intra-operatif
Waktu TD Nadi Keterangan
Mulai masuk RL 1
10.00 130/65 60
Mulai induksi anestesi spinal
10.15 145/80 70 Mulai operasi
10.30 140/80 75 Mulai masuk RL 2
Operasi selesai, kondisi pasien
10.45 128/68 70
stabil dan dipindahkan ke RR
Broumage score (spinal anestesi) pada jam 11.00 wib : tidak mampu fleksi
lutut (2)
Medikasi post operasi
Analgetik : Tramadol 100 mg IV
14
BAB IV
DISKUSI
Pasien pada kasus ini merupakan seorang pria berusia 76 tahun yang akan
dilakukan uretroscopy kp sistostomy permanen. Pada pasien ini diberikan anestesi
regional dengan teknik spinal dengan keuntungan sebagai berikut :
1. Bahaya kemungkinan terjadinya aspirasi kecil karena pasien dalam
keadaan sadar
2. Relaksasi otot lebih baik
3. Analgetik yang cukup kuat
Obat anestesi yang digunakan adalah ropivacaine 30 mg, karena mulai
kerjanya cepat, lebih kuat, dan lebih lama dibandingkan lidokain. Pada anestesi
spinal ini biasanya sering terjadi komplikasi hipotensi. Hipotensi dapat terjadi
pada sepertiga pasien yang menjalani anestesi spinal, dimana hal tersebut terjadi
karena :
1. Penurunan venous return ke jantung dan penurunan cardiac output
2. Penurunan resistensi perifer
Anestesi spinal terutama yang tinggi dapat menyebabkan paralisis otot
pernapasan, abdominal, intercostal. Oleh karenanya, pasien dapat mengalami
kesulitan dalam bernapas. Untuk mencegah hal tersebut, perlu pemberian oksigen
yang adekuat dan pengawasan terhadap depresi pernapasan yang mungkin bisa
terjadi. Pada pasien ini diberikan oksigen 2 liter/menit. Selama tindakan operasi,
diberikan cairan ringer laktat sebanyak 2 kolf selama ±1 jam operasi sebagai
cairan maintenance.
Setelah operasi dilaksanakan, pasien diberi obat anlalgetik yakni tramadol
100 mg IV. Obat ini merupakan obat analgetik opiat yang termasuk golongan
aminosikloheksanol. Selanjutnya pasien dipindahkan ke ruang recovery lalu
dinilai bromage scorenya. Hasil bromage score pasien didapatkan 2 sehingga
pasien boleh pindah ruangan.
15
DAFTAR PUSTAKA
16