1. Golongan Ester
Bahan anastesi lokal ini dihidrolisis di dalam plasma oleh enzim
pseudocholinesterase. Kadar hidrolisis akan berdampak pada potensi
toksisitas dari anastesi obat. Reaksi alergi bisa terjadi akibat respon dari
obat anastesi golongan ester yang biasanya tidak berhubungan dengan
PABA, yang sebagian besar produk dari metabolisme anastesi lokal
golongan ester.
a. Kokain
Saat ini pemakaian klinis kokain umumnya terbatas pada
anestesi topikal untuk tindakan telinga, hidung dan tenggorokan, kokain
memiliki efek vasokonstriktor yang kuat sehingga berfungsi mengurangi
perdarahan. Pemakaiannya semakin berkurang karena digantikan oleh
bahan anestesi lain yang dikombinasikan dengan vasokonstriktor
karenaakandapat menyebabkan toksisitas secara sistemik.
b. Prokain
Prokain disintesis dan diperkenalkan tahun 1905 dengan
nama dagang novokain. Selama lebih dari 50tahun, bahan ini merupakan
obat terpilih untuk anestesi lokal, namun kegunaannya digantikan oleh
bahan anestesi lain, yaitu lidokain yang lebih kuat dan lebih aman
2
berbanding prokain. Sebagai bahan anestesi lokal, prokain pernah
digunakan untuk anestesi infiltrasi, anestesi blok saraf, anestesi spinal,
anestesi epidural dan anestesi kaudal. Namun karena potensinya rendah,
mula kerja lambat serta masa kerjanya pendek, maka penggunaannya
sekarang ini hanya terbatas untuk anestesi infiltrasi dan kadang-kadang
untuk anestesiblok saraf. Didalam tubuh, prokain akan dihidrolisis menjadi
PABA, yang dapat menghambat kerja sulfonamide.
c. Benzokain
Benzokain merupakan turunan dari prokain di mana bahan
ini tidak dapat larutsempurna dalam cairan encer , benzokain cenderung
tetap di lokasi aplikasi dan tidak mudah diserap ke dalam sirkulasi
sistemik dan memiliki efek toksisitas rendah, benzokain sangat berguna
untuk anestesi pada area permukaan besar dalam rongga mulut .Efek
samping penggunaan benzokain adalah warna kebiruan pada kuku, bibir,
kulit atau telapak tangan.
2. Golongan Amida
a. Artikain
Secara farmakologi, artikain merupakan derivat dari tiopen,
sehingga membuatnya berbeda dengan anestesi lokal golongan amida
lainnya. Derivat 8 tiopen ini dapat meningkatkan kelarutan lemak.
Karakteristik yang membedakan artikain dengan anestesi lokal golongan
amida lainnya yaitu memiliki ikatan ester tambahan. Ikatan ester
tambahan ini memungkinkan artikain dapat dihidrolisis oleh plasma
esterase sama seperti enzim pada hepar sehingga 90- 95% artikain
3
dimetabolisme dalam darah dan sisanya 5-10% dimetabolisme di hepar.
Obat-obatan yang dimetabolisme dalam darah memiliki efek yang baik
dibandingkan yang dimetabolisme dalam hepar yang dapat
meningkatkan resiko toksisitas sistemik. Struktur kimia dari artikain
terdiri dari cincin tiopen sebagai ganti dari cincin benzene yang
ditemukan pada amida. Cincin tiopen ini dianggap memberikan
kemampuan difusi molekul yang lebih baik jika dibandingkan dengan
lidokain dan anastetikum amida lainnya (Logothetis,2011).
b. Lidokain
Lidokain, derivat dari xylidine merupakan anestesi lokal
golongan amida pertama yang cocok digunakan dalam anestesi blok
dalam bidang kedokteran gigi. Oleh karena itu, lidokain menjadi
anestesi lokal yang paling banyak digunakan dan dijadikan standar
perbandingan untuk semua jenis anestesi lokal. Lidokain mempunyai
potensi menyebabkan vasodilatasi. Sehingga lidokain murni yang
digunakan pada anestesi pulpa hanya bertahan 5-10 menit saja, dan
biasanya jarang digunakan tanpa penambahan vasokonstriktor.
Konsentrasi lidokain 2% dengan epinefrin 1:100.000 akan
menghasilkan durasi kerja selama 60 menit dan apabila digunakan pada
anestesi jaringan lunak akan bertahan 3-5 jam (Logothetis,2011).
4
epinefrin 1:50.000, telah dibuktikan tidak ada penurunan rasa nyeri
yang berarti jika dibandingkan dengan konsentrasi epinefrin 1:100.000,
akan tetapi hal ini dapat menimbulkan efek samping yaitu timbulnya
reaksi pada jantung. Lidokain dimetabolisme dalam hepar melalui jalur
metabolisme yang kompleks dengan memanfaatkan enzim dalam hepar.
Oleh karena itu, dosis lidokain harus dikurangi untuk pasien dengan
disfungsi hepar dan pada pasien yang mengonsumsi obat-obatan yang
dapat menghalangi metabolisme lidokain pada enzim dalam hepar
(Logothetis,2011).
c. Mepivakain
Secara farmakologi, mepivakain memiliki derivat yang
sama dengan lidokain yaitu derivat xylidine. Mepivakain memiliki
kesamaan dengan lidokain dalam hal mula kerja, durasi kerja, potensi
dan toksisitasnya. Mepivakain tersedia dalam dua konsentrasi yaitu 3%
mepivakain murni dan 2% mepivakain dengan levonordefrin. Karena
mepivakain menimbulkan vasodilatasi yang lebih rendah daripada
lidokain, anestesi ini efektif digunakan tanpa penambahan
vasokonstriktor dan dapat dijadikan alternatif apabila terdapat
kontraindikasi penggunaan vasokonstriktor. Mepivakain murni
konsentrasi 3% dapat digunakan jika prosedur perawatan yang
diinginkan relatif singkat, dan dapat menghasilkan durasi kerja 20
menit pada anestesi pulpa dengan infiltrasi, dan 40 menit dengan
anestesi blok. Mepivakain murni juga dapat menghasilkan durasi kerja
2-3 jam pada anestesi jaringan lunak dan dapat digunakan pada saat
anestesi pulpa tidak diperlukan (Logothetis,2011).
5
Namun, levonordefrin tidak memiliki efek hemostatis seperti epinefrin.
Sama seperti lidokain, mepivakain dimetabolisme dalam hepar
sehingga pemakaiannya harus dihindari pada pasien dengan disfungsi
hepar dan pada pasien yang mengkonsumsi obat-obatan yang dapat
menghalangi metabolisme mepivakain oleh enzim dalam hepar
(Logothetis,2011).
d. Prilokain
Secara farmakologi, prilokain hampir sama dengan lidokain
dan mepivakain. Namun secara kimiawi, prilokain adalah derivat
toluidine sedangkan lidokain dan mepivakain adalah derivat xylidine.
Prilokain memiliki potensi hampir sama dengan lidokain dan
mepivakain tetapi efektifitasnya hanya dua pertiga jika dibandingkan
dengan artikain. Berdasarkan sifat toksisitas, prilokain memberikan
efek yang minimal terhadap sistem saraf pusat dan sistem
kardiovaskular. Ketika dibandingkan dengan dosis intravena dari
lidokain, toksisitas prilokain pada sistem saraf pusat lebih sedikit.
Hampir sama dengan mepivakain, prilokain juga dapat menimbulkan
vasodilatasi jika anestesi yang digunakan adalah jenis yang murni
(Logothetis,2011).
6
ni dapat digunakan untuk pasien ASA III (yang memiliki penyakit
sistemik parah) yang sensitif terhadap epinefrin. Konsentrasi epinefrin
1:200.000 memiliki setengah potensi dari konsentrasi 1:100.000,
sehingga pasien dengan penyakit kardiovaskular dapat diberikan dua
kali ampul yang berisi prilokain dengan epinefrin 1:100.000
(Logothetis,2011).
e. Bupivakain
Bupivakain adalah anestesi golongan amida yang paling
efektif dan paling toksik. Efektifitas bupivakain empat kali lebih besar
jika dibandingkan dengan lidokain, mepivakain, prilokain, dan tiga kali
lebih besar jika dibandingkan dengan artikain. Potensi toksik
bupivakain empat kali lebih besar jika dibandingkan dengan lidokain,
mepivakain, artikain, dan enam kali lebih toksik jika dibandingkan
dengan prilokain. Secara farmakologi, bupivakain hampir sama dengan
mepivakain kecuali gugus metalnya diganti dengan gugus butil.
Subtitusi ini memungkinkan terjadi peningkatan potensi sebanyak
7
empat kali lipat serta meningkatkan resiko toksisitas. Karakteristik dari
bupivakain merupakan satu-satunya anestesi yang memiliki durasi kerja
yang panjang meskipun vasodilatasinya masih dua kali dibawah dari
prokain tetapi lebih tinggi dari lidokain. Bupivakain dikombinasikan
dengan epinefrin 1:200.000 untuk meningkatkan efek vasodilatasinya.
Bupivakain mudah larut dalam lemak dan mengikat kuat dengan
reseptor protein di saluran sodium. Sehingga durasi kerja bupivakain
pada anestesi pulpa yaitu 1,5-3 jam dan 4-9 jam untuk anestesi jaringan
lunak. Ketika dosis yang diberikan berlebihan, bupivakain memberikan
efek terhadap sistem saraf pusat dan sistem kardiovaskular. Bupivakain
memerlukan waktu 2,7 jam untuk menurunkan kadarnya dalam darah
sehingga hal ini menyebabkan peningkatkan resiko terjadinya toksisitas
dalam darah(Logothetis,2011).
f. Dibukain
Derivat kuinolin merupakan anestetik lokal yang paling
kuat, paling toksik dan mempunyai masa kerja panjang. Dibandingkan
8
dengan prokain, dibukain kira-kira 15x lebih kuat dan toksik dengan
masa kerja 3x lebih panjang. Sebagai preparat suntik, dibukain sudah
tidak ditemukan lagi, kecuali untuk anestesia spinal. Umumnya tersedia
dalam bentuk krim 0,5% atau salep 1%
g. Ripovakain
Mirip dengan bupivakain dan mempunyai indikasi yang
sama dalam kegunaanya, yaitu ketika anastesi dengan durasi panjang
dibutuhkan. Seperti bupivakain, ropivakain disimpan dalam sediaan
botol kecil. Kedua obat tersebut merupakan isomer bagian kiri dari
bupivakain. Keuntungannya dibandingkan dengan bupivakain adalah
zat ini lebih rendah kardiotoksisitas. Zat ini tersedia dalam beberapa
formulasi. Konsentrasi 0,5% (dengan atau tanpa epineprin), 0,75% , dan
1% telah digunakan dalam bidang kedokteran gigi.Ketika digunakan
pada praktek medis khasiat dari ropivakain sama-sama efektif, baik
menggunakan epineprin maupun tidak. Pada dunia kedokteran gigi
penambahan epineprin meningkatkan efek anestesia dari ropivakain,
dengan konsentrasi efektif minimal 0.25%.
h. Etidokain
9
C. Dosis, Onset, dan Durasi dari Masing- masing Bahan Anestesi
10
Bahan anestesi topical tersedia dalam bentuk gel dan dalam
bentuk aerosol yang memiliki bahan aktif Lignokain Hidroklorida 10%
yang biasa disebut dengan etil klorida. Etil klorida digunakan dengan
menggunakan kapas kecil yang kemudian diletakkan pada daerah kerja dan
biarkan selama 1 menit hingga mukosa kering dan berwarna pucat. Etil
klorida dapat diaplikasikan langsung ke daerah kerja apabila digunakan
untuk melakukan insisi abses (Darma, 2015).
2. Anestesi Infiltrasi
b. Suntikan supraperiosteal
Pada beberapa daerah seperti maksila, bidang kortikal bagian
luar dari tulang alveolar biasanya tipis dan dapat terperforasi oleh
saluran vascular yang kecil. Pada daerah- daerah ini bila lartutan
anestesi didepositkan diluar periosteum, larutan akan terinfiltrasi
melalui periosteum, bidang kortikal dan tulang medularis ke serabut
saraf. Dengan cara ini, anestesi pulpa gigi dapat diperoleh melalui
penyuntikan di sepanjang apeks gigi. Suntikan supraperiostenal
11
merupakan teknik yang paling sering digunakan pada kedokteran gigi
dan sering disebut dengan suntikan infiltrasi.
c. Suntikan subperiosteal
Pada teknik ini , laruta anestesi didepositkan antara perostenum dan
idang kortikal. Suntikan ini terasa sakit. Oleh karena itu, suntikan ini
dugunakan bila tidak ada alternative lain. Teknik ini biasanya
digunakan pada palatum dan bermanfaat bila suntikan supraperiosteal
gagal untuk memberikan efek anestesi, walaupun biasanya pada
situasi ini lebih sering digunakan suntikan intraligamen.
d. Suntikan intraoseous
Pada teknik ini larutan didepositkan pada tulang medularis.
Prosedur ini sangat efektif bila dilakukan dengan bantuan bur tulang
dan jarum yang didesain khusus untuk tujuan tersebut. Setelah
suntikan supraperiosteal diberikan dengan cara biasa, dibuat insisi
kecil melalui mukoperiosteum pada daerah suntikan yang sudah
ditentukan untuk mendapat jalan masuk bagi bur dan reamer kecil.
Lubang harus terletak didekat apeks gigi pada posisi sedemikian rupa
sehingga tidak merusak akar gigi geligi.
e. Suntikan intraseptal
Suntikan ini merupakan modifikasi dari teknik intraoseous
yang kadang digunakan bila anestesi yang menyeluruh sulit
diperolehatau bila akan dipasang geligi tiruan immediate serta bila
teknik supraperiosteal tidak mungkin digunakan. Jarum 27 gauge
diinsersikan pada tulang lunak alveolar crest.
f. Suntikan intraligamen
Teknik ini umumnya menggunakan syringe konvensional
yang pendek dan lebarnya 27 gauge atau syringe yang didesain khusus
untuk tujuan tersebut seperti ligmaject, rolon, atau peripress yang
digunakan bersamaan dengan jarum 30 gauge. Suntikan ini memiliki
bebrapa manfaat diantaranya tidak terasa sakit, dapat menghindari
terjadinya baal pada lidah , pipi dan jaringan lunak lainnya,
mengurangi risiko trauma pada bibir dan lidah yang baal dan tidak
menimbulkan rasa yang kurang enak pada pasien sehingga pasien
dapat makan, minum serta berbicara dengan normal.
3. Blok Anestesi
a. Anestesi Blok Rahang Atas
Anestesi blok ini berguna untuk prosedur pengeblokan yang
luas. Nervus yang dianestesi yaitu divisi maksila dari nervus
trigeminus. Anestesi blok rahang atas dapat menganestesi pada area
periodonsium dan tulang yang menutupi gigi geligi, jaringan lunak dan
tulang dari palatum keras maupun lunak, median line, pulpa, maksila,
12
kulit, bawah mata, sisi hidung, pipi dan bibir atas. Anestesi blok rahang
atas memiliki beberapa jenis yaitu anestesi tuber, infraorbita, anestesi
nasopalatinus dan anestesi palatum anterior (Maisyarah, 2008).
E. Pembahasan Kasus
SKENARIO 1A
Seorang pasien anak perempuan berusia 6 tahun datang bersama ibunya ke
RSGM untuk memeriksakan gigi depan bawah kanan yang sudah goyah dan bisa
digerak-gerakkan dengan lidah, serta benih gigi penggantinya sudah sedikit
terlihat dibelakang gigi susu yang goyah.. Pasien terlihat sangat kooperatif dan
komunikatif. Setelah dilakukan pemeriksaan, terlihat gigi 81 yang telah goyah
derajat 3 dan gigi 41 terlihat sudah mulai erupsi sebagian pada sisi lingual gigi
81. Dokter memutuskan untuk mencabut gigi 81 tersebut.
1. Diagnosa Kasus
Berdasarkan kasus diatas diagnose yang didapatkan yaitu terjadi
luksasi derajat 3 pada gigi 81 dan gigi 41 terlihat sudah mulai erupsi
sebagian pada sisi lingual gigi 81.
2. Rencana Perawatan
Berdasarkan skenario diatas, rencana perawatan yang dapat
dilakukan pada kasus tersebut yaitu ekstraksi.
13
3. Alat dan bahan yang digunakan
a. Cotton roll
b. Bahan anestesi topikal lignokain
c. Larutan antiseptic povidon iodine 1% atau chlorhexidine 0,5%
d. kapas
4. Teknik Anestesi
Teknik Anestesi pada kasus tersebut yaitu anestesi topical.
a. Mengisi informed consent
b. Pasien duduk di dental unit dengan sangat nyaman pada posisi
setengah terlentang, punggung dan bahu tersangga dengan baik.
c. Prosedur premedikasi
Sebagian pasien sering menginginkan pemberian obat untuk
meredakan stress karena kunjungan ke dokter gigi yang dipengaruhi
oleh personality, imajinasi atau pengalaman asa lalunya. Bila
diberikan obat sedasi, pasien harus diperingatkan agar tidak
mengendarai atau mengoperasika mesin atau mengkonsumsi alcohol
selama sisa hari tersebut. Obat obat yang diberikan secara oral pada
pasien dapat dipilih dari berbagai macam obat yang tersedia di
pasaran dan yang umumnya terbagi atas non- barbiturat, hipnotik
dan penenang.
Obat non barbitural sangat cocok untuk anak- anak karena
sediaannya berbentuk eliksir.
d. Mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
e. Prosedur anestesi
Sebelum dilakukan anestesi topical, perlu dilakukan asepsis pada
derah yang akan diberi gel anestesis
f. Memeriksa anestesi
SKENARIO 1B
Seorang laki-laki berusia 40 tahun datang ke poli gigi dengan keluhan gigi
geraham kanan bawah yang berlubang besar dan pernah sakit sebelumnya.
14
Pasien menginginkan gigi tersebut untuk dicabut. Hasil pemeriksaan intraoral
terdapat kavitas pada gigi 46 yang sudah mengenai kamar pulpa. Tes sensitivitas
dengan CE (-), sonde (-), perkusi (-), palpasi (-). Dokter gigi tersebut
mengedukasi pasien untuk mempertahankan gigi tersebut dengan perawatan
saluran akar, namun pasien tersebut menolak dan tetap ingin gigi tersebut
dicabut. Kondisi umum pasien baik dan tidak memiliki riwayat penyakit sistemik.
Pemeriksaan vital sign dalam batas normal.
1. Diagnosa Kasus
Berdasarkan kasus diatas diagnose yang didapatkan yaitu
pasien menderita pulputis irreversible.
2. Rencana Perawatan
Berdasarkan kasus diatas rencana perawatan yang dapat
dilakukan pada gigi pasien yaitu tindakan perawatan saluran akar
dan ekstraksi. Namun, pasien tidak ingin giginya tetap dipertahankan
sehingga dokter gigi akan melakukan tindakan ekstraksi pada gigi
pasien.
15
oleh personality, imajinasi atau pengalaman asa lalunya. Bila
diberikan obat sedasi, pasien harus diperingatkan agar tidak
mengendarai atau mengoperasika mesin atau mengkonsumsi alcohol
selama sisa hari tersebut. Obat obat yang diberikan secara oral pada
pasien dapat dipilih dari berbagai macam obat yang tersedia di
pasaran dan yang umumnya terbagi atas non- barbiturat, hipnotik
dan penenang.
d. Mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
e. Prosedur anestesi
Sebelum dilakukan anestesi, jaringan perlu dikeringkan
terlebih dahulu kemudian dilakukan prosedur asepsis. Nervus
alveolaris superior posterior bisa dianestesi dengan metode injeksi
mandibular. Tekniknya yaitu palpasi fossa retromolar dengan jari
telunjuk sehingga kuku jadi menempel pada linea oblique. Dengan
barrel syringe terletak diantara kedua premolar pada sisi yang
berlawanan, arahkan jarum sejajar dengan dataran oklusal gigi
mandibula kearah ramus dan jari. Tusukkan jarum pada apeks
trigonum pterigomandibulateral dan teruskan garakan jarum dantara
ramus dan ligamen serta otot. Disini kurang lebih dideponirkan
sekitar 1,5 cc anestetikum di sekitar n. alveolaris inferior dengan
kedalaman insersi jarum 15 mm, tetapi tergantung pada ukuran
mandibula
Anestesi biasanya kurang menyeluruh pada aspek bukal
gigi molar karena gigi ini juga diinervasi oleh n. buccais longus.
Untuk ekstraksi mandibular perlu ditambahkan injeksi n. bucalis
longus. Masukkan jarum pada lipatan mukosa pada suatu titik tepat
didepan gigi molar pertama. Perlahan tusukkan jarum sejajar dengan
corpus mandibulae, dengan bevel mengarah kebawah, kesuatu titik
sejauh olar ketiga, anestetikum didepionir perlahan seperti pada
waktu memasukkan jarum melalui jaringan.
f. Memeriksa anestesi
16
Sebelum gigi dilakukan ekstraksi dengan bantuan anestesi local,
sonde gigi dapat dimasukkan ke crevice gingival pada permukaan
labio- bukal dan lingual akar. Pasien harus diberitahu bahwa akan
merasakan adanya tekanan dan harus diminta untuk menyatakan
apabila merasakan sakit. Adanya rasa sakit merupakan indikasi akan
perlunya injeksi lebih lanjut.
SKENARIO 1C
Seorang pasien perempuan berusia 35 tahun datang ke praktek dokter gigi
dengan keluhan ingin mencabutkan gigi geraham kiri atas yang berlubang besar.
Sebelumnya gigi tersebut pernah ditambal 2x namun selalu lepas sehingga pasien
ingin mencabutkan saja gigi geraham tersebut. Berdasarkan pemeriksaan
intraoral terdapat kavitas yang sudah menembus kamar pulpa gigi 26 dan
menyisakan sedikit mahkota klinis yang tidak dapat direstorasi, perkusi (-),
palpasi (-) dan tes vitalitas dengan CE (-).Berdasarkan anamnesa, pasien
memiliki riwayat hipertensi dan mengkonsumsi obat nifedipin 30 mg secara rutin,
sehingga tekanan darah pasien konstan 130/90 mmHg.
1. Diagnosa Kasus
Berdasarkan kasus diatas diagnose yang didapatkan yaitu pasien
menderita pulputis irreversible.
2. Rencana Perawatan
Penggunaan anestesi lokal yang mengandung vasokonstriktor pada
pasien dengan hipertensi atau gangguan kardiovaskular lainnya masih
dipertimbangkan. Salah satu fungsi utama dan keunggulan dari vasokonstriktor
pada anestesi lokal adalah kemampuannya untuk memperlambat absorbsi dari
anestesi lokal ke dalam sirkulasi darah. Belum ada kontraindikasi yang jelas
terhadap penggunaan vasokonstriktor dalam anestesi lokal. Direkomendasikan
dosis maksimal epinefrin yang dapat diberikan pada pasien dengan resiko
penyakit jantung maksimal 0.04 mg. Jumlah ini kurang lebih sama dengan dua
ampul anestesi lokal yang mengandung epinefrin dengan konsentrasi 1:100.000.
Beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa penggunaan satu hingga dua
kartrid 1,8 ml anestesi lokal yang mengandung vasokonstriktor, efektif digunakan
pada pasien dengan hipertensi atau gangguan kardiovaskular lainnya, juga
17
memiliki keuntungan dimana mampu meningkatkan waktu kerja dari anestesi
lokal. Setelah injeksi satu hingga dua kartrid anestesi lokal yang mengandung
vasokonstriktor, diperlukan aspirasi yang hati – hati, injeksi yang perlahan, dan
apabila pasien tidak menunjukkan reaksi gangguan jantung, tambahan anestesi
lokal dapat diberikan jika diperlukan.
18
Obat antihipertensi lainnya, seperti obat – obatan simpatolitik,
misalnya klonidin dan metildopa dan adrenergik periferal seperti reserfin,
berpotensi menyebabkan sensitivitas pada reseptor adrenergik, yang
mengakibatkan semakin besarnya respon sistemik terhadap anestesi lokal dengan
vasokonstriktor. Namun, obat-obatan ini tidak akan memberikan resiko yang
signifikan selama digunakan dengan dosis maksimal dua kartrid 1,8 ml.
Diingatkan pula untuk menginjeksikan anastetikum dengan vasokonstriktor secara
perlahan.
19
4. Teknik Anestesi
Teknik Anestesi pada kasus tersebut yaitu anestesi injeksi
supraperiosteal.
a. Mengisi informed consent
b. Pasien duduk di dental unit dengan sangat nyaman pada posisi
setengah terlentang, punggung dan bahu tersangga dengan baik.
c. Prosedur premedikasi
Sebagian pasien sering menginginkan pemberian obat untuk
meredakan stress karena kunjungan ke dokter gigi yang dipengaruhi
oleh personality, imajinasi atau pengalaman asa lalunya. Bila
diberikan obat sedasi, pasien harus diperingatkan agar tidak
mengendarai atau mengoperasika mesin atau mengkonsumsi alcohol
selama sisa hari tersebut. Obat obat yang diberikan secara oral pada
pasien dapat dipilih dari berbagai macam obat yang tersedia di
pasaran dan yang umumnya terbagi atas non- barbiturat, hipnotik
dan penenang.
d. Mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
e. Prosedur anestesi
Sebelum dilakukan anestesi, jaringan perlu dikeringkan
terlebih dahulu kemudian dilakukan prosedur asepsis. Nervus
alveolaris superior posterior bisa dianestesi dengan metode
supraperiosteal, dimana anestetikum dideponir kira-kira diatas apeks
akar gigi molar ketiga. Titik suntikan berada pada lipatan mukobukal
diatas gigi molar kedua atas, jarum digerakkan kearah distal dan
superior, kemudian anestetikumnya dideponir kira-kira diatas apeks
akar gigi molar ketiga. Molar ketiga, kedua, dan akar distal dan
palatal molar pertama akan teranestesi dnegan injeksi ini.
untuk ekstraksi , lakukan penyuntikan paada nervi palatine
minore sebagai tambahan. Tekniknya yaitu tentukan titik tengah
garis kayal yang ditarik antara tepi gingival molar ketiga atas di
sepanjang akar palatalnya terhadap garis tengah rahang. Injeksikan
anestetikum sedikit mesial dari titik tersebut dari sisi kontralateral.
f. Memeriksa anestesi
20
Sebelum gigi dilakukan ekstraksi dengan bantuan anestesi local,
sonde gigi dapat dimasukkan ke crevice gingival pada permukaan
labio- bukal dan lingual akar. Pasien harus diberitahu bahwa akan
merasakan adanya tekanan dan harus diminta untuk menyatakan
apabila merasakan sakit. Adanya rasa sakit merupakan indikasi akan
perlunya injeksi lebih lanjut.
21
DAFTAR PUSTAKA
Logothetis DD. Local anesthetic agents: a review of the current options for dental
hygienist. CDHA Journal. 2011; 27(2): 1-4.
Malamed SF. Handbook of local anaesthesia 6th ed. St. Louis: Mosby;
2014. Pp. 16-7, 59-64, 89-90.
Nasution, M.A., 2014, Gambaran Keberhasilan Pati Rasa Anestesia Lokal Blok
Mandibula dan Metode Fischer di Klinik Bedah Mulut RSGMP USU.
Universitas Sumatra Utara.
22