Anda di halaman 1dari 39

BAB I

ANESTESI LOKAL

Anestesi lokal adalah obat yang jika diberikan secara lokal (topikal atau

injeksi) dalam kadar yang cukup dapat menghambat hantaran impuls pada saraf yang

dikenai oleh obat tersebut. Obat-obatan anestesi lokal menghilangkan rasa/sensasi

nyeri (dan pada konsentrasi tinggi dapat mengurangi aktivitas motorik) yang terbatas

pada daerah tubuh yang dikenai tanpa menghilangkan kesadaran.

Sebagian besar obat anestesi lokal adalah suatu ester atau amida dari derivat

benzen sederhana. Secara kimia, obat-obatan anestesi lokal tersebut bekerja degan

cara memblok kanal Na+ pada membran sel saraf yang mudah dirangsang. Rumus

dasar anestesi lokal terdiri dari 3 bagian, yaitu (1) gugus amina hidrofil yang

dihubungkan oleh (2) suatu gugus antara dengan (3) gugus residu aromatik lipofil.

Gugus antara dan gugus aromatik lipofil dihubungkan dengan "ikatan amida" atau

"ikatan ester". Tipe ikatan inilah yang menentukan sifat farmakologi anestesi lokal.

Anestesi lokal golongan ester (yang memiliki ikatan ester) umumnya kurang stabil

dan mudah dimetabolisme karena pada degradasi dan inaktivasi di dalam tubuh,

gugus tersebut akan dihidrolisis. Semakin kecil dan semakin lipofilik suatu obat

anestesi lokal, semakin cepat kerjanya dan semakin kuat potensinya. Klasifikasi

obat-obatan anestesi lokal tercantum dalam Tabel 1 berikut.


Tabel 1. Penggologan secara kimia obat-obatan anestesi lokal, sediaan, potensi, dan
masa kerjanya.

Golongan obat Preparat Nama Dagang Kekuatan Masa


(Prokain = 1) Kerja
Anestetik ester Kokain 2 Sedang
Prokain Novocaine 1 Singkat
Tetrakain Pontocaine 16 Panjang
Benzokain - -
Anestetik amida Lidokain Xylocaine 4 Sedang
Bupivakain Marcaine 16 Panjang
Etidokain Duranest 16 Panjang
Mepivakain Carbocaine 2 Sedang
Prilokain Citanest 3 Sedang

1.1. Ester

Anestesi lokal tipe ester sudah sangat jarang digunakan dalam dunia

kedokteran gigi. Anestesi lokal tipe ester ini dimetabolisme secara cepat di dalam

pembuluh darah oleh butirilkolinesterase (pseudokolinesterase). Oleh karena

metabolismenya yang sangat cepat, obat-obatan golongan ini memiliki waktu paruh

yang sangat singkat, bahkan kurang dari 1 menit untuk golongan prokain. Selain itu,

anestesi lokal tipe ester ini memiliki banyak komplikasi jika dibandingkan dengan

tipe amida. Efek yang dapat terjadi pada sistem saraf pusat untuk penggunaan kokain

dapat menyebabkan sifat ketergantungan yang kuat. Kokain kini sudah menjadi salah

satu obat yang paling sering disalahgunakan. Anestesi lokal tipe ester juga sering

menimbulkan alergi, karena saat proses metabolisme dipecah menjadi turunan asam

p-aminobenzoat, yang merupakan alergen bagi beberapa orang.


1.2. Amida

Berbeda dengan anestesi lokal tipe ester, reaksi alergi pada penggunaan

anestesi lokal tipe ini sangat jarang terjadi, karena amida tidak dimetabolisir menjadi

turunan asam p-aminobenzoat. Obat anestesi tipe ini lebih banyak digunakan dalam

dunia kedokteran gigi sekarang ini.

1.2.1. Sifat Kimia

Anestetika lokal terdiri dari 3 bagian, gugus amin hidrofilik yang

dihubungkan dengan gugus aromatik hidrofobik oleh gugus antara. Gugus antara dan

gugus aromatik dihubungkan oleh ikatan amida atau ikatan ester.

Gambar 1. Struktur kimia anestetik lokal

Secara umum anestetik lokal mempunyai rumus dasar yang terdiri dari 3

bagian: gugus amin hidrofil yang berhubungan dengan gugus residu aromatik lipofil

melalui suatu gugus antara. Gugus amina selalu berupa amina tersier atau amina

sekunder. Gugus antara dan gugus aromatik dihubungkan dengan ikatan amid atau
ikatan ester. Maka secara kimia anestetik lokal digolongkan atas senyawa ester dan

senyawa amida.

Yang tergolong kedalam golongan amida (-NHCO-): Lidokain (xylocaine,

lignocaine), mepivakain (carbocaine), prilokain (citanest), bupivacain (marcaine),

etidokain (duranest), dibukain (neupercaine), ropivakain (naropin), levobupivacaine

(chirocaine). Perbedaan yang utama dari kedua klasifikasi obat anastesi antara amida

dan ester adalah metabolismenya. Metabolisme (atau biotransformasi) dari anastesi

lokal sangat penting, karena hampir semua toksisitas obat tergantung dari

keseimbangan antara kadar absorpsi ke dalam pembuluh darah di tempat injeksi and

kadar penghilangan obat dari darah dari proses pemasukan ke dalam jaringan dan

metabolisme.

1.2.2. Mekanisme Kerja

Karakteristik dari anestetik lokal tipe amida antara lain :

1) Lebih stabil dalam bentuk larutan

2) Dimetabolisme dalam hati

3) Masa kerja lebih panjang

4) Tidak bersifat alergen

Anestetik lokal mencegah pembentukan dari konduksi impuls saraf. Tempat

kerjanya terutama di membran sel, efeknya pada aksoplasma hanya sedikit saja.
Gambar 2. Mekanisme kerja anestesi lokal

Sebagaimana diketahui, potensial aksi saraf terjadi karena adanya

peningkatan sesaat permeabilitas membrane terhadap ion Na+ akibat depolarisasi

ringan pada membrane. Proses fundamental inilah yang dihambat oleh anestetik

lokal; hal ini terjadi akibat adanya interaksi langsung antara zat anestetik lokal

dengan kanal Na+ yang peka terhadap adanya perubahan voltase muatan listrik.

Dengan semakin bertambahnya efek anestesi lokal di dalam saraf, maka ambang

rangsang membran akan meningkat secara bertahap, kecepatan peningkatan

potensial aksi menurun, konduksi impuls melambat dan faktor pengaman konduksi

saraf juga berkurang. Faktor-faktor ini akan mengakibatkan penuruan menjalarnya

potensial aksi dan dengan demikian mengakibatkan kegagalan saraf.

Anestetik lokal juga menghambat permeabilitas membran bagi K+ dan Na+

dalan keadaan istirahat, sehingga hambatan hantaran tidak disertai banyak perubahan

pada potensial istirahat. Hasil penelitian membuktikan bahwa anestesi lokal

menghambat hantaran saraf tanpa menimbulkan depolarisasi saraf, bahkan


ditemukan hiperpolarisasi ringan. Pengurangan permeabilitas membran dan anesetik

lokal juga timbul pada otot rangka, baik waktu istirahat maupun waktu terjadinya

potensial aksi.

Potensial berbagai zat anestetik lokal sejajar dengan kemampuannya untuk

meninggikan tegangan permukaan selaput lipid monomolecular. Mungkin sekali

anestetik lokal meninggikan tegangan permukaan lapisan lipid yang merupakan

membran sel saraf, dengan demikian menutup pori dalam membran sehingga

menghambat gerak ion melalui membran. Hal ini menyebabkan penuruan

permeabilitas membran dalam keadaan istirahat sehingga akan membatasi

peningkatan permeabilitas Na+. Dapat dikatakan bahwa cara kerja utama obat

anestetik lokal ialah bergabung dengan reseptor spesifik yang terdapat pada kanal

Na, sehingga mengakibatkan terjadinya blokade pada kanal tersebut, dan hal ini akan

mengakibatkan hambatan gerakan ion melalui membran.

1.2.3. Metabolisme & Eksresi

Anastesi lokal diubah dalam hati dan plasma menjadi metabolit yang mudah

larut dalam air dan kemudian diekskresikan ke dalam urin. Karena anestesi lokal

yang bentuknya tak bermuatan maka mudah berdifusi melalui lipid, maka sedikit

atau tidak ada sama sekali bentuk netralnya yang diekskresikan. Pengasaman urin

akan meningkatkan ionisasi basa tersier menjadi bentuk bermuatan yang mudah larut

dalam air, sehingga mudah dieksresikan karena bentuk ini tidak mudah diserap

kembali oleh tubulus ginjal.

Tipe ester anestesi lokal dihidrolisis sangat cepat di dalam darah oleh

butirilkolinestrase (pseudokolinesterase). Oleh karena itu, obat ini khas sekali


mempunyai waktu paruh yang sangat singkat, kurang dari 1 menit untuk prokain dan

kloroprokain.

Ikatan amida dari anestesi lokal amida dihidrolisis oleh enzim mikrosomal

hati. Kecepatan metabolisme senyawa amida di dalam hati ini bervariasi bagi setiap

individu, perkiraan urutannya adalah prilokain (tercepat) editokain lidokain

mepivakain bupivakain (terlambat). Akibatnya, toksisitas dari anestesi lokal tipe

amida ini akan meningkat pada pasien dengan gangguan fungsi hati. Sebagai contoh,

waktu paruh lidokain rerata akan memanjang dari 1,8 jam pada pasien normal

menjadi lebih dari 6 jam pada pasien dengan penyakit yang berat.

1.2.4. Efek Samping

1) Reaksi alergi

Umumnya reaksi alergi terhadap anestesi lokal terjadi pada golongan ester,

karena mengandung para-aminobenzoic acid (PABA), yang biasanya digunakan

pada produk pelindung sinar matahari. Reaksi yang alergi yang terjadi yaitu

urtikaria, ruam merah, dan manifestasi lainnya pada kulit yang dapat diredakan

dengan pemberian antihistamin, atau jika terjadi respon anafilaktik dapat

diberikan epinefrin (Weinberg, et al., 2008; Yagiela, et al., 2004).

Beberapa reaksi pemberian anestesi lokal yang terjadi seperti ansietas atau

toksisitas kadang-kadang dianggap sebagai reaksi alergi. Hal ini perlu

diperhatikan terutama jika agen anestesi lokal yang digunakan adalah golongan

amida karena golongan amida tidak menyebabkan alergi. Jika diperlukan, dapat

dilakukan injeksi intrakutan untuk menguji apakah pasien memiliki reaksi alergi

terhadap agen anestesi lokal tersebut. Jika pasien memiliki alergi terhadap semua
agen anestesi lokal, sebagai penggantinya dapat digunakan Dipenhydramine (1%

dengan 1:100000 epinefrin) (Yagiela, et al., 2004).

2) Toksisitas sistemik

Toksisitas anestesi lokal dapat terjadi karena injeksi anestesi lokal yang

berlebih sehingga meningkatkan absorbsi sistemik. Efek sistemik utama dari

anestesi lokal yaitu pada sistem saraf pusat, karena anestesi lokal dapat melewati

blood-brain barrier, pada tingkat toksik dapat menyebabkan kejang. Selain itu,

konsentrasi anestesi lokal yang sangat tinggi dalam darah dapat menyebabkan

hipotensi dan depresi jantung. Pada tingkat toksik dapat menyebabkan kejang

dan aritmia jantung. Kematian karena overdosis anestesi lokal biasanya

disebabkan karena kegagalan pernafasan (Weinberg, et al., 2008; Yagiela, et al.,

2004).

Jika anestesi lokal diinjeksikan pada pembuluh darah, efek epinefrin akan

sangat berbahaya secara sistemik, oleh karena itu dianjurkan untuk menggunakan

jarum suntik dengan kemampuan mengaspirasi. Efek samping epinefrin lainnya

meliputi palpitasi, takikardi, ansietas, sakit kepala, tremor (Weinberg, et al.,

2008).

Untuk menghindari reaksi yang berbahaya terhadap injeksi anestesi lokal,

dapa dilakukan beberapa hal sebagai berikut: (1) menginjeksikan anestesi lokal

dengan dosis minimum namun efektif untuk menyediakan efek anestesi lokal, (2)

menggunakan teknik injeksi yang tepat, termasuk aspirasi, (3) menggunakan

vasokonstriktor jika tidak terdapat kontraindikasi dalam penggunaannya

(Yagiela, et al., 2004).


3) Respon lokal jaringan

Injeksi anestesi lokal intraneural dapat menyebabkan kerusakan saraf karena

konsentrasi anestesi lokal yang tinggi, tekanan hidrostatik yang kuat, dan luka

fisik secara langsung. Agen anestesi lokal konsentrasi tinggi, seperti prilocaine

atau articaine 4% dapat menyebabkan kerusakan jangka panjang atau permanen

pada saraf (Yagiela, et al., 2004).

Anestesi lokal juga dapat menyebabkan nekrosis pada jaringan otot di sekitar

lokasi injeksi yang dapat terjadi secara cepat setelah injeksi dan dapat sembuh

dalam 2 minggu. Selain itu, anestesi lokal dengan vasokonstriktor dapat

menyebabkan iritasi jaringan berupa nyeri post-anestesi pada lokasi injeksi

(Malamed, 2004; Yagiela, et al., 2004).

4) Penggunaan pada kehamilan

Umumnya anestesi lokal aman digunakan selama kehamilan dan telah

didukung oleh penelitian retrospektif pada wanita hamil trimester pertama untuk

prosedur kegawatdaruratan. Penelitian pada hewan juga menunjukkan hasil yang

sama, tetapi bupivacaine dapat menyebabkan kematian fetus pada lima kali dosis

maksimum pada manusia. Lidocaine dan prilocaine dikategorikan sebagai obat

yang beresiko terhadap kehamilan dengan kategori B, sedangkan articaine,

mepivacaine, dan bupivacaine dikategorikan C (Yagiela, et al., 2004).

1.2.5. Interaksi Obat

Pada umumnya, obat depresan sistem saraf pusat seperti opiod, obat

antiansietas, fenotiazin, dan barbiturat jika diadministrasikan bersama dengan

anestesi lokal dapat menyebabkan potensiasi obat tersebut terhadap anestesi lokal.
Penggunaan anestesi lokal bersamaan dengan obat yang memiliki pola metabolic

serupa dapat menyebabkan efek samping, seperti anestesi lokal golongan ester dan

obat relaksan otot suksinilkolin, jika digunakan bersamaan dapat menyebabkan

apnea (Malamed, 2004).

Tabel. Interaksi Obat dengan Anestesi Lokal (Malamed, 2004).

No Jenis Obat Efek yang Ditimbulkan

1 Anestesi lokal dengan sedasi Peningkatan resiko overdosis anestesi


opioid lokal

2 Vasokonstriktor dengan Menyebaban krisis hipertensif, dapat


antidepresan trisiklik menyebabkan kematian.

Contoh: Levonordefrin - Resiko lebih tinggi dengan levonorderin


Amitriptyline dan norepinefrin dibandingkan dengan
epinefrin dan fenilefrin.

3 Vasokonstriktor dengan - Peningkatan tekanan darah dan


Blocker bradikardia

Contoh: Epinefrin - Propanolol

4 Vasokonstriktor dengan Peningkatan kemungkinan disritmia


anestesi umum jantung

Contoh: Epinefrin - Halothane

1.2.6. Preparasi Obat

1) Lidocaine

Lidocaine digunakan pertama kali pada tahun 1943, dan saat ini merupakan

anestesi lokal golongan amida yang paling sering digunakan. Lidocaine lebih poten

dan lebih toksik dibandingkan dengan procaine, dan memiliki efek anestesi lokal

yang lebih baik (Weinberg, et al., 2008; Yagiela, et al., 2004).


Sediaan lidocaine meliputi sediaan untuk injeksi dan topikal. Sediaan untuk

injeksi tediri dari lidocaine 2% tanpa vasokonstriktor dan 2% dengan epinefrin

1:50000 atau epinefrin 1:100000. Sediaan topikal terdiri dari gel 2%, krim 2%, salep

4%, semprotan topikal 10%, salep dan krim 2,5% dan 5%. Dosis maksimum

lidocaine pada dewasa adalah 500 mg, sedangkan pada anak-anak adalah 7 mg/kg

berat badan. Lidocaine dikategorikan sebagai obat yang beresiko terhadap kehamilan

dengan kategori B (Weinberg, et al., 2008; Yagiela, et al., 2004).

Tabel. Sediaan Lidocaine untuk injeksi (Malamed, 2004).

Persentase Vasokonstriktor Durasi anestesi


anestesi lokal

Lidocaine HCl 2% - Pulpa: 5-10 menit


Alphacaine HCl Jaringan Lunak: 60-120
menit
Xylocaine HCl

Lidocaine HCl 2% Epinefrin 1:50000 Pulpa: 60 menit


Alphacaine HCl Jaringan Lunak: 3-5 jam
Lignospan
Octocaine HCl
Xylocaine HCl

Lidocaine HCl 2% Epinefrin 1:100000 Pulpa: 60 menit


Alphacaine HCl Jaringan Lunak: 3-5 jam
Lignospan
Octocaine HCl
Xylocaine HCl
2) Mepivacaine

Mepivacaine digunakan pertama kali pada tahun 1960. Mepivacaine memiliki

efek vasodilasi dan toksisitas yang lebih rendah. Tersedia dalam sediaan untuk

injeksi dengan konsentrasi 2% dengan levonordefrin (1:20000) dan 3% tanpa

vasokonstriktor. Mepivacaine memiliki onset kerja yang cepat dan durasi yang lebih

singkat, sehingga sebaiknya digunakan untuk prosedur dental yang memerlukan

durasi anestesi yang tidak lebih dari 30 menit. Dosis maksimum mepivacaine pada

dewasa adalah 400 mg, sedangkan untuk anak-anak adalah 6,6 mg/kg berat badan.

Mepivacaine dikategorikan sebagai obat yang beresiko terhadap kehamilan dengan

kategori C. (Weinberg, et al., 2008).

Tabel. Sediaan Mepivacaine untuk injeksi (Malamed, 2004).

Persentase Vasokonstriktor Durasi Anestesi


Anestesi Lokal

Mepivacaine HCl 3% - Pulpa: 20-40 menit


Arestocaine HCl Jaringan Lunak: 2-3
jam
Carbocaine HCl
Isocaine HCl
Polocaine HCl
Scandonest HCl

Mepivacaine HCl 2% Levonordefrin Pulpa: 60-90 menit


1:20.000
Arestocaine HCl Jaringan Lunak: 3-5
jam
Isocaine HCl
Neo-Cobefrin
Polocaine HCl
1:20.000
Carbocaine HCl

Carbocaine HCl 2% Epinefrin 1:200.000 Pulpa: 45-60 menit


Jaringan Lunak: 2-4
jam

Scandonest 2% 2% Epinefrin 1:200.000 Pulpa: 60 menit


Jaringan Lunak: 2-5
jam

3) Bupivacaine

Bupivacaine adalah anestesi lokal golongan amida yang memiliki panjang kerja

lama dan sering dihubungkan dengan masalah toksisitas. Selain sering digunakan

dokter gigi untuk blok persarafan, bupivacaine sering dipakai untuk persalinan,

anestesi epidural dan anestesi subdural.

a. Macam-macam

Menurut Malamed, bupivacaine yang beredar di pasaran adalah Marcaine

HCl dengan persentase lokal anestesi 0.5%. Bupivacaine ini mengandung

vasokonstriktor berjenis epinefrin dengan perbandingan 1:200.000.

b. Indikasi dan Kontraindikasi

Bupivacaine diindikasikan untuk anestesi lokal termasuk infiltrasi dan blok

saraf. Secara umum, bupivacaine biasa digunakan untuk luka bekas operasi yang

bertujuan mengurangi rasa nyeri setelah operasi.


Pada pasien dengan alergi terhadap obat golongan amida dan anestesi

regional IV (IVRA) jelas merupakan kontraindikasi penggunaan bupivacaine. Ini

dikarenakan potensi resiko untuk kegagalan tourniket dan adanya absorpsi sistemik

dari obat tersebut. Harap diperhatikan juga dengan pasien yang memiliki riwayat

gangguan hati, jantung, ginjal, hipovolemik, hipotensi dan juga pasien usia lanjut.

c. Onset dan Durasi

Dibandingkan dengan anestesi lokal golongan amida yang lain, bupivacaine

termasuk anestesi yang memiliki onset sedang dan durasi yang panjang. Bupivacaine

memiliki waktu paruh 3 jam.

4) Prilocaine

a. Macam-macam

Terdapat 2 macam prilocaine yang beredar, yaitu prilocaine plain dan

prilocaine yang mengandung epinefrin 1:200.000. Dengan nama citanest plain untuk

prilocaine tanpa vasokonstriktor dan citanest forte untuk prilocaine dengan

vasokonstriktor.
b. Indikasi dan Kontraindikasi

Prilocaine dalam jumlah besar dapat menyebabkan pasien mengalami

methemoglobinemia. Hal ini dikarenakan derivat ortholuidine, metabolit utama

prilocaine, dapat berakumulasi setelah dosis yang besar, menyebabkan konversi

hemoglobin. Ini dapat menyebabkan methemoglobinemia. Pasien akan terlihat

kebiru-biruan (cyanosis). Jika tingkat methemoglobin darah meningkat, tanda klinis

dan gejala harus diperhatikan. Mual, pusing, bahkan koma adalah gejala yang

mungkin akan terlihat pada pasien. Pasien yang memiliki kelainan kongenital

methemoglobinemia merupakan kontraindikasi.

c. Onset dan Durasi

Dibandingkan golongan amida lain, prilocaine memiliki onset yang cepat dan

durasi yang sedang. Prilocaine adalah jenis anestesi lokal amida yang dimetabolisme

secara primer di hepar seperti golongan amida lainnya, namun kemungkinan

metabolisme terjadi di paru-paru. Biotransformasi prilocaine lebih cepat

dibandingkan golongan amida lain. Prilocaine memiliki waktu paruh 1.6 jam.

5) Articaine

Articaine adalah anestesi golongan amida dengan derivat thiophene. Menurut

Borchard dan Drouin, dibandingkan anestesi golongan amida yang lain, articaine

memiliki potensi memblok lebih baik walaupun dengan konsentrasi yang lebih

rendah. Cincin thiophene yang tidak dimiliki anestesi golongan amida inilah yang

menyebabkan difusi anestesi articaine menjadi lebih baik. Penelitian telah

membuktikan bahwa formulasi articaine memiliki rata-rata kesuksesan yang lebih


tinggi dibandingkan lidocaine dalam anestesi infiltrasi bukal M1. Dibandingkan

prilocaine untuk infiltrasi kaninus dan M2 bawah, formulasi articaine dan prilocaine

tidak memiliki perbedaan yang signifikan.

a. Macam-macam

Articaine yang beredar di pasaran ada 2 macam, articaine dengan epinefrin

1:100.000 dan epinefrin dengan 1:200.000. Articaine diberikan dengan persentase

anestesi lokal 4%, berbeda dengan anestesi lokal lain yang mengandung anestesi

lokal sebanyak 2%.

b. Indikasi dan Kontraindikasi

Sama seperti prilocaine, articaine dengan dosis tinggi dapat menyebabkan

pasien mengalami methemoglobinemia. Oleh karena itu, pemberian prilocaine pada

methemoglobinemia kongenital adalah kontraindikasi.

Onset dan Durasi

Dibandingkan golongan amida lain, articaine memiliki keunikan yaitu cincin

ester, sehingga 90%-95% dipecah oleh plasma karboksilesterase dan 5%-10% oleh

mikrosom hati. Klinisi melaporkan, keuntungan menggunakan articaine

sebagaianestesi lokal diantaranya adalah onset yang cepat, durasi yang cukup lama
dan difusi yang superior hingga menembus tulang. Articaine memiliki waktu paruh 2

jam.
BAB II

VASOKONSTRIKTOR

Vasokonstriktor merupakan obat-obatan yang menyempitkan pembuluh

darah dan dengan demikian mengendalikan perfusi jaringan. Obat ini ditambahkan

pada larutan anestesi lokal untuk melawan aksi vasodilatasi anestesi lokal.

Vasokonstriktor merupakan tambahan larutan anestesi lokal yang penting karena

alasan sebagai berikut :

1. Dengan menyempitkan pembuluh darah, vasokonstriktor menurunkan aliran

darah (perfusi) ke daerah penyuntikan.

2. Absorpsi anestesi lokal ke sistem kardiovaskular diperlambat, menyebabkan

kadar anestesi dalam daran lebih rendah.

3. Kadar anestesi lokal dalam darah lebih rendah, dengan demikian

memperkecil resiko toksisitas anestesi lokal.

4. Peningkatan jumlah anestesi lokal yang menetap di sekitar saraf selama

beberapa waktu, sehingga meningkatkan durasi aksi sebagian besar anestesi

lokal.

5. Vasokonstriktor mengurangi perdarahan di daerah penyuntikan, oleh karena

itu vasokonstriktor berguna saat peningkatan perdarahan diantisipasi ( selama

prosedur pembedahan ).

Vasokonstriktor yang umumnya digunakan bersamaan dengan anestesi lokal

secara kimia menyerupai mediator sistem saraf simpatetik epinefrin dan


norepinefrin. Aksi vasokonstriktor menyerupai respon saraf adrenergik terhadap

rangsangan sehingga diklasifikasikan menjadi obat simpatomimetik atau adrenergik.

Obat-obat ini memiliki banyak aksi klinis selain vasokonstriksi.

2.1. Struktur Kimia

Klasifikasi obat simpatomimetik dengan struktur kimianya berhubungan dengan ada

atau tidaknya nukleus catechol. Cathecol adalah orthodihydroxybenzene. Obat

simpatomimetik yang memiliki pengganti hidroksil ( OH ) di posisi ketiga dan

keempat pada cincin aromatik disebut dengan cathecol.

Bila mengandung kelompok amine ( NH2 ) yang melekat pada rantai

aliphatik, kemudian disebut catecholamin. Epinefrin, norepinefrin dan dopamine

menyebabkan timbulnya catecholamin di sistem saraf simpatetik. Isoproterenol dan

levonordefrin adalah catecholamin sintetik. Vasokonstriktor yang tidak memiliki

kelompok OH pada posisi ketiga dan keempat molekul aromatik bukanlah catechol

tetapi amine karena memiliki kelompok NH2 yang melekat pada rantai aliphatik.

Catecholamin Noncatecholamin
Epinefrin Amphetamin
Norepinefrin Metamphetamin
Levonordefrin Ephedrin
Isoproterenol Mephentermin
Dopamin Hydroxyamphetamin
Metaraminol
Methoxamin
Phenylephrine
2.2. Cara Kerja

Terdapat 3 kategori amine simpatomimetik : 1) obat yang beraksi langsung, dimana

aksinya langsung pada reseptor adrenergik; 2) obat yang beraksi tidak langsung,

dimana melepaskan norepinefrin dari saraf adrenergik; 3) dan obat yang beraksi

campuran, dengan aksi langsung dan tidak langsung.

2.2.1. Reseptor adrenergik

Reseptor adrenergik ditemukan di sebagian besar jaringan tubuh. Konsep reseptor

adrenergik dikemukakan oleh Ahlquist tahun 1948 dan diterima dengan baik hingga

sekarang. Ahlquist menyatakan 2 jenis reseptor adrenergik, yang disebut dengan

alpha ( ) dan beta ( ) menurut pencegahan aksi catecholamin pada otot halus.

Aktivasi reseptor oleh obat simpatomimetik biasanya menyebabkan respon

kontraksi otot halus pada pembuluh darah ( vasokonstriksi ). Berdasarkan perbedaan

fungsi dan lokasi, reseptor telah disubkategorikan. Reseptor 1 adalah excitatory-

postsynaptik, sedangkan reseptor 2 adalah inhibitory-postsynaptik.

Aktivasi reseptor menyebabkan relaksasi otot halus ( vasodilatasi dan

bronkodilatasi ) dan rangsangan pada jantung ( peningkatan detak jantung dan

kekuatan kontraksi ).

Reseptor beta selanjutnya dibagi menjadi 1 dan 2; 1 ditemukan di jantung

dan usus halus dan berperan merangsang jantung dan lipolisis. Sedangkan 2

ditemukan di bronkus, dasar pembuluh darah dan uterus, menyebabkan

bronkodilatasi dan vasodilatasi.


2.2.2. Pelepasan catecholamin

Obat simpatomimetik lainnya, seperti tyramine dan amphetamine, bertindak secara

tidak langsung dengan menyebabkan pelepasan catecholamine norepinefrin dari

tempat penyimpanan pada saraf adrenergik. Obat ini juga dapat beraksi langsung

pada reseptor dan .

Aksi klinis kelompok obat ini hampir sama dengan aksi norepinefrin. Dosis

obat yang berturut-turut diulang akan menjadi kurang efektif daripada yang

diberikan sebelumnya karena pengurangan norepinefrin dari tempat tersebut.

Fenomena ini dinamakan tachyphylaksis dan tidak terlihat pada obat yang bekerja

langsung pada reseptor adrenergik

2.3. Pengenceran Vasokonstriktor

Pengenceran vasokonstriktor umumnya dinyatakan sebagai perbandingan (1:1000).

Karena dosis maksimum vasokonstriktor dinyatakan dalam miligram, atau yang

sekarang disebut mikrogram ( g ), maka interpretasi berikut memungkinkan

pembaca untuk mengubah istilah tersebut :

Konsentrasi 1:1000 berarti terdapat 1gram ( 1000mg ) obat yang terkandung

dalam 1000ml larutan.

Dengan demikian pengenceran 1:1000 mengandung 1000mg dalam 1000ml

atau 1.0 mg/ml larutan ( 1000g/ml ).


Vasokonstriktor yang digunakan dalam larutan anestesi lokal dental,

konsentrasinya kurang dari 1:1000 seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Untuk

menghasilkan yang lebih encer dan secara klinis lebih aman, pengenceran 1:1000

harus diencerkan lagi. Prosesnya sebagai berikut :

Untuk menghasilkan konsentrasi 1:10.000, 1 ml dari larutan 1:1000

ditambahkan dengan 9ml pelarut ( air steril ); dengan demikian 1:10.000=0.1

mg/ml.

Untuk menghasilkan konsentrasi 1:100.000, 1 ml dari konsentrasi 1:10.000

ditambahkan dengan 9ml pelarut; dengan demikian 1:100.000=0.01 mg/ml.

Asal usul pengenceran vasokonstriktor pada anestesi lokal dimulai dengan

penemuan adrenalin pada tahun 1897 oleh Abel. Pada tahun 1903 Braun

menyarankan menggunakan adrenalin sebagai turniket kimia untuk

memperpanjang durasi anestesi lokal. Braun menyarankan penggunaan 1:10.000

epinefrin, dengan kokain saat digunakan pada pembedahan nasal. Konsentrasi

epinefrin 1:200.000 memberikan hasil yang dapat dibandingkan, dengan efek

samping yang lebih sedikit. Pengenceran 1:200.000 yang mengandung 5 g/ml (

0.005 mg/ml ) telah digunakan dalam pengobatan dan dentistry serta ditemukan

dalam articaine, prilokain, lidokain, etidokain dan bupivakain. Di beberapa negara

Eropa dan Asia, lidokain dengan epinefrin 1:300.000 dan 1:400.000 tersedia dalam

cartridge dental.

Meskipun sebagian besar menggunakan vasokonstriktor dalam anestesi lokal,

epinefrin bukanlah obat yang ideal. Keuntungan menambahkan epinefrin ( atau


vasokonstriktor apapun ) ke larutan anestesi lokal harus dipertimbangkan terhadap

adanya resiko yang mungkin timbul. Epinefrin diabsorpsi dari daerah injeksi, sama

halnya dengan anestesi lokal. Kadar epinefrin dalam darah mempengaruhi jantung

dan pembuluh darah. Kadar epinefrin dalam plasma ( 39 pg/ml ) menjadi 2 kali lipat

setelah pemakaian 1 cartridge lidokain dengan 1:100.000 epinefrin. Peningkatan

kadar epinefrin dalam plasma berbanding lurus dengan dosis dan menetap selama

beberapa menit sampai setengah jam. Berkebalikan dengan penggunaan intraoral

epinefrin dengan volume yang umum tidak menyebabkan respon kardiovaskular dan

pasien lebih beresiko melepaskan epinefrin secara endogen daripada epinefrin

eksogen yang diberikan, bukti menyatakan bahwa kadar epinefrin dalam plasma

sama dengan yang didapat selama latihan berat dapat terjadi setelah injeksi intraoral.

Ini berkaitan dengan peningkatan cardiac output dan volume stroke. Tekanan darah

dan detak jantung dipengaruhi secara minimal pada dosis tersebut.

Pada pasien dengan penyakit kardiovaskluar atau tiroid, efek samping

epinefrin yang diserap harus dipertimbangkan terhadap kadar anestesi lokal yang

meningkat dalam darah. Efek kardiovaskular pada dosis epinefrin konvensional

jarang diperhatikan, bahkan pada pasien dengan penyakit jantung. Walaupun

tindakan pencegahan telah dilakukan ( seperti aspirasi, injeksi perlahan ), epinefrin

dapat diabsorpsi sehingga menyebabkan reaksi simpatomimetik seperti rasa cemas,

takikardi, berkeringat, dan palpitasi: semuanya disebut dengan reaksi epinefrin.

Penggunaan vasokonstriktor intravaskular dan pada individu yang sensitif,

atau adanya interaksi obat-obatan yang tidak dapat diantisipasi dapat menyebabkan

manifestasi klinis yang signifikan. Penggunaan 0.015mg epinefrin intravena dengan


lidokain menyebabkan peningkatan denyut jantung yang berkisar dari 25-70 kali per

menit, dengan peningkatan darah sistolik dari 20-70 mmHg. Terkadang gangguan

ritme jantung juga dapat terjadi serta kontraksi ventrikular prematur ( PVCs ) adalah

yang paling sering ditemukan.

Vasokonstriktor lain yang digunakan adalah norepinefrin, fenylefrin,

levonordefrin, dan oktapressin. Norepinefrin, kurang signifikan terhadap aksi 2,

menyebabkan vasokonstriksi periferal yang hebat dengan peningkatan tekanan darah

dan efek sampingnya 9 kali lebih tinggi daripada epinefrin. Meskipun telah tersedia

di banyak negara dalam larutan anestesi lokal, penggunaan norepinefrin sebagai

vasopresor dalam dentistry dikurangi dan tidak dianjurkan. Penggunaan campuran

epinefrin dan norepinefrin sama sekali dihindari. Fenylefrin, lawan -adrenergik,

secara teoritis memiliki keuntungan lebih dari vasokonstriktor lainnya. Pada

percobaan klinis, kadar lidokain dalam darah lebih tinggi dengan 1:20.000 fenylefrin

( kadar lidokain dalam darah=2.4 g/ml ) daripada dengan 1:200.000 epinefrin ( 1.4

g/ml ). Efek kardiovaskular dari levonordefrin hampir mirip dengan norepinefrin.

Oktapressin sama efektifnya dengan epinefrin dalam mengurangi aliran darah

kutaneus.

Epinefrin adalah vasokonstriktor yang paling efektif dan banyak digunakan

dalam kedokteran gigi.


2.3. Macam-Macam Vasokonstriktor

2.3.1. Epinefrin (Adrenalin)

2.3.1.1.Struktur kimia

Epinefrin merupakan asam garam yang larut dalam air. Sedikit larutan asam

bersifat stabil bila dilindungi dari udara. Keburukannya ( melalui oksidasi )

dipercepat dengan panas dan adanya ion logam berat. Sodium bisulfit biasanya

ditambahkan dalam larutan epinefrin untuk menunda proses keburukannya. Jangka

waktu cartridge anestesi lokal yang mengandung vasokonstriktor agak lebih pendek

(18 bulan) daripada cartridge yang tidak mengandung vasokonstriktor (36 bulan).

2.3.1.2.Sumber

Epinefrin tersedia dalam bentuk sintetis dan juga diperoleh dari adrenal medulla

hewan ( sekitar 80% sekresi adrenal medulla adalah epinefrin ).

2.3.1.3.Cara aksi

Epinefrin bekerja secara langsung pada reseptor dan -adrenergik; pengaruh

pada lebih menonjol.

a) Aksi sistemik

Epinefrin merangsang reseptor 1 pada miokardium. Terdapat efek positif

inotropik ( kekuatan kontraksi ) dan positif kronotropik ( tingkat kontraksi ).

Cardiac output dan detak jantung meningkat.

b) Sel-sel pacemaker

Epinefrin merangsang reseptor 1 dan meningkatkan iritabilitas sel

pacemaker, sehingga menyebabkan peningkatan disrytmia. Takikardi ventrikular

dan kontraksi ventrikular yang prematur sering terjadi.


c) Arteri koroner

Epinefrin menyebabkan dilatasi arteri koroner sehingga meningkatkan aliran

darah arteri koroner.

d) Tekanan darah

Tekanan darah sistolik meningkat. Tekanan diastolik menurun bila dosis

kecil diberikan karena sensitifitas epinefrin terhadap reseptor 2 lebih besar

daripada reseptor di pembuluh darah yang diberikan di otot skeletal. Tekanan

diastolik meningkat dengan dosis epinefrin yang lebih besar karena penyempitan

pembuluh darah disebabkan oleh rangsangan reseptor .

e) Dinamika kardiovaskular

Seluruh aksi epinefrin pada jantung dan sistem kardiovaskular yaitu :

1. Peningkatan tekanan sistolik dan diastolik.

2. Peningkatan cardia output.

3. Peningkatan volume stroke.

4. Peningkatan detak jantung.

5. Peningkatan kekuatan kontraksi.

6. Peningkatan konsumsi oksigen miokardial.

Aksi tersebut di atas menyebabkan penurunan efisiensi cardiac. Respon

kardiovaskular peningkatan tekanan darah sistolik dan peningkatan detak jantung

timbul karena penggunaan 1 atau 2 cartridge 1:100.000 epinefrin. Penggunaan 4

cartridge 1:100.000 epinefrin akan sedikit menurunkan tekanan darah diastolik.


f) Vaskulatur

Aksi utama epinefrin adalah pada arteriol yang lebih kecil dan sfingter

prekapiler. Pembuluh darah pada kulit, membran mukosa dan ginjal mengandung

reseptor . Epinefrin menyebabkan konstriksi pada pembuluh darah tersebut.

Pembuluh darah pada otot skeletal mengandung reseptor dan 2, dengan 2

lebih menonjol. Dosis kecil epinefrin menyebabkan dilatasi pembuluh darah ini

sebagai hasil dari aksi 2. Reseptor 2 lebih sensitif terhadap epinefrin daripada

reseptor . Dosis yang lebih besar menyebabkan vasokonstriksi karena reseptor

dirangsang.

g) Hemostasis

Secara klinis, epinefrin digunakan sebagai vasokonstriktor untuk hemostasis

selama prosedur pembedahan. Injeksi epinefrin secara langsung pada daerah

pembedahan menyebabkan meningkatnya konsentrasi pada jaringan, merangsang

reseptor dan hemostasis. Karena kadar epinefrin dalam jaringan menurun

setelah beberapa waktu, aksi utamanya pada pembuluh darah kembali pada

vasodilatasi karena aksi 2 lebih menonjol; dengan demikian dapat terjadi

perdarahan sekitar 6 jam setelah prosedur pembedahan. Pada pencabutan gigi

molar 3, perdarahan setelah pembedahan terjadi pada 13 dari 16 pasien yang

menerima epinefrin dalam anestesi lokalnya untuk hemostasis, sedangkan 0 dari

16 pasien yang menerima anestesi lokal tanpa vasokonstriktor ( mepivakain

plain) mengalami perdarahan 6 jam setelah pembedahan. Adanya peningkatan

rasa sakit setelah pembedahan dan penyembuhan luka yang tertunda pada

kelompok yang menerima epinefrin juga ditemukan.


h) Sistem respirasi

Epinefrin mempunyai efek dilator ( efek 2 ) terhadap otot halus bronchiol.

Epinefrin merupakan obat pilihan untuk penanganan asma akut ( bronkospasm ).

i) Sistem saraf pusat.

Pada dosis umum terapeutik, epinefrin bukanlah perangsang CNS. Aksinya

terhadap CNS menjadi menonjol bila digunakan dosis yang besar.

j) Metabolisme

Epinefrin meningkatkan konsumsi oksigen pada seluruh jaringan. Melalui

aksi , epinefrin merangsang glikogenolisis di liver dan otot skeletal sehingga

menyebabkan peningkatan kadar gula darah di plasma dengan konsentrasi

epinefrin 150-200pg/ml. Empat cartridge anestesi lokal epinefrin 1:100.000 harus

diberikan untuk menghilangkan respon tersebut.

k) Penghentian aksi dan eliminasi

Aksi epinefrin dihentikan dengan pembuangannya oleh saraf adrenergik.

Epinefrin yang lolos dari pembuangan secara cepat diinaktifkan dalam darah oleh

enzym catechol-O-metiltransferase ( COMT ) dan monoamine oksidase ( MAO),

yang keduanya terdapat di liver. Hanya sedikit ( sekitar 1% ) epinefrin yang tidak

berubah dan diekskresikan dalam urine.

l) Efek samping dan overdosis

Manifestasi klinis overdosis epinefrin berhubungan dengan rangsangan CNS

dan meliputi meningkatnya rasa takut dan cemas, tegang, gelisah, sakit kepala

berdenyut, tremor, lemas, pusing, pucat, susah bernafas dan berdebar-debar.

Dengan meningkatnya kadar epinefrin dalam darah, cardiac disrytmia ( terutama

ventrikular ) menjadi lebih sering terjadi; fibrilasi ventrikular jarang ditemukan


tetapi dapat terjadi. Peningkatan tekanan sistolik ( >300mmHg ) dan diastolik

(>200mmHg ) dapat terjadi, dan dapat menyebabkan perdarahan serebral. Karena

inaktifasi epinefrin yang cepat, fase perangsang reaksi overdosis ( toksik )

biasanya singkat.

m) Aplikasi klinis

1. Penanganan reaksi alergi akut

2. Penanganan bronkospasm

3. Penanganan henti jantung

4. Sebagai vasokonstriktor, untuk hemostasis

5. Sebagai vasokonstriktor dalam anestesi lokal, untuk mengurangi absorpsi ke

sistem kardiovaskular

6. Sebagai vasokonstriktor dalam anestesi lokal, untuk meningkatkan

kedalaman anesthesia

7. Sebagai vasokonstriktor dalam anestesi lokal, untuk menambah durasi

anesthesia

8. Untuk menimbulkan mydriasis

n) Dosis maksimum

Harus digunakan larutan dengan konsentrasi yang paling sedikit sehingga

dapat mengontrol rasa sakit dengan efektif. Lidokain tersedia dalam 2

pengenceran epinefrin 1:50.000 dan 1:100.000 di United States dan Kanada,

sedangkan di negara lainnya 1:80.000, 1:200.000 dan 1:300.000. Durasi masa

baal pulpa dan jaringan lunak adalah sama pada semua konsentrasi. Dianjurkan (
di Amerika Utara ) bahwa konsentrasi epinefrin 1:100.000 digunakan bersama

dengan lidokain bila kontrol rasa sakit perlu diperpanjang.

American Heart Association ( 1964 ) menyatakan bahwa konsentrasi

vasokonstriktor yang terkandung dalam anestesi lokal tidak dikontraindikasikan

pada pasien dengan penyakit kardiovaskular selama aspirasi dilakukan,

diinjeksikan dengan perlahan dan menggunakan dosis efektif paling kecil. Pada

tahun 1954 New York Heart Association menganjurkan dosis maksimal epinefrin

dibatasi 0,2mg per kunjungan. Beberapa tahun selanjutnya, American Heart

Association menganjurkan pembatasan epinefrin dalam anestesi lokal bila

digunakan pada pasien dengan penyakit jantung iskemik.

Baru-baru ini, Agency for healthcare Research and Quality ( AHRQ )

meninjau literatur mengenai efek epinefrin pada pasien dengan tekanan darah

tinggi. Laporan tersebut meninjau 6 penelitian yang mengevaluasi efek

perawatan dental (pencabutan gigi) pada pasien hipertensi saat mereka menerima

anestesi lokal dengan dan tanpa epinefrin. Hasilnya menyatakan bahwa subjek

hipertensi yang menjalani pencabutan mengalami sedikit peningkatan tekanan

darah sistolik dan detak jantung berkaitan dengan penggunaan anestesi lokal

yang mengandung epinefrin.

Pada pasien yang dicurigai memiliki penyakit kardiovaskular sebaiknya

berhati-hati membatasi atau menghindari pemakaian vasokonstriktor.

Bagaimanapun juga, resiko pemakaian epinefrin harus dipertimbangkan dengan

keuntungannya dalam larutan anestesi lokal.


o) Hemostasis

Larutan anestesi lokal yang mengandung epinefrin digunakan, melalui

infiltrasi ke daerah pembedahan, untuk mencegah atau meminimalkan

perdarahan selama pembedahan dan prosedur lainnya. Pengenceran epinefrin

1:50.000 lebih efektif daripada konsentrasi 1:100.000 atau 1:200.000.

Pengenceran epinefrin 1:50.000 dan 1:100.000 lebih efektif dalam membatasi

kehilangan darah pada pembedahan daripada anestesi lokal tanpa

vasokonstriktor.

Pengalaman klinis menunjukkan bahwa hemostasis efektif dapat diperoleh

dengan konsentrasi 1:100.000 epinefrin. Meskipun volume kecil 1:50.000

epinefrin yang diperlukan untuk hemostasis tidak meningkatkan resiko pasien,

pertimbangan selalu menggunakan 1:100.000, terutama pada pasien yang lebih

sensitif terhadap catecholamin.

2.3.2. Norepinefrin (Noradrenalin)

2.3.2.1.Struktur Kimia

Norepinefrin relatif stabil pada larutan asama, struktr kimia rusak jika terpapar

cahaya dan udara. Masa berlakunya catridge mengandung epinefrin bitartrat ada 18

bulan. Aseton sodium bisulfit ditambahkan untuk mencegah perusakan.

2.3.2.2.Sumber

Bentuk sintesis maupun alami, 20% diproduksi di adrenal medula merupakan

bentuk katekolamin. Pada pasien pheochromocytoma jumlahnya dapat mencapai

80%. Norepinefrin disintesis dan disimpan pada terminal saraf adrenergik

postganglionik.
2.3.2.3.Cara kerja

Paling banyak bekerja pada reseptor (90%) dan di jantung (10%). Potensi

norepinefrin sekitar seperempat potensi epinefrin.

a) Miokardium

Menguatkan kontraksi jantung melalui stimulasi 1.

b) Sel Pacemaker

Menstimulasi sel pacemaker dan meningkatkan kepekaannya sehingga

menyebabkan disritmia jantung (1).

c) Arteri koroner

Peningkatan aliran darah arteri koroner melauli efek vasodilatasi.

d) Denyut jantung

Penurunan denyut jantung karena adanya refleks baroreseptor karotis dan

aorta dan nervus vagus setelah kenaikan tekanan sistolik dan diastolik.

e) Tekanan Darah

Tekanan diastolik dan tekanan sistolik meningkat, sistolik lebih lebih tajam

mengakibatkan vasokonstriksi perifer dan peningkatan tahanan vaskuler

perifer.

f) Pembuluh darah

Tingkat dan durasi iskemia setelah infiltrasi norepinefrin pada palatum dapat

mengakibatkan nekrosis jaringan lunak.

Dinamika kardiovaskuler:

1. Peningkatan tekanan sistolik dan diastolik

2. Penurunan denyut jantung.

3. Penurunan cardiac output yang tidak signifikan.


4. Kenaikan volume stroke

5. Peningkatan tahanan perifer total

g) Sistem Respirasi

Norepinefrin tidak merelaksasi otot polos bronkus, seperti epinefrin sehingga

tidak efektif secara klinis sebagai manajemen bronkospasme.

h) Sistem saraf pusat

Tidak menghambat CNS pada dosis terapetik. Manifestasi overdosis seperti

epinefrin tetapi tidak parah.

i) Metabolisme

Meningkatkan BMR, konsumsi oksigen jaringan dan kenaikan level gula

darah tetapi lebih rendah dari epinefrin.

2.3.2.4.Efek samping dan overdosis

Hampir sama dengan epinefrin tetapi pada tingkat yang lebih rendah

noepinefrin sebaiknya dihindari sebagai hemostatis, terutama di daerah palatum

karena dapat mengakibatkan nekrosis jaringan.

2.3.2.5.Aplikasi klinis

Digunakan sebagai vasokonstriktor pada anestesi lokal dan menejemen

hipotensi. Sediaan di kedokteran gigi, propoxycaine dan procaine 1:30.000, lidocaine

dan mepivacaine.

2.3.2.6.Dosis Maksimum

Digunakan hanya sebagai pengontrol nyeri dan tidak sebagai hemostatik,

larutan yang dipakai 1: 30.000, IFDAS menyarankan norepinefrin dieliminasi

sebagai vasokonstriktor dari anestesi lokal pada kedokteran gigi. Untuk pasien sehat

normal, dosis maksimum adalah 0,34 mg perkunjungan, 10 ml pada larutan


1:30.000, ASA III atau IV 0,14mg perkunjungan, sekitar 4 ml dalam larutan

1.30.000.

2.3.3. Levonordefrin (Neo Cobefrin)

2.3.3.1.Struktur kimia

Levonodefrin bebas larut dalam larutan asam. Sodium bisulfate ditambahkan

pada larutan tersebut untuk menunda kadaluarsanya. Masa belaku suatu ampul yang

mengandung levonordefrin sodium bisulfate adalah 18 bulan.

2.3.3.2.Sumber

Levonordefrin, suatu vasokonstriktor sintetis, disiapkan oleh resolusi nordefrin

ke dalam isomer aktifnya secara optic. Bentuk dekstrorotory dari nordefrin hampir

samar.

Pola aksi. Beraksi melalui stimulasi reseptor langsung (75%) dengan bebeapa

aktivitas (25%), tetapi derajatnya sedikit dibandingkan epinefrin. Levonordefrin

15% lebih potensial sebagai epinefrin.

2.3.3.3.Aksi sistemik

Levonordefrin tidak menghasilkan stimulasi kardiak dan CNS dibandingkan

epinefrin.

a) Miokardium

Terdapat aksi yang sma dengan epinefrin, tetapi derajatnya lebih kecil.

b) Sel-sel pacemaker

Terdapat aksi yang sama dengan epinefrin, tetapi derajatnya lebih kecil.

c) Arteri koroner

Terdapat aksi yang sama dengan epinefrin, tetapi deajatnya lebih kecil
d) Denyut jantung

Terdapat aksi yang sama dengan epinefrin, tetapi derajatnya lebih kecil.

e) Pembuluh darah

Terdapat aksi yang sama dengan epinefrin, tetapi derajatnya lebih kecil

f) Sistem pernafasan

Terjadi bronkodilasi tetapi derajatnya lebih kecil dibandingkan dengan epinefrin

g) Sistem syaraf pusat

Terdapat aksi yang sama dengan epinefrin, tetapi derajatnya lebih kecil

h) Metabolisme

Terdapat aksi yang sama dengan apienfrin, tetapi derajatnya lebih kecil.

2.3.3.4.Terminal aksi dan eliminasi

Levonordefrin dibuang melalui aksi CoMT dan MAO.

2.3.3.5.Efek samping dan overdosis

Sama denan epinefrin, tetapi penyebarannya kecil. Pada dosis yang tinggi, efek

samping tambahannya meliputi hipertensi, takikardia ventricular dan episode angina

pada pasien-pasien dengan insufiensi koroner.

2.3.3.6.Aplikasi klinis

Levonordefrin digunakan sebagia suatu vasokonstriktor pada anestesi local.

Ketersediaan di kedokteran gigi. Didapatkan dengan mepivakain dalam dilusi 1 :

20.000.

2.3.3.7.Dosis maksimum

Levonordefrin dianggap sebagai salah satu vasopressor yang efektif sepeti

epinefrin, oleh karena itu digunakan dengan konsentrasi yang tinggi (1 : 20.000).

Untuk seluruh pasien, dosis maksimum harus 1 mg perkunjungan, 2 ml dari dilusi 1 :


20.000 (11 ampul). Pada konsentrasi yang tersedia, levonordefrin memiliki efek

yang sama pada aktivitas klinis dari anestesi local seperti epinefrin pada konsentrasi

1 : 50.000 atau 1 : 100.000.

2.3.4. Fenilefrin Hidroklorida (Neo-sinefrin)

2.3.4.1.Struktur kimia

Fenilefrin larut dalam air. Ini sangat steril dan merupakan vasokonstriktor

yang lemah, yan digunakan di kedokteran gigi.

2.3.4.2.Sumber

Fenilefrin merupakan suatu amine simpatomimetik sintetik

2.3.4.3.Pola aksi

Terdapat stimulasi reseptor langsung (95%). Meskipun efeknya kurang

diandingkan epinefrin, tetapi durasinya lebih panjang. Fenilefrin sediit atau tidak

menimbulkan aksi pada jantung. Hanya sebagian kecil hasil aktivitasnya dari

kemampuannya untuk melepaskan norepienfrin. Femilefrin hanya 5% lebih potensial

dibandingkan epinefrin.

2.3.4.4.Aksi sistemik

a) Miokardium

Memiliki sedikit efek kronotropik atau inofropik pada jantung.

b) Sel-sel Pacemaker

Efeknya sedikit

c) Arteri koroner

Terjadi peningkatan aliran darah, yang disebabkan oleh dilasi.

d) Tekanan darah
Aksi menghasilkan peningkatan pad tekanan sistolik dan diastolic.

e) Denyut jantung

Brakikardia dihasilkan oleh aksi reflex baroreseptor aorta carotid dan nervus

vagus. Disritmia kardiak jarang terjadi, meskipun setelah dosis besar dari

fenilefrin.

Dinamik kardiovaskular keseluruhnannya, aksi kardiovaskular dari fenilefrin

adalah :

1. Peningkatan tekanan sistolik dan diastolic

2. Refleks brakikardia

3. Penurunan output jantung yang tajam (karena peningkatan tekanan darah dan

brakikardia)

4. Vasokonstriksi yang kuat (konstriksi vascular, peningkatan resistensi perifer

yang signifikan) tetapi tanpa kongesti vena.

5. Jarang berhubungan dengan timbulnya disritmia jantung.

f) Sistem Pernafasan

Bronkus berdilatasi tetapi derajatnya lebih kecil dibandingkan dengan

epinefrin. Renlefrin tidak efektif dalam menangani bronkospasme.

g) Sistem syaraf pusat

Terdapat efek minimum pada aktivitas system syaraf pusat.

2.3.4.5.Metabolisme

Terjadi peningkatan dalam jumlah metabolic. Aksi lainnya (seperti

glikogenolisis) sama dengan yang dihasilkan oleh epinefrin.


2.3.4.6.Terminal aksi dan eliminasi

Fenilefrin mengalami hidroksilasi terhadap epinefrin, kemudian oksidasi

terhadap metanefrin, setelah hilang dengan cara yang sama dengan epinefrin.

2.3.4.7.Efek samping dan overdosis

Efek pada CNS minimal dengan fenilefrin. Sakit kepala dan disritmia ventricular

terjadi setelah overdosis. Takifilaksis terjadi karena penggunaan kronis.

2.3.4.8.Aplikasi klinis

Fenilefrin digunakan sebagai suatu vasokonstriktor pada anestesi local, untuk

penanganan hipertensi sebagai dekongestan nasal dan cairan uphtalmic untuk

menyebabkan mydriasis. Ketersediaan pada kedokteran gigi, fenilefrin digunakan

dengan frokain 4% pada dilusi 1 : 25.000 (tidak tesedia dalam bentuk ampul).

2.3.4.9.Dosis maksimum

Fenilefrin hanya dianggap salah satu yang potensial selain epinefrin,

pengunaannya pada dilusi 1 : 25.000 (sebanding dengan konsentrasi epinefrin 1 :

50.000). ini merupakan vasokonstriktor yang tetap, dengan sedikit efek samping

yang signifikan. Pasien sehat dan normal : 4 mg per kunjungan, 10 ml dilusi 1 :

25.000. pasien dengan penyakit kardiovaskular yang signifikan secara klinis. (ASA

III atau IV)( : 1.6 mg per kunjungan sebanding dengan 4 ml dilusi 1 : 25.000
DAFTAR PUSTAKA

Haas, Daniel A. 2002. An Update on Local Anesthetics in Dentistry. Journal of the


Canadian Dental Association.

Malamed, S.F. 2004. Handbook of Local Anesthesia. 5th ed. Elsevier Mosby.

Robertson, Douglas et al. 2007. The anesthetic efficacy of articaine in buccal


infiltration of mandibular posterior teeth. The Journal of the American Dental
Association.

Weinberg, M.A, C. Westphal, J.B. Fine. 2008. Oral Pharmacology for the Dental
Hygienist. Pearson Prentice Hall.

Yagiela, J.A, F.J. Dowd, E.A. Neidle. 2004. Pharmacology and Therapeutics for
Dentistry. 5th ed. Elsevier Mosby.

Anda mungkin juga menyukai