Anda di halaman 1dari 52

BAGIAN ILMU ANESTESI DAN REANIMASI REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN FEBRUARI 2020

UNIVERSITAS PATTIMURA

ANESTESI REGIONAL

Disusun Oleh

Nazliah Awwaliah R. Syarbin

2018-84-077

Pembimbing:

dr. Fahmi Maruapey,Sp.An

dr. Ony W. Angkejaya, Sp.An

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

PADA BAGIAN ILMU ANESTESI DAN REANIMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PATTIMURA

SMF ILMU ANESTESI DAN REANIMASI

RSUD DR. M. HAULUSSY

AMBON

2020

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, referat dengan judul “Anestesi Regional” dapat penulis
selesaikan tepat pada waktunya.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang


terhormat:
1. dr. Fahmi Maruapey, Sp.An dan dr. Ony W. Angkejaya, Sp.An sebagai
pembimbing yang dengan penuh ketulusan hati telah membimbing
penulis, sehingga dapat membuka cakrawala berpikir dan menambah
pengetahuan penulis menjadi lebih baik.
2. Kedua orang tua yang telah memberikan dukungan baik moril, maupun
materil.
3. Kepada seluruh teman-teman sejawat yang dengan tulus memberikan
semangat, khususnya kepada teman-teman sejawat dalam Stase
Anestesi.

Ambon, Fabruari 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

3
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seperti diketahui oleh masyarakat bahwa setiap pasien yang akan menjalani

tindakan invasif, seperti tindakan bedah akan menjalani prosedur anestesi. Anestesi

sendiri secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan

pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.

Obat untuk menghilangkan nyeri terbagi ke dalam 2 kelompok, yaitu analgetik dan

anestesi. Analgetik adalah obat pereda nyeri tanpa disertai hilangnya perasaan secara

total. Seseorang yang mengkonsumsi analgetik tetap berada dalam keadaan sadar.

Analgetik tidak selalu menghilangkan seluruh rasa nyeri, tetapi selalu meringankan

rasa nyeri. Beberapa jenis anestesi menyebabkan hilangnya kesadaran, sedangkan jenis

yang lainnya hanya menghilangkan nyeri dari bagian tubuh tertentu dan pemakainya

tetap sadar.

Terdapat beberapa tipe anestesi, yang pertama anestesi total , yaitu hilangnya

kesadaran secara total, anestesi lokal -, yaitu hilangnya rasa pada daerah tertentu yang

diinginkan (pada sebagian kecil daerah tubuh), anestesi regional yaitu hilangnya rasa

pada bagian yang lebih luas dari tubuh oleh blokade selektif pada jaringan spinal atau

saraf yang berhubungan dengannya. Pembiusan lokal atau anestesi lokal adalah salah

satu jenis anestesi yang hanya melumpuhkan sebagian tubuh manusia dan tanpa

menyebabkan manusia kehilangan kesadaran. Obat bius jenis ini bila digunakan dalam

4
operasi pembedahan, maka setelah selesai operasi tidak membuat lama waktu

penyembuhan operasi.

5
BAB II

ISI

2.1 Definisi dan Sejarah Anestesi Regional

Anestesi regional adalah bentuk anestesi yang hanya sebagian dari tubuh dibius

(dibuat mati rasa). Hilangnya sensasi di daerah tubuh yang dihasilkan oleh pengaruh

obat anestesi untuk semua saraf yang dilewati persarafannya.

2.2. Pembagian Anestesi Regional

1. Blok sentral (blok neuroaksial), yaitu meliputi blok spinal, epidural, dan kaudal.
Tindakan ini sering dikerjakan.

2. Blok perifer (blok saraf), misalnya anestesi topikal, infiltrasi lokal, blok
lapangan, dan analgesia regional intravena.

2.2.1 Pembagian anestesi regional secara kimiawi

Secara kimia, anestesi lokal dibagi menjadi 2, yaitu senyawa ester dan amida.
Berikut perbedaan kedua senyawa tersebut:

Tabel 1. Perbedaan senyawa ester dan amida


Sifat Ester Amida
Kestabilan senyawa Tidak stabil dalam bentuk Stabil dalam bentuk larutan
larutan (karena (bukan reaksi bolak-balik)
dimetabolisme dengan cara
dihidrolisis dan merupakan
reaksi bolak-balik)
Masa kerja Singkat Lama
Reaksi alergi (+) (-)
Karena mirip dengan PABA Karena tidak dimetabolisme
(Para-Amino Benzoic Acid). oleh PABA. Jarang sekali
Termasuk dalam reaksi no- terjadi reaksi cross reaction.
IgE, cross reaction tipa Alergennya dapat berupa
lambat, adanya kandungan pengawet metilparaben
sulfit (bakteriostatik yang
dihubungkan dengan PABA)

6
Metabolisme Dihidrolisis oleh Dimetabolisme di sitokrom
pseudokolinesterase di P450 isoenzim (N-dealkilasi
plasma yang menyebabkan dan hidroksilasi) hepar
pelepasan PABA. Esterase
tidak ada di cairan
serebrospinal (CSS)
sehingga tidak
dimetabolisme di CSF
sampai obat tersebut
mencapai vaskular sehingga
kemungkinan terjadinya
reaksi alergi lebih besar.
Contoh Punya satu ‘i’ Punya dua ‘i’
 Prokain,  Lidokain
 Benzokain,  Bupivakain
 Kokain,  Mepivakain
 Tetrakain  Ropivakain
Sumber:

Struktur kimiawi dua prototipe anestesi lokal terdiri dari satu gugus aromatik,

satu intermediet, dan satu gugus amino terminus. Gugus aromatik tersebut bersifat

lipofilik yang penting digunakan untuk melewati membran lipid sel target dalam hal

ini neural sheat dan membran sel saraf, sedangkan gugus amino terminus/amine

bersifat hidrofilik yang penting untuk berikatan dengan saluran sodium (Na+). Berikut

ini faktor-faktor yang mempengaruhi potensi anestesi lokal, diantaranya adalah:

1. Lipofilik/hidrofobia

Semakin lipofilik maka semakin mudah obat untuk masuk melewati

membran lipid sel saraf. Selain itu, reseptor lipofilik paling banyak di saluran

sodium. Selain itu, semakin kecil molekul obatnya, maka semakin cepat

interaksinya dengan reseptor saluran sodium.

7
2. Keseimbangan ion H+

Obat anestesi lokal perlu tidak terionisasi (non-ionik)/tidak bermuatan

sehingga obat semakin cepat berpenetrasi ke membrane lipid sel saraf. Salah

satu contoh bagian tubuh yang terionisasi adalah bagian tubuh yang sedang

mengalami inflamasi, sehingga obat anestesi lokal yang bekerja tidak akan

sepenuhnya efektif. Selain itu, bentuk kationik adalah bentuk yang paling aktif

dan tidak cepat meninggalkan kanal sodium yang tertutup.

3. Vasodilator/vasokontriktor

Adanya vaskontriktor seperti epinefrin (5 mcg/mL, dengan pengenceran

1:200.000) yang bekerja dengan cara mengaktivasi 𝛼–adrenergik yang

menyebabkan penurunan aliran darah sekitar (hampir 30%) sehingga obat

anestesi lebih banyak di saraf daripada di aliran darah. Efek ini memiliki

keuntungan berupa menurunkan efek toksik obat. Selain itu, dengan adanya

vasokonstriktor menyebabkan menurunnya absorbsi vaskular sehingga

neuronal uptake meningkat, meningkatnya kualitas analgesik, dan

memperlama durasi blok obat.

Tabel 3. Jumlah epinefrin dalam obat anestesi lokal


1:200.000 Konsentrasi Epinefrin
Volume anestesi lokal Jumlah Epinefrin yang
ditambahkan ke dalam anestesi
lokal
20 mL 100 mcg epinefrin
30 mL 150 mcg epinefrin
40 mL 200 mcg epinefrin
50 mL 250 mcg epinefrin
Sumber:

8
Tabel 4. Dosis obat anestesi lokal berdasarkan risiko toksisitas sistemik dan
kemungkinan dosis letal. Dosis maksimum untuk menghindari toksisitas lokal
mungkin lebih rendah
Jalur Dosis tunggal Dosis tunggal Onset Durasi aksi
pemberian maksimum tanpa maksimum (menit) dalam isolasi
obat anestesi vasokonstriktor dengan (menit)
(mg/kg) vasokonstrikt (dengan
or (mg/kg) vasokontrikto
r, jika
tersedia)
Ester
Prokain 7-10 10 20-30 (30-45
(infiltrasi, Tidak dinaikkan dengan
subkutan) hingga total 100 epinefrin)
mg
Kloroprokain 10-12 14 6-12 30-60
(infiltrasi, Tidak dinaikkan Tidak (60-90 dengan
subkutan) menjadi 800 dinaikkan epinefrin)
mg/dosis menjadi 1000
mg/dosis
Tetrakain 1-3 1-5 3-8 120-180
(Topikal, kulit - Kulit (dewasa):
dan membrane 7 g/hari)
mukosa, - Kulit (anak-
infiltrasi, anak): 2g/hari
subkutan) - Membran
mukosa: 20
mg/osis
- Infiltrasi,
subkutan: 3
mg/kg/dosis
Amida
Lidokain 3-4,5 6-7 (infiltasi - 30-120 (120-
(Topikal, kulit - Kulit (dewasa): Tidak Infiltra 140 dengan
dan membrane 4,5 dinaikkan si 1-3 epinefrin)
mukosa, mg/kg/dosis,tid sampai 500 -
infiltrasi, ak dinaikkan mg/dosis Topikal
subkutan) sampai 300 mg (kulit)
- Membran 3-5
mukosa: 4,5
mg/kg/dosis,
tidak dinaikkan
sampai 300
mg/hari

9
- Infiltrasi
subkutan: 4,5
mg/kg/dosis

Mepivakain 4,5-5 6,6 3--20 45-90 (60-330


Infiltrasi, Tidak dinaikkan -Tidak dengan
subkutan sampai 400 dinaikkan levonordefrin,
mg/dosis sampai 400 120 dengan
Maksimum 1000 mg/dosis jika epinefrin)
mg/hari dengan
levonordefrin
-Tidak
dinaikkan
sampai 500
mg/dosis jika
dengan
epinefrin
Bupivakain 2-2,5 2,5-3 2-10 120-175 (180-
(Infiltrasi, -Tidak dinaikkan -Tidak 480 dengan
subkutan) sampai 175 dinaikkan epinefrin)
mg/dosis smpai 225
-Maksimum 400 mg/dosis
mg/hari -Dosis
maksimum 400
mg/hari
Levonupivaka 2 3 180-360
in Tidak dinaikkan
(Infiltrasi, sampai 150
subkutan) mg/dosis
Ropivakain 2-3 3-4 3-15 120-240
(Infiltrasi, -Tidak dinaikkan Tidak (180-480
Subkutan) sampai 225 dinaikkan dengan
mg/dosis sampai 225 epinefrin)
mg/dosis
Artikain 7 1-9 60-230 dengan
(Infiltrasi, epinefrin
subkutan)
Sumber:

4. Ukuran dan tipe mielinasi serat saraf

Ukuran dan tipe mielinasi serat saraf berhubungan dengan

sensitivitasnya dan frekuensi stimulasi saraf. Berikut ini perbedaan sensitivitas

serat saraf berdasarkan ukuran dan mielinasi saraf:

10
Tabel 5. Perbedaan sensitivitas serat saraf berdasarkan ukuran dan mielinasinya
Tipe Fungsi Diameter Mielinasi Kecepatan Sensitivitas
serat (𝝁𝒎) konduksi terhadap
(m/s) obat
anestesi
Tipe A
𝜶 Proprioseptif, 12-20 Banyak 70-120 +
motorik

𝜷 Sentuhan, 5-12 Banyak 30-70 ++


tekanan

𝜸 Spindel otot 3-6 Banyak 15-30 ++

𝜹 Nyeri, suhu 2-5 Banyak 12-30 +++


Tipe B Pre- <3 Sedikit 3-15 ++++
ganglionik
Tipe C
Dorsal Nyeri 0,4-1,2 - 0,5-2,3 ++++
Root

Simpatik Post- 0,3-1,3 - 0,7-2,3 ++++


ganglionik
Sumber:

Jadi, semakin kecil diameter dan semakin sedikit mielin saraf, maka

semakin cepat konduktivitas dan semakin sensitif serat saraf tersebut, dalam hal

ini adalah sera saraf tipe B dan C. Distribusi saluran sodium terdapat paling

banyak pada bagian saraf yang tidak bermielin (saraf non-mielin dan nodus

Ranvier saraf bermielin)

5. pH

pKa anestesi lokal adalah 8-9. pKa merupakan pH dengan konsentrasi

ion-ion lebih tinggi serta menggambarkan hubungann antar ion dan non-ion

pada anestesi lokal. Obat anestesi berdifusi lebih cepat pada keadaan

lingkungan yang basa, sehingga biasanya obat anestesi biasanya dicampur

11
dengan sodium bikarbonat yang bersifat basa dan menyebabkan obatnya lebih

lipofilik (misalnya 1 mL 8,4% NaHCO3 dalam 10 mL lidokain/mepivakain).

Selain itu juga meningkatkan bentuk non-ion, menurukan nyeri saat infiltrasi

atau injeksi subkutan, memperbaiki kualitas blok anestesi lokal, serta

memperpanjang durasi blok. Penambahan obat anestesi lokal dengan NaCl

menyebabkan pH menjadi 6-7.

Tabel 7. pKa jenis obat anestesi lokal


Jenis Obat pKa
Ester
Kloroprokain 9,0
Kokain 8,7
Prokain 8,9
Tetrakain 8,2
Amida
Bupivakain+ levobupivakain 8,1
Etidokain 7,7
Lidokain 7,8
Mepivakain 7,6
Prilokain 7,8
Ropivakain 8,1
Sumber:

2.2.1.1 Farmakokinetik

Tabel 8. Farmakokinetik obat anestesi gugus amida

Jenis Obat Waktu paruh Waktu paruh Volume Clearance


distribusi eliminasi (jam) distribusi (Liter/menit)
(menit) (liter)
Bupivakain 28 3,5 72 0,47
Lidokain 10 1,6 91 0,95
Mepivakain 7 1,9 84 0,78
Prilokain 5 1,5 261 2,84
Ropivakain 23 4,2 47 0,44
Sumber:

12
Farmakokinetik obat anestesi gugus ester cepat terurai dalam plasma (dengan waktu
paruh < 1 menit) pada kulit atau jaringan lunak sekitar saraf.

Tabel 9. Struktur dan sifat anestesi lokal ester dan amida:

Sumber:

13
2.2.1.2 Farmakodinamik

A. Absorbsi

Absorbsi sistemik obat anestesi lokal ditentukan oleh:

1. Dosis lokasi pemberian

2. Jumlah ikatan (obat dengan plasma protein)

3. Aliran darah tempat pemberian

Semakin banyak vaskularisasinya maka semakin tinggi absorbsinya (misalnya

pada mukosa trakea, daerah interkostal, sedangkan daerah yang sedikit

vaskulariasasinya adalah tendon, dermis, dan lemak subkutan). Berturut-turut

tempat injeksi dari banyak sampai sedikitnya vaskularisasi yaitu intravena >

trakeal > interkostal > kaudal > paraservikal > epidural > brachial > sciatic >

subkutan).

4. Penggunaan vasokonstriktor

5. Karakteristik obat itu sendiri

B. Distribusi

Distribusi meningkat pada obat anestesi lokal yang diinjeksi pada daerah banyak

vaskularisasinya (injeksi intravena). Distribusi dibagi menjadi 2, yaitu distribusi cepat

dan lambat. Distribusi cepat dihubungkan dengan tingginya daya perfusi obat anestesi

misalnya ke otak, jantung, ginjal, dan hepar, sedangkan distribusi lambat dihubungkan

dengan daya perfusi yang sedang seperti pada otot.

14
C. Metabolisme dan ekskresi

1. Ester

Ester dihidrolisis oleh pseudokolinesterase di plasma dan dieksresikan ke dalam

urin (metabolit inaktif)

2. Amida

Amida dihidrolisis oleh sitokrom p450 di hepar dan diekskresikan menjadi

metabolit inaktif urin.

Urutan obat anestesi lokal yang dari yang tercepat dan terlama dihidrolisis adalah:

Prilokain, lidokain, mepivakain, bupivakain, leovobupivaikain. Mekanisme kerja obat

anestesi lokal adalah dengan memblok kanal sodium (Na+) bergerbang tegangan (voltage

gated sodium channel). Mekanismenya adalah kanal sodium yang terblok menyebabkan

depolarisasi sel yang terganggu yang menyebabkan peningkatan kalsium ekstaseluler

sehigga menyebabkan terganggunya influks ion dan terhambatnya depolarisasi serta tidak

terjadinya potensial aksi. Uptake obat anestesi lokal dilakukan dengan 2 cara diantaranya

yaitu berdifusi dari CSS ke piamater dan menyebar ke ruang Virschow-Robin yang

merupakan area piamater yang dikelilingi vaskular kemudian berpenetrasi ke SSP.

15
Gambar 1. Ruang Virschow-Robin (Uptake local anesthetics)
Sumber:

2.2.2 Anestesi lokal yang ideal

Anestesi lokal yang ideal adalah jika:

1. Tidak merangsang jaringan

2. Tidak mengakibatkan kerusakan permanen terhadap sistem saraf pusat (SSP)

3. Toksistas sistemik yang rendah

4. Efektif pada penyuntikan dan penggunaan lokal pada mukos

5. Mula kerja sesingkat mungkin dan bertahan untuk jangka waktu yang cukup lama

6. Larut dalam air dengan menghasilkan larutan stabil dan tahan terhadap pemanasan

(proses sterilisai)

16
Tabel 10. Mula dan lama kerja obat anestesi lokal
Jenis Obat Mula Kerja Lama Kerja Penggunaan Tambahan/Efek
klinis lainnya
Ester
Prokain Lambat Singkat Infiltrasi, blok Vasodilatasi,
saraf, blok alergenik
spinal, blok
intratekal,
Ametokain Cepat Singkat Topikal, spinal LAST (+)
Kloroprokain Cepat Singkat Perifer, LAST (Local
obstetric Anesthetics
peripher Systemics
extradural Toxicity) (+)
block
Amida
Mepivakain Cepat Sedang Infiltrasi, Vasodilatasi
peripher nerve sedang
block
Prilokain Cepat Sedang Infiltrasi, Metehemoglobin
peripher nerve (Akibat
block, intravena akumulasi O-
toluidin di darah
menyebabkan
darah dapat
mengikat
oksigen tapi
tidak bisa
melepaskan ke
sel)
Bupivakain Sedang Lama Infiltrasi, Pemisahan blok
intravena, sensorik-motorik
spinal
Etidokain Cepat Lama Infiltrasim Blok motorik
intravena, blok sangat besar
epidural
Lignokain Cepat Sedang Infiltrasi, Agen serbaguna
intravena, Vasodilatasi
spinal, peripher sedang
nerve block
Sumber:

17
2.3 Tahapan Tindakan Anestesi Regional

2.3.1 Pra-anestesi

Evaluasi pra-anestesi adalah pemeriksaan ulang pasien sebelum dilakukan

induksi Anestesi regional dimulai, pemeriksaan ini meliputi:

1. Anamnesis, pemeriksaan fisik, cek ulang pemeriksaan penunjang sesuai

indikasi serta cek hasil konsultasi dari sejawat spesialis lain yang terlibat.

2. Jika kondisi pasien tidak memungkinkan untuk dilakukan induksi anestesi

regional, dokter anestesi dapat menunda atau menolak tindakan anestesi

berdasarkan hasil evaluasi pra-anestesi yang dinilai belum atau tidak layak

untuk dilakukan tindakan anestesi regional.

3. Menentukan status fisik pasien mengacu klasifikasi ASA/Physical State.

4. Evaluasi jalan napas, pernapasan, sirkulasi, kesadaran, serta area yang

direncanakan anestesi regional.

5. Persetujuan tindakan anestesi: menjelaskan rencana tindakan anestesi

regional, komplikasi anestesi regional dan resiko anestesi regional harus

dilakukan konfirmasi ulang sebelum dilakukan induksi anestesi regional,

dengan cara memperoleh izin tertulis dari pasien dan atau keluarga pasien.

6. Pedoman puasa pada operasi elektif seperti dijabarkan pada anestesi umum

harus di jalankan, mengingat tidak ada jaminan keberhasilan dengan teknik

anestesi regional.

18
2.3.1 Medikasi pra-anestesi

a. Medikasi pra anestesi dapat diberikan sesuai kebutuhan, antara lain obat

golongan sedatif-tranquilizer, analgetik opioid, anti emetik, H-2 antagonis.

b. Obat-obat penyakit co-morbid boleh diberikan sebelum jadwal puasa yang

harus dilakukan.

c. Jalur pemberian dapat diberikan melalui oral, IV, IM, rektal, intranasal

2.3.2 Dokumentasi (pencatatan dan pelaporan)

Selama mendapat penanganan pre-op, pemeriksaan pra anestesi, persetujuan

tindakan, induksi anestesi regional, rumatan anestesi regional dan pengelolaan pasca

anestesi regional semuanya harus tercatat secara rinci didalam dokumen pencatatan

dan pelaporan medis pasien. Hasil evaluasi pra anestesi didokumentasikan/dicatat

secara lengkap di rekam medik pasien.

2.3.3 Persiapan Alat, mesin, dan obat

Sebelum melakukan tindakan anestesi perlu dilakukan persiapan alat, mesin

dan obat anestesi. Persiapan meliputi:

a. Obat anestesi dan emergency.

b. Alat anestesi: stetoskop, instrument airway lengkap dengan sungkup,

flashlight, suction (STATICS (Scope (Stetoskop, laringoskop), Tube

(ETT (Endotrachel Tube)), Airway (Guedel/Orotracheal airway, pipa

nasofaring, Tape (plester), Introducer (Stilet), Connector (Penyambung

antara pipa dan peralatan anetesi), dan Suction)

c. Mesin anestesi dan gas anestesi.

19
d. Alat pemantauan fungsi vital.

e. Dokumen pemantauan selama operasi

2.3.4. Prosedur tindakan anestesi regional

a. Pemasangan jalur intravena yang berfungsi baik

b. Pemasangan alat monitor untuk pemantauan fungsi vital

c. Pre medikasi sesuai dengan pedoman pre medikasi

d. Penatalaksanaan anestesi regional

e. Tes fungsi keberhasilan anestesi regional

f. Rumatan anestesi regional bila digunakan berkelanjutan sesuai kebutuhan

memakai kateter

g. Pengakhiran anestesi regional anestesi adalah sesuai dengan onset dari

bekerjanya obat anestesi lokal yang di gunakan.

h. Bila dalam tes fungsi keberhasilan dari anestesi regional mengalami

kegagalan atau tidak sempurna, maka dimungkinkan mengubah teknik

pilihan anestesi ke anestesi umum atau suplemen obat lain yang dapat

menambah potensi regional anestesi.

i. Pemindahan pasien dari kamar operasi ke ruang pemulihan dilakukan bila

operasi telah selesai semua kondisi ventilasi oksigenasi adekuat dan

hemodinamik stabil.

j. Pemantauan pre dan intra anestesia dicatat/didokumentasikan dalam

rekam medik pasien.

20
2.3.5 Pengelolaan pasca anestesi regional

a. Pada saat pasien tiba di ruang pemulihan, dilakukan evaluasi fungsi vital

b. Dilakukan pemantauan secara periodik fungsi sensoris dan motoris

c. Pasien dapat dipindahkan ke ruang perawatan apabila fungsi sensoris dan

motoris sudah pulih kembali normal.

d. Untuk pasien bedah rawat jalan, pemulangan pasien harus memenuhi

Aldrete Score ≥ 9

e. Pemantauan pasca anestesia dicatat/didokumentasikandalam rekam

medik pasien.

f. . Komplikasi yang terjadi pasca anestesi regional harus segera di follow

up untuk dilakukan penanganan komplikasinya

Tabel 11. Skor Aldrete


Objek Kriteria Nilai
Gerakan  Mampu menggerakan 2
keempat ekstremitas
 Mampu menggerakkan 1
dua ektremitas
 Tidak mampu 0
menggerakkan
ekstremitas
Respirasi  Mampu bernapas 2
dalam dan batuk
 Sesak atau pernapasan 1
terbatas
 Henti napas 0
Tekanan darah  Berubah sampai 20% 2
dari pra-bedah
 Berubah 20-50% dari 1
pra-bedah
 Berubah >50% dari 0
pra-bedah
Kesadaran  Sadar baik dan 2
orientasi baik

21
 Sadar setelah dipanggil 1
 Tidak ada tanggapan
terhadap rangsangan 0
Warna kulit  Kemerahan 2
 Pucat agak suram 1
 Sianosis 0
Sumber:

Penilaian dilakukan pada:

1. Saat masuk di ruang pemulihan (recovery room-RR)

2. Selanjutnya dilakukan setiap saat dan dicatat setiap 5 menit sampai

tercapai nilai total 10

Untuk dapat dikeluarkan dari RR diperlukan nilai ≥ 9

2.4 Keuntungan dan Kerugian Anestesi Regional

2.4.1 Keuntungan anestesi regional

1. Alat minim dan teknik relatif sederhana, sehingga biaya relatif lebih murah.

2. Relatif aman untuk pasien yang tidak puasa (operasi emergency, lambung

penuh) karena penderita sadar.

3. Tidak ada komplikasi jalan nafas dan respirasi.

4. Tidak ada polusi kamar operasi oleh gas anestesi.

5. Perawatan post operasi lebih ringan

2.4.2 Kerugian anestesi regional

1. Tidak semua penderita mau dilakukan anestesi secara regional.

2. Membutuhkan kerjasama pasien yang kooperatif.

3. Sulit diterapkan pada anak-anak.

4. Tidak semua ahli bedah menyukai anestesi regional.

22
5. Terdapat kemungkinan kegagalan pada teknik anestesi regional.

2.5 Blok Neuroaksial


2.5.1 Anestesi spinal
Anestesi ini diperkenalkan oleh August Bier (1898) pada praktis klinis,

digunakan dengan luas untuk, terutama operasi pada daerah bawah umbilicus.

Anestesi spinal merupakan tindakan anestesi dengan menggunakan obat anestesi

lokal yang disuntikkan ke ruang subarachnoid. Untuk mencapai cairan

serebrospinal, maka jarum suntik akan menembus kutis  subkutis 

ligamentum supraspinosum  ligamemtum Interspinosum  ligamentum

Flavum  ruang epidural  durameter  ruang subarachnoid.

Gambar 2. Anestesi spinal


Sumber:

23
Gambar 3. Akhir korda spinalis pada dewasa, anak-anak, dan bayi
Sumber:

Medulla spinalis berada didalam kanalis spinalis dikelilingi oleh cairan


serebrospinal, dibungkus oleh meningens (duramater, lemak dan pleksus
venosus). Pada dewasa berakhir setinggi L1, pada anak L2 dan pada bayi L3.
Subarachnoid pada dewasa berakhir setinggi S2, sedangkan pada anak-anak
setinggi S3.

2.5.1.1 Indikasi dan kontraindikasi SAB

A. Indikasi SAB adalah:

a. Pembedahan daerah lower abdomen.

b. Pembedahan daerah ekstremitas bawah

c. Pembedahan daerah urogenitalia

24
B. Kontraindikasi SAB meliputi kontraindikasi absolut dan relatif, yaitu:

Tabel 12. Kontraindikasi SAB


Absolut Relatif
Pasien menolak Pasien tidak kooperatif
Infeksi pada tempat injeksi Infeksi sistemik, polimielitis korda
spinalis, peripher nerve disease
Peningkatan tekanan Kelainan neurologis
intrakranial
Syok Kelainan psikis
Stenosis mitral, Stenosis aorta Hipertensi tidak terkontrol
Koagulopati Nyeri punggung kronik
Post-traumatic vertebral injury Anemia berat
Sumber:

2.5.1.2 Persiapan dan prosedur tindakan SAB

A. Persiapan tindakan SAB

Persiapan tindakan ini meliputi “4P” yaitu preparation, position,


projection, dan puncture.

1. Preparation

a. Siap pasien, yang sudah dilakukan seperti prosedur umum tindakan


pasien yang akan dilakukan tindakan anestesi blok subarachnoid atau
spinal
1) Prosedur evaluasi pasien pra anestesi untuk menentukan
kelayakan
2) Perencanaan teknik
3) Informed consent meliputi penjelasan, teknik, risiko dan
komplikasi.
4) Instruksi puasa (elektif), premedikasi bila diperlukan,
pemasangan kanul intravena, resusitasi cairan fisiologis yang
adekuat (10 mg/kg).
b. Siap alat, melengkapi peralatan, monitor pasien, obat-obat anestesi,

25
obat-obat anti-dotum, obat emergency, sarana peralatan anestesi
regional, sarana doek steril set anestesi regional, serta mesin Anestesi.
Salah satu alat SAB adalah introducer. Introducer pertama kali
diperkenalkan oleh Lincoln dan dimodifikasi oleh Pitkin-Lundy.
Introducer digunakan supaya jarum spinal yang masuk ke ruang
subarachnoid tanpa menyentuh kulit, jaringan subkutan, ligamen, juga
untuk tetap stabil saat masuk. Hal ini dapat berguna untuk mengurangi
infeksi dan kontaminasi.
2. Position

Position in terkait dengan teknik SAB. SAB dapat dilakukan


dengan posisi duduk dan lateral decubitus.

Gambar 4. Posisi lateral decubitus


Sumber:

Prosedur SAB posisi berbaring atau lateral decubitus

1. Atur posisi pasien. Baringkan pasien seperti posisi pada gambar

4. Beri bantal kepala, selain nyaman untuk pasien juga supaya

26
tulang belakang stabil. Buat pasien membungkuk maksimal agar

prosesus spinosus mudah teraba

2. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua krista

iliaka dengan tulang punggung yaitu L4 atau L4-L5. Tentukan

tempat tusukan misalnya ruang antara L2-L3, L3-L4, atau L4-

L5 (Garis Tuffier/Jacoby/intercrista). Sterilkan tempat tusukan

dengan betadin dan alkohol.

3. Beri anestetik lokal pada tempat tusukan, misalnya lidokain 1-

2% 2-3 mL.

4. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum besar 22G,

23G atau 25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang

kecil 27G atau 29G, dianjurkan menggunakan introducer yaitu

jarum suntik biasa semprit 10 cc. Tentukan introducer sedalam

kira-kira 2 cm agak sedikit kearah cepahal, kemudian masukkan

jarum spinal barikut madrinnya ke lubang jarum tersebut.

Setalah resistensi menghilang, mandarin jarum spinal dicabut

dan keluar likuor (CSS), pasang semprit beisi obat dan obat

daoat dimasukkan pelan-pelan (0,5 mL/detik) diselingi aspirasi

sedikit, hanya ntuk meyakinkan posisi jarum tetap baik. Jika

sudah yakin ujung jarum spinal posisi yang benar dan likour

tidak keluar, putar arah jarum 90 derajat dan biasanya likuor

dapat keluar.

27
B. Teknik SAB posisi duduk

Gambar 5. Posisi duduk


Sumber:

Prosedur SAB posisi duduk hampir sama dengan posisi

berbaring, yang membedakannya hanya posisi duduk dengan kepala-

bahu-punggung membungkuk ke depan dan ektremitas bawah tetap

lurus. Posisi duduk dapat diindikasikan untuk pasien obesitas, ibu

hamil, dan kelainan bentuk kurvatura spinal.

28
Gambar 6. Perbedaan fleksi dan ekstensi saat dilakukan SAB
Sumber:

3. Projection dan Puncture

Bagian ini meliputi alat SAB, yang terdiri dari 3 bagian yaitu

hub, cannula, dan stylet. Menggunakan jarum dengan ukuran antara 18G

sampai 30G dengan panjang sekitar 3,5 sampai 4 inchi. Tipe Whitacre

dan Sprotee tersebut biasa disebut juga dengan pencil-point needle,

berguna untuk menurunkan insidensi PDPH (Post-dural puncture

headache). PDPH terjadi akibat robeknya lapisan duramater akibat

tusukan jarum yang menyebabkan kebocoran cairan serebrospinal.

Kebocoran tersebut menyebabkan menurunkan volume (normal CSS

150-500 mL/hari) dan tekanan CSS (normal 5-15 cmH2O). Penurunan ini

menyebabkan isi intrakranial bergeser ke bawah dan membuat meningeal

29
meregang sehigga menyebabkan serat saraf sensitif terhadap nyeri. Selain

itu juga, PDPH dapat terjadi akibat vasodilatasi pembuluh darah

intrakranial akibat aktivasi reseptor adenosin. Gejalanya dapat berupa

nyeri pada frontal atau retroorbital, occipital, sampai leher menjadi kaki,

mual-muntah, fotofobia, diplopia, pusing, kadang disertai cranial nerve

palsy, dan bingung. PDPH dapat dicegah dengan cara menggunkan

lubang jarum yang halus, menggunakan jarum tipe pensil, hidrasi yang

adekuat, dan pasien berbaring datar. PDPH dapat hilang sendiri dalam

waktu 1-2 minggu.

Gambar 7. Jenis-jenis jarum SAB (Pencil-point needle)


Sumber:

Warna dan ukuran jarum SAB terdiri dari warna putih (16G),

merah muda (18G), ivory/cream (19G), kuning (20G), hijau (21G), hitam

(22G), biru (23G), jingga (25G), dan coklat (26G). Semakin besar gauge

(G), maka dianggap merupakan jarum terbesar.

30
Gambar 8. Bagian-bagian jarum SAB
Sumber:

Terdapat 3 bagian jarum SAB yaitu hub, cannula, dan stylet. Berikut ini tabel jenis-

jenis jarum SAB:

Tabel 13. Perbedaan jenis jarum SAB


Jenis jarum Keterangan
1. Quincke Babcock  Panjangnya medium
(Konvensional)  Ujungnya tajam
 Cutting bevel
 Hub dengan konektor leur lock
 End-injection

2. Whitacre  Hub-nya kecil


 Tipe pensil dengan bevel yang bulat dan 2
mm proksimal ke ujung
 Tipe non-cutting dan solid

31
3. Sproutte  Tipe jarum injeksi samping dengan bevel
yang panjang
 Lebih banyak CSF yang keluar
 Bloknya bisa gagal jika hanya bagian
distal saja yang terbuka pada ruang
subarachnoid
 Tipe pensil

4. Pitkin  Hub-nya kecil


 Bevel-nya pendek dan tajam dengan
cutting edges

5. Touhy  Konektor leur lock


 Tipe kurva
 Panjang bevel (Huber point) sedang
 Tipe cutting edges

6. Greene  Hub-nya kecil


 Bevel-nya sedang, bulat, dan non-cutting
edges
 End injection

Sumber:

32
Terdapat tiga cara teknik SAB, yaitu:

1. Median

Pendekatan median berguna untuk mecegah defleksi jarum SAB,

digunakan jarum halus, dan dapat menurunkan insidensi PDPH. Pendekatan

median dilakukan dengan cara menusukkan jarum SAB median interspinosus

dimana resistensinya hilang, dirasakan setelah menembus ligamentum flavum

dan duramater. Kecepatan injeksi sekiatr 0,5 mL/detik.

2. Paramedian (lateral)

Pendekatan ini dapat dilakukan 1,5-2 cm lateral dari median atau 100 –

150 ke arah median dan deviasi ke cephalad/caudal. Pendekatan ini biasanya

dilakukan jika gagal dilakukan pendekartan median, pada kasus artritis berat

sebelum operasi spinal, dan deformitas spinal.

3. Lumbosacral (Teknik Taylor)

Pendekatan ini dilakukan diantara L5-S1 dengan arah 500, dengan cara

12 cm jarumnya diinsersi 1 cm secara medial dan 1 cm paling bawah

prominence spina iliaca posterior superior (S4). Pendekatan ini biasanya

dilakukan pada kasus spinal fusion, artritis spinal, epistotonus, dan infeksi kulit

pada daerah lumbal.

33
Gambar 9. Teknik SAB median dan paramedian
Sumber:

Gambar 10. Teknik SAB Taylor


Sumber:

34
B. Prosedur tindakan SAB

a) Dilakukan prosedur premedikasi

b) Memasang monitor

c) Memasang infus line dan lancar

d) Posisikan pasien duduk atau tidur miring

e) Indentifikasi tempat insersi jarum spinal dan diberikan penanda

f) Desinfeksi daerah insersi jarum spinal, serta memasangkan doek steril

dengan prosedur aseptik dan steril

g) Insersi jarum spinal ditempat yang telah ditandai

h) Pastikan CSS keluar

i) Barbotage cairan CSS yang keluar.

Tes-tes yang dapat dilakukan untuk membuktikan kerja SAB diantaranya adalah:

1. Paralisis simpatik

Berupa perubahan sensasi suhu kulit, dites dengan es atau alkohol.

2. Blok sensorik

Dapat dites dengan tes pin-prick menggunakan jarum atau

forceps/blunt tipped.

3. Blok motorik

Dapat dites berdasarkan skala Bromage yang dimodifikasi. Skala

terdiri atas 4 skala yaitu (1) Total (sama sekali tidak bisa bergerak), (2)

Hampir total (hanya plantar fleksi jari), (3) Sebagian (mampu fleksi lutut),

35
(4) Tidak sama sekali (dapat melakukan gerakan normal)

Gambar 11. Skala Bromage untuk menilai blok motorik ekstremitas inferior
Sumber:

Tabel 14. Obat-obat anestesi spinal


Jenis obat Campuran Dosis untuk Dosis untuk Dosis untuk Durasi
blok lower upper (menit)
perineum, abdomen abdomen
ektremitas (mg) (mg)
inferior
(mg)
Prokain 10% 75 125 200 45
solution
Tetrakain 1% solution 4-8 10-12 10-16 90-120
dalam D10%
Lidokain 5% dalam 25-50 50-75 75-100 60-75 (1
D7,5% jam)
Bupivakain 0,75% dalam 4-10 12-14 12-18 90-120 (2
D8,5% jam)
Ropivakain 0,2%-1% 8-12 12-16 16-18 90-120 (2
solution jam)
Sumber:

36
Obat adjuvant yang dapat diberikan adalah:

1) Opioid (untuk memperbaiki kualitas analgesik, memperpanjang blok

sensorik, menurunkan durasi blok motorik, menstabilkan hemodinamik).

Obat-obatan tersebut adalah fentanyl 12,5 mg/kg, sulfentanyl 2,5-5 mg/kg,

diamorfin 0,3 mg/kg, morfin 0,1-0,1 mg/kg

2) Epinefrin dengan dosis 0,2 mg/kg untuk mempelama durasi kerja obat

anestesi lokal

3) Clonidin untuk memperpanjang analgesic sensorik

4) Neostigmin dengan dosis 5-100 mg dan untuk menghambat pemecahan

asetilkolin

Penyebaran anastetik lokal tergantung:


1. Faktor utama:
a. Berat jenis anestetik lokal (barisitas)
b. Posisi pasien
c. Dosis dan volume anestetik lokal
2. Faktor tambahan
a. Ketinggian suntikan
b. Kecepatan suntikan/barbotase
c. Ukuran jarum
d. Keadaan fisik pasien
e. Tekanan intra abdominal

Komplikasi tindakan anestesi spinal :


1. Hipotensi berat
Akibat blok simpatis terjadi venous pooling. Pada dewasa dicegah
dengan memberikan infus cairan elektrolit 1000 ml atau koloid 500 ml sebelum

37
tindakan.
2. Bradikardia
Dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia, terjadi akibat blok
sampai T2
3. Hipoventilasi
Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali nafas

4. Trauma pembuluh saraf


5. Trauma saraf
6. Mual-muntah
7. Gangguan pendengaran
8. Blok spinal tinggi atau spinal total

Komplikasi pasca tindakan


1. Nyeri tempat suntikan
2. Nyeri punggung
3. Nyeri kepala karena kebocoran likuor
4. Retensio urine
5. Meningitis

2.5.2 Anestesi epidural


Anestesia atau analgesia epidural adalah blokade saraf dengan menempatkan
obat di ruang epidural. Ruang ini berada di antara ligamentum flavum dan
duramater. Kedalaman ruang ini rata-rata 5 mm dan di bagian posterior kedalaman
maksimal pada daerah lumbal. Obat anestetik lokal di ruang epidural bekerja
langsung pada akar saraf spinal yang terletak di lateral. Awal kerja anestesi epidural
lebih lambat dibanding anestesi spinal, sedangkan kualitas blokade sensorik-
motorik juga lebih lemah. Anestesi ini biasanya digunakan untuk durasi operasi
yang lebih lama dan berlanjut.

38
Gambar 12. Anestesi Epidural
Sumber:

Tabel 14. Perbedaan anestesi spinal dan epidural


Perbedaan SAB Epidural
Segmen spinalis Dibawah L1/L2 (end spinal Segmen apapun
cord)
Ruang anestesi Subarachnoid Antara ligamentum flavum
dan duramater
Identifikasi insersi anestesi CSS keluar Tahanannya hilang
Volume obat anestesi 2,5-3,5 mL Bupivacaine 15-20 mL Bupivacaine
0,5% 0,5%
Onset 2-5 menit 15-20 menit
Hipotensi Cepat Lambat
Post-dural puncture (+) (-)
headache (PDPH)
Sumber:

2.5.2.1 Keuntungan, kerugian, dan komplikasi anestesi epidural

A. Keuntungan epidural dibandingkan spinal :

1. Bisa segmental

2. Tidak terjadi PDPH

3. Hipotensi lambat terjadi

39
B. Kerugian epidural dibandingkan spinal :

1. Teknik lebih sulit

2. Jumlah obat anestesi lokal lebih besar

3. Reaksi sistemis meningkat

C. Komplikasi anestesi / analgesi epidural :

1. Blok tidak merata

2. Depresi kardiovaskular (hipotensi)

3. Hipoventilasi (hati-hati keracunan obat)

4. Mual – muntah

2.5.2.2 Indikasi, kontraindikasi, dan teknik anestesi epidural

A. Indikasi analgesia epidural:

1. Untuk analgesia saja, di mana operasi tidak dipertimbangkan. Sebuah

anestesi epidural untuk menghilangkan nyeri (misalnya pada persalinan)

kemungkinan tidak akan menyebabkan hilangnya kekuatan otot, tetapi

biasanya tidak cukup untuk operasi.

2. Sebagai tambahan untuk anestesi umum. Hal ini dapat mengurangi

kebutuhan pasien akan analgesik opioid. Ini cocok untuk berbagai macam

operasi, misalnya histerektomi, bedah ortopedi, bedah umum (misalnya

laparotomi) dan bedah vaskuler (misalnya perbaikan aneurisma aorta

terbuka).

40
3. Sebagai teknik tunggal untuk anestesi bedah. Beberapa operasi, yang paling

sering operasi sesar, dapat dilakukan dengan menggunakan anestesi

epidural sebagai teknik tunggal. Biasanya pasien akan tetap terjaga selama

operasi. Dosis yang dibutuhkan untuk anestesi jauh lebih tinggi daripada

yang diperlukan untuk analgesia.

4. Untuk analgesia pasca-operasi, di salah satu situasi di atas. Analgesik

diberikan ke dalam ruang epidural selama beberapa hari setelah operasi,

asalkan kateter telah dimasukkan.

5. Untuk perawatan sakit punggung. Injeksi dari analgesik dan steroid ke

dalam ruang epidural dapat meningkatkan beberapa bentuk sakit punggung.

6. Untuk mengurangi rasa sakit kronis atau peringanan gejala dalam

perawatan terminal, biasanya dalam jangka pendek atau menengah.

B. Kontraindikasi anestesi epidural sama dengan anestesi spinal. Ada beberapa

situasi di mana resiko epidural lebih tinggi dari biasanya :

1. Kelainan anatomis, seperti spina bifida, meningo-mielocele, atau

skoliosis

2. Operasi tulang belakang sebelumnya (di mana jaringan parut dapat

menghambat penyebaran obat)

3. Beberapa masalah sistem saraf pusat, termasuk multiple sclerosis

41
4. Beberapa masalah katup jantung (seperti stenosis aorta, di mana

vasodilatasi yang diinduksi oleh obat bius dapat mengganggu suplai

darah ke jantung)

C. Teknik anestesia epidural

Pengenalan ruang epidural lebih sulit dibanding dengan ruang

subarakhnoid.

1. Posisi pasien saat tusukan seperti pada analgesia spinal.

2. Tusukan jarum epidural biasanya dilakukan pada ketinggian L3-4.

3. Jarum yang digunakan ada 2 macam, yaitu:

a) Jarum ujung tajam (Crawford)

b) Jarum ujung khusus (Tuohy)

Gambar 13. Jarum Anestesi Epidural


Sumber:

42
4. Untuk mengenal ruang epidural digunakan banyak teknik. Namun yang

paling populer adalah teknik hilangnya resistensi dan teknik tetes tergantung.

a) Teknik hilangnya resistensi (loss of resistance)

Teknik ini menggunakan semprit kaca atau semprit plastik rendah

resistensi yang diisi oleh udara atau NaCl sebanyak ± 3ml. Setelah

diberikan anestetik lokal pada tempat suntikan, jarum epidural ditusuk

sedalam 1-2 cm. Kemudian udara atau NaCl disuntikkan perlahan dan

terputus-putus. Sembari mendorong jarum epidural sampai terasa

menembus jaringan keras (ligamentum flavum) yang disusul hilangnya

resistensi. Setelah yakin ujung jarum berada dalam ruang epidural,

lakukan uji dosis (test dose)

b) Teknik tetes tergantung (hanging drop)

Persiapan sama seperti teknik hilangnya resistensi, tetapi pada teknik ini

menggunakan jarum epidural yang diisi NaCl sampai terlihat ada tetes

Nacl yang menggantung. Dengan mendorong jarum epidural perlahan

secara lembut sampai terasa menembus jaringan keras yang kemudian

disusul oleh tersedotnya tetes NaCl ke ruang epidural. Setelah yakin,

lakukan uji dosis (test dose)

5. Uji dosis (test dose)

Uji dosis anestetik lokal untuk epidural dosis tunggal dilakukan setelah ujung

jarum diyakini berada dalam ruang epidural dan untuk dosis berulang

43
(kontinyu) melalui kateter. Masukkan anestetik lokal 3 ml yang sudah

bercampur adrenalin 1:200.000.

a. Tak ada efek setelah beberapa menit, kemungkinan besar letak jarum

sudah benar

b. Terjadi blokade spinal, menunjukkan obat sudah masuk ke ruang

subarakhnoid karena terlalu dalam.

c. Terjadi peningkatan laju nadi sampai 20-30%, kemungkinan obat

masuk vena epidural.

6. Cara penyuntikan: setelah yakin posisi jarum atau kateter benar, suntikkan

anestetik lokal secara bertahap setiap 3-5 menit sampai tercapai dosis total.

Suntikan terlalu cepat menyebabkan tekanan dalam ruang epidural

mendadak tinggi, sehingga menimbulkan peninggian tekanan intrakranial,

nyeri kepala dan gangguan sirkulasi pembuluh darah epidural.

7. Dosis maksimal dewasa muda sehat 1,6 ml/segmen yang tentunya

bergantung pada konsentrasi obat. Pada manula dan neonatus dosis

dikurangi sampai 50% dan pada wanita hamil dikurangi sampai 30% akibat

pengaruh hormon dan mengecilnya ruang epidural akibat ramainya

vaskularisasi darah dalam ruang epidural.

8. Uji keberhasilan epidural

Keberhasilan analgesia epidural :

a. Tentang blok simpatis diketahui dari perubahan suhu.

b. Tentang blok sensorik dari uji tusuk jarum.

44
c. Tentang blok motorik dari skala bromage

Anestetik lokal yang digunakan untuk epidural

1. Lidokain

Umumnya digunakan 1-2%, dengan mula kerja 10 menit dan

relaksasi otot baik. 0.8% blokade sensorik baik tanpa blokade motorik.

1.5% lazim digunakan untuk pembedahan. 2% untuk relaksasi pasien

berotot.

2. Bupivakain

Konsentrasi 0.5% tanpa adrenalin, analgesianya sampai 8 jam.

Volum yang digunakan < 20ml.

45
Tabel 15. Obat Anestesi Epidural

Sumber:

2.5.3 Anestesi kaudal

Anestesi kaudal sebenarnya sama dengan anestesi epidural, karena

kanalis kaudalis adalah kepanjangan dari ruang epidural dan obat ditempatkan di

ruang kaudal melalui hiatus sakralis. Hiatus sakralis ditutup oleh ligamentum

sakrokoksigeal tanpa tulang yang analog dengan gabungan antara ligamentum

supraspinosum, ligamentum interspinosum, dan ligamentum flavum. Ruang kaudal

berisi saraf sakral, pleksus venosus, felum terminale, dan kantong duramater.

Indikasinya adalah untuk bedah daerah sekitar perineum, anorektal misalnya

hemoroid, fistula paraanal, analgesik obstetrik namun harus berhati-hati karena

apabila kepala fetus yang dekat dengan tempat injeksi terinjeksi maka dapat berisiko

buat fetal. Sedangkan kontraindikasinya seperti analgesia spinal dan analgesia

epidural.

46
2.5.3.1 Teknik anestesia kaudal

1. Posisi pasien terlungkup dengan simfisis diganjal (tungkai dan kepala lebih

rendah dari bokong) atau dekubitus lateral, terutama wanita hamil.

2. Dapat menggunakan jarum suntik biasa atau jarum dengan kateter vena

ukuran 20-22 pada pasien dewasa.

3. Untuk dewasa biasa digunakan volume 12-15 ml (1-2 ml/ segmen)

4. Identifikasi hiatus sakralis dengan menemukan kornu sakralis kanan dan

kiri dan spina iliaka superior posterior. Dengan menghubungkan ketiga

tonjolan tersebut diperoleh hiatus sakralis.

5. Setelah dilakukan tindakan dan antisepsis pada daerah hiatus sakralis,

tusukkan jarum mula-mula 90o terhadap kulit. Setelah diyakini masuk

kanalis sakralis, ubah jarum jadi 450-600 dan jarum didorong sedalam 1-2

cm. Kemudian suntikan NaCl sebanyak 5 ml secara agak cepat sambil

meraba apakah ada pembengkakan di kulit untuk menguji apakah cairan

masuk dengan benar di kanalis kaudalis.

Terdapat 3 pendekatan utama teknik anestesi kaudal, yaitu pronasi, semi-

pronasi, dan lateral (tergantung dari dokter anestesi). Ruang kaudal sangat menonjol

saat pasien merotasi-internakan pergelangan kakinya. Pendekatan semi-pronasi

membuat pasien sangat terbius dan pernapasan lebih mudah dikenalikan, sedangkan

posisi lateral sering dilakukan pada anak-anak karena tandanya lebih mudah

ditemukan.

47
Gambar 14. Anestesi Kaudal
Sumber:

Cara melakukan tes untuk mengetahui apakah anestesi sudah masuk pada ruang epidural

kaudal adalah:

1. Injeksi sedikit udara kemudian letakkan stetoskop pada lumbal, kalau terdengar

‘woosh’, maka anestesi sudah berada di epidural kaudal. Hal ini tidak akan

menyebabkan emfisema subkutan dan tidak ada nyeri lokal selama injeksi.

48
2. Injeksi sedikit anestesi lokal sekitar 2-4 mL, nilai apakah terdapat benjolan pada

jaringan subkutan atau adanya tahanan injeksi, atau efek sistemik seperti aritmia atau

hipotensi. Jika tidak ada, maka lakukan injeksi semuanya sesuai dosis yang telah

disesuaikan.

Komplikasi yang dapat terjadi akibat anestesi kaudal adalah

cardiorespiratory arrest, apneu-hipotensi, perforasi rectum (berbahaya jika masuk ke

dalam ruang epidural), sepsis (jarang terjadi), retensi urin, dan hematoma.

2.6 Blok Saraf Tepi/Perifer

Tindakan anestesi dengan menginjeksikan obat lokal anestesi dengan bantuan alat

berupa nerve stimulator atau USG atau tanpa alat (penanda anatomi) untuk memblok

inervasi pada pleksus dengan cara menyuntikkan dekat sekelompok saraf untuk

mematikan rasa hanya didaerah area tubuh pasien yang membutuhkan pembedahan.

A. Infiltrasi Lokal

Penyuntikan larutan analgetik lokal langsung diarahkan sekitar tempat lesi

B. Blok Lapangan (Field Block)

Infiltrasi sekitar lapangan operasi (contoh, untuk ekstirpasi tumor kecil)

C. Analgesia Permukaan (Topikal)

Obat analgetika lokal dioles atau disemprot di atas selaput mukosa

D. Analgesia Regional Intravena (Bier Block)

Anestesi jenis ini dapat dikerjakan untuk bedah singkat sekitar 45 menit

49
pada lengan atau tungkai. Biasanya dikerjakan untuk orang dewasa dan pada

lengan. Teknik analgesia regional intravena:

1. Pasang kateter vena (venocath) pada kedua punggung tangan. Pada sisi

tangan atau lengan yang akan dibedah digunakan untuk memasukkan

obat anestetik lokal, sedangkan sisi lain untuk memasukkan obat-obat

yang diperlukan seandainya terjadi kegawatan atau diperlukan cairan

infus.

2. Eksanguinasi (mengurangi darah) pada sisi lengan yang akan dibedah

dengan menaikkan lengan dan peraslah lengan secara manual atau

dengan bantuan perban elastik (eshmark bandage) dari distal ke

proksimal. Tindakan ini untuk mengurangi sirkulasi darah dan tentunya

dosis obat.

3. Pasang pengukur tekanan darah pada lengan atas seperti akan mengukur

tekanan darah biasa dengan torniket atau manset ganda dan bagian

proksimal dikembangkan dahulu sampai 100 mmHg di atas tekanan

sistolik supaya darah arteri tidak masuk ke lengan dan tentunya juga

darah vena tidak akan masuk ke sistemik. Perban elastik dilepaskan.

4. Suntikkan lidokain atau prilokain 0,5% 0,6 ml/kg (bupivakain tidak

dianjurkan karena toksisitasnya besar) melalui kateter di punggung

tangan dan kalau untuk tungkai lewat vena punggung kaki dosis 1-1,2

ml/kg. Analgesia tercapai dalam waktu 5-15 menit dan pembedahan

dapat dimulai.

50
5. Setelah 20-30 menit atau kalau pasien merasa tak enak atau nyeri pada

torniket, kembangkan manset distal dan kempiskan manset proksimal.

6. Setelah pembedahan selesai, deflasi manset dilakukan secara bertahap,

buka tutup selang beberapa menit untuk menghindari keracunan obat.

Pada bedah sangat singkat, untuk mencegah keracunan sistemik,

torniket harus tetap dipertahankan selama 30 menit untuk memberi

kesempatan obat keluar vena menyebar dan melekat ke seluruh jaringan

sekitar. Untuk tungkai jarang dikerjakan karena banyak pilihan lain

yang lebih mudah dan aman seperti blok spinal, epidural, atau kaudal.

51
DAFTAR PUSTAKA
1.

52

Anda mungkin juga menyukai