PENDAHULUAN
Gigi tiruan cekat adalah restorasi yang kuat dan retentif yang berguna
untuk menggantikan menggantikan satu atau lebih gigi hilang dengan gigi
penyangga dilekatkan bersama-sama dengan gigi pengganti. Macam gigi tiruan
cekat berdasarkan bahan yang dipakai adalah akrilik, logam, porcelain fused-to-
metal (PFM), dan porselen. Pada gigi tiruan cekat PFM, bahan yang digunakan
adalah logam berhadapan dengan gigi penyangga dan dilapisi oleh porselen sesuai
dengan warna gigi pasien. Logam yang dipakai adalah alloy campuran nikel-krom
(Ni-Cr). Restorasi dengan PFM menggabungkan kekuatan dan akurasi dari logam
tuang dengan estetik dari porselen. Gigi tiruan cekat dengan bahan PFM akan
memiliki hasil yang baik ketika dilakukan dengan perencanaan perawatan yang
tepat. Salah satu yang harus diperhatikan dalam perencanannya adalah bentuk
preparasi finishing line pada tepi gingiva sebagai adaptasi marjinal. Adaptasi
marjinal yang baik akan menunjang keawetan restorasi, sedangkan adaptasi marjinal
yang buruk akan meningkatkan resiko timbulnya karies pada gigi penyangga, juga
masuknya cairan, debris serta mikroorganisme.
1
kegagalan sementasi. Semen resin adhesif membentuk perlekatan yang kuat dengan
adanya monomer baru, bahan pengisi dan teknologi inisiator yang diciptakan oleh
pabrikan. Semen resin yang berkembang pada saat ini ada beberapa jenis antara lain
semen resin adhesif dan self-adhesif. Perbedaan antara kedua jenis semen resin ini
adalah komponen bahan pada semen resin dan cara aplikasi. Pengaplikasian semen
resin adhesif melalui tahap pengetsaan dan bonding, sedangkan pengaplikasian
semen resin self-adhesif tidak memerlukan etsa dan bonding karena etsa dan
bonding sudah menyatu dengan semen. Semen resin memiliki reaksi polimerasasi
untuk pengerasannya.
Kebocoran mikro adalah suatu celah atau defek yang terbentuk antara
coping, semen dan struktur gigi yang menyebabkan difusi atau masuknya cairan
yang berisi bakteri, molekul atau ion ke dalam celah tersebut. Selain kesalahan
desain preparasi pada awal pembuatan gigi tiruan cekat yang merupakan penyebab
utama dari kebocoran mikro penyebab lainnya adalah perluasan gap marjinal akibat
perbedaan koefisien termal bahan restorasi dan bahan semen. Pengerutan bahan saat
polimerisasi pada permukaan restorasi indirek sebesar 1-7 µm pada ketebalan semen
200 µm .
METODE PENELITIAN
2
a. Contra angle high speed (W&H, Austria)
b. Bur diamond berbentuk round endtapared (bur chamfer) dan bur
diamond berbentuk flat endtapared
c. Sand paper disk.
5. LED (Light Emitting Diode) Curing Unit, digunakan untuk polimerisasi
semen resin Jalannya penelitian ini meliputi mempersiapkan gigi, dua puluh
empat gigi yang telah dibersihkan, ditanam tegak lurus dalam boks berisi
gips plaster setinggi 2/3 akar gigi untuk mempermudah preparasi gigi. Gigi
dikelompokkan secara acak ke dalam dua kelompok terdiri dari dua belas
buah gigi. Pada kelompok C dipreparasi dengan desain marjinal chamfer,
pada kelompok S dipreparasi dengan desain marjinal shoulder.
3
pengukuran sampel penelitian. Pengukuran meliputi: panjang mesio
distal, panjang bukal palatal, tinggi gigi penyangga, sudut finishing line
4
Tes kebocoran mikro Subjek penelitian kemudian
dipersiapkan untuk direndam dalam zat warna metilen biru 2%. Subjek
penelitian dilapisi dengan cat kuku yang dioleskan pada seluruh permukaan
gigi kecuali pada permukaan restorasi dengan tujuan agar zat warna tidak
berpenetrasi melalui foramen apikal dan tubulus dentinalis. Gigi direndam
larutan biru metilen 2% sebanyak 10cc dalam tabung sampai gigi terendam
semua, kemudian disimpan dalam inkubator bersuhu 37°C selama 24 jam.
Sentrifus gigi yang telah direndam larutan biru metilen 2% sebanyak 10cc
dalam tabung sentrifus kecepatan 3000rpm selama 5 menit. Subjek
penelitian dibelah. Gigi dibelah arah mesiodistal.
Pengamatan kebocoran mikro Hasil belahan diamati dengan
menggunakan foto mikroskop stereo pembesaran 100 kali. Pengukuran
kebocoran mikro berdasarkan kedalaman penetrasi larutan pewarna metilen
biru 2% pada dinding aksial gigi penyangga mulai dari daerah servical
(bagian tepi restorasi) ke arah koronal dengan skor 0-3 pada masing- masing
sample. Pengambilan data dilakukan secara visual pada foto hasil
pembelahan sampel untuk melihat penetrasi larutan metilen biru pada
dinding aksial gigi, pengamatan dilakukan oleh 3 orang untuk mengurangi
subjektifitas. Penilaian kebocoran mikro diambil dari penetrasi metilen biru
2% terbesar pada dinding aksial gigi penyangga.
ANALISIS DATA
Analisis data yang digunakan adalah Uji Kruskal Wallis dengan tingkat kepercayaan
95% apabila ada perbedaan yang bermakna (P<0,05) antar kelompok perlakuan
maka dilanjutkan dengan Uji Mann.
5
sampel. Skor tingkat kebocoran mikro masing-masing kelompok disajikan pada tabel
1.
Tabel 2. Hasil uji beda kebocoran mikro antara chamfer dan shoulder dengan aplikasi
semen resin adhesif dan self-adhesif
Tabel 2 menunjukkan bahwa hasil uji Kruskal Wallis diperoleh nilai p=0,049
(p<0,05) yang berarti bahwa ada perbedaan yang signifikan tingkat kebocoran mikro
dari keempat kelompok perlakuan. Untuk mengetahui perbedaan tingkat kebocoran
mikro antara kelompok macam finishing line(chamfer dan shoulder) dan antara jenis
6
semen resin (adhesif dan self-adhesif) dianalisis dengan uji Mann Whitney dengan α
= 5% dan disajikan dalam tabel 3.
Tabel 3. Hasil uji tingkat kebocoran mikro antara macam finishing line (chamfer dan
shoulder) dan jenis semen (adhesif dan self-adhesif)
Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa finishing line berbentuk chamfer memiliki rerata
kebocoran mikro sebesar 9,42 lebih kecil dibandingkan shoulder yaitu 15,58 dan
terdapat perbedaan yang signifikan (p<0,05). Bahan semen resin adhesif memiliki
rerata kebocoran mikro sebesar 11,08 lebih kecil dibandingkan self adhesif yaitu
13,92 namun perbedaan tersebut tidak signifikan (p>0,05). Untuk mengetahui
perbedaan tingkat kebocoran mikro antar masing -masing kelompok perlakuan
menggunakan Uji Mann Whitney yang disajikan pada tabel 4.
Hasil uji Mann Whitney tabel 4 menunjukkan perbedaan tingkat kebocoran mikro
antara keempat kelompok perlakuan sebagai berikut:
7
5. Kelompok chamfer sementasi self-adhesif tidak memiliki perbedaan yang
signifikan dengan shoulder sementasi self-adhesif (p>0,05).
6. Kelompok shoulder sementasi adhesif tidak memiliki perbedaan yang
signifikan dengan shoulder sementasi self-adhesif (p>0,05).
PEMBAHASAN
Semen resin adhesif memiliki rerata kebocoran mikro 11,08 yang lebih
kecil dibandingkan self-adhesif 13,92 namun perbedaan tersebut tidak signifikan
(p>0,05). Penyebab tidak adanya perbedaan yang signifikan di dalam penelitian ini
kemungkinan disebabkan karena dalam penelitian ini menggunakan gigi pasca
pencabutan. Gigi pasca pencabutan berbeda dengan gigi dalam kondisi masih
tertanam dalam rahang karena gigi yang sudah dicabut tidak lagi mempunyai jaringan
pulpa dan pembuluh darah yang aktif dalam kamar pulpa.
8
Pada penelitian ini kebocoran mikro terjadi pada semen berbahan resin
baik adhesif maupun self-adhesif sedangkan ikatan semen resin memiliki retensi
tinggi yang didapat dari ikatan mekanikal interloking dengan struktur gigi serta tahan
lama karena material semen resin bersifat hidrofobik, hal ini dapat meningkatkan
adaptasi marjinal dan dapat mencegah kebocoran mikro. Kemungkinan terjadinya
kebocoran mikro pada semen berbasis resin adalah terjadinya celah karena proses
pengerutan bahan. Selama proses polimerisasi bahan resin, akan terjadi pengerutan 2-
7% dari total volume bahan. Hal ini terjadi karena saat polimerisasi resin akan
membentuk ikatan antar monomer dan terjadi pemendekan jarak antara monomer
tersebut.
9
strukrur gigi yang lemah. Finishing line berbentuk shoulder tidak memiliki kerapatan
tepi yang baik tetapi sementasi adhesif kemungkinan membuat retensi yang lebih
besar dibandingkan self-adhesif, oleh karena itu pada uji kelompok ini tidak memiliki
perbedaan yang signifikan.
KESIMPULAN
10
JUDUL: PENGARUH METAL PRIMER DAN JENIS SEMEN RESIN
TERHADAP KEKUATAN GESER PERLEKATAN LOGAM NIKEL-
KROMIUM COPING GIGI TIRUAN CEKAT
PENDAHULUAN
Bahan yang sering digunakan untuk restorasi gigi tiruan cekat adalah
porcelain fused to metal. Restorasi metal-keramik menggabungkan kekuatan dan
akurasi dari logam tuang dengan estetik dari porcelain . Logamnikel-kromium (NiCr)
umumnya digunakan sebagai bahan retainer gigi tiruan cekat, karena kekuatan
perlekatan geser yang tinggi pada semen resin. Selain itu nikel bila dikombinasikan
dengan kromium akan membentuk alloy yang mempunyai daya tahan tinggi terhadap
korosi. Jarak antara restorasi tetap dengan gigi diisi dengan semen atau bahan luting.
Hal yang paling penting dari semen luting adalah tidak mudah larut dan terurai dalam
rongga mulut. Semua semen luting yang ada, kecuali semen resin, mempunyai
potensi terurai oleh cairan rongga mulut. Semen luting resin sering digunakan karena
beberapa keuntungan yang ditawarkan daripada semen terdahulu, termasuk estetik
yang lebih baik, kelarutan yang rendah, dan meningkatkan kerapatan marginal. Jenis
semen resin berdasarkan kandungan bahan dan teknik aplikasi dapat dibedakan
menjadi semen resin adhesive dan self-adhesive.
11
adhesive, menghasilkan kekuatan geser yang lebih tinggi. Variasi surface treatment
pada metal seperti etsa kimia atau elektrik, abrasi partikel udara, metal primer,tin
plating, dan silica coating telah diteliti dan dimaksudkan untuk meningkatkan
kekuatan perlekatan restorasi pada semen.
METODE PENELITIAN
12
a. Cetakan inlay wax , berbentuk silinder akrilik dengan diameter 5 mm
dan tinggi 3 mm
b. Setting plate, digunakan untuk polimerisasi semen resin
c. Mixing pad, digunakan untuk mengaduk semen resin
5. Universal testing machine, digunakan untuk mengukur gaya geser
6. LED (Light Emitting Diode) Curing Unit, digunakan untuk polimerisasi
semen resin
7. Stop watch, digunakan untuk menghitung waktu
8. Spatula semen, digunakan untuk mengaduk semen resin
9. Alat sandblasting, digunakan untuk perlakuan permukaan secara mekanik
pada logam NiCr.
13
bertahap pada penutup setting plate yang diletakkan diatas permukaan
logam. Semen resin adhesive disinar dengan LED curing unit selama
20 detik dengan jarak selapis pita seluloid. Pada kelompok 2, sampel
dimasukkan dalam setting plate kemudian dituangkan akrilik self-
cured setinggi 10 mm. Logam diletakkan sebidang dengan akrilik dan
ditunggu sampai akrilik mengeras. Semen resin self-adhesive diaduk
dengan perbandingan 1:1 pada mixing pad. Semen dimasukkan secara
bertahap pada penutup setting plate yang diletakkan diatas permukaan
logam.Semen resin selfadhesive disinar dengan LED curing unit
selama 20 detik dengan jarak selapis pita seluloid. Pada kelompok 3,
sampel dimasukkan dalam setting plate kemudian dituangkan akrilik
self-cured setinggi 10 mm. Logam diletakkan sebidang dengan akrilik
dan ditunggu sampai akrilik mengeras. Permukaan sampel diulasi de-
ngan metal primer dan ditunggu kering selama 20 detik (waktu
dihitung dengan stop watch). Semen resin adhesive diaduk dengan
perbandingan 1:1 pada mixing pad. Semen dimasukkan secara
bertahap pada penutup setting plate yang diletakkan diatas permukaan
logam.Semen resin adhesive disinar dengan LED curing unit selama
20 detik dengan jarak selapis pita seluloid. Pada kelompok 4, sampel
dimasukkan dalam setting plate kemudian dituangkan akrilik self-
cured setinggi 10 mm. Logam diletakkan sebidang dengan akrilik dan
ditunggu sampai akrilik mengeras. Permukaan sampel diulasi dengan
metal primer dan ditunggu kering selama 20 detik (waktu dihitung
dengan stop watch). Semen resin self-adhesive diaduk dengan
perbandingan 1:1 pada mixing pad. Semen dimasukkan secara
bertahap pada penutup setting plate yang diletakkan diatas permukaan
logam.Semen resin self-adhesive disinar dengan LED curing unit
selama 20 detik dengan jarak selapis pita seluloid.
3. Persiapan pengukuran kekuatan perlekatan geser Semen resin
didiamkan polimerisasi sempurna selama 24 jam dengan suhu ruang
14
(37°C). Semen resin yang menempel pada permukaan logam dalam
akrilk dikeluarkan dari setting plate. Akrilik diletakkan pada universal
testing machine dan dilakukan uji kekuatan geser pada semen resin
dari arah lateral sampai terlepas dari permukaan logam. Hasil gaya
yang diterima tiap sampel dapat dilihat pada indikator dan dicatat.
Data dihitung dengan rumus kekuatan geser (T=F/A).
HASIL PENELITIAN
15
Data penelitian dianalisis dengan uji ANAVA dua jalur seperti pada tabel
2 untuk mengetahui pengaruh metal primer dan jenis semen resin terhadap kekuatan
geser perlekatan logam Ni-Cr. Hasil uji ANAVA dua jalur pada tabel 2 menujukkan
bahwa pengaruh terdapat perbedaan yang signifikan antara penggunaan metal primer
terhadap kekuatan geser perlekatan logam Ni-Cr (p<0,05). Pada jenis semen resin
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tidak signifikan antara jenis semen resin
terhadap kekuatan geser perlekatan logam Ni-Cr (p>0,05). Pengaruh metal primer
dan jenis semen resin berpengaruh signifikan terhadap kekuatan geser perlekatan
logam Ni-Cr (p<0,05).
16
KESIMPULAN
Metal primer meningkatkan kekuatan geser perlekatan semen
resin self-adhesive dan adhesive terhadap logam Ni-Cr. Kekuatan geser
perlekatan semen resin adhesive lebih tinggi daripada semen resin self-
adhesive terhadap logam Ni-Cr.
PENDAHULUAN
Kehilangan gigi yang tidak segera digantikan dengan gigi tiruan, dapat
menyebabkan terjadinya perubahan pola oklusi karena terputusnya integritas atau
kesinambungan susunan gigi. Pergeseran atau perubahan inklinasi serta posisi gigi,
disertai ekstrusi karena hilangnya posisi gigi dalam arah berlawanan akan
menyebabkan pola oklusi berubah, dan selanjutnya dapat menyebabkan tarjadinya
hambatan pada proses pergerakkan rahang. Kliking merupakan salah satu bunyi
pada sendi temporomandibular yang biasa dikeluhkan oleh pasien yang memiliki
masalah dengan sendi temporomandibular. Bunyi kliking sering kali tidak disertai
nyeri sehingga pasien tidak menyadari adanya gangguan sendi temporomandibular.
Ditemukan salah satu cara pemeriksaan gangguan sendi
temporomandibular berdasarkan bunyi adalah dengan auskultasi. Pemeriksaan
bunyi sendi temporomandibular dengan auskultasi dilakukan dengan mendengarkan
bunyi yang timbul pada daerah sendi temporomandibular pada saat membuka dan
menutup mulut dengan menggunakan stetoskop. ekuensi dan keparahan nyeri pada
sendi temporomandibular merupakan hal yang akan diteliti pada penelitian ini.
Beberapa penelitian terdahulu menyebutkan bahwa hormon dapat mempengaruhi
rasa sakit. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan ditinjau mengenai reaksi yang
akan timbul saat terjadi kliking sendi temporomandibular dari kelompok sampel
17
penelitian perempuan dan kelompok sampel penelitian laki-laki. Uraian tersebut di
atas memotivasi penulis ingin melakukan penelitian tentang hubungan antara
kehilangan gigi posterior dengan kliking sendi temporomandibular berdasarkan
jenis kelamin dan usia secara auskultasi pada pasien di klinik Prostodonsia RSGM
Universitas Jember.
METODE PENELITIAN
HASIL PENELITIAN
18
yaitu sound scope. Penelitian ini untuk mengetahui kondisi sendi apakah ada kliking
atau tidak dengan menggunakan sampel sebanyak 16 orang yang terbagi dalam 2
kelompok berdasarkan jenis kelamin laki-laki dan perempuan, masing-masing
kelompok terdiri dari 8 orang, didapatkan hasil sebagai berikut:
19
H0 diterima, yang artinya “Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis
kelamin dengan kliking sendi temporomandibular”.
PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan
antara kehilangan gigi posterior terhadap kliking sendi temporomandibular.
Kelompok penilitian ini dibagi menjadi dua bagian yaitu laki-laki dan perempuan,
masing-masing terdiri dari 8 subjek. Sebelum memulai perlakuan, subjek diberikan
pemahaman tentang bunyi kliking yang timbul ketika rahang digerakkan. Prosedur
selanjutnya, subjek menerima instruksi untuk menandatangani informed consent
sebagai bukti kesediaan pasien menjadi subjek penelitian.
Data hasil penelitian menunjukkan bahwa bunyi kliking rata-rata banyak
terjadi pada jenis kelamin perempuan yang berusia 40 - 70 tahun dengan
kehilangan gigi posterior sebanyak 4-6 pada rahang atas maupun rahang bawah.
Sedangkan pada jenis kelamin laki-laki bunyi kliking terjadi pada usia 50-70 tahun
dengan kehilangan gigi posterior sebanyak lebih dari 6 pada rahang atas dan rahang
bawah.
KESIMPULAN
20