Anda di halaman 1dari 15

PENDAHULUAN

Karies gigi merupakan penyakit yang terjadi pada jaringan keras gigi yang dapat
terjadi pada email, dentin, dan sementum. Karies gigi bisa terjadi apabila terdapat empat
faktor utama yaitu gigi, substrat, mikroorganisme dan waktu. Proses terjadinya karies dimulai
dengan melekatnya pelikel pada permukaan gigi. Pelikel merupakan lapisan organik yang
terbentuk dalam beberapa menit setelah permukaan gigi yang bersih berkontak dengan saliva.
Karies gigi terjadi karena adanya interaksi antara bakteri dengan pelikel pada
permukaan gigi, sehingga terjadilah kolonisasi bakteri (Streptococcus mutans). Metabolisme
karbohidrat oleh bakteri Streptococcus mutans menghasilkan asam laktat, sehingga terjadi
penurunan pH plak dan menyebabkan suasana asam pada permukaan gigi. Ion asam bereaksi
dengan fosfat pada saliva dan plak. Bila pH kritis hidroksi apatit (5,5) tercapai, maka mulai
terjadi interaksi progresif ion asam dengan fosfat pada hidroksi apatit yang melarutkan
permukaan kristal hidroksi apatit sebagian/seluruhnya. Bila pH tidak dapat dinetralkan oleh
faktor-faktor seperti kandungan saliva, oral hygiene, dan paparan fluoride, maka akan terjadi
penurunan pH lebih lanjut (demineralisasi > remineralisasi). Demineralisasi akan
menyebabkan karies menjadi lebih dalam, dimana akan menimbulkan iritasi pada pulpa
melalui tubuli dentin.
Penghancuran setempat jaringan kalsifikasi yang dimulai pada permukaan gigi
melalui proses dekalsifikasi lapisan email gigi yang diikuti oleh lisis struktur organik secara
enzimatis sehingga terbentuk kavitas atau lubang yang bila didiamkan akan menembus email
serta dentin dan dapat mengenai pulpa.
Jaringan pulpa yang kaya akan vaskuler, saraf dan sel odontoblast, memiliki
kemampuan untuk melakukan defensive reaction yaitu kemampuan untuk mengadakan
pemulihan jika terjadi peradangan. Akan tetapi apabila terjadi inflamasi kronis pada jaringan
pulpa atau merupakan proses lanjut dari radang jaringan pulpa maka akan menyebabkan
kematian pulpa/ nekrosis pulpa. Hal ini sebagai akibat kegagalan jaringan pulpa dalam
mengusahakan pemulihan atau penyembuhan. Semakin luas kerusakan jaringan pulpa yang
meradang semakin berat sisa jaringan pulpa yang sehat untuk mempertahankan vitalitasnya.
Bisa juga diakibatkan karena fraktur pada enamel, fraktur dentin, proses erosi, atrisi dan
abrasi. Nekrosis pulpa yang disebabkan adanya trauma pada gigi dapat menyebabkan
nekrosis pulpa dalam waktu yang segera yaitu beberapa minggu. Pada dasarnya prosesnya
sama yaitu terjadi perubahan sirkulasi darah di dalam pulpa yang pada akhirnya
menyebabkan nekrosis pulpa. Trauma pada gigi dapat menyebabkan obstruksi pembuluh
darah utama pada apeks dan selanjutnya mengakibatkan terjadinya dilatasi pembuluh darah
kapiler pada pulpa. Dilatasi kapiler pulpa ini diikuti dengan degenerasi kapiler dan terjadi
edema pulpa. Karena kekurangan sirkulasi kolateral pada pulpa, maka dapat terjadi ischemia
infark sebagian atau total pada pulpa dan menyebabkan respon pulpa terhadap inflamasi
rendah. Hal ini memungkinkan bakteri untuk penetrasi sampai ke pembuluh darah kecil pada
apeks. Semua proses tersebut dapat mengakibatkan terjadinya nekrosis pulpa. Sehingga
perawatan yang dilakukan tidak hanya dengan restorasi, karena restorasi hanya dapat
mengembalikan struktur anatomi. Perawatan yang dilakukan yaitu perawatan saluran akar.

Perawatan saluran akar adalah salah satu perawatan endodontik yang bertujuan
untuk mengisi saluran akar dan membentuk penutupan yang kuat pada foramen apikal gigi
dan tidak dapat ditembus oleh cairan sehingga infeksi sekunder akibat kebocoran jaringan
periradikuler dapat dihindari. Salah satu tujuan dilakukan perawatan saluran akar untuk
menghilangkan mikroorganisme yang ada pada saluran akar. Tahapan perawatan saluran
akar terdiri dari tiga tahap (triad endodontik) yaitu: preparasi biomekanis saluran akar
(cleaning and shapping), kontrol mikroba atau sterilisasi saluran akar, dan obturasi atau
pengisian saluran akar.
Tahap pertama dari perawatan saluran akar adalah preparasi biomekanis yang
bertujuan untuk membersihkan dan mendisinfeksi sistem saluran akar, membentuk dinding
saluran akar dan ujung apikal agar dapat ditempati oleh bahan pengisi saluran akar. terdapat
2 teknik preparasi saluran akar, teknik step-back dan teknik crown down. Teknik step back
preparasi dimulai dari bagian apeks kemudian melebar ke bagian coronal secara bertahap.
Teknik Crown Down preparasi dimulai dari bagian korona kemudian dilanjutkan ke bagian
apeks.
Tahap selajutnya adalah sterilisasi saluran akar yang bertujuan membinasakan
mikroorganisme patogenik, pada tahap ini dilengkapi dengan medikasi intrasaluran. Tahap
terakhir adalah obturasi atau pengisian saluran akar. Obturasi adalah pengisisan saluran akar,
tujuan pengisian saluran akar adalah memasukan suatu bahan pengisi dengan teknik
pengisian saluran akar tertentu ke dalam ruangan yang sebelumnya terdapat jaringan pulpa,
guna mencegah terjadinya infeksi ulang.
Gigi yang telah dilakukan perawatan saluran akar akan mengalami beberapa
perubahan, yaitu hilangnya struktur gigi yang cukup banyak, perubahan karakteristik fisik
dan perubahan dalam hal estetik. Restorasi akhir merupakan bagian yang paling penting dari
kunci keberhasilan perawatan endodontik. Restorasi pasca endodontik bertujuan untuk
melindungi sisa jaringan gigi dari fraktur, mencegah terjadinya reinfeksi melalui sistem
saluran akar dan menggantikan struktur gigi yang hilang. Untuk keberhasilan perawatan
saluran akar, harus didukung dengan pembentukan kembali mahkota gigi yang sudah rusak.
Pembentukan kembali mahkota gigi dengan retensi yang baik dapat mendukung gigi yang
sudah dirawat agar berfungsi lebih lama. Bila beberapa tonjol gigi yang hilang namun masih
memiliki ketebalan struktur email dentin yang cukup dan pasien menginginkan restorasi
sewarna gigi, maka onlay komposit indirect bisa menjadi salah satu pilihan perawatan pasca
endodontik.

Restorasi onlay adalah restorasi yang memberikan proteksi oklusal yang paling besar
dan merupakan restorasi yang optimal jika kehilangan struktur giginya sangat luas. Restorasi
onlay merupakan restorasi indirect yang digunakan saat molar dan premolar mengalami
kerusakan yang luas dan tidak dapat direstorasi dengan restorasi dasar, namun belum terlalu
membutuhkan crown. Inlay maupun onlay tidak mencakup area seluas restorasi crown. Inlay
diaplikasikan pada permukaan kunyah/oklusal, sedangkan onlay meng-cover satu cusp atau
lebih. Onlay yang terkadang disebut sebagai partial crowns, dapat digunakan jika terjadi
karies atau kerusakan pada setengah atau lebih permukaan oklusal gigi.

BAB 2
LAPORAN KASUS
A. Data Pasien
Nama :A
Umur :-
Alamat :-
No RM :-
Elemen Gigi : 37

Pemeriksaan objektif

Tes perkusi : (-)


Tes palpasi : (-)
Tes termal : (-)
Tes gigit : (-)
Tes tekan : (-)
Mobiliti : (-)

Berdasarkan pemeriksaan dapat disimpulkan bahwa diagnosis pada kasus ini adalah
nekrosis pulpa pada gigi 37 dengan rencana perawatan saluran akar. Prognosis kasus ini baik
karena masih banyak struktur gigi yang tersisa sehingga masih dapat dilakukan restorasi
akhir, saluran akar lurus, jaringan pendukung gigi cukup baik.

B. Diagnosis
Nekrosis Pulpa

C. Rencana Perawatan
1. Dental Health Education (DHE)
2. Perawatan saluran akar gigi 37
3. Restorasi akhir berupa onlay

TATA LAKSANA KASUS


Kunjungan I
1. Pemeriksaan subjektif, objektif, foto intra oral, radiografi, diagnosis, penentuan
rencana perawatan.
2. Penanganan segera terhadap keluhan pasien, yaitu dengan memberikan dental health
education
3. Rontgen foto
Foto rontgen digunakan untuk melihat kondisi gigi dan menghitung panjang kerja.
Panjang gigi sebenarnya = a x b
c
keterangan :
a= panjang gigi pada rontgen foto
b= panjang mahkota klinis
c= panjang mahkota pada rontgen foto

Panjang gigi sebenarnya =


Panjang gigi : Mesial : 21 mm
Distal : 21 mm

Panjang kerja = panjang gigi – 1mm


Panjang kerja = Mesial : 20mm
(estimasi) Distal : 20 mm

Kunjungan II
1. Pengisian dan penandatanganan informed consent.
2. Preparasi akses
a. Buang semua jaringan karies dengan round metal bur dan email yang tidak
didukung oleh dentin dengan cylindrical diamond bur
b. Outline form, akses preparasi dari oklusal dengan menggunakan round diamond
bur.
c. Membuang semua atap kamar pulpa dengan diamendo bur.
d. Membuang isi kamar pulpa dengan excavator endo.
e. Lakukan irigasi dengan larutan aquadest menggunakan spuit endo.

3. Mencari Orifis dan Debridement


a. Mencari orifis dengan jarum miller (smooth broach) atau sonde lurus.
b. Lakukan debridement dengan menggenangi saluran akar menggunakan NaOCl
2,5% selama 5-10 menit
c. Preparasi saluran akar menggunakan teknik crown down

4. Preparasi saluran akar menggunakan teknik crown down


a. Eksplorasi saluran secara pasif dengan menggunakan K- File no 6, 8, 10 hingga
2/3 panjang kerja yang telah ditentukan. Setiap alat yang dimasukkan ke dalam
saluran akar diolesi EDTA cream dan lakukan irigasi dengan NaOCl, dan
aquadest.
b. Lakukan coronal flaring dengan memasukkan shaping file no 1 ( S1) hingga 2/3
panjang kerja yang telah ditentukan dengan gerakan rotasi searah jarum jam terus
menerus lalu keluarkan dengan arah berlawanan. Irigasi dengan NaOCL 2,5 %
dan aquadest.
c. Lalu masukkan K- file no 6, 8, 10 pada saluran akar sepanjang panjang kerja
yang telah ditentukan, lakukan irigasi dengan NaOCl 2,5% kemudian dengan
aquadest. Lalu masukkan S1 sepanjang panjang kerja dengan gerakan rotasi terus
menerus sampai dinding saluran akar halus, lakukan rekapitulasi dengan K-file no
8 dan 10. Irigasi saluran akar menggunakan NaOCl 2,5% kemudian dengan
aquadest.
d. Gunakan protaper S2 sepanjang panjang kerja dengan gerakan rotasi searah jarum
jam terus menerus sampai dinding saluran akar halus, lalu keluarkan dengan arah
berlawanan. Irigasi dengan NaOCl 2,5% kemudian dengan aquadest, dan
rekapitulasi dengan K-file no 10 dan 15 sesuai panjang kerja.
e. Masukkan F1 ke dalam saluran akar sesuai panjang kerja, rekapitulasi dengan K-
file no 15 dan 20, lalu irigasi dengan NaOCl 2,5% kemudian dengan aquadest.
Preparasi dapat dihentikan jika telah ada apical gauging dan sudah sesuai dengan
panjang kerja. Perhatikan tidak ada lagi jaringan nekrotik saat irigasi.
f. Jika terasa longgar, masukkan F2 ke dalam saluran akar sesuai dengan panjang
kerja, biasanya minimal hingga F2. Lalu rekapitulasi dengan K-file no 25 lalu
irigasi dengan NaOCL 2,5 % dan aquadest steril.
g. Jika telah terasa adanya apical gauging dan sudah sesuai dengan panjang kerja
maka preparasi saluran akar dapat dihentikan pada F2. Lalu rekapitulasi dengan
K-file no 25, lalu Irigasi dengan NaOCL 2,5 % dan aquadest steril.
h. Jika masih belum, maka dilanjutkan dengan F3 sesuai dengan panjang kerja lalu
rekapitulasi dengan K-file no 25, 30 lalu irigasi dengan NaOCL 2,5 %. Preparasi
dapat dihentikan jika telah ada apical gauging.
i. Pada tiap pergantian file, lewatkan K-file no 8 sepanjang 1 mm lebih panjang dari
panjang kerja untuk apical patency.
j. Jika preparasi sudah selesai genangi saluran akar menggunakan CHX 2% selama
30 detik sampai satu menit.
4. Sterilisasi saluran akar dan aplikasi bahan medikamen
a. Keringkan saluran akar dengan paper point.
b. Aplikasikan kalsium hidroksida ke dalam saluran akar sepanjang kerja sampai
orifis.
c. Letakkan cotton pellet kering di atas nya.
d. Tutup dengan tambalan sementara.
e. Cek oklusi.
f. Instruksi pasien untuk kontrol setelah 2 minggu.

Kunjungan III
1. Tanyakan apakah ada keluhan pasien dan lakukan tes perkusi dan palpasi. Jika ada
keluhan dan tes perkusi atau palpasi positif maka ulang kembali mengaplikasikan
bahan medikamen. Jika tes dan keluhan tidak lagi dirasakan maka sudah bisa
dilakukan trial.
2. Bongkar tambalan sementara.
3. Keluarkan kapas kering dan ChKM
4. Irigasi saluran akar dengan NaOCl 2,5% dan aquadest hingga saluran akar bersih
dari sisa kalsium hidroksida.
5. Keringkan saluran akar dengan paper point.
6. Genangi saluran akar dengan chlorhexidine 2% selama 1 menit, lalu keringkan
dengan paper point.
7. Lakukan trial pengisian bahan saluran akar atau gutta percha menggunakan ukuran
Pro Taper yang terakhir masuk (MAC) sesuai panjang kerja sampai terasa ada tug
back, lalu potong diatas orifis.
8. Tutup dengan cotton pellet kering dan tambalan sementara lalu cek oklusi.
9. Lakukan foto rontgen trial untuk melihat apakah cone gutta percha utama sudah
pas.. Jika hasil foto trial menunjukkan panjang MAC sesuai dengan panjang saluran
akar tanpa overfilling dan underfilling, maka bisa dilanjutkan obturasi.
10. Jika hasil foto trial menunjukkan adanya overfilling ganti MAC sehingga didapatkan
retensi apikal. Jika under filling masukkan kembali MAC atau ulangi preparasi
saluran akar.
11. Irigasi dengan NaOCl 2,5% dan aquades steril secara bergantian, genangi dengan
chlorhexidine 2% selama 1 menit, keringkan dengan paper point.
12. Gunakan gutta percha sesuai dengan MAC
13. Pastikan teknik obturasi yang dilakukan dengan rontgen dan masukkan spreader
untuk memastikan teknik obturasi yang digunakan. Masukkan satu gutta percha
MAC ke dalam saluran akar, jika masih ada ruang yang berlebih pada saluran akar,
maka gunakan teknik kondensasi lateral. Jika tidak terdapat ruang berlebih, maka
dapat dilakukan pengisian saluran akar dengan teknik single cone.
14. Persiapkan gutta percha yang sudah diberi tanda sesuai panjang kerja, rendam gutta
percha ke dalam NaOCl 2,5% selama 1 menit dan basahi dengan alkohol.
15. Aduk sealer dan masukkan ke dalam saluran akar dengan lentulo untuk melapisi
dinding saluran akar. Masukkan single cone gutta percha (dan mungkin
ditambahkan dengan gutta percha aksesoris) yang sudah dilapisi sealer ke dalam
saluran akar setelah 1/3 apikal diolesi sealer.
16. Potong gutta percha sampai orifis dengan instrumen panas dan padatkan dengan
root canal plugger sampai 2 mm di bawah orifis. Kamar pulpa harus bersih dari
gutta percha dan sisa sealer supaya tidak terjadi perubahan warna.
17. Tutup dengan GIC Lining, kemudian tutup dengan caviton
18. Lakukan rontgen foto untuk melihat kehermetisan hasil obturasi
Kunjungan IV
1. Kontrol pasca obturasi setelah 2 minggu.
2. Foto rontgen kontrol obturasi jika ada keluhan
3. Tanyakan apakah ada keluhan pasien dan lakukan tes tekan, tes perkusi dan palpasi.
4. Jika semua pemeriksaan tidak menunjukkan keadaan patologis, dapat dilakukan
restorasi pasca endo berupa composite onlay.
- Preparasi kavitas oklusal
Memperluas outline oklusal sepanjang groove sentral menggunakan bur
diamond tapered untuk menghasilkan bentuk divergen dari dinding fasial-
lingual dari penampakan gingivo-oklusal. Besar sudut divergenitas gingiva-
oklusal yang direkomendasikan untuk onlay yakni sebesar 2-5 derajat.
- Pengurangan oklusal
Membuat grooves pada cusp fungsional dengan kedalaman 1,3 mm. Grooves
dengan kedalaman 0,8 mm pada cusp non-fungsional. Dilanjutkan dengan
pengurangan oklusal mengikuti pedoman grooves yang telah dibuat. Ketebalan
preparasi untuk restorasi onlay berbahan akrilik adalah 1,5 mm-2 mm.
- Pembuatan bevel cavo surface oklusal.
Sudut cavo surface margin dibuat < 900
◦ Iinner bevel pada gigi dengan menggunakan cylindrical diamond bur
◦ Outer bevel pada gigi dengan menggunakan cylindrical diamond bur
- Pembuatan akhiran preparasi
Pembuatan akhiran preparasi berupa chamfer, 1 mm di bawah bidang oklusal
- Pembulatan sudut
- Pengecekan hasil preparasi
Pengecekan hasil preparasi dilakukan untuk memastikan :
◦ Terbentuknya kavitas yang divergen sekitar ± 2-5 derajat di dinding
fasial-lingual dari arah gingiva-oklusal.
◦ Sisi yang saling menghubungkan dan ujung/sudut yang terbentuk harus
dibuat membulat untuk mencegah daerah yang tajam yang memberikan
tekanan internal pada preparasi. Ini dilakukan untuk mencegah potensi
fraktur.
◦ Permukaan preparasi harus halus dengan sudut membulat tanpa bevel
marginal, pastikan margin gingiva terletak pada enamel.

Kunjungan V
1. Try-in
Tahap try-in dilakukan dengan menginsersikan onlay pada gigi yang telah dipreparasi
tanpa menggunakan semen. Pada tahap ini, diperhatikan retensi, kerapatan tepi restorasi,
kesesuaian warna, kontak dengan gigi sebelahnya, serta oklusi dan artikulasinya.
2. Sementasi onlay
- Kavitas diirigasi dan keringkan.
- Aduk GIC lutting sesuai petunjuk pabrik, aplikasikan pada fitting surface onlay
- Insersi onlay pada gigi, tekan sesuai sumbu gigi
- Meletakkan gulungan kapas di permukaan oklusal onlay dan oklusikan dengan
antagonisnya sampai semen mengeras
- Kelebihan semen dibersihkan dengan ekskavator sebelum semen mengeras sempurna.
PEMBAHASAN

Pada kasus ini telah dilakukan perawatan saluran akar gigi 37. Teknik preparasi saluran
akar yang digunakan pada kasus ini adalah teknik crown down menggunakan instrumen
Protapper dan K-file. Teknik ini dipilih karena saluran akar yang sempit dan membutuhkan
waktu yang lebih singkat untuk preparasi saluran akar.
Infeksi endodontik terjadi sebagai akibat dari campuran mikroba yang mengandung
bakteri terutama Enterococcus faecalis dan jamur Candida Albicans. Bakteri anaerob dengan
endotoksin pada dinding sel dapat dideteksi terutama gram negatif. Eliminasi bakteri dari
sistem saluran akar dilakukan dengan prosedur kombinasi untuk menghilangkan infeksi
bakteri.
Irigasi merupakan salah satu faktor penting dalam debridemen saluran akar. Kaur et
al.14mengusulkan enam persyaratan yang harus dimiliki oleh irigasi ideal: (1) spektrum
antimikroba yang luas, (2) kemanjuran tinggi terhadap mikroorganisme anaerob dan
fakultatif yang diatur dalam biofilm, (3) kemampuan untuk melarutkan sisa-sisa jaringan
pulpa nekrotik, (4) kemampuan untuk menonaktifkan endotoksin, (5) kemampuan untuk
mencegah pembentukan atau untuk melarutkan smear layer selama instrumentasi, dan (6)
tidak beracun (ke jaringan periodontal), sifat non-kaustik yang tidak menyebabkan reaksi
alergi.
Larutan irigasi yang digunakan pada perawatan ini adalah NaOCL 2,5 %, EDTA 17%,
chlorhexidine 2% dan aquades steril secara bergantian. Larutan NaOCL mampu
membersihkan sistem saluran akar yang telah dibentuk, memiliki efek melarutkan jaringan
oragnik seperti serpihan dentin dan jaringan pulpa, bersifat antimikroba serta sebagai
lubrikan.10,11, Larutan EDTA berguna untuk melarutkan jaringan anorganik pada saat
membersihkan saluran akar seperti smear layer. EDTA paling umum digunakan sebagai
larutan dinetralkan 17% (disodium EDTA, pH 7-7,5), menghilangkan smear layer dilakukan
setelah irigasi NaOCl. Menghilangkan smear layer oleh EDTA meningkatkan efek
antibakteri dari agen desinfektan yang digunakan secara lokal pada lapisan yang lebih dalam
dari dentin.11 Chlorhexidine digluconate (CHX) banyak digunakan dalam desinfeksi
kedokteran gigi karen aaktivitas antimikroba yang baik. Hal ini telah luas digunakan dalam
endodontik sebagai larutan irigasi CHX yang meresap ke dinding sel mikroba atau membran
luar dan menyerang sitoplasma atau membran dalam bakteri. CHX 2% merupakan pilihan
yang baik untuk memberikan efek antibakteri yang dimaksimalkan pada persiapan akhir
chemomechanical sebelum dilakukannya obturasi.15
Keberhasilan perawatan saluran akar satu kunjungan tergantung dari seleksi kasus yang
tepat, keterampilan operator serta ketaatan terhadap standar prinsip-prinsip endodontik.15
Obturasi yang dilakukan pada kasus ini menggunakan teknik single cone. Keberhasilan
klinis yang diharapkan setelah perawatan saluran akar (PSA) dapat dianalisis berdasarkan
berbagai sudut pandang, dengan karakteristik spesifik yang melibatkan dokter gigi, pasien
atau gigi itu sendiri. Karakteristik untuk dokter gigi adalah gejala (tidak adanya rasa sakit),
radiografi (pengisian saluran akar hermetis dengan tidak disertai peradangan periapikal), dan
kondisi klinis (yang kembalikan fungsinya dengan baik). Indikatornya terhadap pasien
meliputi gejala (tanpa rasa sakit) sangat penting, sedangkan keberhasilan pada gigi itu sendiri
dikaitkan dengan tidak adanya penyakit (saluran akar infeksi atau peradangan periapikal). 16
Keberhasilan PSA jangka panjang tidak tergantung kepada hasil perawatan saja, tetapi
juga ditentukan oleh restorasi pasca PSA. Hal ini karena kebocoran restorasi korona dapat
menjadi penyebab kegagalan PSA. Dalam penentuan restorasi pasca PSA, perlu
dipertimbangkan hal-hal seperti sisa jaringan gigi, posisi gigi dalam rongga mulut, kebutuhan
estetik, dan beban oklusal yang diterima gigi tersebut. Gigi yang telah menjalani
perawatan saluran akar memiliki struktur jaringan keras yang berbeda dengan gigi
vital. Perubahan yang terjadi diantaranya adalah perubahan sifak fisik, kehilangan
struktur gigi yang luas dan kemungkinan terjadinya perubahan warna. Perubahan
pada struktur gigi dapat dianalisis dari berbagai tingkatan diantaranya; komposisi
gigi, struktur mikro dentin dan struktur makro gigi yang mempengaruhi
biomekanik dari gigi yang dapat mempengaruhi pemilihan teknik dan bahan restorasi.
Restorasi direk pada gigi yang telah menjalani perawatan saluran akar dengan kerusakan
struktur gigi yang luas sebenarnya tidak direkomendasikan.19 Pada kasus ini dipilih akrilik
onlay sebagai restorasi pasca perawatan saluran akarnya.
KESIMPULAN

Laporan kasus ini telah membahas perawatan saluran akar dengan diagnosa nekrosis
pulpa :
• Teknik preparasi menggunakan teknik crowndown
• Medikamen yang digunakan adalah ChKM karena tidak terdapat lesi periapikal dan
sifat iritatif yang rendah
• Larutan irigasi yang digunakan adalah NaOCl 2,5%, EDTA gel, CHX 2%, dan
aquadest steril yang menunjukkan eliminasi mikroorganisme berhasil dengan tidak
tadanya gejala subjektif dan objektif.
• Selain prosedur perawatan saluran akar yang benar, restorasi akhir juga
mempengaruhi keberhasilan perawatan endodontik.
• Perawatan saluran akar dengan restorasi akhir onlay untuk mempertahankan gigi
sekaligus mengembalikan fungsi dan estetik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Haryuni, Rizky Fitri Dan Eva Fauziah. 2018. Penatalaksanaan Fraktur Ellis Kelas II
Pada Gigi Tetap Muda. Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia, Jakarta.
Indonesian Journal Of Paediatric Juli 2018, Volume 1, Number 2
2. Dewi, Mella Synthya Dan Tunjung Nugraheni. 2011. Restorasi Resin Komposit
Dengan Pasak Fiber Reinforced Composite Untuk Perbaikan Gigi Insisivus Sentralis
Maksila Pasca Trauma. Fakultas Dokter Gigi Universitas Gajah Mada. Maj Ked Gr,
Juni 2011;18(1):92-97
3. Rachmawati, Mia , DKK. 2011. Perawatan saluran akar satu kali kunjungan pada gigi
insisivus dengan nekrosis pulpa tanpa lesi periapikal (laporan kasus) One visit
endodontic on incisive with pulp necrosis without periapical lesion (case report).
Rumah Sakit Khusus Gigi Mulut Bagian Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Padjajaran Bandung, Indonesia. Dentofasial, Vol.10, No.3, Oktober
2011:175-178.

4. Ariani Ni Gusti Ayu, Hadriyanto Wignyo. Perawatan ulang saluran akar gigi insisivus
lateralis kiri maksila dengan medikamen kalsium hidroksia-chlorhexidine. Maj Ked
Gi 2013; 20(1): 52-57.
5. Keberhasilan perawatan saluran akar satu kunjungan tergantung dari seleksi kasus
yang tepat, ketrampilan operator serta ketaatan terhadap standar prinsip-prinsip
endodontik.15
6. Mulyawati Ema. Peran bahan desinfeksi pada perawatan saluran akar. Maj Ked Gi
2011; 18(2): 205-209.
7. Santoso Laurensia, Kristanti Yulita. Perawatan saluran akar satu kunjungan gigi
molar kedua kiri mandibular nekrosis pulpa dan lesi periapikal. MKGK 2016; 2(2):
65-71.
8. Pary Chaldun F, Kristanti Yulita. Perawatan gigi insisivus lateralis kanan maksila
fraktur ellis kelas III. MKGK 2015; 1(2): 155-162.
9. Eliyas, S, Jalili, J dan Martin, N Restoration of the root canal treated tooth. BRITISH
DENTAL JOURNAL . 2015. Vol 218 No. 2 Jan 23 2015
10. Berman LH, Hargreaves KM, Cohen SR. Cohen's Pathways of the Pulp Expert
Consult-E-Book. Elsevier Health Sciences; 2010 May 10.
11. Ingle’s. Endodontics 7th . 2019. H.557-634
12. Zehnder M. Root canal irrigants. J Endod 2006; 32 (5): 389-98.

13. Mattulada IK. Pemilihan medikamen intrakanal antar kunjungan yang rasional.
Dentofasial J. 2010;9(1):63-.
14. Ni Gusti Ayu Ariani dan Wignyo Hadriyanto. 2013. Perawatan Ulang Saluran Akar
Insisivus Lateralis Kiri Maksila dengan Medikamen Kalsium Hidroksida-
Chlorhexidine. Univeristas Gadjah Mada. Maj Ked Gi. Juni 2013; 20(1): 52-57

15. Young GR, Parashos P, Messer HH. The principles of techniques for cleaning root
canals. Aust Dent J 2007; 52 (1 Suppl): S52-S63.
16. Estrela C, Holland R, Estrela C R A, Alencar A H G, Sousa-Neto M D PJD.
Characterisation of Successful Root Canal Treatment. Braz Dent J. 2014;25(1):3–11.
17. Besse Tenri Awaru, Juni Jekti Nugroho. 2012. Restoration of anterior tooth after
endodontic treatment. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas HasanuddinMakassar,
Indonesia. Dentofasial, Vol.11, No.3, Oktober 2012:187-191.
18. Widi Prasetia dan Trimurni Abidin. 2016. Perawatan saluran akar pada sisa akar gigi
dengan restorasi direk. Departemen Ilmu Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Medan-Indonesia. Vol. 65, No. 3, September-Desember 2016 |
Hal. 83–89
19. Emy Ardana, 2Aries Chandra Trilaksana. Pemilihan bahan restorasi estetis
berdasarkan translusensi dan opasitas dariresin komposit. Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Hasanuddin Makassar, Indonesia. PPDGS Konservasi.

Anda mungkin juga menyukai