Anda di halaman 1dari 41

PERAWATAN SALURAN AKAR GIGI 21 NEKROSIS PULPA

DENGAN TEKNIK KONVENSIONAL MULTI KUNJUNGAN

Pembimbing :
drg. Sherli Diana, Sp. KG

Disusun oleh :
Gusti Meidy Listiananda
14D112033

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
BANJARMASIN

Desember, 2016
DAFTAR ISI

Daftar isi ………………………………………………………………………. 2

BAB I Pendahuluan ……………………………………………………………. 3

BAB II Isi ……………………………………………………………………… 6

BAB III Penutup ……………………………………………………………….. 39

Daftar Pustaka …………………………………………………………………. 40

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Skenario

Pasien wanita umur 19 tahun datang ke RSGM Gusti Hasan Aman di

bagian konservasi gigi dengan keluhan gigi depannya berubah warna. Pasien

menyatakan pernah merasa sakit dan ada pembengkakan sekitar satu bulan yang

lalu kemudian pasien mengonsumsi antibiotik dan analgesik. Pasien pernah

melakukan perawatan ke dokter gigi untuk menghilangkan rasa sakit tersebut,

sekarang pasien tidak mengeluhkan rasa sakit lagi. Pasien ingin dilakukan

perawatan lanjutan.

1.2. Pemeriksaan Subjektif

Identitas Pasien

Nama : Anna Nurhaliza

Usia : 19 tahun

Jenis Kelamin : Wanita

Alamat : Jl. Belitung Laut No.7 RT.1

No. telpon : 081803934886

Pekerjaan : Mahasiswa

Keluhan utama : Pasien mengeluhkan rasa sakit dan bengkak sekitar satu

bulan yang lalu. Rasa sakit tersebut muncul secara tiba-tiba.

Pasien mengonsumsi obat antibiotik dan analgesik. Ada

3
perubahan warna pada gigi 21 pasien. Pasien ingin

melakukan perawatan.

PI : Pasien suka memakan makanan berserat, pasien memiliki

kebiasaan menggosok gigi dua kali sehari pada saat mandi

dengan cara horizontal. Pasien pernah mengonsumsi

antibiotik dan analgesik, sekarang pasien sedang

mengonsumsi vitamin B kompleks dan vitamin C.

Riwayat penyakit : Pasien dalam pengobatan sinusitis

Diagnosa klinis : gigi 21 nekrosis pulpa diserta lesi periapikal

1.3. Pemeriksaan Objektif

Secara ekstraoral, wajah pasien terlihat normal (simetris) dan tidak ada

pembengkakan. Terdapat kavitas pada gigi 21 di bagian palatal dengan kedalaman

profunda.

a) Tes perkusi (-) : tidak sakit, tidak ada kelainan periodontal

b) Tes druk (-) : tidak sakit

c) Tes palpasi (-) : tidak sakit, tidak ada kelainan periodontal

d) Tes termal (-) : tidak bereaksi / tidak terasa ngilu

1.4. Interprestasi Roentgen Periapikal

a) Terdapat gambaran radiolusen pada ujung apex gigi 21 dengan

diameter 6 mm dengan luas 28,2 mm berbatas diffuse

b) Terdapat gambaran lamina dura terputus pada 1/3 apikal

c) Terdapat gambaran radiolusen pada palatal gigi 21 berupa lesi karies

4
d) Gambaran radiolusen pada 1/3 mesial dan mengenai tanduk pulpa

e) Terdapat gambaran radiopak pada distal gigi 21 mencapai sudut

insisal berupa restorasi komposit

f) Saluran akar gigi 21 tunggal dan berbentuk lurus

Gambar 1.1. Roentgen periapikal gigi 21

1.5. Treatment Planning

Rencana perawatan yang akan dilakukan adalah:

1. PSA akar tunggal multi kunjungan dengan teknik konvensional

2. Pembuatan inti pasak tuang

3. Mahkota porcelain fused to metal (PFM)

5
BAB II

ISI

2.1. Perawatan Saluran Akar

a. Definisi

Perawatan saluran akar dilakukan untuk mempertahankan gigi yang rusak

dengan pembersihan menyeluruh dan pembentukan sistem saluran akar dan

kemudian mengisinya dengan bahan gutta-percha untuk mencegah

kontaminasi ulang dari bakteri. Gigi permanen direstorasi dengan mahkota

dengan atau tanpa post.

b. Indikasi

1) Gigi dengan pulpa yang mengalami pulpitis irreversible dari

kerusakan fisikal, kimiawi atau bateri dan tidak dikontraindikasikan

untuk perawatan.

2) Gigi dapat direstorasi

3) Gigi tidak goyang dan jaringan periodontal normal

4) Enamel tidak didukung oleh dentin

5) Karies yang luas

6
c. Kontraindikasi

1) Gigi dengan dukungan jaringan periodontal yang kurang

2) Gigi dengan struktur yang tertinggal tidak memungkinkan untuk

restorasi, gigi yang tidak bisa direstorasi

3) Gigi dengan anatomi saluran akar anomali yang mana instrument

tidak bias masuk

4) Gigi dengan resorpsi internal atau eksternal yang parah

5) Gigi dengan fraktur vertikal di bagian 1/3 apikal

6) Gigi yang letaknya tidak mendukung, misalnya gigi molar 3 rahang

atas dengan gigi molar 3 rahang bawah yang tidak ada secara

kongenital atau tanggal

7) Pasien tidak mampu membayar biayanya

d. Triad Endodontik

1. Preparasi Biomekanikal

Dasarnya adalah untuk membuat jalan masuk untuk orifice saluran

akar dan apeksnya. Mekanisme dari cleaning and shaping dapat disebut

sebagai ekstensi dari prinsip-prinsip preparasi kavitas korona hingga

sepanjang saluran akar. Tujuan biologi dari preparasi biomekanikal adalah

untuk menghilangkan jaringan pulpa, bakteri dan produknya dari saluran

akar.

7
2. Debridemen/dressing

Dasar dari tahap ini adalah eliminasi keseluruhan dari jaringan

pulpa yang vital atau nekrotik, mikroorganisme dan produknya dengan

cara:

1) Irigasi kanal untuk menghilangkan debris yang ada

2) Tempatkan master apical file di saluran akar

3) Keringkan saluran akar menggunakan paper point

4) Tempatkan obat intrakanal pada cotton pellet steril dan letakkan di

ruang pulpa

5) Letakkan cotton pellet steril lainnya di atasnya lalu direstorasi dengan

bahan restorasi sementara

3. Obturasi

Tujuan utama dari obturasi adalah untuk mendapatkan saluran akar

tiga deminsional yang baik dengan seal cair padat untuk mencegah

perembesan dan kebocoran mikro dari eksudat periapikal ke dalam ruang

saluran akar dan juga untuk mencegah infektasi dengan cara melenyapkan

foramen apikal dan hubungan portal lainnya.

2.2. Perhitungan Panjang Kerja

Perhitungan panjang kerja dapat dilakukan dengan cara:

1) Metode Grossman/Metode Matematis Perhitungan Panjang Kerja

8
Metode ini berdasarkan rumus matematika sederhada untuk

mwnghitung panjang kerja. Dalam metode ini, instrument dimasukan

ke dalam saluran akar, stopper diteteapkan pada titik acuan dan

diambil foto radiografi. Rumus untuk menghitung panjang kerja

dengan metode ini adalah sebagai berikut:

PAS × PGR
PGS=
PAR

Keterangan:

- PGS : panjang gigi sebenarnya

- PAS : panjang alat sebenarnya

- PGR : panjang gigi radiografi

- PAR : panjang alat radiografi

Panjang kerja lalu didapat dari hasil mengurangkan 1 mm dari panjang

gigi yang didapat, rumusnya adalah:

Panjang Kerja=Panjang gigi sebenarnya−1 mm

2) Electronic Apex Locator

Electronic apex locator (EAL) digunakan untuk menentukan panjang

kerja sebagai tambahan untuk metode menggunakan radiografi. EAL

pada dasarnya digunakan untuk mencari foramen apikal, bukan apeks

pada radiografi.

9
Gambar 2.1. Rata-rata panjang gigi

10
Rata-rata panjang kerja dari gigi 21 adalah 23,3 mm. Akses opening

dilakuan ditengah-tengah bagian palatal/lingual menggunakan

diamond round bur dan endo access bur. Lalu menggunakan access

refining burs yang berbentuk flame, tapered round dan diamond untuk

menghaluskan dinding preparasi open akses.

Gambar 2.1. outline akses


opening gigi anterior rahang atas Gambar 2.2. open akses gigi anterior

Gambar 2.2. access opening burs

Gambar 2.3. access refining burs


11
Access refining burs

A. Tapered diamond bur

Tapered diamond bur ysng panjang dapat digunakan pada high speed

untuk meratakan dan menyelesaikan dinding aksial dari ruang pulpa

B. Endo access bur

Endo access bur digunakan untuk preparasi akses pada semua gigi berakar

tunggal dan membuka pulp chamber gigi posterior

C. Endo Z bur

Endo Z bur merupakan carbide bur berbentuk tapered dengan ujung yang

aman. Bur ini terkenal dengan ujung non-cutting nya yang dapat

diletakkan langsung pada dasar pulpa dengan aman tanpa resiko perforasi.

Ujung lateral cutting dari endo Z bur adalah untuk meratakan dan

menghaluskan dinding axial internal.

2.3. Teknik Preparasi

Pada dasarnya, ada dua pendekatan yang digunakan untuk preparasi

biomekanik:

a) Mulai pada apex dengan instrumen kecil dan bekerja sampai

ke orifice menggunakan instrumen dengan ukuran lebih besar, ini adalah

teknik step back.

12
b) Mulai dari orifice dengan instrumen yang lebih besar dan bekerja sampai

ke apex dengan instrumen yang lebih besar, ini adalah teknik crown down.

1. Teknik konvensional

Salah satu teknik yang paling pertama digunakan. Diperkenalkan oleh

Ingle. Dia menggambarkan teknik terstandar dimana reamer terstandar yang

ukurannya bertambah digunakan secara berurutan untuk memperbesar bagian

apikal dari saluran akar. Pada 2/3 koronal dipreparasi dengan cara reaming

(melebarkan). Teknik ini menggunakan panjang kerja yang sama untuk

semua instrument yang dimasukkan ke dalam saluran akar dan oleh karena itu

bergantung pada bentuk dari instrument untuk memberikan bentuk akhir dari

saluran akar.

Pada kasus ini, teknik konvensional digunakan untuk preparasi saluran

akar karena gigi 21 memiliki akar tunggal dan tidak bengkok.

Teknik

a) Menentukan panjang kerja dan pilih file apikal inisial

b) Lakukan gerakan file secara sirkumferensial untuk meningkatkan

konstriksi apikal 2 hingga 3 ukuran file yang lebih beasr daripada file

apikal awal. Gerakan file secara sirkumferensial, file dimasukkan ke

dalam saluran akar dengan panjang yang ditentukan ke dalam dinding

saluran dengan menerapkan tekanan lateral dan lalu ditarik. Prosedur

ini dilakukan disekitar seluruh dinding saluran akar.

13
Caranya:

1) Masukkan file awal sepanjang kerja (missal dengan file no.15,

panjang kerja 23 mm), lalu putar seperempat putaran searah putaran

jarum jam, kemudian tarik ke luar (gerak reaming). Lakukan hal ini

berulang kali sampai file terasa longgar.

2) Irigasi saluran akar kemudian preparasi dilanjutkan dengan file satu

nomor lebih besar (dari file no.15 ke no.20, 25, 30 dan seterusnya)

dengan panjang kerja yang sama dengan file awal (PK = 23 mm).

preparasi harus dilakukan secara berurutan dari nomor terkecil hingga

lebih besar dengan panjang kerja yang sama. Selama preparasi, setiap

pergantian nomor file ke nomor yang lebih besar harus dilakukan

irigasi pada saluran akar.

3) Preparasi saluran akar dianggap selesai jika bagian dentin yang

terinfeksi telah terambil, ada terasa tug back, dan saluran akar cukup

lebar untuk tahap pengisian saluran akar.

Gambar 2.4. Macam-macam files

2. Teknik Step Back

Teknik step back juga dikenal sebagai Telescopic Canal

Preparation/Serial Root Canal Preparation. Teknik step back menegaskan

14
untuk membiarkan preparasi apikal kecil, pada posisi aslinya dan

menghasilkan bentuk lancip yang bertahap secara koronal.

Clem pertama kali menggambarkan preparasi bertahap dari saluran yang

membengkok dimana porsi apikal dipreparasi menggunakan intrumen yang

kecil dan relative fleksibel. Bagian korona dibentuk dengan instrument yang

lebih besar untuk mendapatkan suar yang memadai tanpa pembesaran yang

tidak semestinya pada bagian apikal. Selanjutnya, Schilder menyarankan

"preparasi serial" yang termasuk memperbesar untuk ukuran file # 30 atau #

35 hingga panjang kerja dan kemudian berturutan mengurangi panjang kerja

untuk instrumen berikutnya. Weine, Martin, Walton dan Mullaney adalah

pendukung awal preparasi step back.

Untuk mengatasi pengangkutan instrumen dalam sepertiga apikal dari

saluran akar, Mullaney membagi preparasi step back menjadi dua tahap yaitu:

Tahap I: Ini adalah persiapan apikal dimulai pada penyempitan apikal.

Tahap II: Ini adalah persiapan sisa saluran akar, secara bertahap melangkah

mundur sambil meningkatkan ukuran.

Refining Tahap IIA dan IIB: Ini adalah penyelesaian preparasi untuk

menghasilkan lancip yang kontinu dari apeks ke serviks.

3. Teknik Step Down

Prosedur ini melibatkan preparasi sepertiga koronal dalam dua tahap:

15
1. Tahap I: Saluran akar ditembus menggunakan file Hedstroem ukuran

No.15, 20, dan 25 untuk 16 mm sampai 18 mm atau di mana mereka

mengikat.

2. Tahap II: Gates-Glidden drills no.2 dan 3 dan 4 digunakan secara

berurutan lebih pendek, dengan demikian, mengembangkan segmen

koronal dari saluran akar. Ini diikuti dengan instrumentasi apikal, yang

melibatkan dua langkah:

a. Langkah I: Penentuan panjang kerja dan pembuatan apikal

stoper ukuran no. 25.

b. Langkah II: Membentuk kanal yang tersisa dalam

pendekatan step down, menggunakan urutan file yang

menurun, maju 1 mm per instrumen berturut-turut, apikal.

Hal ini penting untuk rekapitulasi dengan file no. 25 untuk

mencegah penyumbatan.

4. Crown Down Pressureless

Marshall dan Pappin menganjurkan preparasi crown down pressureless

yang melibatkan pelebaran awal koronal dengan burs\ Gates-Glidden, diikuti

dengan penghilangan tambahan dari dentin dari koronal ke arah apikal, jadilah

istilah "crown-down". Jenis K-file lurus digunakan dalam urutan besar hinnga

kecil dengan gerakan reaming dan tidak ada tekanan apikal, sehingga disebut

"pressureless".

16
5. Teknik Balanced Force

Teknik ini dikembangkan oleh Roane dan Sabala pada tahun 1985. Ini

melibatkan penggunaan instrumen dengan ujung noncutting. Karena jenis K-file

memiliki tips piramida dengan memotong sudut yang bisa sangat agresif dengan

rotasi searah jarum jam. Untuk teknik ini, penggunaan intrumen lintas-potong

segitiga harus dilakukan. Penurunan massa instrumen dan pemotongan galur lebih

dalam meningkatkan fleksibilitas instrumen dan menurunkan gaya pemulih

instrumen ketika ditempatkan di kanal yang melengkung.

2.4. Irigasi

a. Definisi

Pembersihan dan pembentukan saluran akar merupakan hasil kombinasi

dari pembersihan secara mekanis dinding saluran akar dan eliminaasi debris,

pembuangan lapisan kotoran endodontik dan sterilisasi saluran yang

diinstrumentasi. Pembuangan keseluruhan debris tidak dapat dicapai dengan

hanya intrumentasi mekanik. Irigasi digunakan sebagai suatu pembilasan

fisikal yang menghilangkan debris, dan juga berfungsi sebagai agen

bakterisidal, pelarut jaringan, dan lubrikan.

b. Sifat

Irigasi yang ideal harusnya memiliki sifat-sifat berikut:

1) Bakterisidal, untuk mengurangi kuantitas bakteria di dalam saluran

akar yang terinfeksi;

17
2) Solvent action, bertujuan untuk digesti proteolitik dan pelarutan

jaringan nekrotik;

3) Memudahkan pembuangan debris dentin, dengan mempertahankannya

dalam suspense

4) Biokompatibilitas, khusunya irigasi tidak boleh toksik atau mengiritasi

jaringan periapikal

5) Lubricant action, untuk memfasilitasi instrumentasi endodontic,

khususnya pada saluran yang sempit, dan karena itu mengurangi

resiko instrument patah

6) Tegangan permukaan rendah, untuk mencapai delta dan seluruh area

yang tidak terjangkau untuk instrumentasi

7) Tidak ada efek yang merugikan pada tumpatan berikutnya pada

saluran akar oleh bahan pengisi endodontic dan sealer saluran akar.

8) Memiliki substantivitas dengan mengikat pada dentin saluran akar

untuk menjaga aksi bakterisidalnya

9) Relative tidak berbahaya untuk pasien dan untuk klinisi

10) Mudah diperoleh dan murah

c. Bahan Irigasi

Eliminasi bakteri yang efektif dari saluran akar dicapai dengan

instrumentasi dikombinasikan dengan irigasi. Irigasi berfungsi sebagai

tambahan pada instrumentasi mekanis. Sifat dan jenis irigasi yang digunakan

memiliki peran yang penting dalam menghilangkan bukan hanya debris dan

18
jaringan nekrotik dari saluran akar tetapi juga sebagai asepsis dan disinfektan

saluran akar. Medikamen intrakanal berperan sebagai tambahan dalam

mencapai tujuan ini.

Tidak ada irigasi yang dapat memenuhi semua kriteria sehingga

mengirigasi dengan cairan irigasi yang berbeda-beda sebagai kombinasi..

Irigasi yang utama meliputi sodium hypochlorite, chlorhexidine, dan ethylene

diamine-tetra-acetic acid. Ini tampaknya tidak menjadi salah satu rejimen

yang jelas yang harus diikuti untuk memaksimalkan manfaat dari masing-

masing bahan tersebut.

1. Normal Saline

Normal saline menyebabkan debridemen keseluruhan dan lubricant

saluran akar, karena bereaksi dengan sangat ringan. Normal saline

dapat digunakan sebagai tambahan untuk irigasi kimiawi. Normal

saline 0,9%W/V sering digunakan sebagai irigasi dalam endodontik.

Normal saline bekerja dengan cara pembilasan. Normal saline juga

dapat digunakan sebagai pembilasan akhir pada saluran akar untuk

menghilangkan irigasi kimia yang tertinggal setelah preparasi saluran

akar.

2. Sodium Hypochlorite

Sodium hypochlorite adalah cairan bening, pucat, hiaju kekuningan

dengan bau yang kuat dari chlorine. Mudah larut dengan air dan

terdekomposisi oleh cahaya.

19
Mekanisme Kerja

a) Pada suhu tubuh, chlorin reaktif dalam larutan encer ada dalam

dua bentuk – hypochlorite (OCl) dan asam hypochlorus (HOCl).

Keadaan chlorine yang tersedia tergantung pada pH pelarut

b) Pada pH asam dan netral chlorine beraksi sebagai HOCl. HOCl

merupakan antibakteri yang menghancurkan fungsi vital sel

bakteri yang mengakibatkan kematian sel

c) Pada pH 9 dan lebih, OCl lebih menonjol. pH dari sodium

hypochlorite yang sering digunakan adalah 12 (basa), dimana

bentukan OCl keluar. Hypochlorite melarutkan jaringan nekrotik

karena sifat alkalinenya yang tinggi (pH 12).

d) Penggunaan sodium hypochlorite sebagai irigasi endodontik

adalah pada konsentrasi antara 0,5% dan 6%

e) Sodium hypochlorite merusak bakteri dalam dua fase:

a. Penetrasi ke dalam dinding sel bakteri

b. Kombinasi kimiawi dengan protoplasma pada sel bakteri dan

gangguan pada sintesis DNA

f) Untuk meningkatkan keberhasilan dari larutan NaOCl, 1%

sodium bikarbonat ditambahkan sebagai agen buffering.

Buffering membuat pelarut tidak stabil, jadi menurunkan hidup

paparannya hingga kurang dari satu minggu. Sodium hypochlorite

20
yang dibuffer dan dicairkan harus disimpan ditempat yang gelap

dan dingin.

Cara Kerja:

1) Meleburkan jaringan

2) Aksi antibakteri dan bleaching

3) Pelumas saluran akar

Pada perawatan kasus ini digunakan bahan irigasi sodium

hypochlorite karena menyebabkan disolusi jaringan, menghilangkan

bagian organik dentin untuk penetrasi medikamen lebih dalam,

menghilangkan biofilm, menyebabkan disolusi pulpa dan jaringan

nekrotik, memiliki sifat antibakteri dan bleaching action, lubrikasi kanal,

murah dan mudah didapat.

3. Urea

Urea atau juga disebut carbamide adalah bubuk berwarna putih,

tidak berbau seperti kristal. Pertama kali digunakan pada perang dunia

pertama sebagai agen terapeutik untuk luka terinfeksi. Larutan urea

(sebanyak 40%) merupakan pelarut ringan jaringan nekrotik dan pus dan

juga merupakan antiseptik ringan. Pada tahin 1951, Blechman dan Cohen

menyatakan bahwa 30% larutan urea dapat digunakan sebagai irigasi

saluran akar pada pasien dengan pulpa yang masih vitas dan juga pulpa

nekrotik.

21
Mekanisme Kerja

a) Denaturasi protein: urea mengubah sifat protein dengan

menghancurkan ikatan struktur sekunder yang menghasilkan

hilangnya aktivitas fungsional protein. Mode aksi ini bertanggung

jawab atas sifat antiseptiknya.

b) Memiliki sifat debridement uka sevara kimiawe dengan

menghaluskan substrat pokok fibrin

4. Hydrogen Peroxide

Merupakan cairan bening dan tidak berbau. Larutan 3% hydrogen

peroxide utamanya digunakan sebagai agen irigasi.

Mekanisme Kerja

a) Tidak stabil dan mudah terdekomposisi oleh panas dan cahaya.

Cepat berpisah menjadi H2O + [O] (air dan oxigen baru). Dalam

dengan katalase enzim jaringan dan peroksidase, [O] yang

dilepaskan memproduksi efek bakterisidal tetapi efek ini bersifat

sementara dan mengurangi keberadaan debris organik

b) Menyebabkan oksidasi kelompok sulfhydryl enzim pada bakteri

dan hingga mengganggu metabolisme bakteri

c) Pelepasan [O] oksigen baru yang cepat pada kontak dengan

jaringan organik menghasilkan busa atau gelembung yang mana

22
diperkirakan untuk membantu debridemen mekanik dengan

mengeluarkan partikel jaringan nekrotik dan debris dentin dan

mengambangkannya ke permukaan.

d) Saat digunakan sebagai irigasi sendiri, hydrogen peroxide hanya

memiliki sedikit aktivitas antibakteri dan tidak melarutkan jaringan

e) Dapat digunakan sebagai irigasi sendiri atau bersamaan dengan

sodium hypochlorite. Keuntungan penggunaan 3% H2O2 dengan

5,2% NaOCl adalah:

a. Ada reaksi berbusa (effervescent reaction) dari gelembung

hydrogen peroxide yang mendorong debris secara mekanik

dari saluran akar

b. Aksi pelumas dari sodium hypochlorite terhadap debris

organik

c. Aksi disinfektan dan bleaching dari kedua cairan tersebut

f) Ketika menggunakan kombinasi dari sodium hypochlorite dan

hydrogen peroxide, selalu gunakan sodium hypochlorite di akhir

karena hydrogen peroxide dapat bereaksi dengan debris pulpa dan

darah untuk menghasilkan gas (nascent oxygen) yang

meningkatkan tekanan, hal ini dapat menimbulkan rasa sakit yang

parah.

5. Urea Peroxide

23
Merupakan bubuk kristal putih dengan sedikit odor. Urea peroxide

dapat larut dalam air, alkohol dan glycerine.

Mekanisme Kerja:

a) Mendekomposisi secara cepat saat terpapar tekanan panas, cahaya

atau lembab. Urea peroxide memisah menjadi urea dan hydrogen

peroxide.

Urea peroxide  Urea + H2O2

Mekanisme kerjanya mengkombinasi efek urea dan hydrogen

peroxide.

b) Anhidrat gliserol meningkatkan stabilitas urea peroxide

6. Chlorhexidine

Chlorhexidine dikembangkan pada akhir tahun 1940an di

laboratorium penelitian. Chlorhexidine merupakan golongan bisbiguanida

yang paling paten yang telah dicoba. Memiliki basis yang sangan kuat dan

paling stabil dalam bentuk garamnya, contohnya chlorhexidine gluconate.

Merupakan antiseptic paten yang banyak dipakai untuk kontrol plak

kimiawi dalam rongga mulut dengan konsentrasi 0,2%. Aksi antimikroba

optimal pada pH antara 5,5 dan 7,0. Penggunaan chlorhexidine sebagai

bahan irigasi dapat digunakan pada konsentrasi 2%.

Mekanisme Kerja

24
a) Chlorhexidine merupakan agen antimikroba spektrum luas

b) Mekanisme antibakteri chlorhexidine berhubungan dengan struktur

kation molekul bisbiguanida

c) Molekul kation diserap ke membran sel dalam yang bermuatan

negtif dan menyebabkan kebocoran komponen intraseluler

d) Pada konsentrasi rendah, chlorhexidine bekerja sebagai

bakteriostatik, sedangkan pada konsentrasi yang lebih tinggi akan

menyebabkan koagulasi dan pengendapan sitoplasma dan maka

dari itu dia bekerja sebagai bakterisidal.

e) Lebih efektif terhadap E. faecalis dibandingkan dengan NaOCl

f) Chlorhexidine memiliki sifat substantivitas (efek residual).

Chlohexidine dengan konsentrasi 2% dan 0,2% dapat menyebabkan

sisa aktivitas antimikroba dalam 72 jam atau bahkan sampai 7 hari

jika digunakan sebagai irigasi endodontik.

Kombinasi Chlorhexidine 0,2% dengan sodium hypochlorite 2%

1) Chlorhexidine menjadi basis membentuk garam dari asam

organik sementara sodium hypochlorite menjadi agen oksidasi,

mengoksidasi bagian glukonat dari chlorhexidine gluconate dan

membentuk asam glukonik

2) Ada peningkatan kapasistas ionisasi dari chlorhexidin yang

dikarenakan pembentukan Chlorhexidine Cl (kelmpok Cl-

melekat pada bagian guanidine dari chlohexidine)

25
3) Kombinasi chlorhexidine (pH 6,5) dan sodium hypochlorite

(pH 9-10) bersifat lebih alkalin (pH 10) dan membuatnya lebih

efektif

4) Chlorhexidine pada konsentrasi 2% lebih baik, tetapi jika

digunakan secara langsung dengan NaOCl dapat menyebabkan

endapan gelap yang sulit untuk dihilangkan.

7. Chelating agent

Setelah saluran akar diinstrumentasi, lapisan organik tersisa yang

menutupi tubulus dentin. Masih ada kontroversi tentang apakah lapisan

tersebut dibiarkan atau dihilangkan karena berhubungan dengan

permeabilitas dentin. Namun, banyak penelitian yang menganjurkan untuk

menghilangkan lapisan tersebut karena merupakan sumber

mikroorganisme dan juga adaptasi yang paling memungkinkan dari

pengisian endodontik hanya mungkin setelah lapisan dihilangkan.

Walaupun sodium hypochlorite dianggap sebagai larutan irigasi

paling ideal tetapi tidak memiliki sifat chelating. EDTA dan agen chelating

yang launnya seperti asam sitrat, asam poliakrilik digunakan untuk tujuan

ini.

8. EDTA

26
EDTA adalah chelating agent yang paling umum digunakan.

Diperkenalkan di kedokteran gigi oleh Nygaard-Ostby untuk

membersihkan dan membentuk saluran. EDTA mengandung empat

kelompok acetiacid yang melekat pada ethylenediamine. EDTA relatif

non-toksik dan sedikit mengiritasi dalam larutan yang lemah. Efek EDTA

pada dentin tergantung pada konsentrasi larutan EDTA dan panjangnya

waktu kontak dengan dentin. Serper dan Calt dalam penelitian mereka

mengobservasi bahwa EDTA lebih efektif pada pH netral daripada dengan

pH 9,0 (bersifat basa). Mereka memperlihatkan bawhwa untuk

pembersihan dan pembentukan kanal yang optimal maka EDTA harus

digunakan pada pH netral dan dengan konsentrasi yang rendah. EDTA

dalam bentukan gel biasanya tersedia dengan konsentrasi 5%, 10%, 15%,

20% dan 24% sedangkan EDTA dalam bentukan cair tersedia dalam

konsentrasi 17%.

Mekanisme Kerja

a) Menghambat pertumbuhan bakteri dan pada akhirnya

menghancurkan bakteri dengan membuat mereka kelaparan karena

EDTA berkelat dengan ion metal yang dibutuhkan untuk

pertumbuhan mikroorganisme

b) EDTA memiliki self-limiting action. EDTA membentuk ikatan

yang stabil dengan kalsium dan melarutkan dentin, tetapi ketika ion

27
chelating tereaksi, keseimbangan tercapai yang mana mencegah

peleburan lebih lanjut.

d. Metode Irigasi

Bahan irigasi dimasukkan ke dalam saluran akar melalui syringe

plastic disposable berukuran 2 sampai 5 ml. Jarum syringe dapat

dibengkokkan sebanyak 30 hingga 60 derajat untuk memberikan akses

langsung ke orifice saluran akar. Jarum tersebut memiliki lubang angin pada

ujungnya, bevel atau terdapat disisi jarum. Bahan irigasi dikeluargan dengan

perlahan ke dalam saluran akar dan tidak diinjeksikan secara memaksa.

Jarum dengan lubang angin pada sisi lebih baik karena tidak memaksa

larutan ke dalam periapex. Jarum irigasi endodontic tersedia dengan ukuran

27 gauge, adapula jarum irigasi endodontic yang khusus tersedia dalam

ukuran 30 gauge.

Gambar 2.5. Jarum irigasi

28
2.5. Dressing

a) Kalsium Hidroksida (Ca(OH)2)

Kalsium Hidroksida (Ca(OH)2) diperkenalkan kedalam dunia

kedokteran gigi pada tahun 1920 (Hermann). Memiliki pH 12,5. Memiliki

berbagai sifat biologis diantaranya antimicrobial dan melarutkan jaringan,

mencegah respobsi akar dan menginduksi mekanisme perbaikan jaringan

keras. Kebanyakan dari bakteri pathogen endodontic (kecuali E. faecalis)

tidak dapat bertahan pada alkaline kuat seperti ini. Dengan kontak secara

langsung, bakteri-bakteri tersebut akan tereliminasi dalam waktu yang

singkat.

Efek antimicrobial dari kalsium hidroksida merupakan hasil dari

pelepasan ion hidroksil dalam lingkungan yang berair; ion ini merupakan

oksidatif radikal tinggi yang berekasi dengan substansi organic. Reaksi yang

terjadi tidak spesifik dan intensif, sehingga reaksi radikal sangat jarang

menyebar jauh dari titik aplikasi, karena mereka sangat cepat membentuk

ikatan. Efek letal dihasilkan dari destruksi membrane sel, denaturasi dari

struktur protein dan enzim, yang menyebabkan kerusakan DNA.

Kalsium hidroksida digunakan pada kasus nekrotik pulpa karena telah

terbukti dapat meningkatkan hasil yang baik. Penggunaan kalsium hidrosida

sebaga medikamen intrakanal telah terbukti meningkatkan effisiensi dari

sodium hypochlorite dan juga keefektivas sebagai agen antimikroba. Kalsium

29
hidroksida bekerja 1-7 hari untuk mencapai pH 9 dimana pada pH tersebut

bakteri tidak bisa berkembang.

b) TKF (Trikresol Formalin)

TKF atau Trikresol Formalin adalah disinfektan atau antiseptic yang

digunakan pada saluran akar sebelum dilakukan pengisian saluran akar,

tujuannya adalah mensterilkan dari bakteri anaerob. Adanya campuran ortho,

metha, dan para-cresol dengan formalin. TKF dapat digunakan sebagai

dressing saluran akar khususnya jika sudah terdapat fistula. Formalin

merupakan desinfektan kuat yang bergabung dengan albumin membentuk

suatu substansi yang tidak dapat di larutkan, biasanya dikombinasi dengan

kresol menjadi formokresol. Formokresol adalah suatu medikamen

bakterisidal yang tidak spesifik dan sangat efektif terhadap organisme aerobik

dan anaerobik yang di temukan dalam saluran akar. Bahan ini efektif untuk

bakteri aerob dan anaerob namun dapat menimbulkan efek nekrosis.

Penggunaannya pada gigi non vital, mematikan saraf gigi dan sebagai bahan

fiksasi. TKF digunakan selama 3-6 hari.

c) ChKM (Chlorophenol-Kamfer-Menthol)

ChKM adalah campuran dari 27% 4-klorofenol, 71% kamfer rasemik,

dan 1,6% levomentol. Klorofenol seperti ChKM merupakan antiseptic aktif

dan disinfektan yang baik untuk saluran akar. ChKM memiliki antibakteri

yang lebih tinggi, antiseptic dan disinfektan yang lebih potensial

30
dibandingkan disinfektan golongan fenol yang lain. Kamper sendiri juga

toksik dan dapat meningkatkan toksisitas.

ChKM diindikasi untuk semua perawatan saluran akar dan pada gigi

yang memiliki kelainan periapical. ChKM juga memiliki sifat disinfeksi

dengan sifat mengiritasi yang kecil, dan memiliki spectrum antibakteri yang

luas. Dalam bentuk gas, ia mampu menembus tubuli dentinalis dan kanal

meduler, mencapai periapex, kemudian mensterilkan jaringan dan permukaan

yang terkontaminasi. ChKM memiliki bau dan rasa yang tidak enak. Namun

hal tersebut tidak bisa dijadikan alasan bagi dokter gigi untuk tidak

menggunakan obat tersebut dibandingkan dengan efek terapuetik dan efek

sampingnya. ChKM digunakan untuk perawatan saluran akar dan pada gigi

yang memiliki kelainan periapikal. ChKM digunakan selama 1-3 hari.

Adapun ChKM-W yang mendapat autoritas untuk disinfektan granuloma

apikal.

d) Eugenol

Telah digunakan dalam endodontik selama bertahun-tahun. Ini

merupakan konstituen dari yang kebanyakan sealer saluran akar dan

digunakan sebagai bagian dari banyak agen sealing sementara. Zat ini adalah

zat kimia dari minyak cengkeh dan terkait dengan fenol. Efek dari eugenol

tergantung pada konsentrasi jaringan dari eugenol tersebut. Ini dibagi menjadi

dosis rendah (efek menguntungkan) dan dosis tinggi (efek toksik). Dosis

rendah menunjukkan aktivitas anti-inflamasi sementara dosis tinggi memberi

31
efek sitotoksik. Eugenol biasanya digunakan pada gigi yang terasa sakit

karena sifatnya sedatif. Masa aktif eugenol adalah selama 3 hari.

2.6. Obturasi

Banyak cara digunakan untuk pengisian saluran akar dengan gutta-percha

dan sealer. Ada beberapa cara teknik pengisian antara lain:

a. Single cone

b. Kondensasi lateral

c. Kondensasi vertikal (gutta-percha panas)

d. Thermoplasticized gutta percha

Pada dasarnya, semua cara menggunakan ciri fisis gutta-percha yang

disebut sebagai sifat plastisitas atau aliran. Plastisitas berhubungan terbalik

dengan viskositas dan dapat di definisikan sebagai kemampuan untuk berubah

bentuk dan mengalir menjauhi kekuatan yang diarahkan pada masanya.

Tiap teknik didesain untuk memaksa bahan pengisi gutta-percha mengalir

ke dalam saluran akar, menekan dindingnya mengisi saluran berluku-liku halus,

menutup berbagai fenomena yang menuju ke periodonsium dan akhirnya ditekan

menjadi suatu bahan pengisi yang padat.

a. Teknik single cone

Merupakan teknik pengisian saluran akar dengan cara satu gutta point (cone)

yang dimasukkan ke dalam satu saluran akar. Teknik ini akan dilakukan pada

kasus ini karena preparasi saluran akar menggunakan teknik konvensional.

32
Cara:

1) Guttap point yang sesuai dengan diameter alat preparasi terakhir,

masuk ke dalam saluran akar sesuai panjang kerja dan telah digunakan

untuk trial foto disterilkan dahulu kedalam alkohol 70%, keringkan

dan diolesi dengan sealer, kemudian dimasukkan ke dalam saluran

akar.

2) Guttap point dipotong 1-2 mm di bawah orifice dengan instrumen yang

dipanaskan agar tidak terjadi pengisian berlebih (overfilling) pada

saluran akar

b. Teknik kondensasi lateral

Menggunakan kerucut utama (master cone) yang dipaskan pada saluran

yang telah dipreparasi. Master cone dimasukkan ke dalam saluran akar pada

panjang kerja yang telah ditetapkan. Harus pas sekali dan terasa sulit jika ditarik

(Tug-back). X-ray foto dibuat untuk menentukan penyesuaian (fit) diapikal dan

lateral master cone.

Separuh apikal master cone dilapisi dengan sealer dengan hati-hati

ditempatkan kembali ke dalam saluran. Sebuah spreader dimasukkan disisi

master cone dan ditekan ke arah apikal pada gutta percha tambahkan, tindakan ini

dilakukan dengan meletakkan gutta percha tambahan (sekunder lateral) sejajar

dengan spreader dan segera memasukkannya ke dalam lubang yang tercipta

setelah spreader dikeluarkan. Pelapisan sealer tidak diperlukan untuk kerucut-

kerucut sekunder. Proses ini diulangi sampai seluruh saluran terisi dan padat.

33
Setelah ketepatan pengisian diperiksa dengan x-ray foto, kelebihan gutta percha

dipotong dengan instrument panas, kemudian ditumpat sementara.

c. Teknik kondensasi vertikal (gutta percha panas)

Teknik ini diperkenalkan dengan tujuan untuk mengisi saluran akar baik

lateral maupun saluran aksesori yang tentunya tidak ketinggalan saluran akar

utama. Metode ini digunakan pada teknik preparasi step-back, menggunakan

pluger yang dipanaskan, dilakukan penekanan pada gutta percha yang telah

dilunakkan dengan panas ke arah vertikal sehingga gutta percha mengalir dan

mengisi seluruh lumen saluran akar.

Sebuah kondensasi vertikal dengan ukuran yang sesuai dimasukkan dan

tekanan vertikal dikenakan pada gutta-percha yang telah dipanasi untuk

mendorongnya ke arah apikal

d. Teknik thermoplasticized gutta percha

Peralatan penekan terdiri dari barel alat semprit yang dipanaskan dengan

listrik yang disekat dan seleksi jarum berkisar dalam ukuran dari 18-25 gange

derajat panas diatur untuk menetapkan gutta percha yang tepat menurut ukuran

jarum.

Menurut Torabinejad dkk. mengatakan bahwa injeksi gutta percha yang

diplastiskan dari alat semprit tekanan menghasilkan pengisian yang sama baiknya

dengan kondensasi lateral atau vertikal.

34
Menurut Schilder dkk. mengatakan bahwa metode pengisian thermoplastis

dengan gutta percha di atas 450C memberi kecenderungan bahan pengisi

mengalami pengerutan bila gutta percha menjadi dingin kecuali bila dimampatkan

dengan instrumentasi ke arah apeks.

2.7. Sealer

Sealer sangat vital dalam fungsi pengisian saluran akar, yaitu untuk penutupan

akhir sistem saluran akar, penguburan sisa bakteri, dan pengisi ketidakteraturan

bentuk akar yang telah dipreparasi. Sealer digunakan diantara permukaan dentin

dan bahan inti untuk mengisi ruang yang tercipta karena ketidakmampuan fisik

bahan inti untuk mengisi seluruh area saluran akar. Karakteristik utama yang

paling diharapkan dari sealer adalah menempel pada dentin dan bahan inti

bersamaan dengan adanya ikatan kohesi yang kuat. Jenis-jenis sealer yang dikenal

hingga sekarang adalah

1. Sealer berbahan dasar pelarut

Rosin-chloroform, dan chloropercha, yang merupakan campuran dari

gutta-percha giling atau larut dengan chloroform telah menciptakan

permukaan antarmuka dentin-guttapercha. Zinc oxide dapat ditambahan

dalam campuran ini agar lebih keras dan mengurangi penyusutan. Kebocoran

karena penyusutan sering menjadi masalah utama pada metode ini, karenanya

bahan ini tidak banyak digunakan lagi pada jaman sekarang.

2. Sealer berbahan dasar ZnOE

35
Keuntungan utama dari bahan ini adalah riwayat keberhasilannya dalam

penggunaan sejak lama. Kualitas positif dari bahan ini menutup aspek

negatifnya (staining, setting time yang lama, non-adhesif, dan kelarutan).

Contoh dari bahan ini adalah formulasi Grossman yang merupakan standar

perbandingan bahan sealer lain. Formulasi Grossman ini terdiri dari powder

dan liquid yang diaduk hingga teksturnya seperti petrolatum. Sealer berbahan

dasar ZnOE mempunyai aktivitas antibakteri, tetapi juga dapat mengeluarkan

racun saat ditempatkan secara langsung di dalam jaringan vital dan juga

setting time yang sangat lama, yang menurut penelitian dapat mencapai 2

bulan.

Caranya:

1) Alat yang digunakan adalah lentulo yang diputar dengan low speed

contra angle dengan nomor sesuai file apikal utama (FAU).

2) Semen diambil dengan ujung lentulo, masukkan ke dalam saluran akar

sampai tertahan, Tarik kurang lebih 2 mm agar tidak terkunci di

saluran akar (bias patah), kemudian diputar searah jarum jam

Gambar 2.6. Lentulo

36
3. Sealer dengan bahan dasar ionomer kaca

Sudah tidak beredar di pasaran, karena adanya proses penguraian dan

kebocoran pada penelitian laboratoris. Sealer ini dulu banyak digunakan

karena menyediakan apical dan coronal seal yang adekuat, adanya sifat

biokompatibel dan melekat pada dentin, dua sifat terakhir ini merupakan sifat

yang diharapkan ada pada pengisian akar. Kekakuan dan ketidaklarutan bahan

ini membuat retreatment dan preparasi untuk penempatan pasak menjadi

sulit. Contoh produk dari sealer ini adalah GC Fuji TRIAGE, Ketac-Endo,

dll.

4. Sealer berbahan dasar resin

Prototipnya dikembangkan oleh Andre Schroeder di Swiss sejak lebih dari

50 tahun yang lalu, yang merupakan resin bis-fenol dengan polimerisasi

menggunakan methenamine. Karena methenamine mengeluarkan sedikit

formaldehid saat reaksi setting, penggantinya dicari dan ditemukan melalui

campuran dari amine yang dapat mempengaruhi polimerisasi tanpa adanya

pengeluaran formaldehid. Pengembangan produk ini adalah AH Plus.1 AH Plus

merupakan pengembangan dari Epoxy yang tersedia dalam merk AH26, sifat-

sifatnya yang menguntungkan adalah antimikroba, adhesi, waktu kerja yang lama,

mixing yang mudah, dan kemampuan seal yang baik. Keburukan bahan ini adalah

staining, ketidaklarutan relatif pada pelarut, sedikit toksik saat belum mengeras,

dan sedikit kelarutan pada cairan mulut. AH Plus mempunyai sifat fisik yang

37
mirip dengan AH26 tetapi memiliki biokompatibilitas yang lebih baik karena

melepaskan formaldehid lebih sedikit, dan hanya sedikit menyebabkan staining

pada dentin dengan dihilangkannya perak dari formula.

5. Kalsium Hidroksida

Contoh bahannya adalah Sealapex dan Apexit. Reaksi settingnya rumit

dan cukup tidak homogen; yaitu melalui kontak dengan kelembaban,

menghasilkan permukaan keras, tetapi bagian dalam dari campuran akan tetap

mempunyai konsistensi seperti adonan. Kelemahan bahan ini adalah kurang

kokoh secara fisik. Kalsium hidroksida juga ditambahkan ke semen dengan

komposisi lain, seperti resin dan sealer berbahan dasar zinc oxide eugenol, tetapi

hanya ada sedikit bukti untuk kelebihan kalsium hidroksida dalam campuran

tersebut.

2.8. Dental Health Education

Pasien dianjurkan untuk memperbaiki kebersihan gigi dan mulut seperti

menggosok gigi dua kali sehari setelah sarapan pagi dan sebelum tidur

dengan teknik vertikal, pemakaian pasta gigi yang mengandung fluor dan

pemeriksaan ke dokter gigi setiap enam bulan sekali

2.9. Kontrol

Kontrol pasien adalah bagian integral dari treatment planning. Hal ini

meliputi mengetahui riwayat pasien, pemeriksaan, diagnosa ulang untuk

asesmen perawatan endodontik.

38
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

39
Dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami nekrosis pulpa pada gigi 21

dimana terdapat lesi periapikal. Rencana perawatan yang akan dilakukan adalah

perawatan saluran akar gigi 21 dengan teknik preparasi konvensional (saluran

akar tunggal dan tidak bengkok) dengan teknik pengisian single cone. Pada saat

proses preparasi, irigasi akan dilakukan dengan larutan NaOCl dan aquadest.

40
DAFTAR PUSTAKA

Garg N, Garg A. 2014. Textbook of Endodontics. 3rd edition. New Delhi: Jaypee

Hegde V, Singh G. 2006. Step by step: Root Canal Treatment. New Delhi: Jaypee

Khuangga DC. 2015. Jenis Bahan Pengisi Saluran Akar dalam Perawatan

Endodonti. Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti

Nirawati Pribadi, drg., M.Kes.,Sp.KG. 2011. Pengisian Saluran Akar. Surabaya:

Departemen Ilmu Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas

Airlangga

41

Anda mungkin juga menyukai