Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN KASUS KONSERVASI GIGI

PERAWATAN EKSTIRPASI MORTAL DENGAN DIAGNOSIS PULPITIS


IREVERSIBEL PADA GIGI 36

Disusun Oleh :
Nursabrinah Mutiarasari
160110120020

Pembimbing :
Drg, Ika Destina Ulfa, Sp. KG

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2019
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien
2.2 Anamnesa
2.3 Riwayat Dental
2.4 Riwayat Penyakit
2.5 Pemeriksaan Ekstra Oral
2.6 Pemeriksaan Intra Oral
2.7 Pemeriksaan Radiologis
2.8 Diagnosis Klinis
2.9 Tahapan Perawatan
2.10 Rencana Perawatan
BAB I

PENDAHULUAN

Keberhasilan perawatan endodontik ditentukan berdasarkan ketepatan

diagnosis, rencana perawatan, pengetahuan mengenai anatomi dan morfologi,

debridement, sterilisasi, serta obturasi (Garg, 2014). Pulpitis ireversibel seringkali

merupakan perkembangan dari pulpitis reversibel. Kerusakan pulpa yang parah

akibat pengambilan dentin yang luas selama prosedur operatif atau terganggunya

aliran darah pulpa akibat trauma atau pergerakan gigi selama perawatan

orthodonsia dapat menyebabkan pulpitis ireversibel. (Torabinejad, 2009).

Perawatan endodontik yang dapat dilakukan untuk kasus pulpitis ireversibel

adalah ekstirpasi pulpa dalam keadaan vital atau dalam keadaan non vital dengan

penggunaan bahan devitalisasi. Devitalisasi pulpa adalah proses mematikan saraf

gigi dengan memasukkan bahan tertentu ke dalam ruang pulpa (Zhen-ya, 2013).

Makalah laporan kasus ini akan membahas secara rinci mengenai

perawatan ekstirpasi mortal dengan diagnosis pulpitis ireversibel pada pasien

wanita usia 31 tahun yang datang ke RSGM FKG Unpad yang datang dengan

keluhan utama terdapat gigi berlubang besar dan rasa sakit berdenyut pada gigi

belakang rahang bawah kiri. Makalah ini juga membahas mengenai diagnosis,

anatomi pulpa pada gigi 36, serta tahapan-tahapan perawatan ekstirpasi mortal

beserta bahan irigasi, medikamen, dan berbagai teknik preparasi saluran akar

hingga obturasi.

1
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nama : Ny. SS

Nomor Rekam Medis : 2018-066xx

Usia : 31 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Jl. Sadang Sari II

2.2 Anamnesa

Pasien datang ke RSGM FKG UNPAD dengan keluhan utama gigi

belakang bawah kiri berlubang besar sejak  6 bulan yang lalu. Gigi tidak dapat

digunakan untuk mengunyah pada sisi kiri rahang sebab akan terasa ngilu bila

terkena makanan atau minuman dingin. Gigi tersebut pernah terasa ngilu tiba-tiba

tanpa adanya rangsangan, terutama di malam hari. Pasien pernah meminum obat

cataflam untuk mengurangi rasa sakit. Harapan pasien ingin giginya dirawat

saluran akarnya dan dibuatkan mahkota baru agar dapat digunakan untuk makan.

2.3 Riwayat Dental

Pasien belum pernah periksa ke dokter gigi.

2
3

2.4 Riwayat Penyakit

Penyakit jantung : disangkal

Diabetes mellitus : disangkal

Penyakit asma : disangkal

Penyakit ginjal : disangkal

Penyakit lambung : disangkal

Penyakit hepar : disangkal

Penyakit lainnya : disangkal

2.5 Pemeriksaan Ekstra Oral

Wajah : simetris

Mata : non-anemis, non-ikhterik, isokhor

Bibir : normal, kompeten

TMJ : tidak ada kelainan

Kelenjar limfe : tidak teraba, tidak sakit

2.6 Pemeriksaan Intra Oral

Kebersihan mulut : baik

Mukosa : tidak ada kelainan

Frenulum : tidak ada kelainan

Tonsil : T1/T1

Lidah : tidak ada kelainan


4

Dasar mulut : tidak ada kelainan

Gingiva : tidak ada kelainan

2.6.1 Odontogram

Keterangan :

: sisa akar

: karies

2.6.2 Status lokalis

Gigi : 36

Mahkota : Karies profunda di mesio-oklusal

Vitalitas :+

Perkusi :+

Tekan :+

Kegoyangan :-

Jaringan sekitar :-
5

Gambar 2.1 Foto klinis pasien kunjungan ke I

2.7 Pemeriksaan Radiologis

Mahkota : gambaran radiolusen pada sisi mesial yang meluas

ke oklusal dari email sampai dengan mendekati pulpa

Akar : jumlah : 2, bentuk : lurus

Membrane periodontal : melebar pada akar mesial

Lamina dura : terputus pada 2/3 apikal akar mesial

Puncak tulang alveolar : tidak ada kelainan

Furkasi : tidak ada kelainan

Periapikal : pelebaran membrane periodontal pada akar mesial

Radiodiagnosis :Periodontitis Apikalis Kronis e.c Pulpitis

Ireversibel gigi 36
6

Gambar 2.2 Tampilan radiologis gigi 36 pada kunjungan pertama

2.8 Diagnosis Klinis

Pulpitis Ireversibel gigi 36 disertai periodontitis apikalis simtomatis

2.9 Rencana Perawatan

Perawatan saluran akar ekstirpasi mortal gigi 36

2.10 Tahapan Perawatan

2.10.1 Kunjungan ke I

1. Persiapan alat dan bahan

1) Alat dasar

2) Endodontic spoon excavator

3) Endodontic explorer

4) Endo-blok

5) Bahan devitalisasi (Pulp-X)

6) Apex locator

7) Suction Tip

8) Instrumen untuk akses kavitas :


7

i. Satu set bur diamond

ii. Endo access bur

9) Instrumen untuk preparasi saluran akar :

i. Satu set jarum ekstirpasi

ii. Satu set Protaper (Dentsply)

10) Instrumen irigasi :

i. Disposable syringe

ii. Disposable irrigation needle (30Gx25mm)

iii. Cairan irigasi : NaOCl (3%), Aquabides, EDTA 17%,

Chlorhexidine 2%

iv. Endo suction tip

v. Paper point

11) Instrumen Obturasi :

i. Lentulo spiral rotary

ii. Satu set Finger Spreader

iii. Satu set Finger Plugger

iv. Gutta Percha

2. Informed Consent

1) Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit pada gigi yang

menjadi keluhan utama

2) Menjelaskan pilihan perawatan serta tahapan perawatan dengan

kelebihan dan kekurangan


8

3. Mengekskavasi seluruh jaringan dentin yang terinfeksi hingga hilang,

rewalling pada bagian mesio-oklusal dan mengaplikasikan obat

devitalisasi.

Gambar 2.3 Ekskavasi karies

Gambar 2.4 Rewalling pada dinding mesial gigi 36

Gambar 2.5 Aplikasi obat devitalisasi pada gigi 36


9

Gambar 2.6 Tambalan sementara pada gigi 36

2.10.2 Kunjungan ke II

1. Melakukan pemeriksaan kontrol devitalisasi pada gigi 36, pemeriksaan

yang dilakukan :

1) Keluhan setelah perawatan devitalisasi : tidak ada

2) Vitalitas :-

3) Perkusi :-

4) Tekan :-

5) Kegoyangan :-

6) Jaringan Sekitar : Tidak ada kelainan

2. Membuka atap kamar pulpa menggunakan endo access bur dengan

kecepatan tinggi.

3. Mencari lokasi orifis dengan endodontic explorer.

4. Menghilangkan dentin dan seluruh atap kamar pulpa yang

menghalangi pandangan ke orifis.


10

Gambar 2.7 Buka kavum pulpa

5. Masukkan k-file No. 10 ke dalam orifis yang telah ditemukan untuk

mengetahui arah saluran akar.

6. Lakukan irigasi saluran akar dengan cairan NaOCl 3%, aquabidest dan

gunakan endo suction tip.

7. Setelah arah saluran akar diketahui dan visualisasi baik, lakukan

preparasi pada 2/3 panjang saluran akar dengan Protaper S1,

dilanjutkan dengan Protaper Sx saluran akar distobukal, distolingual,

mesiobukal, dan mesiolingual.

8. Lakukan pengukuran panjang kerja dengan k-file no 15 menggunakan

apex locator, lalu didapatkan panjang kerja akar distobukal 17 mm,

distolingual 18 mm, mesiobukal 19 mm, dan mesiolingual 17 mm.


11

Gambar 2.8 Menentukan UPK dengan menggunakan apex locator

9. Irigasi saluran akar dengan cairan NaOCl 3%, dilanjutkan dengan

aquabidest, lalu irigasi kembali dengan EDTA 17%, bersihkan dengan

aquabidest dan gunakan suction.

10. Melakukan ERF pada masing-masing saluran dengan Teknik Crown

down, dengan IAF menggunakan Protaper S1, hingga mencapai MAF

sebesar F3 pada akar distobukal, distolingual, mesiobukal, dan

mesiolingual.

11. Lakukan irigasi dengan cairan NaOCl 3%, aquabidest, EDTA 17%,

dan aquabidest pada setiap pergantian instrument dan gunakan suction

untuk membuang kelebihan cairan irigasi.

12. Lakukan irigasi terakhir dengan cairan Chlorhexidine 2%, gunakan

endo suction.

13. Keringkan saluran akar dengan paper point.

14. Mengaplikasikan Ca(OH)2 sebagai medikamen saluran akar dengan

menggunakan lentulo spiral agar mengenai seluruh jaringan di dalam

saluran akar.
12

15. Menutup kavitas menggunakan cotton pellet dan tambalan sementara.

2.10.3 Kunjungan ke III

1. Melakukan pemeriksaan kontrol obat sterilisasi pada gigi 36, pemeriksaan

yang dilakukan adalah :

1) Keluhan setelah 2 minggu pemberian medikamen intrakanal : tidak

ada

2) Vitalitas :-

3) Perkusi :-

4) Tekan :-

5) Kegoyangan :-

6) Jaringan sekitar : Tidak ada kelainan

7) Cotton pellet : kering, bersih, tidak berbau

2. Setelah pengecekan cotton pellet, masukkan k-file no. 15 pada masing-

masing saluran akar untuk melihat kalsium hidroksida. Jika kalsium

hidroksida kering seperti bubuk, maka dapat menandakan bahwa saluran

akar sudah steril.

3. Melakukan irigasi pada masing-masing saluran akar dengan menggunakan

cairan NaOCl 3% - aquabidest – EDTA 17% - aquabidest, dan gunakan

endo suction untuk membuang kelebihan cairan irigasi, lalu dilanjutkan

dengan mengeringkan masing-masing saluran akar dengan paper point.

4. Melakukan trial pengisian menggunakan gutta percha ProTaper sesuai

ukuran MAF dan panjang kerja, selanjutnya dilakukan foto rontgen.


13

5. Foto rontgen trial pengisian menunjukkan panjang kerja sudah sesuai dan

kondisi gigi menunjukkan tidak ada kelainan.

6. Apabila sudah sesuai, keluarkan gutta percha dari saluran akar, bersihkan

dengan larutan NaOCl.

Gambar 2.9 Foto Rontgen Trial Pengisian Saluran Akar Gigi 36

7. Bersihkan saluran akar dengan larutan EDTA 17% untuk menghilangkan

smear layer, bilas dengan aquabidest, lanjutkan dengan irigasi cairan

chlorhexidine 2%, lalu keringkan dengan paperpoint.

8. Melakukan pengisian saluran akar dengan menggunakan gutta percha Pro-

Taper ukuran F3 pada masing-masing saluran akar dengan sealer Endoseal

dan teknik kondensasi lateral compaction.

Gambar 2.10 Foto Pengisian Gigi 36

2.10.4 Kunjungan ke IV
14

1. Melakukan pemeriksaan kontrol pengisian pada gigi 36, pemeriksaan yang

dilakukan adalah :

1) Keluhan setelah 1 minggu pengisian saluran akar : tidak ada

2) Vitalitas :-

3) Perkusi :-

4) Tekan :-

5) Kegoyangan :-

6) Jaringan sekitar :-

2. Melakukan foto rontgen pada gigi 36 untuk melihat kondisi setelah

pengisian 1 minggu.

3. Foto rontgen kontrol pengisian tampak tidak ada kelainan

Gambar 2.11 Foto rontgen kontrol pengisian menunjukkan tidak ada


kelainan

4. Indikasi follow-up PSA dengan rencana perawatan pembuatan mahkota

onlay pada gigi 36.

5. Preparasi gigi 36 sesuai dengan prinsip preparasi mahkota onlay,

membuang dinding rewalling yang telah dibentuk sebelumnya, dan


15

meratakan cement base pada dasar ruang pulpa yang telah terisi

sebelumnya.

6. Mencetak gigi yang telah dipreparasi dengan elastomer, selanjutnya di cor

dengan gips batu untuk selanjutnya dibuatkan pola lilin dan dikirimkan ke

lab untuk dibuatkan mahkota onlay.

Gambar 2.12 Gigi 36 setelah dilakukan follow-up mahkota onlay pada


gigi 36

Gambar 2.13 Foto Rontgen 1 minggu setelah pemasangan mahkota onlay


pada gigi 36
16

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Perawatan Saluran Akar

Endodontik merupakan cabang dari kedokteran gigi yang berhubungan

dengan pencegahan, diagnosis, dan perawatan terhadap penyakit pulpa dan gejala

lain yang berhubungan (Garg, 2014). Tujuan utama perawatan endodontik adalah

untuk menjaga vitalitas pulpa, mempertahankan dan merestorasi gigi dengan

pulpa yang rusak atau nekrosis, serta mempertahankan dan merestorasi gigi

dengan perawatan endodontik yang telah gagal sebelumnya (Garg, 2014).

3.2 Diagnosis Menurut AAE

Pada tahun 2008, American Association of Endodontist membuat suatu

konverensi untuk menegakkan diagnosis yang digunakan dalam ilmu endodontik.

Menurut AAE, untuk mendapatkan perawatan gigi yang tepat, diagnosis

endodontik harus memiliki diagnosis pulpa dan periapikal pada setiap gigi yang

akan dirawat. Diagnosis ditentukan berdasarkan riwayat umum dan riwayat

perawatan gigi pasien, keluhan utama, pemeriksaan klinis, pemeriksaan pulpa dan

periapikal, analisis radiografi, serta pemeriksaan tambahan seperti tes anestesi

selektif dan lain-lain (AAE, 2013).

Diagnosis pulpa berdasarkan AAE yaitu pulpa normal, pulpitis reversibel,

pulpitis ireversible simtomatik, pulpitis ireversible asimtomatik, nekrosis pulpa,

previously treated, yaitu gigi yang sudah pernah dirawat endodontik sebelumnya,
17

dan previously initiated therapy, yaitu gigi yang pernah dirawat endodontik

parsial seperti pulpotomi dan pulpektomi (AAE, 2013).

Diagnosis apikal berdasarkan AAE terdiri dari beberapa jenis, yaitu

jaringan apikal normal, periodontitis apikalis simtomatik, periodontitis apikalis

asimtomatik, abses apikalis kronis, abses apikalis akut, dan condensing osteitis

(AAE, 2013). Perawatan saluran akar salah satunya dapat dilakukan untuk pasien

dengan diagnosis pulpitis ireversibel.

3.3 Pulpitis Ireversibel

Penyebab utama nyeri pada gigi adalah karies, restorasi dalam atau defek,

serta trauma (Hargreaves, et al., 2011). Pulpitis ireversibel seringkali merupakan

perkembangan dari pulpitis reversibel. Kerusakan pulpa yang parah akibat

pengambilan dentin yang luas selama prosedur operatif atau terganggunya aliran

darah pulpa akibat trauma atau pergerakan gigi selama perawatan orthodonsia

dapat menyebabkan pulpitis ireversibel. (Torabinejad, 2009). Pulpitis ireversibel

terbagi menjadi dua jenis, yaitu pulpitis ireversibel simtomatik dan asimtomatik

(AAE, 2013).

3.3.1 Pulpitis Ireversibel Simtomatik

Pulpitis ireversibel simtomatik berdasarkan pemeriksaan subjektif

dan objektif menunjukkan pulpa vital yang terinflamasi, tidak mampu

sembuh dengan sendirinya sehingga diperlukan perawatan saluran akar.

Karakteristik ditunjukkan dengan adanya nyeri tajam pada stimulus termal,

nyeri berkepanjangan (bertahan selama 30 detik atau lebih setelah stimulus


18

dihilangkan), nyeri spontan, dan bersifat lokalis. Nyeri terkadang dapat

terjadi karena postur tubuh yang berubah seperti saat berbaring dan berdiri.

Obat-obatan analgesik kurang efektif untuk mengurangi rasa sakit.

Beberapa etiologi pulpitis reversibel simtomatik yaitu karies dalam,

restorasi ekstensif, serta fraktur yang melibatkan jaringan pulpa. Gigi

dengan pulpitis ireversibel simtomatik seringkali mengalami kesulitan saat

diagnosis, sebab inflamasi belum mencapai jaringan periapikal, sehingga

tidak menyebabkan nyeri saat dilakukan tes perkusi dan palpasi. Pada

beberapa kasus, riwayat gigi dan pemeriksaan termal merupakan alat

utama untuk pemeriksaan status pulpa (AAE, 2013).

3.3.2 Pulpitis Ireversibel Asimtomatik

Pulpitis Ireversibel Asimtomatik merupakan diagnosis klinis

berdasarkan pemeriksaan subjektif dan objektif yang mengindikasikan

bahwa pulpa vital yang terinflamasi tidak mampu untuk sembuh dengan

sendirinya dan memerlukan perawatan saluran akar. Pada kasus ini, gigi

tidak memiliki gejala tertentu dan memiliki respon normal terhadap

pemeriksaan termal, namun gigi tersebut mungkin pernah mengalami

trauma atau karies dalam sehingga menyebabkan pulpa tereksponasi

(AAE, 2013).

3.3.3 Diagnosis

Pemeriksaan visual dan riwayat penyakit : pemeriksaan

berdasarkan gejala,. Pemeriksaan visual menunjukkan karies sudah

meliputi pulpa atau terdapat karies sekunder di bawah restorasi (Gambar


19

3.1). hasil pemeriksaan radiografi tampak karies dalam dan meluas hingga

ke ruang pulpa (Gambar 3.2). Tes perkusi pada gigi tampak nyeri tumpul.

Tes vitalitas terdapat rasa ngilu dengan stimulasi dingin, rasa ngilu

menetap setelah stimulus dihilangkan (Garg, 2014).

(a) (b)

Gambar 3.1 Kerusakan gigi yang disebabkan oleh pulpitis (a) dan
karies sekunder di bawah restorasi (b) (Garg, et al., 2014).

Gambar 3.2 Gambaran radiografi menunjukkan eksponasi karies terhadap pulpa


pada gigi premolar kedua dan molar pertama

3.4 Penatalaksanaan

Perawatan saluran akar, pulpektomi dapat dilakukan dengan ekstirpasi

pulpa dalam keadaan non vital setelah aplikasi obat devitalisasi.


20

3.4.1 Indikasi dan Kontraindikasi

1. Indikasi (Garg, 2014)

1) Gigi yang telah mengalami kerusakan yang bersifat ireversibel atau

gigi dengan kerusakan jaringan yang luas

2) Gigi yang mengalami kegagalan setelah perawatan pulp capping

atau pulpektomi.

3) Gigi dengan prognosis yang baik

2. Kontraindikasi (Garg, 2014)

1) Resorpsi internal

2) Gigi yang tidak dapat direstorasi

3) Extensive bone loss

4) Resorpsi patologis yang melibatkan > 1/3

5) Foramen apikal terbuka lebar

3.4.2 Tahapan Perawatan

Tahapan perawatan yang dilakukan meliputi :

1. Devitalisasi

Inflamasi pulpa yang berhubungan dengan karies gigi

merupakan komponen penting dalam perawatan endodontik.

Sebagian besar dokter gigi mengalami kesulitan dalam menangani

kasus inflamasi pulpa dalam praktek sehari-hari. Salah satu cara

menangani kesulitan ini adalah dengan cara memberikan obat

devitalisasi apabila anestesi gigi bukan menjadi pilihan yang


21

efektif. Beberapa bahan devitalisasi gigi terdiri dari formaldehid,

kresol, paraformaldehid, dan senyawa arsenik (Walimbe, et al.,

2014).

Perawatan awal ekstirpasi mortal adalah devitalisasi (Zhen-

ya, 2013). Bahan devitalisasi pulpa dulunya mengandung arsenic

trioxide. Seiring dengan penggunaan arsenik sebagai bahan

devitalisasi pulpa, telah diamati banyak efek samping yang

ditimbulkan seperti respon nyeri yang sangat signifikan setelah

aplikasi bahan dan adanya inflamasi periapikal. Sifat toksik dari

bahan arsenik tidak dapat dihentikan, sehingga dapat menimbulkan

lesi periapikal yang rekuren.

Menanggapi efek samping yang cukup banyak dari bahan

arsenik, maka disarankan untuk menggunakan obat devitalisasi lain

seperti bahan devital (Pulp-X) yang mengandung formaldehid,

eugenol, parachlorophenol, polyethylene glycol, fumed silica dan

campurannya. Bahan ini mematikan saraf lebih lambat dan

memberikan efek bleeding lebih banyak dibandingkan bahan

arsenik, namun memberikan respon nyeri dan toksisitas yang lebih

rendah (Zhen-ya, 2013).

2. Anatomi Molar Satu Rahang Bawah

Panjang rata-rata : 21 mm

Ruang pulpa :
22

1) quadrilateral pada cross section di dasar pulpa dan lebih lebar pada

sisi mesial dibandingkan distal

2) atap kamar pulpa berbentuk seperti persegi dengan dinding mesial

tegak dan dinding distal agak membulat

3) terdapat empat sampai lima tanduk pulpa

4) orifis mesiobukal berada di bawah cusp mesiobukal

5) orifis mesiolingual terletak pada depresssion yang terbentuk oleh

dinding mesial dan dinding lingual. Biasanya terdapat groove

penghubung antara orifis mesiobukal dan mesiolingual.

6) Orifis distal merupakann yang paling besar dari ketiga saluran,

berbentuk oval dengan diameter lebih besar pada arah bukolingual.

Saluran akar :

1) Akar mesial memiliki dua saluran akar, yaitu mesiobukal dan

mesiolingual

2) Akar distal pada umumnya memiliki satu saluran akar, namun dua

saluran akar seringkali ditemukan pada beberapa kasus.

3) Saluran akar distal tunggal berbentuk ribbon shaped dan memiliki

diameter bukolingual lebih besar, namun apabila terdapat dua

saluran akar pada akar distal, maka cenderung berbentuk bulat dari

segi cross section.


23

Gambar 3.3 Anatomi molar pertama mandibula

3. Preparasi Akses Kavitas

Preparasi akses kavitas merupakan tahap penting dalam perawatan

saluran akar. Tanpa akses yang baik, instrumentasi dan bahan menjadi

sulit untuk diaplikasikan kepada gigi pada saluran akar yang bervariasi.

Tujuan utama preparasi akses kavitas adalah :

1) Membuang seluruh sisa karies

2) Mempertahankan jaringan gigi yang sehat

3) Membuka ruang pulpa secara utuh

4) Membuang seluruh jaringan pulpa di bagian mahkota (vital atau

nekrosis)

5) Menentukan orifis saluran akar

6) Mencapai straight line access terhadap foramen apikal atau pada

initial curvature kanal

7) Menentukan margin restorasi untuk menghindari kerusakan margin

pada gigi yang telah direstorasi (Hargreaves, et al., 2011).


24

3.1 Instrumentasi untuk Preparasi Akses Kavitas

(a) (b)

Gambar 3.4 Access Opening Burs (a) dan Access Refining Burs (coarse grit flame
shaped, tapered round and diamonds untuk menghaluskan dinding preparasi akses
kavitas (b)

3.2 Prosedur preparasi akses kavitas untuk gigi 36 (Garg, 2014) :

1) Hilangkan seluruh karies dan restorasi pada permukaan oklusal

2) Penetrasi enamel dengan Bur No. 4 di antara central fossa mesial dan

distal.

3) Bur dipenetrasikan pada central fossa ke arah akar distal, begitu ada

terasa bunyi “drop”, buang kamar pulpa dari bagian dalam ke luar

dengan bantuan round bur, tapered fisur, safety tip diamond atau

carbide bur.

4) Tentukan kanal orifis dengan endodontic explorer dan haluskan

dinding preparasi sehingga sedikit divergen ke arah oklusal

5) Bila terdapat empat saluran, bentuk akses kavitas pada umumnya

rhomboid, bila terdapat dua saluran, bentuk akses kavitas oval

6) Bentuk dan ukuran akses kavitas bervariasi sesuai ukuran, bentuk, dan

lokasi pada kanal orifis.


25

(a) (b)

Gambar 3.5 Outline preparasi akses molar mandibula (a) dan access
opening pada molar satu mandibula dengan empat kanal (Garg, 2014)

4. Ekstirpasi, Reaming, Filing

4.1 Bahan Irigasi Saluran Akar

4.1.1 Fungsi bahan irigasi pada saluran akar (Garg, 2014).

1) Membuang sisa dentin pada kanal yang akan larut oleh larutan

irigasi

2) Instrumen kurang bekerja dengan baik pada kanal yang kering,

efektivitas instrumen akan meningkat pada kanal yang basah dan

tidak mudah patah bila kanal teririgasi dengan baik.

3) Larutan irigasi berperan dalam melarutkan jaringan nekrotik,

jaringan pulpa dan mikroorganisme pada dinding dentin

4) Sebagai bleaching action

5) Sebagai lubricating agent (REDTAC, Glyde, dll) membuat

instrumentasi lebih mudah dan halus

4.1.2 Normal Saline (Garg, 2014)

Normal Saline berfungsi sebagai debridement besar dan lubrikasi

pada saluran akar. Normal saline sangat biokompatibel sehingga dapat


26

digunakan sebagai bahan yang menyelingi antar bahan irigan kimia

lain (Garg, 2014).

Gambar 3.6 Normal Saline (Garg, 2014)

4.1.3 Sodium Hypochlorite

NaOCl dalam ilmu endodontik merupakan bahan irigasi yang

paling ideal sebab merupakan agen antimikrobial broad spectrum

dalam melawan mikroorganisme dan biofilm pada saluran akar, seperti

Enterococcus, Candida, dan Actinomyces. NaOCl dapat melarutkan

komponen organik pada saluran akar seperti jaringan pulpa dan

kolagen.

Konsentrasi NaOCl dalam perawatan endodontik bervariasi dari

0,5%-6%. Konsentrasi 0,5%-1% efektif untuk melarutkan jaringan

nekrotik, sedangkan untuk konsentrasi yang lebih tinggi dapat

melarutkan jaringan nekrotik dan vital, dan terkadang tidak diperlukan.

Keuntungan :

1) Melarutkan jaringan di dalam kanal


27

2) Membuang bahan organik dentin agar medikamen intrakanal

lebih efektif

3) Membuang biofilm

4) Melarutkan pulpa dan jaringan nekrotik

5) Memiliki antibacterial dan bleaching action

6) Melubrikasi kanal

7) Ekonomis

8) Mudah didapatkan

Kerugian :

1) NaOCl bersifat high surface tension, sehingga kemampuan

untuk melembabkan dentin sangat kurang

2) Iritan terhadap jaringan

3) Bila berkontak dengan gingiva dapat menyebabkan inflamasi

4) Dapat melunturkan warna baju bila terkena saat proses irigasi

5) Memiliki bau dan rasa yang kurang enak

6) Uap NaOCl dapat mengiritasi mata

7) Tidak mampu menghilangkan smear layer

8) Bila terlalu lama berkontak dengan dentin dapat melemahkan

flexural strength pada dentin.


28

Gambar 3.7 Sodium Hypochlorite (Garg, 2014).

4.1.4 Chlorhexidine

Chlorhexidine merupakan agen antimicrobial broad spectrum.

Chlorhexidine pada konsentrasi rendah berperan sebagai

bakteriostatik, sedangkan pada konsentrasi lebih tinggi dapat

membentuk koagulasi dan presipitasi sitoplasma dan berperan sebagai

bakterisidal. Chlorhexidine terbukti lebih efektif melawan E. fecalis

dibandingkan dengan NaOCl. Chlorhexidine memiliki efek residu,

sehingga pada konsentrasi 0,2% atau 2%, chlorhexidine memiliki efek

residu sebagai agen antimikroba selama 72 jam hingga 7 hari bila

digunakan sebagai larutan irigasi dalam endodontik.

Keuntungan :

1) Konsentrasi 2% : bahan irigasi saluran akar

2) Konsentrasi 0,2% : kontrol aktivitas plak

3) Lebih efektif terhadap bakteri gram positif dibandingkan

gram negatif
29

4) Bila dikombinasi dengan Ca(OH)2 sangat baik untuk

medikamen intrakanal pada gigi nekrosis dan perawatan

retreatment.

Kerugian :

1) Bukan merupakan bahan irigasi standar dalam ilmu

endodontik

2) Tidak dapat melarutkan jaringan nekrotik

3) Kurang efektif terhadap bakteri gram negatif dibandingkan

dengan gram positif

4) Tidak efektif terhadap lapisan biofilm

Gambar 3.8 Chlorhexidine 2% sebagai bahan irigasi


endodontik
4.1.5 EDTA (Chelating Agent)

Lapisan organik yang menutupi tubuli dentin masih tersisa setelah

instrumentasi saluran akar. Beberapa penelitian menyarankan untuk

membuang smear layer sebab merupakan sumber mikroorganisme.

EDTA paling sering digunakan sebagai chelating agent. EDTA tidak


30

bersifat toksik dan sangat sedikit mengiritasi jaringan sekitar dengan

konsentrasi rendah. Menurut penelitian Serper dan Calt, EDTA bekerja

sangat efektif pada pH netral dibandingkan dengan pH 9.0. EDTA

digunakan 2-3 menit pada akhir instrumentasi untuk menghilangkan

smear layer sehingga meningkatkan efek antibakteri pada lapisan

dentin yang lebih dalam. EDTA tidak boleh dicampur dengan NaOCl

sebab EDTA sangat berikatan dengan NaOCl, hal ini dapat

menyebabkan EDTA menjadi tidak efektif melawan bakteri (Garg,

2014). Kegunaan EDTA :

1) Bersifat melarutkan dentin

2) Membantu melebarkan kanal yang sempit

3) Membuat manipulasi instrumentasi menjadi lebih

mudah

4) Menurunkan waktu yang diperlukan untuk debridement

(a) (b)

Gambar 3.9 EDTA Glyde berbentuk gel (a) dan


berbentuk larutan dengan konsentrasi 17% (b).
31

4.2 Medikamen Intrakanal

4.2.1 Fungsi medikamen intrakanal :

1) Menghancurkan sisa bakteri dan membatasi pertumbuhan bakteri

baru

2) Berguna dalam pengobatan periodontitis apikalis, terutama pada

kasus inflamasi karena instrumentasi berlebih.

4.2.2 Indikasi penggunaan medikamen intrakanal :

1) Menghilangkan sisa mikroorganisme pada ruang pulpa

2) Mengeringkan saluran akar yang basah

3) Berperan sebagai penahan agar tidak terjadi kerusakan dari

interappoinment dressing

4) Menetralisir debris jaringan

4.2.3 Kalsium Hidroksida

1) Indikasi :

i. Saluran akar yang mengalami perdarahan

ii. Perawatan kasus abses

iii. Perawatan kasus resorpsi

iv. Kasus apeksifikasi

v. Prosedur pulpotomi

vi. Perawatan non-bedah lesi periapikal

vii. Kasus direct atau indirect pulp capping

viii. Sebagai sealer obturasi

ix. Menurunkan nyeri post-operatif setelah over-instrumentasi


32

2) Keuntungan :

i. Menghambat resorpsi akar

ii. Stimulasi penyembuhan periapikal

iii. Merangsang mineralisasi

3) Kerugian :

i. Sulit dibersihkan dari kanal

ii. Menurunkan setting time semen berbasis zinc oxide eugenol

4.3 Teknik Preparasi Saluran Akar

Pada dasarnya, terdapat dua pendekatan preparasi biomekanis,

yaitu teknik yang diawali pada apeks dengan instrumen terkecil dan

mengarah ke orifis dengan instrumen yang lebih besar dan dikenal dengan

nama teknik step back, dan preparasi yang diawali dari orifis dengan

instrumen yang lebih besar, dan bekerja mendekati apeks, dengan

instrumen yang lebih besar, dikenal dengan teknik crown down (Garg,

2014). Pada kasus ini akan dibahas mengenai teknik crown down dengan

menggunakan instrumen ProTaper.

4.3.1 Teknik Crown Down (Garg, 2014)

Keuntungan :

1) Menyediakan akses lebih lurus ke bagian apikal

2) Mengeliminasi gangguan pada koronal sehingga dapat menentukan

ukuran apikal lebih baik


33

3) Membuang jaringan dan mikroorganisme sebelum preparasi

konstriksi apikal

4) Panjang kerja tidak banyak perubahan

5) Mengeliminasi jumlah debris nekrotik yang dapat terdorong

melalui foramen apikal saat instrumentasi

6) Peningkatan akses memudahkan kontrol instrumentasi dan

mengurangi tersangkutnya instrumen di dekat konstriksi apikal

Keuntungan Biologis Teknik reparasi Koronal ke Apikal :

1) Pembuangan jaringan debris pada koronal meminimalisir debris

terekstrusi ke periapikal

2) Menurunkan sensitivitas post-operatif yang dapat dihasilkan oleh

debris terekstrusi ke periapikal

3) Volume larutan irigasi dapat lebih banyak mengenai saluran akar

pada tahap awal karena proses coronal flaring

4) Jaringan lebih banyak terlarut sehingga meningkatkan penetrasi

larutan irigasi

5) Pembuangan jaringan terinfeksi dan terkontaminasi lebih cepat dari

sistem saluran akar.

Kerugian :

1) Membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan dengan teknik

step back
34

2) Preparasi flaring terlalu besar dapat melemahkan struktur 1/3

koronal dan menjadi masalah saat pembuatan dowel saat

restorasi.

3) Penggunaan end cutting rotary instruments pada saluran akar

yang kecil dan partially calcified dapat menyebabkan perforasi

karena pergerakan instrumen ke arah apikal.

4) Apabila rotary instrument yang lebih besar dan kurang fleksibel

digunakan terlalu cepat dan dalam pada saluran akar dapat

membentuk ledge (Garg, 2014).

4.3.2 Instrumen ProTaper (Garg, 2014)

ProTaper berasal dari kata progressively taper. Sifat unik protaper

adalah setiap instrumen memiliki perubahan persentase taper di

sepanjang cutting blade. Desain seperti ini meningkatkan fleksibilitas,

efektivitas pemotongan, dan keamanan penggunaan file. Convex

triangular cross-section pada protaper menurunkan friksi antara pisau

pada file dengan dinding kanal, sehingga meningkatkan efisiensi

pemotongan. Sistem ProTaper terdiri dai tiga jenis shaping dan tiga

file finishing, yaitu :

1) Shaping file

a. Sx : tidak ada pada identification ring, panjang hanya 19 mm,

Do diameter 0,19 mm dan D14 diameter 1,20 mm, digunakan

sebagai orifice shapers.


35

b. S1 : purple identification ring, Do diameter 0,17 mm dan D14

1.20 mm. Digunakan untuk preparasi 1/3 koronal saluran akar.

c. S2 : White identification ring, Do diameter 0.20 mm dan D14

1.20 mm, digunakan untuk preparasi 2/3 koronal saluran akar.

2) Finishing file

a. F1 : yellow identification ring, Do diameter dan apical taper 20

dan 0,07.

b. F2 : red identification ring, Do diameter dan apical taper 25

dan 0,08.

c. F3 : blue identification ring, Do diameter dan apical taper 30

dan 0,09.

(a) (b)

Gambar 3.10 ProTaper shaping file (a) dan finishing file (b)

4.3.3 Tahap Preparasi teknik Crown Down dengan Protaper (Garg, 2014)

1) Preparasi akses kavitas hingga tidak ada obstruksi pada ruang

pulpa. Tentukan kanal orifis dengan menggunakan endodontic

explorer.

2) Isi saluran akar dengan larutan irigasi dan mulai lakukan preflaring

pada kanal orifis. Preflaring pada 1/3 koronal dapat dilakukan


36

dengan hand instrument, apabila menggunakan protaper, dapat

menggunakan S1 dengan tekanan pasif, jangan melebihi 2/3

panjang estimasi saluran akar dari koronal. Bila panjang gigi

pendek dapat menggunakan Sx.

3) Lakukan irigasi dengan NaOCl dan selalu lakukan rekapitulasi

dengan file yang lebih kecil (Contoh: File No. 10)

4) Setelah dilakukan preparasi sampai 2/3 panjang saluran akar,

lakukan pengukuran panjang kerja dengan instrumen yang lebih

kecil (dapat menggunakan K-File sampai No. 15)

5) Gunakan S2 sesuai dengan estimasi panjang kerja \

6) Konfirmasi panjang kerja dengan menggunakan instrumen yang

lebih kecil (K-File No. 15) dengan bantuan electronic apex locator

atau foto radiografi.

7) Gunakan F1, F2, dan F3 (bila diperlukan) sesuai dengan estimasi

panjang kerja untuk menyelesaikan preparasi apikal. Perbaiki

preparasi apikal dengan ukuran file yang sesuai untuk

menghaluskan dinding foramen apikal dan menghaluskan dinding

saluran akar.

4.4 Obturasi Saluran Akar

Keberhasilan perawatan endodontik ditentukan berdasarkan

ketepatan diagnosis, rencana perawatan, pengetahuan mengenai anatomi

dan morfologi, debridement, sterilisasi, serta obturasi. Obturasi pada ruang


37

yang telah dipreparasi dapat menggunakan berbagai material yang dipilih

berdasarkan sifat fisik dan penggunaannya. Material inti ini terbagi

menjadi semen, pasta, plastik atau solid. Gutta-percha merupakan bahan

pilihan utama dalam pengisian saluran akar selama beberapa abad terakhir

(Garg, 2014).

4.4.1 Waktu yang Tepat untuk Obturasi

1) Gejala pasien : tidak menunjukkan adanya sensitivitas perkusi,

pada kasus pulpitis ireversibel pengisian dapat dilakukan

dalam single visit apabila pulpa telah dihilangkan.

2) Jaringan pulpa vital : dapat dilakukan satu kali kunjungan bila

pulpa telah dihilangkan

3) Jaringan pulpa nekrosis : dapat dilakukan satu kali kunjungan

bila gigi asimtomatik, apabila pasien mengalami sensitivitas

pada tes perkusi, saluran akar harus segera di obturasi untuk

mencegah penyebaran inflamasi.

4) Eksudat purulen : setelah prosedur cleaning and shaping,

pemberian kalsium hidroksida dianjurkan sebagai agen

antimikrobial dan sebagai bahan obturasi sementara dan tidak

dapat diselesaikan dalam satu kali kunjungan sebab penelitian

menunjukkan bahwa bakteri setelah proses instrumentasi pada

saluran akar yang belum terisi dapt berkembang biak dan

mencapai tahap pretreatment dalam waktu 2-4 hari.

4.4.2 Gutta Percha


38

Gutta Percha yang digunakan pada kasus ini adalah Gutta Percha

dari ProTaper dengan variasi ukuran F1, F2, dan F3

Gambar 3.11 Protaper Gutta Percha Points .

4.4.3 Sealer saluran akar

Syarat sealer saluran akar :

1) Harus bersifat lengket apabila sudah dicampurkan antara

bubuk dengan cairan untuk membentuk adhesi yang baik

antara bahan pengisi dengan saluran akar bila sudah set.

2) Harus membentuk seal yang hermetis

3) Radioopak

4) Partikel bubuk harus sangat halus, sehingga mudah dicampur

dengan cairannya.

5) Tidak boleh menyusut bila sudah set

6) Tidak boleh memberi pewarnaan pada struktur gigi

7) Bersifat bakteriostatik

8) Memiliki waktu set lambat

9) Tidak larut pada larutan jaringan


39

10) Tidak mengiritasi jaringan periradikuler.

Pada kasus ini sealer yang digunakan adalah endomethasone .

4.4.4 Teknik Obturasi Lateral Compaction

Teknik ini menempatkan tapered gutta percha cones ke dalam

saluran akar dan dipadatkan ke arah dinding saluran akar

menggunakan spreader. Saluran akar harus membentuk continuous

tapered dengan apikal stop yang jelas, sebelum dapat diisi dengan

metode ini.

Tahap-tahap teknik obturasi lateral compaction

1) Setelah preparasi saluran akar selesai dilakukan, pilih master cone

gutta percha dengan diameter yang sama dengan master apical

file. Rasakan sensasi“tugback” dengan master gutta percha point.

Master gutta percha point ditentukan dari jarak kerja yang sesuai

dengan titik insisal atau oklusal yang telah ditentukan.

2) Periksa dengan foto rontgen radiografi. Apabila dirasa sudah

memuaskan, tarik cone dari saluran akar, bersihkan dengan NaOCl.

Bila cone berada di bawah panjang kerja, periksa apakah ada

debris, ledge, atau kurva pada kanal dan perbaiki terlebih dahulu.

Bila cone melebihi foramen apikal, pilih cone dengan ukuran yang

lebih besar atau potong cone sesuai panjag kerja. Bila cone

menunjukkan bentuk “s” maka cone terlalu kecil dan harus diganti

dengan ukuran yang lebih besar.


40

3) Pilih ukuran spreader unruk lateral compaction, panjang spreader

harus mencapai 1-2mm panjang kerja sebenarnya.

4) Keringkan saluran akar dengan paper point

5) Aplikasikan sealer ke dalam saluran akar

6) Ukur ulang cone yang telah dilapisi dengan sealer. Setelah

meletakkan master cone, masukkan spreader ke dalam saluran akar

di sebelah cone yang telah dimasukkan. Spreader membantu

kompaksi gutta percha dan berperan sebagai wedge untuk menekan

gutta percha ke lateral dalam tekanan vertikal, bukan untuk

mendorong nya ke samping. Gutta percha harus mencapai 1-2 mm

panjang kerja yang telah dipreparasi.

7) Setelah peletakkan, spreader diangkat dari saluran akar dengan

memutarnya maju dan mundur. Hal ini membantu gutta percha

dan membentuk ruang di sisi lateral master cone.

8) Cone aksesoris harus ditambahkan pada ruang yang kosong dan

prosedur diatas diulangi sampai spreader tidak dapat masuk

melewati garis servikal.

9) Potong kelebihan gutta percha dengan instrumen panas pada batas

kanal orifis.
41

BAB IV

KESIMPULAN

Keberhasilan perawatan endodontik ditentukan berdasarkan ketepatan

diagnosis, rencana perawatan, pengetahuan mengenai anatomi dan morfologi,

debridement, sterilisasi, serta obturasi. Pada kasus ini, seorang wanita berusia 31

tahun datang dengan keluhan utama gigi belakang bawah kiri berlubang besar

sejak ± 6 bulan yang lalu dan terasa ngilu bila terkena makanan/minuman dingin.

Gigi juga pernah mengalami ngilu spontan tanpa adanya rangsang terutama di

malam hari. Keluhan utama pada pasien mengarah kepada diagnosis pulpa yang

sesuai dengan AAE (2013) mengenai pulpitis ireversibel simtomatik dengan

karakteristik rasa ngilu pada stimulus termal, bertahan selama 30 detik atau lebih

dan adanya keluhan nyeri spontan. Sedangkan pemeriksaan perkusi dan tekan

pada kunjungan pertama menunjukkan hasil positif. Sehingga menurut AAE

2013, diagnosis periapikal pada kasus ini adalah periodontitis apikalis simtomatik

(AAE, 2013). Karakteristik pulpitis ireversibel ditentukan berdasarkan keluhan

pasien, pemeriksaan visual menunjukkan adanya karies yang mencapai ruang

pulpa, serta pemeriksaan radiografi menunjukkan karies yang meluas hingga ke

ruang pulpa, sedangkan pemeriksaan perkusi dan tekan seringkali menunjukkan

respon positif (Garg, 2014).

Rencana perawatan yang akan dilakukan adalah ekstirpasi mortal dengan

aplikasi obat devitalisasi. Obat devitalisasi yang digunakan pada kasus ini adalah

dengan menggunakan Pulp-X untuk mengurangi penggunaan arsenik yang


42

memiliki efek samping yang cukup berbahaya pada jaringan pulpa dan periapikal

(Zhen-ya, 2013).

Perawatan endodontik memerlukan pengetahuan mengenai anatomi ruang

pulpa yang akan dikerjakan. Menurut Garg (2014), Anatomi gigi molar rahang

bawah memiliki panjang saluran akar rata-rata 21 mm dan pada akar mesial

memiliki dua saluran akar, serta pada akar distal pada umumnya memiliki satu

saluran akar, namun seringkali ditemukan dua saluran akar.

Tahap pertama dalam perawatan endodontik adalah preparasi akses kavitas

yaitu dengan membuang seluruh sisa karies yang ada, membuka ruang pulpa

secara utuh dan mencapai straight line access terhadap foramen apikal untuk

memudahkan saat proses instrumentasi (Hargreaves, et al., 2011). Pada kasus ini

ditemukan terdapat empat saluran akar, sehingga preparasi akses kavitas

berbentuk rhomboid menurut Garg (2014).

Tahap selanjutnya adalah proses ekstirpasi, reaming, dan filing. Proses

instrumentasi saluran akar memerlukan larutan irigasi untuk memudahkan

pengambilan jaringan di dalam saluran akar, sehingga pada kasus ini penulis

menggunakan NaOCl 3%, EDTA 17%, Chlorhexidine 2%, dan Aquabidest

sebagai penetralisir antar larutan kimia dengan berbagai pertimbangannya.

Preparasi saluran akar pada kasus ini menggunakan teknik crown down, yaitu

preparasi yang diawali dari orifis saluran akar dan mendekat ke arah apikal

dengan menggunakan instrumen Protaper (Garg, 2014). Setelah gigi selesai

dilakukan preparasi, tahap selanjutnya adalah pemberian medikamen intrakanal


43

berupa Ca(OH)2 untuk menghilangkan sisa mikroorganisme pada saluran akar

dan menetralisir debris yang tersisa pada jaringan sekitar (Garg, 2014).

Dua minggu setelah aplikasi medikamen intrakanal pasien diinstruksikan

untuk kembali untuk kontrol obat sterilisasi dan melanjutkan ke tahap selanjutnya,

yaitu tahap trial pengisian yang dapat dilakukan apabila pasien sudah tidak

memiliki keluhan, dan tidak terdapat tanda-tanda inflamasi pada periapikal (Garg,

2014). Obturasi saluran akar dilakukan dengan bahan pengisi gutta-percha dan

sealer endoseal dengan teknik kondensasi lateral compaction (Garg, 2014).

Perawatan saluran akar dapat dikatakan berhasil apabila saat kontrol

setelah setelah obturasi tidak ditemukan adanya keluhan pada pasien, tidak

menunjukkan adanya inflamasi pada jaringan periapikal dan ditunjukkan dengan

foto rontgen serta pemeriksaan klinis, sehingga dapat dilakukan perawatan

lanjutan untuk melanjutkan restorasi permanen. Pada kasus ini, restorasi

permanen yang dipilih adalah restorasi onlay pada mahkota gigi 36.
44

DAFTAR PUSTAKA

American Association of Endodontist, 2013. Colleagues for exellence, endodontic


diagnosis (online), available from : http/www.aae.org.specialty/wp-
content/updates/sites/2017/07/endodonticdiagnosisfall2013.pdf
Garg, N. & Garg, Amit. 2014. Textbook of Endodontics, 3rd edition. India :
Jaypee Brothers Medical Publisher (P) Ltd.
Hargreaves, et al., 2011. Cohen’s Pathway of the Pulp, 10th edition. Ed. Mosby,
St. Louis Hal. 196-295.
Torabinedjad, M. Walton, RE. 2009. Principles and Practice of Endodontics, 4th
Edition. Philadelphia; Sounders Company.
Walimbe, H., et al., 2015. Knowledge, Attitude, and Practice of Devitalizing
agents : A Survey of General Dental Practitioner. J. Int Oral Health : 7(3):
12-14.
Zhen-ya, Z. 2013. Analysis of Clinical Aplication of Arsenic-Free Deactivating
Agent-Depulpin. Life Science Journal 2013:10(1).

Anda mungkin juga menyukai