1. Definisi
Pulp capping adalah tindakan menempatkan dressing secara langsung ke pulpa yang
terekspose tanpa menghilangkan jaringan lunak (Cohen, 2011). Menurut Garg 2014,
2. Indikasi
1) Pada setiap gigi yang terkespose kurang dari 24 jam. (Garg, 2014)
a. Gigi permanen dengan sedikit pulpa yang terekspose karena mekanis atau
trauma selama preparasi kavitas atau terkekspose karena karies pada gigi
b. Eksposure mekanis pada gigi vital dan tidak terdapat kelainan pulpa (AAE,
2009)
d. Seal yang adekuat pada restorasi koronal dapat dipertahankan (AAE, 2012)
a. Gigi permanen dengan diagnosis pulpa normal tanpa tanda tanda pulpitis atau
dengan diagnosa pulpitis reversibel dan memiliki karies yang dalam tetapi
b. Tidak ada riwayat gejala gejala pada pemeriksaan subjektif (AAE, 2012)
c. Gambaran radiografi tidak menunjukkan adanya pathosis periradikular (AAE,
2012)
3. Tujuan
c. Untuk menjaga respon normal terhadap tes pulpa elektrik dan termal.
4. Prosedur
a. Ketika terdapat ekspose mekanis yang kecil saat preparasi kavitas bersihkan
kavitas.
d. Aplikasikan base.
a. Perawatan terdiri dari dua kali kunjungan dengan jarak antar kunjungan antara
6 sampai 8 bulan.
dengan base.
5. Follow-Up
Tes vitalitas, palpasi, perkusi dan radiografi harus dilakukan setelah 3 minggu, 3,
6. Prognosis
dentin dan mematikan area yang terinflamasi secara superfisial (Garg, 2014)
Pulpotomi
Prosedur
Pulpotomi adalah pengambilan bagian koronal jaringan pulpa vital. Bahan yang dapat
diterima secara biologis ditempatkan pada kamar pulpa, lalu gigi direstorasi.
Pulpotomi dilakukan pada gigi sulung dengan karies yang luas namun tidak terdapat
patoloi pada radikular ketika pembuangan karies menyebabkan tereksposnya pulpa. Koronal
pulpa dibuang, dan sisa permukaan jaringan radikular yang vital dirawat dengan medikamen
seperti Buckley’s Solution of formocresol atau ferric sulfate. MTA merupakan bahan yang
digunakan dengan tingkat keberhasilan yang lebih tinggi dibandingkan kalsium hidroksida.
Setelah kamar pulpa diisi dengan zinc oxide eugenol atau base lainnya, gigi direstorasi
dengan seal yang baik untuk melindungi gigi dari mikroleakage. Restorasi yang efektif dalam
jangka panjang yang telah terbukti adalah stainless-steel crown. Namun jika tidak didukung
oleh sisa enamel, amalgam atau resin komposit dapat menjadi alternatif jika waktu sisa gigi
Indikasi:
1. Pulpa vital yang terekspos atau pulpitis irreversible pada gigi sulung atau setelah
pembuangan jaringan karies atau setelah trauma. Gigi sulung yang tidak didukung
oleh struktur akar yang baik, resorpsi internal, perforasi furkasi atau terdapat patosis
2. Jaringan koronal diamputasi, sisa jaringan radikular vital tanpa supurasi, purulensi,
nekrosis atau perdarahan yang berlebih yang tidak dapat dikontrol dengan damp
4. Sebagai perawatan emergency pada gigi permanen hingga perawatan saluran akar
5. Sebagai prosedur interim pada gigi permanen dengan pembentukan akar yang belum
Tujuan:
4. Mencegah defek resorptif atau percepatan kalsifikasi kanal yang dapat ditentukan
5. Jaringan radikular yang tersisa harus asimtomatik tanpa gejala klinis seperti
6. Tidak terdapat gambaran patologis dari radiorafi seperti resorpsi eksternal setelah
dilakukan perawatan, resorpsi internal dapat terjadi namun sifatnya self-limitting dan
stabil
7. Operator harus memonitor resorpsi internal, membuang jaringan gigi yang terinfeksi
Torabinejad
Pulpotomi parsial untuk karies yang terekspos ini merupakan sebuah prosedur
membuang jaringan pulpa terinflamasi pada karies yang terekspos hingga kedalaman 1-3 mm
atau lebih untuk mencapai jaringan pulpa yang sehat. Perdarahan pulpa harus dikontrol
dengan irigasi dengan agen bakteriosid seperti sodium hipoklorit atau klorheksidin sebelum
ditutup oleh kalsium hidroksida atau MTA. Meskipun kalsium hidroksida telah ditunjukkan
memiliki keberhasilan dalam jangka panjang, hasil dengan menggunakan MTA lebih dapat
diprediksi pembentukan dentin bridging dan kesehatan pulpanya. MTA (min dengan
ketebalan 1,5 mm) harus menutupi dentin yang terekspos dan sekelilingnya, yang diikuti
dengan selapis RMGI yang di light cured. Setelah itu dilakukan penempatan restorasi untuk
menutupi microleakage.
Indikasi:
1. Gigi dewasa muda dengan karies pulpa yang terekspos dengan perdarahan pulpa yang
Tujuan:
1. Pulpa yang tersisa harus tetap vital setelah dilakukan pulpotomi parsial.
2. Tidak ada gejala klinis seperti gigi sensitif, nyeri atau bengkak.
3. Pada gambaran radiografi, tidak ada gambaran resorpsi internal atau eksternal,
4. Gigi dengan akar yang belum menutup sempurna harus melanjutkan perkembangan
Prosedur: membuang jaringan pulpa terinflamasi pada karies yang terekspos hingga
kedalaman 1-3 mm atau lebih untuk mencapai jaringan pulpa yang sehat. Perdarahan pulpa
harus dikontrol dengan irigasi dengan agen bakteriosid seperti sodium hipoklorit atau
klorheksidin sebelum ditutup oleh kalsium hidroksida atau MTA. MTA dengan warna putih
direkomendasikan pada gigi anterior untuk mengurangi kemungkinan perubahan warna gigi.
Meskipun kalsium hidroksida telah ditunjukkan memiliki keberhasilan dalam jangka panjang,
hasil dengan menggunakan MTA lebih dapat diprediksi pembentukan dentin bridging dan
kesehatan pulpanya. MTA (min dengan ketebalan 1,5 mm) harus menutupi dentin yang
terekspos dan sekelilingnya, yang diikuti dengan selapis RMGI yang di light cured. Setelah
Inidkasi:
perlu dikontrol.
Tujuan:
1. Pulpa yang tersisa harus tetap vital setelah dilakukan pulpotomi parsial.
2. Tidak ada gejala klinis seperti gigi sensitif, nyeri atau bengkak.
3. Pada gambaran radiografi, tidak ada gambaran resorpsi internal atau eksternal,
4. Gigi dengan akar yang belum menutup sempurna harus melanjutkan perkembangan
Prosedur ini melibatkan penghilangan seluruh pulpa koronal sampai orifis saluran
akar. Tingkat amputasi pulpa ini dipilih karena anatomic convenience-nya. Saat pulpa yang
terinflamasi terkadang meluas sampai orifis saluran akar hingga ke dasar pulpa, banyak
kesalahan yang dapat timbul dari perawatan pulpa yang terinflamasi dibandingkan yang tidak
terinflamasi.
Indikasi
berada pada tingkat yang lebih dalam dari pulpa koronal. Paparan traumatis setelah lebih dari
72 jam atau paparan akibat karies pada gigi muda dengan apeks yang baru terbentuk sebagian
adalah dua contoh kasus yang diindikasikan untuk dilakukan full pulpotomy. ang sebagian
dikembangkan adalah dua contoh dari saat perawatan ini bisa diindikasikan.
Dressing akan ditempatkan pada pulpa yang terinflamasi, oleh karena itu perawatan
ini menjadi kontraindikasi bagi gigi yang telah mature. Manfaat yang lebih besar dari risiko
untuk perawatan ini pada gigi yang belum terbentuk apeks dengan sempurna dan dinding
Teknik
Prosedur dimulai dengan anestesi, penempatan rubber dam, dan desinfeksi superfisial
seperti pada pulp capping dan pulpotomy parsial. Pulpa koronal dihilangkan seperti pada
pulpotomy parsial sampai ke orifis saluran akar. Kalsium hidroksida dan restorasi koronal
Seperti halnya pulp capping dan partial pulpotomy. Kerugian dari metode perawatan
ini adalah pengujian sensitivitas tidak memungkinkan karena hilangnya pulpa koronal, jadi
radiografi sangat penting untuk menilai tanda-tanda adanya periodontitis apikal dan
Prognosis
Karena perawatan ini dilakukan pada pulpa yang diperkirakan memiliki peradangan
yang dalam, dan lokasi amputasi yang berubah-ubah, banyak kesalahan yang dapat terjadi.
Akibatnya, prognosis berada di kisaran 75% yang berarti lebih buruk daripada parsial
pulpotomy, beberapa ahli telah merekomendasikan pulpektomi secara rutin setelah akar
terbentuk sepenuhnya. Filosofi ini didasarkan pada prosedur pulpectomy yang memiliki
tingkat keberhasilan dalam kisaran 95%, sedangkan jika periodontitis apikal berkembang,
prognosis pengobatan saluran akar turun secara signifikan menjadi sekitar 80% .
Kalsium Hidroksida
Kalsium Hidroksida telah digunakan pada bidang endodontic sejak lama. Hermann
pada 1920 adalah orang yang pertama kali memperkenalkan kalsium hidroksida sebagai pulp
capping agent tetapi sekarang sudah banyak digunakan untuk terapi endodontic.
Penggunaan kalsium hidroksida saat ini selain untuk perawatan pulp capping ,
pulpotomi, perawatan gigi nonvital yang akarnya masih terbuka, juga untuk perawatan
saluran akar antar kunjungan, dan sebagai semen salurna akar. Selain itu juga untuk
perawatan saluran akar pada gig dengan kelainan periapicalm kelainan endo perio, resorbsi
interna dan eksterna, perforasi akar atau fraktur akar. Hal ini karena bikompatibilitas baik
terhadap jaringan, dan dengan pH 12 dapat mengubah situasi lingkungan menjadi basa.
Suasana basa ini yang dapat mengubah lingkungan sehingga bakteri tidak dapat berkembang
dan memberikan kondisi netral sehingg terjadi stimulasi pembentukan jaringan keras.
Kondisi tersebut karena pecahnya kalsium hidroksida menjadi ion Ca+ dan OH- dan ion Ca+
Kalsium hidroksida memiliki beberapa sediaan, yaitu tersedia dalam bentuk bubuk
yang penggunaannya dilarutkan dengan pelarut seperti air, larutan anastesi, salin,
metiselulose yang nantinya akan menjadi seperti pasta. Sediaan lain yang tersedia adalah
langsung dalam bentuk pasta, contohnya Pulpdent kalsium hidroksida dengan campuran
metiselulose, dan Calxyl yang merupakan campuran kalsium hidroksida dengan larutan
Ringer. Sediaan yang ketiga berupa tube yang terdiri dari catalyst dan base. Sediaan yang
terakhir adalah formulasi pasta yang terdiri dari polymer resin yang dapat mengeras dengan
sinar biru.
1. Keuntungan
5) Menetralkan pH yang rendah (contoh: pada gigi nekrosis yang tidak dirawat 6-7,4 ,
2. Kekurangan
3. Fungsi
1) Medikamen Intrakanal
2) Sealer Endodontik
4) Apeksifikasi
5) Pulpotomi
6) Weeping canal
Kalsium Hidroksida digunakan sebagai bahan pilihan untuk pulp capping. Secara
histologi pada penggunaan Kalsium Hidroksida akan tebentuk jembatan dentin yang utuh
dengan pulpa radicular yang sehat. Saat kalsium hidroksida diletakkan langsung pada pulpa
terbuka akan mengalami nekrosis dan inflamasi jaringan dibawahnya, dan dibawahnya akan
terbentuk lapisan odontoblast baru yang akan membentuk lapisan dentin reparative baru
Dengan pH kalsium hidroksida yang tinggu akan menetralisasi dentin yang mengalami
demineralisasi, sehingga memicu sel membentuk dentin reparatif. Menurut Leung, pada
waktu 4 minggu menunjukan adanya penurunan jumlah bakteri dan penurunan yang
pulpa gigi akar muda yang belum menutup secara sempurna. Hal ini dapat diterima karena
dapat memperbaiki jembatan dentin dan dapat mempertahankan vitalitas pulpa. Secara
histologi jaringan pulpa yang lagsung berkontak dengan kalsium hidroksida akan mengalami
nekrosis karena pH yang tinggi. Nekrosis disertai dengan inflamasi akut yang mempengaruhi
jaringan dibawahnya. Setelah 4 minggu akan terbentuk lapisan odontoblastic dan akan
Zona Karies berdasarkan American Dental Association (ADA) Caries Classification System
1. Latar Belakang
Lesi karies, gejala yang paling sering ditemukan pada penyakit karies merupakan hasil kumulatif
dari ketidakseimbangan proses dinamis demineralisasi dan remineralisasi yang menyebkan kehilangan
mineral pada beberapa waktu. Karies gigi merupakan penyakit kronis yang apabila tidak dilakukan
perawatan, dapat berkembang sampai gigi menjadi rusak. Karies gigi merupakan penyakit
multifactorial yang melibatkan beberapa faktor resiko yang kompleks. Gambaran klinis dari penyakit
kasies adalah lesi karies, dan keparahan penyakit dan lesi karies individu merupakan hasil dari faktor
individu kompleks, biologis, perilaku, dan faktor lingkungan. Beberapa faktor bersifat protektif,
seperti fluoride pada biofilm, dan faktor lain yang mengawali destruksi jaringan keras seperti pH plak
yang rendah.
Lesi karies memiliki bentuk yang berbeda secara gambaran klinis, sehingga praktisi
membutuhkan system klasifikasi yang mendukung keputusan perawatan yang benar menggunakan
pendekatan baik non bedah atau bedah. Klasifikasi lokasi lesi, sisi lesi awal, perluasan, dan bila
memungkinkan aktivitas, seharusnya merupakan bagian dari seluruh evaluasi gigi untuk memfasilitasi
dan untuk menjelaskan secara presentasi klinis tanpa referensi perawatan tertentu. Informasi
tambahan, ADA CCS menghubungkan presentasi lesi klinis dengan gambaran radiografi dan
menyediakan pendekatan untuk mengidentifikasi dan aktivitas lesi karies pada suatu waktu.
1. Lesi karies merupakan manifestasi klinis dari penyakit karies. Pasien yang terdiagnosis
dengan lesi karies dapat memiliki beberapa atau banyak lesi karies (manifestasi klinis),
dan jumlah serta perluasan lesi ini merupakan pengukuran dari keparahan penyakit.
Berdasarkan parameter klinis, setiap lesi karies dapat diklasifikasikan sebagai kavitas atau
non kavitas
2. Non-kavitas merupakan perkembangan lesi karies awal sebelum terjadinya lesi karies.
permukaan struktur gigi. Lesi ini menjelaskan daerah dengan net mineral loss sebagai
3. Kavitas merupakan kehilangan kekuatan permukaan. Pada beberapa kasus, kavitas dapat
terbatas pada enamel. Perlu diperhatikan harus dibedakan dengan linear enamel
resiko karies yang lebih tinggi. Secara umum, kavitas merupakan total kehilangan total
enamel dan terbukanya dentin di bawahnya. Pada beberapa kasus, kavitas merupakan
perilaku pasien. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, keputusan merawat lesi karies baik
ADA CCS menilai setiap permukaan gigi geligi berdasarkan permukaan gigi, ada
atau tidaknya lesi karies, sisi anatomis awal, keparahan dari perubahan, dan perkiraan
aktivitas lesi. Aplikasi klinis ADA CCS dilakukan berdasarkan pemeriksaan pada gigi yang
bersih dengan permukaan yang dikeringkan, pencahayaaan yang adekuat, serta penggunaan
rounded explorer atau ball-end probe. Gambaran radiografi seharusnya juga dibutuhkan.
karena memiliki karakteristik yang mirip dan akesibel untuk pemeriksaan klinis secara visible
Tabel 2. American Dental Association Caries Classification System (ADA CCS, 2015)
Penentuan asal mula lesi karies sangat berguna berguna dalam sistem manajemen
karies untuk menentukan etiologi lesi dan untuk menentukan pilihan perawatan yang tersedia
1. Sound Surface.
Pada gigi sehat, permukaannya keras, tidak terrdapat lesi terdeteksi secara
klinis. Jaringan gigi terlihat normal dari segi warna, translusen dan berkilau, gigi
memiliki restorasi atau pelapis yang adeuat tanpa adanya tanda lesi karies.
mineral loss. Lesi terbatas pada enamel atau sementum dan terletak di lapisan
terluas dentin pada permukaan akar dan bentuk yang paling ringan, terdeteksi
menjadi putih atau coklat pada daerah gingival, atau terdapatnya “white spot”
pada permukaan halus. Pada pit dan fisur, terdapat perubahan warna yang jelas
dentin (tidak terdapat bayangan keabuan dari bawah). Lesi inisial ini
reversibel. Hampir seluruh lesi ini diklasifikasikan sebagai “sound” pada studi
epidemiologi.
terlihat). Lesi ini menunjukkan tanda yang terlihat yaitu kehilangan enamel pada
pit dan fisur, pada permukaan halus, atau tanda terlihat yaitu kehilangan
dentin/cementum pada permukaan akar. Meskipun pit dan fisur mungkin terlihat
atas sisi suspek lesi, yang mungkin memiliki diskolorasi keabuan atau terlihat
translusen. Bila sisi suspek pada lesi proksimal tidak dapat terinspeksi langsung,
seperti pada beberapa kasus, kehadiran dan perluasan lesi kavitas tidak dapat
Advanced caries lesion memiliki kavitas penuh melalui enamel, dan dentin
secara klinis tereksponasi. Pada ADA CCS, segala lesi kavitas yang terlihat
Perlu diperhatikan bahwa seluruh lesi karies yang telah dijelaskan tersebut juga dapat
berhubungan dengan tambalan atau pelapis sebelumnya. Penilaian ADA CCS mengukur
perubahan yang terlihat pada struktur gigi, dan bila tidak terlihat perubahan struktur, maka
penilaian tidak dapat dilakuan. Bila terdapat tanda yang terlihat dari lesi karies, seringkali
mungkin untuk dapat menjelaskan apakah lesi tersebut aktif atau tertahan (Tabel 3)
Tabel 3. Karakteristik lesi karies aktif dan inaktif (ADA CCS, 2015)
Tabel 3 menjelaskan tentang faktor yang menentukan saat membuat penjelasan klinis
mengenai lesi aktif atau inaktif. Lesi dikatakan aktif bila terdapat manifestasi atau
mineralisasi secara terus menerus. Proses ini dapat berlangsung dalam beberapa waktu
dengan mempertimbangkan intervensi secara surgical atau nonsurgical. Deteksi pada lesi
yang terperangkap mengindikasikan proses penyakit tidak aktif kembali. “dentin terinfeksi”
merupakan istilah untuk menjelaskan dentin yang telah tereksponasi oleh bakteri.
Berdasarkan pada pemeriksaan klinis aktifitas lesi karies saat pemeriksaan, dentin yang
terinfeksi kemungkinan lebih lunak bila demineralisasi sedang berlangsung (aktif) dan dapat
lebih keras bila lesi remineralisasi (inaktif). Dentin terinfeksi seringkali berwarna, atau
berubah warna, dan tidak perlu dilakukan pembuangan apabila dentin telah remineralisasi.
menjadi faktor kunci untuk memonitor lesi tidak berkavitas apakah progresif atau regresif
pada suatu waktu, dan aktivitas lesi mungkin dapat menjadi pengukuran yang berguna untuk
mengukur efektivitas perawatan kemoterapi. Aktivitas lesi harus diperhatikan saat melakukan
pemeriksaan klinis dan saat mengevaluasi gambaran radiografi. Studi aktivitas lesi pada suatu
waktu, berdasarkan perubahan pada radiolusensi dapat memiliki dampak langsung pada
keputusan perawatan klnis. Lesi tertahan, remineralisasi, atau lesi nonkavitasi (putih atau
coklat) resistan terhadap asam dan tidak lagi menjadi indicator pada penyakit karies aktif.
Faktor ini harus dipertimbangkan saat pemeriksaan status resiko karies. Lesi kavitas secara
alami lebih aktif dan berkembang, sebab pembersihan sendiri lebih sulit dilakukan.
Daftar pustaka
Douglas A., Young, et al., 2015. The American Dental Association Caries Classification
System for Clinical Practice. Chicago:JADA 146(2)
Garg, Nisha; Garg, Amit. 2014. Textbook of Endodotics. India: Jaypee Brothers Medical
Publisher
Sidhiarta, W. 2000. Penggunaan Kalsium Hidroksida pada Bidang Komservasi Gigi. Jurnal
Torabinejad