Anda di halaman 1dari 19

Pulp Capping

1. Definisi

Pulp capping adalah tindakan menempatkan dressing secara langsung ke pulpa yang

terekspose tanpa menghilangkan jaringan lunak (Cohen, 2011). Menurut Garg 2014,

Pulp capping adalah tindakan menempatkan dressing langsung ke pulpa yang

terekspose (Garg, 2014).

2. Indikasi

1) Pada setiap gigi yang terkespose kurang dari 24 jam. (Garg, 2014)

2) Direct pulp capping

a. Gigi permanen dengan sedikit pulpa yang terekspose karena mekanis atau

trauma selama preparasi kavitas atau terkekspose karena karies pada gigi

dengan pulpa normal atau pulpitis reversibel. (Torabinejad, 2009)

b. Eksposure mekanis pada gigi vital dan tidak terdapat kelainan pulpa (AAE,

2009)

c. Perdarahan dapat dikontrol pada daerah eksposure (AAE, 2012)

d. Seal yang adekuat pada restorasi koronal dapat dipertahankan (AAE, 2012)

e. Pasien telah diinformasikan bahwa perawatan endodontik mungkin

diindikasikan dimasa depan (AAE, 2012)

3) Indirect pulp capping

a. Gigi permanen dengan diagnosis pulpa normal tanpa tanda tanda pulpitis atau

dengan diagnosa pulpitis reversibel dan memiliki karies yang dalam tetapi

tidak mengenai pulpa (AAPD, 2014)

b. Tidak ada riwayat gejala gejala pada pemeriksaan subjektif (AAE, 2012)
c. Gambaran radiografi tidak menunjukkan adanya pathosis periradikular (AAE,

2012)

d. Pasien telah diinformasikan bahwa perawatan endodontik mungkin

diindikasikan dimasa depan (AAE, 2012)

3. Tujuan

1) Direct pulp capping (AAE, 2012)

a. Untuk mencegah tanda klinis atau gejala yang merugikan.

b. Untuk mengemmbangkan kontak bahan capping radioopak biokompatibel

dengan jaringan pulpa.

c. Untuk menjaga respon normal terhadap tes pulpa elektrik dan termal.

d. Untuk mencegah kerusakan pada jaringan pendukung periradikular.

2) Indirect pulp capping (AAE, 2012)

a. Untuk mencegah tanda klinis dan gejala yang merugikan.

b. Untuk mendapatkan bukti radiografi perkembangan akar.

c. Untuk mencegah kerusakan pada jaringan pendukung periradikular.

d. Untuk mencegah defek resorptif atau perkembangan kalsifikasi kanal yang

dilihat dari evaluasi radiografi periodik.

4. Prosedur

1) Direct pulp capping (Torabinejad, 2014)

a. Ketika terdapat ekspose mekanis yang kecil saat preparasi kavitas bersihkan

kavitas.

b. Apabila terdapat sedikit perdarahan kontrol perdarahan.


c. Aplikasikan calcium hidroxide tau mineral trioxide agregate (MTA) pada

permukaan jaringan pulpa

d. Aplikasikan base.

e. Restorasi final ditempatkan diatas base.

f. Status pulpa dan periradikular harus dicek secara periodik.

2) Indirect pulp capping (AAE, 2012)

a. Perawatan terdiri dari dua kali kunjungan dengan jarak antar kunjungan antara

6 sampai 8 bulan.

b. Pada kunjungan pertama karies dieskavasi, meninggalkan dentin yang

terinfeksi yang dekat dengan pulpa.

c. Calcium hidroksida ataumaterial yang lain ditempatkan diatas dentin diikuti

dengan base.

d. Berikan tambalan sementara.

e. Pada pertemuan kedua, restorasi dibuka dan karies residual dihilangkan,

kemudian gigi direstorasi permanen

5. Follow-Up

Tes vitalitas, palpasi, perkusi dan radiografi harus dilakukan setelah 3 minggu, 3,

6, dan 12 bulan (Garg, 2014)

6. Prognosis

Prognosis dapat mencapai 80% tergantung pada:

1) Kemampuan calcium hidroksida untuk mendisinfeksi pulpa superfisialdan

dentin dan mematikan area yang terinflamasi secara superfisial (Garg, 2014)

2) Kualitas bakterial tight seal pada restorasi (Garg, 2014)

Pulpotomi
Prosedur

Pulpotomi adalah pengambilan bagian koronal jaringan pulpa vital. Bahan yang dapat

diterima secara biologis ditempatkan pada kamar pulpa, lalu gigi direstorasi.

Pulpotomi Parsial Gigi Sulung

Pulpotomi dilakukan pada gigi sulung dengan karies yang luas namun tidak terdapat

patoloi pada radikular ketika pembuangan karies menyebabkan tereksposnya pulpa. Koronal

pulpa dibuang, dan sisa permukaan jaringan radikular yang vital dirawat dengan medikamen

seperti Buckley’s Solution of formocresol atau ferric sulfate. MTA merupakan bahan yang

digunakan dengan tingkat keberhasilan yang lebih tinggi dibandingkan kalsium hidroksida.

Setelah kamar pulpa diisi dengan zinc oxide eugenol atau base lainnya, gigi direstorasi

dengan seal yang baik untuk melindungi gigi dari mikroleakage. Restorasi yang efektif dalam

jangka panjang yang telah terbukti adalah stainless-steel crown. Namun jika tidak didukung

oleh sisa enamel, amalgam atau resin komposit dapat menjadi alternatif jika waktu sisa gigi

sulung sebelum gigi permanen tumbuh maksimal 2 tahun (Torabinejad)

Indikasi:

1. Pulpa vital yang terekspos atau pulpitis irreversible pada gigi sulung atau setelah

pembuangan jaringan karies atau setelah trauma. Gigi sulung yang tidak didukung

oleh struktur akar yang baik, resorpsi internal, perforasi furkasi atau terdapat patosis

periradikular dapat membahayakan gigi permanen yang akan tumbuh tidak

diindikasikan pada perawatan pulpotomi

2. Jaringan koronal diamputasi, sisa jaringan radikular vital tanpa supurasi, purulensi,

nekrosis atau perdarahan yang berlebih yang tidak dapat dikontrol dengan damp

cotton pellet setelah beberapa menit (AAE)


3. Tidak ada tanda-tanda infeksi dan resorpsi patologis pada gambaran radiografi (AAE)

4. Sebagai perawatan emergency pada gigi permanen hingga perawatan saluran akar

dapat diselesaikan. Perlu dilakukan pulpal debridement.

5. Sebagai prosedur interim pada gigi permanen dengan pembentukan akar yang belum

lengkap untuk melanjutkan perkembangan akarnya (apexogenesis).

Tujuan:

1. Untuk mencegah gejala klinis yang merugikan (AAE)

2. Mendapatkan bukti radiografi perkembangan akar yang cukup untuk perawatan

endodontik. Dapat terjadi peningkatan panjang akar (AAE)

3. Mencegah kerusakan jaringan pendukung periradikular(AAE)

4. Mencegah defek resorptif atau percepatan kalsifikasi kanal yang dapat ditentukan

dengan evaluasi radiografi periodik (AAE)

5. Jaringan radikular yang tersisa harus asimtomatik tanpa gejala klinis seperti

sensitifitas, nyeri atau bengkak.

6. Tidak terdapat gambaran patologis dari radiorafi seperti resorpsi eksternal setelah

dilakukan perawatan, resorpsi internal dapat terjadi namun sifatnya self-limitting dan

stabil

7. Operator harus memonitor resorpsi internal, membuang jaringan gigi yang terinfeksi

jika perforasi menyebabkan hilangnya jaringan pendukung tulang dan atau

menyebabkan gejala klinis infeksi dan inflamasi.

8. Tidak boleh membahayakan gigi permanen yang akan tumbuh

Torabinejad

Gigi Dewasa Muda


Pulpotomi Parsial untuk Karies yang terekspos

Pulpotomi parsial untuk karies yang terekspos ini merupakan sebuah prosedur

membuang jaringan pulpa terinflamasi pada karies yang terekspos hingga kedalaman 1-3 mm

atau lebih untuk mencapai jaringan pulpa yang sehat. Perdarahan pulpa harus dikontrol

dengan irigasi dengan agen bakteriosid seperti sodium hipoklorit atau klorheksidin sebelum

ditutup oleh kalsium hidroksida atau MTA. Meskipun kalsium hidroksida telah ditunjukkan

memiliki keberhasilan dalam jangka panjang, hasil dengan menggunakan MTA lebih dapat

diprediksi pembentukan dentin bridging dan kesehatan pulpanya. MTA (min dengan

ketebalan 1,5 mm) harus menutupi dentin yang terekspos dan sekelilingnya, yang diikuti

dengan selapis RMGI yang di light cured. Setelah itu dilakukan penempatan restorasi untuk

menutupi microleakage.

Indikasi:

1. Gigi dewasa muda dengan karies pulpa yang terekspos dengan perdarahan pulpa yang

dapat dikontrol selama beberapa menit.

2. Gigi vital dengan diagnosis pulpa normal atau pulpitis reversible

Tujuan:

1. Pulpa yang tersisa harus tetap vital setelah dilakukan pulpotomi parsial.

2. Tidak ada gejala klinis seperti gigi sensitif, nyeri atau bengkak.

3. Pada gambaran radiografi, tidak ada gambaran resorpsi internal atau eksternal,

kalsifikasi kanal yang abnormal, atau radiolusensi periapikal post-op.

4. Gigi dengan akar yang belum menutup sempurna harus melanjutkan perkembangan

akar yang normal atau dengan apexogenesis


Pulpotomi Parsial untuk Trauma yang terekspos

Prosedur: membuang jaringan pulpa terinflamasi pada karies yang terekspos hingga

kedalaman 1-3 mm atau lebih untuk mencapai jaringan pulpa yang sehat. Perdarahan pulpa

harus dikontrol dengan irigasi dengan agen bakteriosid seperti sodium hipoklorit atau

klorheksidin sebelum ditutup oleh kalsium hidroksida atau MTA. MTA dengan warna putih

direkomendasikan pada gigi anterior untuk mengurangi kemungkinan perubahan warna gigi.

Meskipun kalsium hidroksida telah ditunjukkan memiliki keberhasilan dalam jangka panjang,

hasil dengan menggunakan MTA lebih dapat diprediksi pembentukan dentin bridging dan

kesehatan pulpanya. MTA (min dengan ketebalan 1,5 mm) harus menutupi dentin yang

terekspos dan sekelilingnya, yang diikuti dengan selapis RMGI yang di light cured. Setelah

itu dilakukan penempatan restorasi untuk menutupi microleakage.

Inidkasi:

1. Gigi vital, traumatically-exposed, dewasa muda terutama yang apeksnya belum

menutup. Perdarahan pulpa setelah pembuangan jaringan pulpa yang terinflamasi

perlu dikontrol.

Tujuan:

1. Pulpa yang tersisa harus tetap vital setelah dilakukan pulpotomi parsial.

2. Tidak ada gejala klinis seperti gigi sensitif, nyeri atau bengkak.

3. Pada gambaran radiografi, tidak ada gambaran resorpsi internal atau eksternal,

kalsifikasi kanal yang abnormal, atau radiolusensi periapikal post-op.

4. Gigi dengan akar yang belum menutup sempurna harus melanjutkan perkembangan

akar yang normal atau dengan apexogenesis


Full Pulpotomy

Prosedur ini melibatkan penghilangan seluruh pulpa koronal sampai orifis saluran

akar. Tingkat amputasi pulpa ini dipilih karena anatomic convenience-nya. Saat pulpa yang

terinflamasi terkadang meluas sampai orifis saluran akar hingga ke dasar pulpa, banyak

kesalahan yang dapat timbul dari perawatan pulpa yang terinflamasi dibandingkan yang tidak

terinflamasi.

Indikasi

Full pulpotomy diindikasikan untuk mengantisipasi bahwa pulpa yang terinflamasi

berada pada tingkat yang lebih dalam dari pulpa koronal. Paparan traumatis setelah lebih dari

72 jam atau paparan akibat karies pada gigi muda dengan apeks yang baru terbentuk sebagian

adalah dua contoh kasus yang diindikasikan untuk dilakukan full pulpotomy. ang sebagian

dikembangkan adalah dua contoh dari saat perawatan ini bisa diindikasikan.

Dressing akan ditempatkan pada pulpa yang terinflamasi, oleh karena itu perawatan

ini menjadi kontraindikasi bagi gigi yang telah mature. Manfaat yang lebih besar dari risiko

untuk perawatan ini pada gigi yang belum terbentuk apeks dengan sempurna dan dinding

dentin yang tipis.

Teknik

Prosedur dimulai dengan anestesi, penempatan rubber dam, dan desinfeksi superfisial

seperti pada pulp capping dan pulpotomy parsial. Pulpa koronal dihilangkan seperti pada

pulpotomy parsial sampai ke orifis saluran akar. Kalsium hidroksida dan restorasi koronal

ditempatkan sama seperti pulpotomi parsial.


Follow-Up

Seperti halnya pulp capping dan partial pulpotomy. Kerugian dari metode perawatan

ini adalah pengujian sensitivitas tidak memungkinkan karena hilangnya pulpa koronal, jadi

radiografi sangat penting untuk menilai tanda-tanda adanya periodontitis apikal dan

memastikan kelanjutan pembentukan akar

Prognosis

Karena perawatan ini dilakukan pada pulpa yang diperkirakan memiliki peradangan

yang dalam, dan lokasi amputasi yang berubah-ubah, banyak kesalahan yang dapat terjadi.

Akibatnya, prognosis berada di kisaran 75% yang berarti lebih buruk daripada parsial

pulpotomy. Karena ketidakmampuan untuk mengevaluasi status pulpa setelah full

pulpotomy, beberapa ahli telah merekomendasikan pulpektomi secara rutin setelah akar

terbentuk sepenuhnya. Filosofi ini didasarkan pada prosedur pulpectomy yang memiliki

tingkat keberhasilan dalam kisaran 95%, sedangkan jika periodontitis apikal berkembang,

prognosis pengobatan saluran akar turun secara signifikan menjadi sekitar 80% .

Kalsium Hidroksida

Kalsium Hidroksida telah digunakan pada bidang endodontic sejak lama. Hermann

pada 1920 adalah orang yang pertama kali memperkenalkan kalsium hidroksida sebagai pulp

capping agent tetapi sekarang sudah banyak digunakan untuk terapi endodontic.

Penggunaan kalsium hidroksida saat ini selain untuk perawatan pulp capping ,

pulpotomi, perawatan gigi nonvital yang akarnya masih terbuka, juga untuk perawatan

saluran akar antar kunjungan, dan sebagai semen salurna akar. Selain itu juga untuk

perawatan saluran akar pada gig dengan kelainan periapicalm kelainan endo perio, resorbsi
interna dan eksterna, perforasi akar atau fraktur akar. Hal ini karena bikompatibilitas baik

terhadap jaringan, dan dengan pH 12 dapat mengubah situasi lingkungan menjadi basa.

Suasana basa ini yang dapat mengubah lingkungan sehingga bakteri tidak dapat berkembang

dan memberikan kondisi netral sehingg terjadi stimulasi pembentukan jaringan keras.

Kondisi tersebut karena pecahnya kalsium hidroksida menjadi ion Ca+ dan OH- dan ion Ca+

lah yang berperan dalam pembentukan jaringan kalsifikasi.

Kalsium hidroksida memiliki beberapa sediaan, yaitu tersedia dalam bentuk bubuk

yang penggunaannya dilarutkan dengan pelarut seperti air, larutan anastesi, salin,

metiselulose yang nantinya akan menjadi seperti pasta. Sediaan lain yang tersedia adalah

langsung dalam bentuk pasta, contohnya Pulpdent kalsium hidroksida dengan campuran

metiselulose, dan Calxyl yang merupakan campuran kalsium hidroksida dengan larutan

Ringer. Sediaan yang ketiga berupa tube yang terdiri dari catalyst dan base. Sediaan yang

terakhir adalah formulasi pasta yang terdiri dari polymer resin yang dapat mengeras dengan

sinar biru.

1. Keuntungan

1) Memiliki pH yang tinggi (12,5-12,8) untuk menstimulasi fibroblast

2) Memiliki efek bakterisidal dan bakteriostatik

3) Mendukung penyembuhan dan perbaikan pulpa

4) Menghentikan resorpsi internal

5) Menetralkan pH yang rendah (contoh: pada gigi nekrosis yang tidak dirawat 6-7,4 ,

gigi yang sudah dibersihkan dan diisi (7,4-9,6)

6) Tidak mahal dan mudah digunakan

2. Kekurangan

1) Tidak secara khusus mempengaruhi dentinogenesis


2) Menstimuli perbaikan dentin

3) Berhubungan dengan resorpsi gigi susu

4) Dapat larut dalam air

3. Fungsi

1) Medikamen Intrakanal

2) Sealer Endodontik

3) Pulp Capping Agent

4) Apeksifikasi

5) Pulpotomi

6) Weeping canal

Kalsium Hidroksida sebagai Pulp Capping Agent

Kalsium Hidroksida digunakan sebagai bahan pilihan untuk pulp capping. Secara

histologi pada penggunaan Kalsium Hidroksida akan tebentuk jembatan dentin yang utuh

dengan pulpa radicular yang sehat. Saat kalsium hidroksida diletakkan langsung pada pulpa

terbuka akan mengalami nekrosis dan inflamasi jaringan dibawahnya, dan dibawahnya akan

terbentuk lapisan odontoblast baru yang akan membentuk lapisan dentin reparative baru

Dengan pH kalsium hidroksida yang tinggu akan menetralisasi dentin yang mengalami

demineralisasi, sehingga memicu sel membentuk dentin reparatif. Menurut Leung, pada

waktu 4 minggu menunjukan adanya penurunan jumlah bakteri dan penurunan yang

signifikan terjadi setelah 5 bulan.

Kalsium Hidroksida pada Pulpotomi


Kalsium hidroksida medikamen untuk pulpa yang paling direkomendasikan untuk

pulpa gigi akar muda yang belum menutup secara sempurna. Hal ini dapat diterima karena

dapat memperbaiki jembatan dentin dan dapat mempertahankan vitalitas pulpa. Secara

histologi jaringan pulpa yang lagsung berkontak dengan kalsium hidroksida akan mengalami

nekrosis karena pH yang tinggi. Nekrosis disertai dengan inflamasi akut yang mempengaruhi

jaringan dibawahnya. Setelah 4 minggu akan terbentuk lapisan odontoblastic dan akan

terbentuk jembatan dentin.

Zona Karies berdasarkan American Dental Association (ADA) Caries Classification System

(CCS) for Clinical Practice

1. Latar Belakang

Lesi karies, gejala yang paling sering ditemukan pada penyakit karies merupakan hasil kumulatif

dari ketidakseimbangan proses dinamis demineralisasi dan remineralisasi yang menyebkan kehilangan

mineral pada beberapa waktu. Karies gigi merupakan penyakit kronis yang apabila tidak dilakukan

perawatan, dapat berkembang sampai gigi menjadi rusak. Karies gigi merupakan penyakit

multifactorial yang melibatkan beberapa faktor resiko yang kompleks. Gambaran klinis dari penyakit

kasies adalah lesi karies, dan keparahan penyakit dan lesi karies individu merupakan hasil dari faktor

individu kompleks, biologis, perilaku, dan faktor lingkungan. Beberapa faktor bersifat protektif,

seperti fluoride pada biofilm, dan faktor lain yang mengawali destruksi jaringan keras seperti pH plak

yang rendah.

Lesi karies memiliki bentuk yang berbeda secara gambaran klinis, sehingga praktisi

membutuhkan system klasifikasi yang mendukung keputusan perawatan yang benar menggunakan

pendekatan baik non bedah atau bedah. Klasifikasi lokasi lesi, sisi lesi awal, perluasan, dan bila

memungkinkan aktivitas, seharusnya merupakan bagian dari seluruh evaluasi gigi untuk memfasilitasi

pemeriksaan resiko dan rekomendasi perawatan.


ADA Council of Scientific Affairs didesain untuk melibatkan lesi karies kavitas dan non kavitas

dan untuk menjelaskan secara presentasi klinis tanpa referensi perawatan tertentu. Informasi

tambahan, ADA CCS menghubungkan presentasi lesi klinis dengan gambaran radiografi dan

menyediakan pendekatan untuk mengidentifikasi dan aktivitas lesi karies pada suatu waktu.

2. Terminologi dan Definisi

1. Lesi karies merupakan manifestasi klinis dari penyakit karies. Pasien yang terdiagnosis

dengan lesi karies dapat memiliki beberapa atau banyak lesi karies (manifestasi klinis),

dan jumlah serta perluasan lesi ini merupakan pengukuran dari keparahan penyakit.

Berdasarkan parameter klinis, setiap lesi karies dapat diklasifikasikan sebagai kavitas atau

non kavitas

2. Non-kavitas merupakan perkembangan lesi karies awal sebelum terjadinya lesi karies.

Lesi nonkavitasi memiliki karakteristik dengan warna, perubahan kilauan struktur

permukaan sebagai hasil demineralisasi sebelum terjadi kerusakan makroskopis pada

permukaan struktur gigi. Lesi ini menjelaskan daerah dengan net mineral loss sebagai

hasil dari ketidakseimbangan antara demineralisasi dan remineralisasi.

3. Kavitas merupakan kehilangan kekuatan permukaan. Pada beberapa kasus, kavitas dapat

terbatas pada enamel. Perlu diperhatikan harus dibedakan dengan linear enamel

hypoplasia dan molar incisor hypermineralisation, yang seringkali berhubungan dengan

resiko karies yang lebih tinggi. Secara umum, kavitas merupakan total kehilangan total

enamel dan terbukanya dentin di bawahnya. Pada beberapa kasus, kavitas merupakan

ketidakmampuan biologis untuk menggantikan kehilangan jaringan keras, dan apabila

tidak dirawat, lesi dapat berkembang.

4. Surgical menjelaskan mengenai pembuangan struktur gigi, biasanya menghasilkan

penempatan restorasi. Perawatan surgical harus minimal invasive, mempertahankan

struktur gigi alami, dan menyediakan perawatan kombinasi nonsurgical chemoteraupetic

dan intervensi perilaku.


5. Perawatan nonsurgical menggunakan strategi seperti penutupan fisik (sealant),

modifikasi biofilm, remineralisasi dengan intervensi kemoterapetik, dan perubahan

perilaku pasien. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, keputusan merawat lesi karies baik

surgical atau nonsurgical ditegakkan berdasarkan kavitas pada permukaan gigi.

Gambar 1. Lesi Karies menjealskan kontinuitas kehilangan mineral.

3. Deskripsi American Dental Association (ADA) Caries Classification System (CCS)

ADA CCS menilai setiap permukaan gigi geligi berdasarkan permukaan gigi, ada

atau tidaknya lesi karies, sisi anatomis awal, keparahan dari perubahan, dan perkiraan

aktivitas lesi. Aplikasi klinis ADA CCS dilakukan berdasarkan pemeriksaan pada gigi yang

bersih dengan permukaan yang dikeringkan, pencahayaaan yang adekuat, serta penggunaan

rounded explorer atau ball-end probe. Gambaran radiografi seharusnya juga dibutuhkan.

Deteksi kriteria permukaan lesi awal gigi dijelaskan dalam tabel 1.

Tabel 1. American Dental Association Caries Classification System


tooth surface site definition (ADA CCS, 2015)
Pada system ADA CCS, permukaan halus, servikal, dan akar memiliki kesamaan

karena memiliki karakteristik yang mirip dan akesibel untuk pemeriksaan klinis secara visible

dan taktil (Tabel 2).

Tabel 2. American Dental Association Caries Classification System (ADA CCS, 2015)

Penentuan asal mula lesi karies sangat berguna berguna dalam sistem manajemen

karies untuk menentukan etiologi lesi dan untuk menentukan pilihan perawatan yang tersedia

untuk lesi karies.

1. Sound Surface.

Pada gigi sehat, permukaannya keras, tidak terrdapat lesi terdeteksi secara

klinis. Jaringan gigi terlihat normal dari segi warna, translusen dan berkilau, gigi

memiliki restorasi atau pelapis yang adeuat tanpa adanya tanda lesi karies.

2. Initial Caries Lesion.


Merupakan lesi yang paling awal terdeteksi yang kompatibel dengan net

mineral loss. Lesi terbatas pada enamel atau sementum dan terletak di lapisan

terluas dentin pada permukaan akar dan bentuk yang paling ringan, terdeteksi

hanya setelah gigi dikeringkan. Gambaran klinis meliputi perubahan warna

menjadi putih atau coklat pada daerah gingival, atau terdapatnya “white spot”

pada permukaan halus. Pada pit dan fisur, terdapat perubahan warna yang jelas

menjadi kecoklatan namun tidak terdapat demineralisasi yang signifikan pada

dentin (tidak terdapat bayangan keabuan dari bawah). Lesi inisial ini

dipertimbangkan sebagai non kavitas, dan dengan remineralisasi, bersifat

reversibel. Hampir seluruh lesi ini diklasifikasikan sebagai “sound” pada studi

epidemiologi.

3. Moderate Caries Lesion.

Moderate mineral loss menghasilkan demineralisasi yang lebih dalam dengan

beberapa kemungkinan permukaan enamel mikrokavitasi, kavitasi awal dangkal,

dan/atau bayangan dentin yang terlihat melalui enamel, yang mengindikasikan

keterlibatan dentin (contoh : mikokavitasi dengan pewarnaan dentin yang

terlihat). Lesi ini menunjukkan tanda yang terlihat yaitu kehilangan enamel pada

pit dan fisur, pada permukaan halus, atau tanda terlihat yaitu kehilangan

dentin/cementum pada permukaan akar. Meskipun pit dan fisur mungkin terlihat

intak, keterlibatan dentin seringkali terdeteksi oleh kehadiran bayangan abu-abu

tua atau visibilitas translusensi melalui enamel. Keterlibatan dentin pada

moderate lesion di daerah aproksimal dapat terdeteksi dengan marginal ridge di

atas sisi suspek lesi, yang mungkin memiliki diskolorasi keabuan atau terlihat

translusen. Bila sisi suspek pada lesi proksimal tidak dapat terinspeksi langsung,

seperti pada beberapa kasus, kehadiran dan perluasan lesi kavitas tidak dapat

diperiksa tanpa bantuan radiografi, separasi gigi, atau keduanya, dengan

kombinasi pemeriksaan aktivitas lesi bila memungkinkan.


4. Advanced caries lesion

Advanced caries lesion memiliki kavitas penuh melalui enamel, dan dentin

secara klinis tereksponasi. Pada ADA CCS, segala lesi kavitas yang terlihat

dengan jelas menunjukkan dentin pada segala permukaan pada gigi

diklasifikasikan sebagai “advanced”. Pada studi epidemiologi, gigi

diklasifikasikan sebagai “decayed”.

Perlu diperhatikan bahwa seluruh lesi karies yang telah dijelaskan tersebut juga dapat

berhubungan dengan tambalan atau pelapis sebelumnya. Penilaian ADA CCS mengukur

perubahan yang terlihat pada struktur gigi, dan bila tidak terlihat perubahan struktur, maka

penilaian tidak dapat dilakuan. Bila terdapat tanda yang terlihat dari lesi karies, seringkali

mungkin untuk dapat menjelaskan apakah lesi tersebut aktif atau tertahan (Tabel 3)

Tabel 3. Karakteristik lesi karies aktif dan inaktif (ADA CCS, 2015)

Tabel 3 menjelaskan tentang faktor yang menentukan saat membuat penjelasan klinis

mengenai lesi aktif atau inaktif. Lesi dikatakan aktif bila terdapat manifestasi atau

mineralisasi secara terus menerus. Proses ini dapat berlangsung dalam beberapa waktu

dengan mempertimbangkan intervensi secara surgical atau nonsurgical. Deteksi pada lesi

yang terperangkap mengindikasikan proses penyakit tidak aktif kembali. “dentin terinfeksi”

merupakan istilah untuk menjelaskan dentin yang telah tereksponasi oleh bakteri.
Berdasarkan pada pemeriksaan klinis aktifitas lesi karies saat pemeriksaan, dentin yang

terinfeksi kemungkinan lebih lunak bila demineralisasi sedang berlangsung (aktif) dan dapat

lebih keras bila lesi remineralisasi (inaktif). Dentin terinfeksi seringkali berwarna, atau

berubah warna, dan tidak perlu dilakukan pembuangan apabila dentin telah remineralisasi.

Pemeriksaan aktivitas lesi karies, abaikan keterbatasan pengukuran, mingkin dapat

menjadi faktor kunci untuk memonitor lesi tidak berkavitas apakah progresif atau regresif

pada suatu waktu, dan aktivitas lesi mungkin dapat menjadi pengukuran yang berguna untuk

mengukur efektivitas perawatan kemoterapi. Aktivitas lesi harus diperhatikan saat melakukan

pemeriksaan klinis dan saat mengevaluasi gambaran radiografi. Studi aktivitas lesi pada suatu

waktu, berdasarkan perubahan pada radiolusensi dapat memiliki dampak langsung pada

keputusan perawatan klnis. Lesi tertahan, remineralisasi, atau lesi nonkavitasi (putih atau

coklat) resistan terhadap asam dan tidak lagi menjadi indicator pada penyakit karies aktif.

Faktor ini harus dipertimbangkan saat pemeriksaan status resiko karies. Lesi kavitas secara

alami lebih aktif dan berkembang, sebab pembersihan sendiri lebih sulit dilakukan.
Daftar pustaka

American Association of Endodontist. 2012. Guide to Clinical Endodontic. Chicago: AAE

Douglas A., Young, et al., 2015. The American Dental Association Caries Classification
System for Clinical Practice. Chicago:JADA 146(2)

Cohen. 2011. Pathway of the pulp

Garg, Nisha; Garg, Amit. 2014. Textbook of Endodotics. India: Jaypee Brothers Medical
Publisher

Mustafa, M. dkk. 2012. Role of Calcium Hydroxide in Endodontics : A Review. Global


Journal of Medicine and Public Health

Sidhiarta, W. 2000. Penggunaan Kalsium Hidroksida pada Bidang Komservasi Gigi. Jurnal

Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Jakarta

Torabinejad

Anda mungkin juga menyukai