Anda di halaman 1dari 17

DENTAL SIDE TEACHING

PULPOTOMI GIGI 75 DENGAN DIAGNOSA PULPITIS REVERSIBEL

Oleh :
Avisa Ulima

2041412040

Dosen Pembimbing :
drg. Puji Kurnia, MDSc, Sp.KGA

DEPARTEMEN PEDODONSIA
RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT PENDIDIKAN
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS ANDALAS
2021
Nama Operator : Avisa Ulima
No BP : 204142040
Preseptor : drg. Puji Kurnia, MDSc, Sp.KGA

A. Data Pasien
Nama :N
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 6 tahun
Alamat : Jati
No RM :-
Elemen Gigi : 75

B. Data Medik Umum


Penyakit Jantung : Tidak Ada
Diabetes : Tidak Ada
Hemophilia : Tidak Ada
Penyakit Lainnya : Tidak Ada
Alergi Obat : Tidak Ada
Alergi Makanan : Tidak Ada

C. Pemeriksaan Subjektif
1. Chief Complain
Pasien mengeluhkan gigi geraham kiri bawah berlubang dan ingin ditambal.
2. Present Illness
Gigi geraham pasien disadari berlubang sejak ±10 bulan yang lalu. Tidak ada
riwayat sakit spontan namun pasien merasakan tidak nyaman dan ngilu saat
mengonsumsi makanan manis dan dingin ±3 bulan yang lalu. Sejak saat itu,
pasien berhenti mengonsumsi makanan manis dan dingin.
3. Past Dental History
Pasien pernah ke dokter gigi ±2 tahun yang lalu untuk menambal gigi geraham
atasnya. Pasien menyikat gigi 2x sehari pada saat mandi pagi dan sore. Pasien
tidak memiliki kebiasaan menyikat lidah dan menggunakan obat kumur.
4. Past Medical History
Pasien tidak pernah dirawat di rumah sakit, pasien tidak memiliki riwayat
alergi terhadap makanan maupun obat, saat ini pasien dalam keadaan sehat.
5. Family History
Ayah dan Ibu tidak dicurigai memiliki riwayat penyakit sistemik dan tidak ada
riwayat keganasan
6. Social History
Pasien seorang siswa kelas satu SD, tinggal bersama orang tua. Pasien sering
mengonsumsi makanan manis dan dingin. Tidak memiliki kebiasaan
mengkonsumsi teh dan kopi. Pasien sering mengonsumsi susu kemasan, dan
jarang mengonsumsi buah dan sayur.

D. Pemeriksaan Objektif
Gambaran klinis gigi
Elemen gigi : karies dentin di oklusal gigi (site 1 size 2)
Sondasi : (+)
Perkusi : (-)
Palpasi : (-)
Mobility : (-)
Tes termal : (+)
Fistula : (-)
Tidak terdapat pembengkakan pada gusi gigi 75

E. Diagnosis
Berdasarkan pemeriksaan subjektif pada gigi, pasien belum pernah merasakan
sakit spontan. Dari pemeriksaan objektif terlihat adanya karies dentin yang
dalam pada gigi di bagian oklusal , karies belum mencapai pulpa, respon gigi
terhadap tes perkusi (-), palpasi (-), tes termal (+) dan fistula (-). Sehingga
dapat ditegakkan diagnosa yaitu karies dentin, pulpitis reversibel.
F. Rencana Perawatan
1. Pulpotomi vital
2. Restorasi pasca endodonti : SSC (Stainless Steel Crown)

G. Prognosis
Good prognosis, pasien kooperatif.

H. Penatalaksanaan Pulpotomi Vital

Alat : Bahan :
Diagnostic set Cotton roll
Anastesi topikal Cotton pellet
Bur (diamond round bur, safe end Chorhexidine diglukonat 2%
bur) Caviton
Spuit untuk irigasi Formokresol
Glass lab ZnO
Semen spatel Eugenol
Ash 49 Pehacain
Spuit 3 cc GIC lining
Instrument plastis

I. Tahapan Pekerjaan
a. Kunjungan I
1. Pengisian informed consent oleh orang tua pasien
2. Siapkan alat dan bahan.
3. Isolasi daerah kerja dengan cotton roll.
4. Melakukan tindakan asepsis pada daerah kerja dengan mengulasi povidone
iodine
5. Aplikasi anastesi topical selama 2 menit.
6. Anastesi infiltrasi pada bukal dan lingual gigi
7. Ekskavasi karies yang dalam.
Gambar 1. Pembuangan jaringan karies
8. Pembukaan akses menggunakan diamond round bur untuk membuka dan
menghilangkan atap pulpa sesuai dengan root map serta menghilangkan
jaringan karies pada ruang pulpa. Masukkan ke dalam bagian yang terbuka
dengan gerakan ke oklusal dan perluas ke mesial dan distal seperlunya untuk
membuang atap kamar pulpa seluruhnya.

Gambar 2. Pulpa terekspos setelah pembuangan atap pulpa


9. Buang pulpa bagian korona dengan ekskavator

Gambar 3. Pembuangan pulpa dengan ekskavator


10. Irigasi dengan chlorhexidine
11. Melakukan kontrol perdarahan pulpa dengan aplikasi cotton pellet steril yang
direndam dnegan larutan saline di dasar kamar pulpa sampai mencapai
hemostasis.
Gambar 4. Orifis saluran akar memperlihatkan jaringan vital setelah hemostasis
12. Irigasi dan keringkan kamar pulpa. Irigasi dilakukan dengan clorheksidine.
Penyemprotan akan membilas debris dan sisa-sisa pulpa dari kamar pulpa.
Keringkan dan isolasi.

Gambar 5. Irigasi kamar pulpa


13. Fiksasi jaringan dengan formokresol. Celupkan kapas kecil dalam larutan
formokresol, buang kelebihannya dengan menyerapkan pada cotton roll dan
tempatkan dalam kamar pulpa selama 5 menit.
14. Siapkan pasta antiseptik dengan mencampur ZnO dan eugenol. Keluarkan
kapas yang mengandung formokresol dan berikan pasta secukupnya untuk
menutupi pulpa di bagian akar.
15. Aplikasi GIC lining.
16. Lakukan build up dengan GIC restorative.
17. Tutup dengan kapas steril diatasnya dan tutup dengan tambalan sementara.
b. Kunjungan II
1. Setelah 1 minggu tanyakan apakah ada keluhan dari pasien, lakukan tes
perkusi, palpasi
2. Jika tidak ada keluhan, bongkar tambalan sementara
3. Lakukan restorasi akhir.
Gambar 6. Langkah-langkah Perawatan Pulpotomi vital.
(a) Ekskavasi karies (b) Buang atap kamar pulpa buang pulpa di kamar pulpa,
pemotongan pulpa di orifis dengan bor bundar kecepatan rendah (c) Pemberian
formokresol selama 5 menit (d) Pengisian kamar pulpa dengan campuran ZnO
dengan eugenol (e) Gigi yang telah di restorasi SSC

KAJIAN PUSTAKA
Tujuan utama perawatan kesehatan gigi anak adalah mencegah terjadinya
berbagai macam penyakit yang ada di dalam rongga mulut. Karies gigi merupakan
kondisi kelainan yang paling umum terjadi pada usia anak dan menjadi
permasalahan yang penting dalam kesehatan masyarakat.
Karies yang terus meluas hingga ke kamar pulpa akan menimbulkan rasa
sakit pada anak sehingga menurunkan nafsu makan bahkan terkadang
mengganggu rasa percaya diri pasien. Gigi sulung yang telah rusak hingga ke area
pulpa dapat dipertahankan melalui perawatan baik dilakukan secara satu kali
kunjungan ataupun melalui beberapa kali pertemuan perawatan sehingga gigi
sulung tetap dapat berfungsi sampai digantikan oleh gigi dewasa.
Tanggalnya gigi decidui sebelum waktunya (Premature loss) dapat
menyebabkan maloklusi, masalah fungsional, dan estetika. Pada kedokteran gigi
anak perlu mempertahankan vitalitas gigi desidui hingga gigi tersebut dapat
tanggal secara normal. Keuntungan dari tanggalnya gigi decidui secara normal
yaitu dapat mempertahankan integritas lengkung rahang, estetik, membantu fungsi
pengunyahan, bicara dan secara tidak langsung berperan sebagai
space maintainer bagi gigi tetap.
Penatalaksanaan karies gigi yang sudah mendekati dan bahkan sudah
mengenai pulpa gigi berbeda antara gigi decidui dan gigi permanen, ditinjau dari
segi morfologi gigi. Gigi decidui memiliki ukuran yang kecil, ruang pulpa yang
besar dan kecepatan terkenanya pulpa oleh karies. Perawatan pulpa pada gigi
decidui meliputi perawatan pulpa konservatif dan perawatan pulpa radikal.
Perawatan pulpa konservatif merupakan perawatan pulpa dengan pengambilan
pulpa yang terinfeksi sebatas kamar pulpa dan meninggalkan pulpa yang vital
pada saluran akarnya. Perawatan pulpa konservatif pada gigi decidui yaitu
pulpotomi. Perawatan pulpa secara radikal yaitu jaringan pulpa yang dilakukan
perawatan baik pada kamar pulpa maupun saluran akar. Perawatan pulpa secara
radikal pada gigi decidui yaitu pulpektomi.
Pulpotomi adalah pengambilan pulpa yang telah mengalami infeksi di
dalam kamar pulpa dan meninggalkan jaringan pulpa dibagian radicular.
Pulpotomi disebut juga pengangkatan sebagian jaringan pulpa. Biasanya jaringan
pulpa di bagian mahkota yang cedera atau mengalami infeksi dibuang untuk
mempertahankan vitalitas jaringan pulpa dalam saluran akar. Pulpotomi bertujuan
untuk melindungi bagian akar pulpa, menghindari rasa sakit dan pembengkakan,
dan pada akhirnya untuk mempertahankan gigi.
Secara terperinci indikasi pulpotomi menurut Budiyanti, 2006 adalah
sebagai berikut:
1. Perforasi pulpa karena proses karies atau proses mekanis pada gigi sulung vital.
2. Tidak ada pulpitis radikular.
3. Tidak ada rasa sakit spontan maupun menetap.
4. Panjang akar minimal masih dua pertiga dari panjang keseluruhan.
5. Tidak ada tanda-tanda resorbsi internal.
6. Tidak ada kehilangan tulang interradikular.
7. Tidak ada fistel.
8. Perdarahan setelah amputasi pulpa berwarna pucat dan mudah dikendalikan.
Selain itu menurut Bence, 1990 dan Andlaw dan Rock, 1993, indikasinya
adalah anak yang kooperatif, anak dengan pengalaman buruk pada pencabutan,
untuk merawat pulpa gigi sulung yang terbuka, merawat gigi yang apeks akar
belum terbentuk sempurna, untuk gigi yang dapat direstorasi.
Secara umum, kontra indikasi pulpotomi menurut Budiyanti, 2006 adalah:
1. Sakit spontan,
2. Sakit pada malam hari,
3. Sakit pada diperkusi,
4. Adanya pembengkakan,
5. Ada fistel,
6. Mobilitas patologis,
7. Resorbsi akar eksternal patologis yang luas,
8. Resorbsi internal dalam saluran akar,
9. Radiolusensi di daerah periapikal dan interradikular,
kalsifikasi pulpa,
10. Terdapat nanah atau eksudat serosa pada tempat perforasi dan perdarahan
yang tidak dapat dikendalikan dari pulpa yang terpotong.
Selain itu, kontra indikasinya menurut Taqwim, 2011 adalah pasien yang
tidak kooperatif, pasien dengan penyakit jantung kongenital atau riwayat demam
rematik, pasien dengan kesehatan umum yang buruk, kehilangan tulang pada
apeks dan atau di daerah furkasi.
Keuntungan dari pulpotomi:
1. Dapat diselesaikan dalam waktu singkat satu atau dua kali kunjungan.
2. Pengambilan pulpa hanya di bagian korona hal ini menguntungkan karena
pengambilan pulpa di bagian radikular sukar, penuh ramikasi dan sempit.
3. Iritasi obat-obatan instrumen perawatan saluran akar tidak ada.
4. Jika perawatan ini gagal dapat dilakukan pulpektomi.
Syarat bahan pulpotomi yang ideal adalah bersifat bakterisidal, tidak
berbahaya bagi struktur pulpa dan jaringan sekitarnya, meningkatkan
penyembuhan pulpa radikular yang tersisa tanpa mempengaruhi proses resorpsi
akar fisiologis, dan tidak menyebabkan toksisitas.
Pulpotomi dilakukan pada gigi sulung yang memiliki kerusakan terlalu
luas namun tanpa disertai kelainan periapikal. Bagian pulpa koronal diamputasi
dan dipertahankan vitalitasnya. Obat-obat yang biasa digunakan pada pulpotomi
adalah formokresol, glutaraldehid, ferric sulfat, mineral trioksida aggregate laser,
serta biodentine. Pertimbangan melakukan pulpotomi dengan menggunakan bahan
formokresol, karena penggunaannya yang relative mudah dan tidak membutuhkan
biaya yang lebih mahal bagi pasien.
Buckley pada tahun 1904 memperkenalkan bahan formokresol yang
merupakan standar emas bahan pulpotomi. Berger pada tahun 1965 melakukan
penelitian pada 30 gigi yang dilakukan perawatan pulpotomi dengan
menggunakan formokresol menunjukkan hasil tingkat keberhasilan secara klinis
100% dan tingkat keberhasilan secara radiografi 97%. Formokresol memiliki sifat
bakteriostatik dan paling sering digunakan pada perawatan pulpotomi dengan
tingkat keberhasilan yang tinggi. Selama beberapa dekade, formokresol menjadi
obat pilihan pada pulpotomi gigi decidui karena penggunaan yang mudah serta
tingkat keberhasilan klinis yang tinggi.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk membandingkan
formokresol dengan kalsium hidroksida yang memperlihatkan bahwa perawatan
pulpotomi dengan formokresol menghasilkan hasil yang lebih baik daripada
penggunaan kalsium hidroksida. Formokresol tidak membentuk jembatan dentin
akan tetapi membentuk suatu zona fiksasi yang berkontak dengan jaringan vital.
Zona fiksasi ini terbebas dari bakteri dan mencegah infiltrasi
mikroba. Keuntungan formokresol pada perawatan pulpotomi pada gigi decidui
yaitu dapat bergabung dengan protein seluler untuk menguatkan jaringan.
Formokresol sangat kaustik sehingga dapat menyebabkan fiksasi bakteri pada
jaringan sepertiga bagian atas pulpa yang terlibat. Formokresol bekerja sebagai
bahan dressing yang memerlukan bahan lain untuk mengisi kamar pulpa.
Formokresol memerlukan aplikasi selama 3-5 menit sebelum cotton pellet
diangkat.
Bagian kamar pulpa setelah dilakukan fiksasi dengan formokresol,
kemudian diisi dengan zinc oxide eugenol (ZOE). Bahan pengisi kamar
pulpa lain yang dapat digunakan adalah VitapexTM, yang mengandung Ca(OH)2
dan pasta iodoform, MTA maupun material baru seperti biodentin. ZOE banyak
digunakan sebagai bahan pada pulpotomi karena memiliki sifat antibakteri dan
analgesik. ZOE juga dapat mencegah kebocoran mikro sehingga mencegah infeksi
berulang.
Restorasi gigi decidui paling efektif untuk jangka panjang pasca dilakukan
perawatan pulpa adalah dengan menggunakan stainless steel crown, tetapi jika
memiliki email yang cukup mendukung dapat menggunakan resin komposit.
Stainless steel crown memiliki kelebihan dalam segi resistensi maupun retensi
suatu restorasi. Penempatannya yang tidak terlalu lama dan dapat dilakukan dalam
satu kali kunjungan dapat mengefisien waktu serta memudahkan dokter gigi dan
juga dapat meningkatkan kepuasan pasien. Hal ini dikarenakan pasien tidak perlu
datang ke dokter gigi secara berulang kali. Akan tetapi, stainless steel crown
memiliki kekurangan dalam segi estetika karena bahan terbuat dari logam
sehingga warnanya tidak sewarna dengan gigi dan
membuat pasien tidak dapat memperoleh estetika yang memuaskan.
Evaluasi keberhasilan pada perawatan pulpa perlu diamati dan dapat
dilihat dari pemeriksaan subjektif pasien, kondisi klinis, dan pemeriksaan
radiografi. Kriteria keberhasilan pulpotomi yaitu tidak ada tanda periodontitis
periradikular, gigi dapat menunjukkan respon terhadap tes pulpa, gigi
asimtomatik, perkembangan akar dapat terjadi dan terlihat secara radiografis.
Keberhasilan pulpotomi juga dapat dilihat dari tidak adanya abses, tidak adanya
mobilitas gigi, dan secara radiografis terlihat tidak ada kehilangan tulang lebih
lanjut di daerah furkasi atau regenerasi tulang dalam hal ini daerah menunjukkan
kondisi tulang yang baik di wilayah bifurkasi 6 bulan setelah perawatan
pulpotomi dilakukan. Selanjutnya tidak ada resorpsi internal, resorpsi
internal biasanya menunjukkan peradangan kronis dan aktivitas sel-sel raksasa
yang menyebabkan resorpsi dentin. Resorpsi interna menciptakan beberapa gejala,
dan pada umumnya terdeteksi tanpa sengaja pada pemeriksaan radiografi.
Kegagalan perawatan pulpotomi dapat terlihat apabila terdapat keluhan
berupa rasa sakit, terdapat pembengkakan, peningkatan mobilitas, terdapat fistula
dan secara gambaran radiografi tampak adanya radiolusensi pada apeks atau
bifurkasi gigi serta adanya resorpsi interna gigi
Klasifikasi pulpotomi:
1. Pulpotomi vital
2. Pulpotomi devital
3. Pulpotomi non vital

1. Pulpotomi Vital
Definisi :
Pulpotomi vital adalah tindakan pengambilan jaringan pulpa bagian
koronal yang mengalami inflamasi dengan melakukan anestesi, kemudian
memberikan medikamen di atas pulpa yang diamputasi agar pulpa bagian
radikular tetap vital. Pulpotomi vital umumnya dilakukan pada gigi sulung dan
gigi permanen muda. Pulpotomi gigi sulung umumnya menggunakan formokresol
glutaradehid. Pada gigi dewasa muda dipakai kalsium hidroksid. Kalsium
hidroksid pada pulpotomi vital gigi sulung menyebabkan resorpsi interna.
Berdasarkan penelitian, menurut Finn keberhasilan pulpotomi vital formokresol
97% secara rontgenologis dan 82% secara histologis. Reaksi formokresol terhadap
jaringan pulpa yaitu membentuk area yang terfiksasi dan pulpa di bawahnya tetap
dalam keadaan vital. Pulpotomi vital dengan formokresol hanya dilakukan pada
gigi sulung dengan singkat dan bertujuan mendapat sterilisasi yang baik pada
kamar pulpa.
Indikasi
1) Gigi sulung dan gigi tetap muda vital, tidak ada tanda – tanda gejala
peradangan pulpa dalam kamar pulpa.
2) Terbukanya pulpa saat ekskavasi jaringan karies / dentin lunak prosedur pulp
capping indirek yang kurang hati – hati, faktor mekanis selama preparasi
kavitas atau trauma gigi dengan terbukanya pulpa.
3) Gigi masih dapat dipertahankan / diperbaiki dan minimal didukung lebih dari
2/3 panjang akar gigi.
4) Tidak dijumpai rasa sakit yang spontan maupun terus menerus.
5) Tidak ada kelainan patologis pulpa klinis maupun rontgenologis.
Kontra indikasi
1) Rasa sakit spontan.
2) Rasa sakit terutama bila diperkusi maupun palpasi.
3) Ada mobiliti yang patologik.
4) Terlihat radiolusen pada daerah periapikal, kalsifikasi pulpa, resorpsi akar
interna maupun eksterna.
5) Keadaan umum yang kurang baik, di mana daya tahan tubuh terhadap infeksi
sangat rendah.
6) Perdarahan yang berlebihan setelah amputasi pulpa.
Khasiat formokresol :
Formokresol mengkoagulasi protein sehingga merupakan bakterisid yang
kuat dan kaustik. Pemakaian formokresol pada pulpotomi tidak merangsang
pembentukan dentinal bridge atau calcific barrier, tetapi jaringan pulpa akan
membentuk zona fiksasi yang bersifat keras, tahan terhadap autolysis dan
merupakan barrier terhadap serangan bakteri yang menuju ke apikal.
Pemakaian formokresol pada pulpotomi vital terdiri 2 metode:
1) Pulpotomi 1 kali kunjungan atau metode 5 menit. Pada pulpa yang mengalami
peradangan kronis jaringan pulpa seharusnya perdarahan akan berhenti dalam
3 – 5 menit setelah diletakkan formokresol.
2) Pulpotomi 2 kali kunjungan atau metode 7 hari. Karena adanya persoalan
kontrol perdarahan yaitu perdarahan yang berlebihan.
Teknik pulpotomi dua kali kunjungan :
1) Sebagai lanjutan perdarahan yang terus menerus ini pulpa ditekan kapas steril
yang dibasahi formokresol ke atas pulp stump dan ditutup dengan tambalan
sementara.
2) Hindarkan pemakaian obat–obatan untuk penghentian perdarahan, seperti
adrenalin atau sejenisnya, karena problema perdarahan ini dapat membantu
dugaan keparahan keradangan pulpa.

2. Pulpotomi Devital (Mumifikasi = Devitalized Pulp Amputation)


Pulpotomi devital atau mumifikasi adalah pengembalian jaringan pulpa
yang terdapat dalam kamar pulpa yang sebelumnya di devitalisasi, kemudian
dengan pemberian pasta anti septik, jaringan dalam saluran akar ditinggalkan
dalam keadaan aseptik. Untuk bahan devital gigi sulung dipakai pasta para
formaldehid.
Indikasi :
1) Gigi sulung dengan pulpa vital yang terbuka karen karies atau trauma.
2) Pada pasien yang tidak dapat dilakukan anestesi.
3) Pada pasien yang perdarahan yang abnormal misalnya hemofili.
4) Kesulitan dalam menyingkirkan semua jaringan pulpa pada perawatan
pulpektomi terutama pada gigi posterior.
5) Pada waktu perawatan pulpotomi vital 1 kali kunjungan sukar dilakukan
karena kurangnya waktu dan pasien tidak kooperatif.
Kontra indikasi
1) Kerusakan gigi bagian koronal yang besar sehingga restorasi tidak mungkin
dilakukan.
2) Infeksi periapikal, apeks masih terbuka.
3) Adanya kelainan patologis pulpa secara klinis maupun rontgenologis.

3. Pulpotomi Non Vital (Amputasi Mortal)


Definisi
Amputasi pulpa bagian mahkota dari gigi yang non vital dan memberikan
medikamen/pasta antiseptik untuk mengawetkan dan tetap dalam keadaan aseptik.
Tujuan
Mempertahankan gigi sulung non vital untuk space maintainer.
Indikasi
1) Gigi sulung non vital akibat karies atau trauma.
2) Gigi sulung yang telah mengalami resorpsi lebih dari 1/3 akar tetapi masih
diperlukan sebagai space maintainer.
3) Gigi sulung yang telah mengalami dento alveolar kronis.
4) Gigi sulung patologik karena abses akut, sebelumnya abses harus dirawat
dahulu.
DAFTAR PUSTAKA

1. Saleh, Muhammad. 2017. Perbandingan Tingkat Keberhasilan Perawatan


Pulpotomi dan Pulpektomi pada Gigi Molar Sulung. Media Kesehatan Gigi.
Vol 16(2):64-71.
2. Noerdin, Sjahril. 1997. Perawatan Pulpotomi Dengan Formokresol yang
Dicairkan Seperlima Pada Gigi Anak. Indonesia: Suatu Studi Kepustakaan.
Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Vol 4(2):25-38.
3. Hartman, Henri. 2018. Efektivitas Pulpotomi Vital Satu Kali Kunjungan Pada
Gigi Sulung. Journal of Medicine and Health. Vol 2(1):698-696.
4. Sa’diyah, JS., Kaswindiarti, S. 2021. Perawatan Pulpotomi pada Gigi Desidui
Posterior Maksila: Laporan Kasus. Prosiding Dental Seminar Universitas
Muhammadiyah Surakarta (Densium). 93-105.

Anda mungkin juga menyukai