Anda di halaman 1dari 16

SEMINAR BIDANG BEDAH MULUT

BAHAN DAN TEKNIK ANESTESI LOKAL

Disusun Oleh:
Anggih Nawwira Putri
Mochammad Reza Tandogi

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN GIGI
PURWOKERTO

2019
A. Bahan Anestesi Lokal
Bahan anestesi lokal digunakan untuk menghilangkan rasa sakit yang timbul
akibat prosedur kedokteran gigi yang dilakukan. Bahan anestesi lokal terbagi atas
dua golongan yaitu ester dan amida. Jenis bahan anestesi yang termasuk dalam
golongan ester diantaranya yaitu kokain, prokain, propoksikain, 2-kloroprokain,
tetrakain dan benzokain sedangkan yang termasuk dalam golongan amida
diantaranya yaitu lidokain, mepivakain, bupivakain, prilokain, etidokain dan
artikain (Ikhsan dkk., 2013).
1. Bahan anestesi lokal ester
a. Prokaine
Prokain dimetabolisme di plasma darah dengan proses hidrolisis yang
cepat oleh enzim pseudocholinesterase. Kemudian akan diekskresikan
melalui urin dengan hasil ekskresi berupa 90% PABA, 8% dietil
aminoetanol, dan 2% dalam senyawa yang tidak berubah. Prokain memiliki
pH standar 5,0 sampai 6,0 namun pada larutan dengan campuran
vasokonstriktor akan mengubah pH menjadi 3,5 hingga 5,5. Konsentrasi
efektif dalam anestesi untuk prosedur dental adalah 2-4%. Waktu onset 6
hingga 10 menit dan waktu paruh obat sebesar 6 menit (Malamed, 2012).
b. Propoksikain
Propoksikain dimetabolisme tubuh dengan cara hidrolisis di plasma
darah dan hati. Obat ini diekskresikan lewat organ ginjal setelah sebagian
besar dari hasil metabolit obat ini terhidrolisis. Pada penggunaan untuk
prosedur tindakan dental konsentrasi yang efektif dari obat ini adalah
sebesar 0,4 %. Onset dari obat ini tergolong cepat yakni 2 hingga 3 menit
namun toksisitas obat ini jauh lebih tinggi dibandingkan jenis obat anastesi
lainnya dari golongan yang sama. Pada penggunaanya, prilokain tidak
dapat digunakan secara murni dikarenakan tingkat toksisitasnya yang
sangat tinggi sehingga sering dicapurkan dengan prokain untuk
menghasilkan obat dengan durasi kerja yang maksimal dengan tingkat
toksisitas yang rendah (Malamed, 2012).
2. Bahan anestesi lokal amida
a. Lidokain
Lidokain merupakan obat anestesi yang terbilang 2x lebih toksik
dibandingkan dengan prokain. Obat ini akan dimetabolisme oleh hati
dengan enzim oksidase menghasilkan monoetilglisein dan xylidide
kemudian akan diekskresikan melalui ginjal. Xylidide inilah yang dapat
menimbulkan efek toksik. pH lidokain murni sebesar 6,5 namun jika
ditambah dengan larutan yang mengandung vasokonstriktor pH nya
berubah menjadi 5,0 hingga 5,5. Onset dari obat ini tergolong cepat yakni
2-3 menit dan memiliki waktu paruh hingga 1,5 jam. Pada penggunaan
untuk prosedur dental konsentrasi efektifnya adalah sebesar 2%
(Malamed, 2012).
Lidokain tidak mempunyai sifat elergenik terhadap bahan anestesi tipe
ester tetapi sebaiknya obat anestetikum jenis ini tidak digunakan pada
pasien yang memiliki alergi terhadap obat anestesi lokal tipe amida. Pada
pasien yang memiliki penyakit hepar yang parah juga merupakan
kontraindikasi dari penggunaan obat anestetikum ini (Howe, 2013).
b. Mepivakain
Obat anestesi berupa mepivakain memiliki tingkat toksisitas 1,5 kali
lebih tinggi dibandingkan obat anestesi prokain. Di dalam tubuh obat ini
akan dimetabolisme oleh hati dengan enzim oxidase dan kemudian akan
diekskresikan melalui ginjal. Sebanyak 1-16% dari hasil metabolit yang
dibuang melalui ginjal akan tetap pada bentuk/senyawa aslinya.
Mepivakain murni memiliki pH sebesar 4,5 namun jika ditambahkan
vasokonstriktor pH nya berubah menjadi 3,0 hingga 3,5. Waktu onsetnya
dapat dikatakan cukup cepat yakni 1,5 sampai 2 menit dengan konsentrasi
efektif pada prosedur dental sebesar 2-3%. Obat anestesi ini dapat bekerja
dan menghasilkan efek anestesinya selama kurang lebih 2 jam (Malamed,
2012).
c. Prilokain
Prilokain HCl murni memilki pH 4,5 dan akan menurun hingga pH
nya hingga 3,0 jika ditambahkan vasokonstriktor. Waktu onset dari obat
anestesi ini kira-kira 2-4 menit. Hal ini masih dapat dikatakan cukup
cepat meskipun relative lebih lama dibanding waktu onset lidokain..
Untuk penggunaan di bidang kedokteran gigi obat anestesi ini secara
efektif diperoleh pada konsentrasi 4% (Rubin dan McLure, 2005).
3. Dosis, onset dan durasi dari masing-masing bahan anestesi
Rangkuman mengenai dosis efektif, waktu onset, dan dirasi efek
anestesi dari beberapa bahan anestetikum berdasarkan Rubin dan McLure
(2005) dirangkum dalam tabel berikut :

Jenis Obat Anestesi Dosis Onset Durasi


Golongan Prokain 1000 mg 6-10 menit 6 menit
Ester Propoksikain 6.6 mg/kg 2-3 menit 2-3 jam
BB
Golongan Lidokain 7 mg/kg BB 2-3 menit 1,5 jam
Amida Mepivakain 5 mg/kg BB 1,5-2 menit 2 jam

Prilokain 6.0 mg/kg 2-4 menit 2 jam


BB

B. Teknik Anestesi Infiltrasi


Teknik anestesi infiltrasi adalah cara mengontrol nyeri dengan cara
mendepositkan larutan anestesi di dekat serabut terminal saraf. Larutan anestesi
tersebut akan terinfiltrasi di sepanjang serabut saraf dan menimbulkan efek
anestesi dari daerah terlokalisir yang disuplai oleh saraf tersebut (Malamed, 2007).
Teknik infiltrasi juga dikenal sebagai anestesi terminal atau periferal karena
mekanisme aksi agen anestetiknya adalah pada serabut saraf terminal atau saraf
tepi (Chitre, 2010). Teknik infiltrasi dapat menjangkau seluruh regio yang
diinervasi oleh saraf dental seperti pulpa, area akar gigi maksila dan insisivus
rahang bawah, periosteum bukal, jaringan ikat, dan membran mukosa. Indikasinya
adalah untuk semua gigi rahang atas, gigi anterior mandibula dan molar pertama
ketika pengobatan terbatas pada satu atau dua gigi. Kontraindikasi teknik infiltrasi
adalah infeksi atau inflamasi akut di area injeksi dan adanya tulang tebal
mengelilingi apeks gigi yang akan dianestesi (Malamed, 2012).
Keuntungan dari teknik infiltrasi adalah mudah diterapkan, umumnya
atraumatik, dan memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi (95%). Kelemahan dari
teknik ini adalah tidak sesuai jika diterapkan pada daerah yang luas karena
membutuhkan insersi jarum yang banyak dan larutan anestesi yang banyak pula
(Howe, 2013).

Gambar 1. Area anestesi infiltasi

C. Prosedur Anestesi Infiltrasi


Anestesi infiltrasi dilakukan dengan cara mendepositkan larutan anestesi di
dekat serabut terminal dari saraf dan akan terinfiltrasi di sepanjang jaringan untuk
mencapai serabut saraf dan akan menimbulkan efek anestesi dari daerah
terlokalisir yang disuplai oleh saraf tersebut (Howe, 2013).
Gambar 2. Daerah serabut saraf yang terinfiltrasi

D. Prosedur anestesi infiltrasi


Prosedur anestesi infiltrasi adalah sebagai berikut:
a. Kasa atau kapas kecil diletakkan diantara jari dan membran mukosa mulut,
untuk memperjelas daerah lipatan mukobukal atau mukolingual.
b. Tegangkan membran mukosa dengan menarik pipi atau bibir serta membran
mukosa yang bergerak ke arah bawah untuk rahang atas dan ke arah atas untuk
rahang bawah. Tujuannya adalah untuk memperjelas daerah lipatan mukolabial
atau mukobukal. Garis yang membatasi mukosa bergerak dan tidak bergerak
bisa diperjelas dengan mengulaskan iodine pada jaringan tersebut. Membran
mukosa akan berwarna lebih gelap dari mukoperiosteum.
c. Persiapkan jaringan yang akan diinjeksi (bersihkan dan keringkan dengan kasa
steril).
d. Asepsis daerah kerja dengan mengoleskan antiseptik.
e. Aplikasikan anestesi topikal terlebih dahilu yang diperlukan sebelum insersi
jarum. Aplikasikan anestesi topikal pada area yang akan diinjeksi (onset 3-4
menit) tunggu sampai mukosa memucat.
f. Suntik jaringan pada lipatan mukosa dengan bevel jarum mengarah ke tulang
dan sejajar bidang tulang, setelah posisi jarum tepat lanjutkan insersi jarum
menyusuri periosteum sampai ujungnya mencapai setinggi akar gigi.
g. Tahan posisi syringe agar paralel dengan axis gigi dan pastikan bevel
menghadap ke tulang di atas atau tepat pada apeks gigi.
h. Lakukan aspirasi, jika negatif deponirkan larutan anestetikum sebanyak 0,5-
1cc.
i. Suntikan dengan perlahan –lahan untuk menghindari gembungan pada jaringan
dan mengurangi rasa sakit. Injeksi yang perlahan akan memperkecil atau
mengurangi rasa sakit.
j. Larutan anestesia diharapkan akan bekerja dalam waktu 5 menit (Malamed,
2012; Purwanto, 2012;Howe, 2013).

Gambar 3. Titik injeksi supraperiosteum

Gambar 4. Posisi jarum dan syringe harus


paralel dengan axis gigi dan bevel
menghadap ke tulang.
E. Teknik Anestesi Infiltrasi
Teknik Anestesi Infiltrasi adalah sebagai berikut:
a. Anestesi submukosa
Anestesi ini dilakukan jika larutan dideponirkan tepat dibalik membran
mukosa, walaupun cenderung tidak menimbulkan anestesi pada pulpa gigi,
teknik ini sering digunakan baik untuk menganestesi saraf bukal yang panjang
sebelum pencabutan molar bawah

Gambar 5. Anestesi submukosa

b. Anestesi supraperiosteal
Anestesi ini digunakan pada beberapa daerah seperti maksila, bidang
kortikal bagian luar dari tulang alveolar biasanya tipis dan dapat terperforasi
oleh saluran vaskular yang kecil. Larutan anestesi dideponirkan di luar
periosteum, kemudian larutan akan terinfiltrasi melalui periosteum, bidang
kortikal, tulang dan medularis ke serabut saraf, sehingga anestesi pulpa gigi
dapat diperoleh melalui penyuntikan di sepanjang apeks gigi.
Gambar 6. Anestesi supraperiosteal

c. Anestesi subperiosteal
Teknik anestesi subperiosteal mendeponirkan larutan anestesi di antara
periosteum dibidang kortikal. Anestesi subperiosteal terasa sangat sakit, karena
itu teknik ini hanya digunakan bila tidak ada alternatif lain. Teknik ini biasa
digunakan pada palatum.

Gambar 7. Anestesia subperiosteal

d. Anestesi intraosseous
Teknik anestesi intraosteal dilakukan dengan mendeponirkan larutan pada
tulang medularis. Larutan anestesi 0,25 ml didepositkan perlahan ke ruang
medularis dari tulang. Teknik ini akan memberikan efek anestesi yang baik
dengan rasa sakit pada jaringan lunak yang minimal (Walton dan Torabinejad,
2008).
Gambar 8. Anestesi intraosseous

e. Anestesi intraligamen
Teknik anestesi intraligamen bermanfaat jika teknik anestesi
konvensional gagal. Anestesi intraligamen dilakukan dengan mendepositkan
larutan anestesi pada ligament periodontal. Anestesi ini digunakan untuk
menganestesi satu gigi pada mandibular atau maksila dan umum digunakan
untuk merestorasi gigi. Dosis untuk anestesi intraligamen adalah 0,2 ml.

Gambar 9.Teknik anestesi intraligamen

f. Anestesi intrapulpa
Anestesi intrapulpa dilakukan jika pulpa masih terasa sakit setelah
dilakukan anestesi lokal, namun injeksi intrapulpa harus terlebih dahulu
dilakukan injeksi primer seperti anestesi lokal karena anestesi ini akan terasa
sangat sakit.
Gambar 10. Anestesi intrapulpa

F. Teknik anestesi blok mandibula


Anestesi Blok adalah mendeponirkan larutan anestesi dekat batang saraf
yang akan memblokir semua impuls sehingga menimbulkan anestesi pada daerah
yang disuplai oleh saraf tersebut. Daerah anetesi blok lebih luas daripada infiltrasi.
Anestesi blok di bidang kedokteran gigi sering dilakukan untuk menganestesi
mandibula. Anestesi blok mandibular dilakukan jika diperlukan daerah anestesi
yang luas, misalnya pada pencabutan gigi posterior rahang bawah atau pencabutan
beberapa gigi pada satu kuadran. Terdapat tiga teknik yang dapat digunakan dalam
anestesi blok mandibula, yaitu teknik Gow-Gates, teknik Akinosi, dan teknik
Fisher (Howe, 2013).
Nervus yang menginervasi gigi dan jaringan lain yang ada di mandibula
adalah nervus alveolaris inferior dan dua cabangnya yaitu nervus mentalis dan
nervus insisivus, nervus lingualis serta nervus bukalis longus. Nervus alveolaris
inferior diblok pada foramen mandibula. Indikasi blok nervus alveolaris inferior
adalah untuk prosedur pencabutan beberapa gigi mandibula dalam satu kuadran,
prosedur pembedahan yang melibatkan jaringan lunak bagian bukal anterior
sampai molar satu serta jaringan lunak bagian lingual. Kontraindikasi blok nervus
alveolaris inferior adalah pasien yang mengalami infeksi atau inflamasi akut pada
daerah penyuntikan serta pasien dengan gangguan kontrol motorik menggigit bibir
atau lidah secara tiba tiba (Malamed, 2012).
Nervus lingualis diblok pada ruang pterygomandibular yang terletak pada
anteromedial syaraf alveolaris inferior mandibula, sekitar 1 cm dari permukaan
mukosa. Oleh karena itu, anestesi blok syaraf lingualis bisa dilakukan sebelum
atau sesudah anestesi blok alveolaris inferior mandibula dilakukan dan bukalis
longus dapat dianestesi menggunakan teknik infiltrasi (Malamed, 2012).
Area yang teranestesi oleh anestesi blok mandibula adalah sebagai berikut:
a. Gigi-geligi rahang bawah sampai ke midline (setengah kuadran)
b. Corpus mandibula
c. Bagian bawah ramus mandibula
d. Mukoperiosteum bukal dan membran mukosa didepan foramen mental
anterior sampai molar pertama mandibula
e. Jaringan lunak lidah dan periosteum
f. 2/3 anterior lidah dan dasar mulut (Thangavelu dkk., 2012).

Gambar 11. Area yang teranestesi teknik blok mandibula

Terdapat berbagai macam teknik yang dapat dilakukan untuk blok


mandibula, namun teknik yang sering dilakukan dikedokteran gigi merupakan
teknik Fisher.
Tahapan yang harus dilakukan saat melakukan teknik blok mandibula
adalah:

a. Pasien didudukkan dengan posisi semi supine atau setengah terlentang


b. Intruksikan pasien untuk membuka mulut selebar mungkin agar
mendapatkan akses yang mudah ke mulut pasien. Posisi diatur
sedemikian rupa agar oklusal dari mandibula pasien sejajar dengan
lantai
c. Posisi operator berada pada arah jam 6 sampai 9 menghadap pasien
untuk rahang kanan mandibula, sedangkan untuk rahang kiri mandibula
posisi operator berada pada arah jam 11 menghadap ke pasien
d. Palpasi mukosa bukal hingga ke posterior untuk menemukan linea
oblique eksterna, lalu jari bergeser ke dalam untuk mencari linea
oblique interna. Daerah yang dibatasi oleh kedua landmark tersebut
dinamakan penampang anterior mandibula
e. Keringkan lalu asepsiskan daerah yang akan dianestesi menggunakan
povidon iodine
f. Aplikasi anestesi topikal dengan menggunakan salep lidokain
hidroklorida 5% pada daerah yang akan dianestesi selama 1 menit, efek
anestesi akan timbul dalam 3-4 menit
g. Jarum 25-gauge diinsersikan pada penampang anterior mandibular dari
sisi kontralateral daerah yang akan dianestesi pada regio premolar
hingga menetak tulang (lihat Gambar 5). Arah jarum hampir tegak lurus
dengan tulang.

Gambar 12. Posisi 1 anestesi N. Alveolaris


inferior dari kontralateral
h. Syringe digeser ke sisi ipsilateral, lalu insersikan jarum menyusuri
tulang hingga 2/3 jarum (lihat Gambar 6)

Gambar 13. Posisi 2 anestesi N. Alveolaris


inferior dari ipsilateral

i. Kontralateralkan kembali syringe hingga di regio kaninus


j. Aspirasi lalu jika aspirasi negatif, deponirkan larutan perlahan sebanyak
1 ml untuk menganestesi nervus alveolaris inferior
k. Tarik syringe hingga setengah jarum yang masuk, lakukan aspirasi bila
negatif deponirkan anestetikum perlahan sebanyak 0,5 ml untuk
menganestesi n. Lingualis. Keluarkan syringe perlahan
l. Anestesi nervus bukalis longus pada mukobukofold gigi molar.
Asepsiskan daerah tersebut lalu insersikan jarum pada mukobukofold
gigi ke arah apeks, aspirasi jika negatif lalu deponirkan anestetikum
perlahan sebanyak 0.5 ml untuk menganestesi nervus bukalis longus
m. Cek setelah kurang lebih 3 menit (Balaji, 2009).

G. Komplikasi dan Kegagalan Anestesi


Komplikasi dan kegagalan anestesi menurut Purwanto (1993) adalah sebagai
berikut:
a. Sinkop
Sinkop merupakan salah satu komplikasi umum pada penggunaan
anestetikum lokal. Tanda klinis dari sinkop yaitu pasien menjadi pucat,
kulitnya dingin dan lembab, denyut nadi menjadi cepat, dan terkadang
terjadi penurunan tekanan darah. Perawatan yang bisa dilakukan ketika
pasien sinkop adalah memposisikan kepala lebih rendah daripada tubuh
untuk merangsang aliran darah menuju otak dan diberikan rangsangan agen
aromatic. Sinkop bias dihindari dengan injeksi anestetikum yang perlahan,
memperhatikan rona wajah pasien selama injeksi, dan anestesi topikal
terlebih dahulu.
b. Syok
Syok merupakan reaksi yang menyerupai sinkop namun umumnya
jauh lebih parah hingga mengakibatkan penurunan volume sirkulasi darah.
Pasien bisa kehilangan kesadaran, penurunan tekanan darah, dan
peningkatan denyut nadi. Perawatan yang bisa dilakukan ketika pasien
sinkop adalah memposisikan kepala lebih rendah daripada tubuh untuk
merangsang aliran darah menuju otak dan dilakukan stimulasi jantung serta
pernafasan.
DAFTAR PUSTAKA

Balaji, S. M., 2009, Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery, Elsevier, New
Delhi.

Chitre, A. P., 2010, Manual of Local Anesthesia in Dentistry, Jaypee Brothers


Medical Publisher, New Delhi.

Howe, G.L., 2013, Anestesi Lokal, Hipokrates, Jakarta.

Ikhsan, M., Mariati, N.W., Mintjelungan, C., 2013, Gambaran penggunaan bahan
anestesi lokal untuk pencabutan gigi tetap oleh dokter gigi di kota manado,
Jurnal e-Gigi, 1(2): 105-114.

Malamed, S. F., 2012, Handbook of Local Anesthesia, Ed. 6, Elsevier, Los Angles.

Purwanto, 2012, Petunjuk Praktis Anestesi Lokal, EGC, Jakarta.

Rubin dan Mclure, 2005, Review of Local Anaesthethic Agent, Minerva


Anaesthesiologica, 71.

Thangavelu, K., Kannan, R., Kumar, N.S, 2012, Inferior Alveolar Nerve Block:
Alternative Technique, Aneth Essays Res, 6(1): 53–57.

Anda mungkin juga menyukai