Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH FARMAKOLOGI

ANASTESI LOKAL
Tugas Mata Kuliah RPL 2018

Dosen Pembimbing

Drg. Arnetty,M.Kes

SYOFIMAR
NIS : 175140936

POTEKES KEMENKES PADANG


D111 KEPERAWATAN GIGI
2017 /2018
ANASTESI LOKAL
Anastesi lokal adalah tindakan menghilangkan rasa sakit untuk sementara
pada satu bagian tubuh dengan cara mengaplikasikan bahan topikal atau suntikan
tanpa menghilangkan kesadaran. Pencegahan rasa sakit selama prosedur
perawatan gigi dapat membangun hubungan baik antara dokter gigi dan pasien,
membangun kepercayaan, menghilangkan rasa takut, cemas dan menunjukkan
sikap positif dari dokter gigi.
Teknik anastesi lokal merupakan pertimbangan yang sangat penting dalam
perawatan pasien anak. Ketentuan umur, anastesi topikal, teknik injeksi dan
analgetik dapat membantu pasien mendapatkan pengalaman positif selama
mendapatkan anastesi lokal. Berat badan anak harus dipertimbangkan untuk
memperkecil kemungkinan terjadi reaksi toksis dan lamanya waktu kerja
anastetikum juga harus diperhatikan, karena dapat menimbulkan trauma pada
bibir atau lidah.
Anak dapat ditangani secara anastesi lokal dengan kerjasama dari orangtua
dan tidak ada kontra indikasi. Anak diberitahu dengan kata sederhana apa yang
akan dilakukan, jangan membohongi anak. Sekali saja anak kecewa, sulit untuk
membangun kembali kepercayaan anak. Lebih aman mengatakan kepada anak
bahwa dia akan mengalami sedikit rasa tidak nyaman seperti tergores pensil atau
digigit nyamuk daripada menjanjikan tidak sakit tetapi tidak mampu memenuhi
janji tersebut. Bila seorang anak mengeluh sakit selama injeksi pertimbangkan
kembali situasinya, injeksikan kembali bila perlu tapi jangan minta ia untuk
menahan rasa sakit. Sebelum melakukan penyuntikan, sebaiknya operator
berbincang dengan pasien, dengan menyediakan waktu untuk menjelaskan apa
Pedodonsia Terapan 3
yang akan dilakukan dan mengenal pasien lebih jauh dokter gigi dapat
meminimaliskan rasa takut.
Macam anastesi lokal :
1. Anastesi Topikal
Menghilangkan rasa sakit di bagian permukaan saja karena yang dikenai
hanya ujung-ujung serabut urat syaraf. Bahan yang digunakan berupa salf.
2. Anastesi Infiltrasi
Sering dilakukan pada anak-anak untuk rahang atas ataupun rahang bawah,
mudah dikerjakan dan efektif. Daya penetrasinya pada anak cukup dalam
karena komposisi tulang dan jaringan belum begitu kompak.
3. Anastesi Blok
Digunakan untuk pencabutan gigi molar tetap.
BAHAN ANASTESI (ANASTETIKUM)
Sejumlah anastetikum yang ada dapat bekerja 10 menit – 6 jam, dikenal
dengan bahan Long Acting. Namun anastesi lokal dengan masa kerja panjang
(seperti bupivakain) tidak direkomendasikan untuk pasien anak terutama dengan
gangguan mental. Hal ini berkaitan dengan masa kerja yang panjang karena dapat
menambah resiko injuri pada jaringan lunak.
Bahan yang sering digunakan sebagai anastetikum adalah lidocaine dan
epinephrine (adrenaline). Lidocaine 2 % dan epinephrine 1 : 80.000 merupakan
pilihan utama (kecuali bila ada alergi). Anastetikum tanpa adrenalin kurang efektif
Pedodonsia Terapan 4
dibandingkan dengan adrenalin. Epinephrin dapat menurunkan perdarahan pada
regio injeksi.
Contoh bahan anastetikum :
1. Lidocaine (Xylocaine) HCl 2 % dengan epinephrine 1 : 100.000
2. Mepicaine (Carbocaine) HCl 2 % dengan levanordefrin (Neo-cobefrin) 1 :
20.000.
3. Prilocaine (Citanest Forte) HCl 4 % dengan epinephrine 1 : 200.000
Hal yang penting bagi drg ketika akan menganastesi pasien anak adalah dosis.
Dosis yang diperkenankan adalah berdasarkan berat badan anak (tabel).
Tabel 1 : Dosis anastesi lokal maksimum yang direkomendasikan (Malamed) :
Nama Obat Nama
Dagang
%
Anastesi
Lokal
Vasokonstriksi
Lama Bekerja Dosis
Maksimum
yang
dianjurkan
Lidokain Xylocaine 2 Epinephrine
1 : 100.000
Pulpa : 60 mnt
Jar Lunak : 3-5 ja
4,4 mg/kg
Mepivakain Carbocaine 3 - Pulpa: 20-40 mnt
Jar Lunak : 2-3 jam
4,4 mg/kg
Prilokain Citanest
Forte
4 Epinephrine
1 : 200.000
Pulpa: 60-90 mnt
Jar Lunak : 3-8 jam
6,0 mg/kg
Bupivakain Marcaine
HCL
0,5 Epinephrine
1 : 200.000
Pulpa:90-180 mnt
Jar Lunak : 4-9 jam
1,3 mg/kg
Diambil dari : Dentistry for the Child and Adolescent. Ralph, David, Jeffrey
Pedodonsia Terapan 5
Bahan anastesi topikal yang dipakai dapat dibagi sebagai berikut :
1. Menurut bentuknya : Cairan, salep, gel
2. Menurut penggunaannya : Spray, dioleskan, ditempelkan
3. Menurut bahan obatnya : Chlor Etil, Xylestesin Ointment, Xylocain
Oitment, Xylocain Spray
4. Anastesi topikal benzokain (masa kerja cepat) dibuat dengan konsentrasi >
20 %, lidokain tersedia dalam bentuk cairan atau salep > 5 % dan dalam
bentuk spray dengan konsentrasi > 10 %.
PEMILIHAN SYRINGE DAN JARUM
Pemilihan jarum harus disesuaikan dengan kedalaman anastesi yang akan
dilakukan. Jarum suntik pada kedokteran gigi tersedia dalam 3 ukuran (sesuai
standar American Dental Association = ADA) ; panjang (32 mm), pendek (20 mm,
dan superpendek (10 mm).
Petunjuk :
1. Dalam pelaksanaan anastesi lokal pada gigi, dokter gigi harus
menggunakan syringe sesuai standar ADA.
2. Jarum pendek dapat digunakan untuk beberapa injeksi pada jaringan lunak
yang tipis, jarum panjang digunakan untuk injeksi yang lebih dalam.
3. Jarum cenderung tidak dipenetrasikan lebih dalam untuk mencegah
patahnya jarum.
4. Jarum yang digunakan harus tajam dan lurus dengan bevel yang relatif
pendek, dipasangkan pada syringe. Gunakan jarum sekali pakai
Pedodonsia Terapan 6
(disposable) untuk menjamin ketajaman dan sterilisasinya. Penggunaan
jarum berulang dapat sebagai transfer penyakit.
5. Citojet dapat digunakan untuk injeksi intraligamen (Gambar 1).
PERSIAPAN SEBELUM PENCABUTAN PADA PASIEN ANAK
1. Sebagian negara mempunyai hukum yang mengharuskan izin tertulis dari
orang tua (Informed Concent) sebelum melakukan anastesi pada pasien anak.
2. Kunjungan untuk pencabutan sebaiknya dilakukan pagi hari (saat anak masih
aktif) dan dijadwalkan, sehingga anak tidak menunggu terlalu lama karena
anak cenderung menjadi lelah menyebabkan anak tidak koperatif. Anak
bertoleransi lebih baik terhadap anastesi lokal setelah diberi makan ± 2 jam
sebelum pencabutan.
Gambar 1 : Citojet. Syring untuk
intraligamen injeksi. Bentuk pistol
(kiri) dan bentuk pen (bawah).
Pedodonsia Terapan 7
3. Penjelasan lokal anastesi tergantung usia pasien anak, teknik penanganan
tingkah laku anak yang dapat dilakukan, misalnya TSD (Gambar 2-4) ,
modelling.
4. Instrumen yang akan dipakai, sebaiknya jangan diletakkan di atas meja.
Letakkan pada tempat yang tidak terlihat oleh anak dan diambil saat akan
digunakan. Jangan mengisi jarum suntik di depan pasien, dapat menyebabkan
rasa takut dan cemas.
5. Sebaiknya dikatakan kepada anak yang sebenarnya bahwa akan ditusuk
dengan jarum (disuntik) dan terasa sakit sedikit, tidak boleh dibohongi.
Gambar 2 : Instrumen dapat diperlihatkan pada anak (kiri). Penyuntikan dilakukan
menggunakan kaca agar anak dapat melihat prosedur penyuntikan (kanan)
Gambar 3 : Selama penyuntikan, asisten
memegang tangan anak, agar anak
tidak bergerak
Gambar 4 : Kombinasi perawatan
dengan audioanalgesik
Pedodonsia Terapan 8
6. Rasa sakit ketika penyuntikan sedapat mungkin dihindarkan dengan cara
sebagai berikut :
a. Memakai jarum yang kecil dan tajam
b. Pada daerah masuknya jarum dapat dilakukan anastesi topikal lebih
dahulu. Misalnya dengan 5 % xylocaine (lidocaine oitmen)
c. Jaringan lunak yang bergerak dapat ditegangkan sebelum penusukan
jarum
d. Deponir anastetikum perlahan, deponir yang cepat cenderung menambah
rasa sakit. Jika lebih dari satu gigi maksila yang akan dianastesi, operator
dapat menyuntikkan anastesi awal, kemudian merubah arah jarum
menjadi posisi yang lebih horizontal, bertahap memajukan jarum dan
mendeponir anastetikum.
e. Penekanan dengan jari beberapa detik pada daerah injeksi dapat
membantu pengurangan rasa sakit.
f. Jaringan diregangkan jika longgar dan di masase jika padat (pada palatal).
Gunanya untuk membantu menghasilkan derajat anastesi yang
maksimum dan mengurangi rasa sakit ketika jarum ditusukan.
7. Aspirasi dilakukan untuk mencegah masuknya anastetikum dalam pembuluh
darah, juga mencegah reaksi toksis, alergi dan hipersensitifitas.
8. Waktu untuk menentukan anastesi berjalan ± 5 menit dan dijelaskan
sebelumnya kepada anak bahwa nantinya akan terasa gejala parastesi seperti
mati rasa, bengkak, kebas, kesemutan atau gatal. Dijelaskan agar anak tidak
takut, tidak kaget, tidak bingung atau merasa aneh. Pencabutan sebaiknya
Pedodonsia Terapan 9
dilakukan setelah 5 menit. Jika tanda parastesi tidak terjadi, anastesi
kemungkinan gagal sehingga harus diulang kembali.
9. Vasokontristor sebaiknya digunakan dengan konsentrasi kecil, misalnya
xylocaine 2 % dan epinephrine 1 : 100.000.
INDIKASI / KONTRA INDIKASI PENCABUTAN GIGI ANAK
Sebelum melakukan pencabutan pada gigi sulung, perlu dipertimbangkan
beberapa hal, yaitu :
Usia. Usia perlu untuk mengetahui gigi tersebut tanggal atau diganti
dengan gigi tetap. Namun usia bukan satu satunya kriteria dalam menentukan
apakah gigi sulung harus dicabut atau tidak, misalnya pada pasien usia 11 – 12
tahun (kecuali ada indikasi khusus : Orto). Beberapa pasien premolar dua akan
erupsi pada usia 8 – 9 tahun, sementara pada pasien lain gigi yang sama belum
menunjukkan tanda erupsi. Gigi sulung yang kuat dan utuh di dalam lengkung
seharusnya tidak dicabut kecuali ada evaluasi klinis dan radiografi.
Oklusi
Perkembangan lengkung
Ukuran gigi,
Resorpsi akar,
Tingkat perkembangan benih gigi permanen di bawahnya
Gigi bersebelahan, gigi antagonis, gigi kontra lateral,
Ada atau tidak infeksi
Semua faktor ini harus dipertimbangkan dalam menentukan kapan gigi sulung
dicabut.
Pedodonsia Terapan 10
Indikasi pencabutan gigi sulung :
1. Natal tooth (gigi yang sudah saat bayi lahir) dan neonatal tooth (gigi yang
erupsi 1 – 30 hari kehidupan). Gigi ini dicabut bila :
_ Mobiliti
_ Bila mengiritasi : menyebabkan ulserasi pada lidah
_ Mengganggu untuk menyusui
2. Gigi dengan karies luas, karies mencapai bifurkasi dan tidak dapat
direstorasi sebaiknya dilakukan pencabutan. Kemudian dibuatkan space
maintainer.
3. Infeksi di periapikal atau di interradikular dan tidak dapat disembuhkan
kecuali dengan pencabutan.
4. Gigi yang sudah waktunya tanggal dengan catatan bahwa penggantinya
sudah akan erupsi.
5. Gigi sulung yang persistensi
6. Gigi sulung yang mengalami impacted, karena dapat menghalangi
pertumbuhan gigi tetap.
7. Gigi yang mengalami ulkus dekubitus
8. Untuk perawatan ortodonsi
9. Supernumerary tooth.
10. Gigi penyebab abses dentoalveolar
Pedodonsia Terapan 11
INDIKASI PENCABUTAN MOLAR SATU TETAP
Gigi permanen yang paling sering dicabut pada anak adalah gigi M1.
Sebelum mencabut gigi M1 tersebut perlu dipertimbangkan dengan sungguhsungguh
karena M1 merupakan kunci daripada oklusi.
Jika sebuah M1 dicabut sebelum M2 erupsi, maka M2 akan bergerak ke
mesial dan mengisi tempat M1. Masalah ortodonsi akan kecil kemungkinan
terjadi.
Jika pencabutan M1 dilakukan setelah M2 erupsi, maka M2 akan tilting ke
mesial sehingga menyebabkan masalah ortodonsi.
Jika tiga M1 permanen sudah indikasi pencabutan, sebaiknya M1 yang
tinggal dicabut, agar susunan M2 simetris.
Untuk mencegah terjadinya impacted dari M2
Kontra Indikasi Pencabutan
Dalam mempertimbangkan perawatan konservatif pada gigi sulung dengan
infeksi pulpa/periapikal, kondisi sistemik pasien sama pentingnya dengan kondisi
lokal. Bila tidak dapat menghilangkan infeksi di dalam atau sekitar gigi, prosedur
konservatif akan membahayakan bagi pasien dengan rhematik fever dll. Prosedur
konservatif kontra indikasi penyakit jantung kongenital, kelainan ginjal dan kasus
fokal infeksi. Fokal infeksi dapat menyebabkan bakterimia pada penderita jantung
kongenital sehingga menyebabkan perjalaran penyakit di organ lain.
Pedodonsia Terapan 12
Kontra Indikasi :
1. Anak yang sedang menderita infeksi akut di mulutnya.
2. Misalnya akut infektions stomatitis, herpetik stomatitis. Infeksi ini
disembuhkan dahulu baru dilakukan pencabutan. Karena Penderita dengan
penyakit sistemik yang akut pada saat tersebut resistensi tubuh lebih rendah
dan dapat menyebabkan infeksi sekunder.
3. Blood dyscrasia atau kelainan darah, kondisi ini mengakibatkan terjadinya
perdarahan dan infeksi setelah pencabutan. Pencabutan dilakukan setelah
konsultasi dengan dokter ahli tentang penyakit darah.
4. Pada penderita penyakit jantung.
Misalnya : Congenital heart disease, rheumatic heart disease yang akut.kronis,
penyakit ginjal/kidney disease.
5. Adanya tumor yang ganas, karena dengan pencabutan tersebut dapat
menyebabkan metastase.
6. Pada penderita Diabetes Mellitus (DM). Pencabutan dilakukan setelah
konsultasi dengan dokter yang merawat pasien tersebut, karena dapat
menyebabkan :
- Penyembuhan lukanya agak sukar.
- Kemungkinan besar terjadi sakit setelah pencabutan
- Bisa terjadi perdarahan berulang kali.
7. Irradiated bone
Pada penderita yang sedang mendapat terapi penyinaran.
Pedodonsia Terapan 13
TEKNIK ANASTESI
Anastesi Topikal
Beberapa klinis menyarankan penggunaan anastesi topikal sebelum injeksi.
Sulit untuk menentukan seberapa efektifnya cara ini namun memiliki nilai
psikologis, karena dapat memperkecil rasa sakit saat pemberian anastesi lokal,
tetapi anastesi topikal tidak dapat menggantikan teknik injeksi. Anastesi topikal
efektif pada permukaan jaringan (kedalaman 2-3 mm).
Cara melakukan anastesi topikal adalah :
1. Membran mukosa dikeringkan untuk mencegah larutnya bahan anastesi
topikal.
2. Bahan anastesi topikal dioleskan melebihi area yang akan disuntik (Gambar
5) ± 15 detik (tergantung petunjuk pabrik) kurang dari waktu tersebut, obat
tidak efektif.
3. Pasien bayi dapat menggunakan syring tanpa jarum untuk mengoleskan
topikal aplikasi (Gambar 6)
Gambar 5. Gunakan cotton bud untuk mengoleskan topikal anastesi pada area yang
akan disuntik. Bagian palatal (kiri) dan bukal (kanan)
Pedodonsia Terapan 14
4. Anastesi topikal harus dipertahankan pada membran mukosa minimal 2 menit,
agar obat bekerja efektif. Salah satu kesalahan yang dibuat pada pemakaian
anastesi topikal adalah kegagalan operator untuk memberikan waktu yang
cukup bagi bahan anastesi topikal untuk menghasilkan efek yang maksimum.
TEKNIK LOKAL ANASTESI
1. Infiltrasi Anastesi
2. Blok Anastesi
1.1. Nervus Alveolaris Inferior dan Nervus Lingualis
1.2. Nervus bukalis, mentalis dan insisiv
1.3. Maksilaris
2. Intraligamen Anastesi
Infiltrasi Anastesi
Tahap melaksanakan infiltrasi anastesi :
1. Keringkan mukosa dan aplikasikan bahan topikal anastesi selama 2 menit
2. Bersihkan kelebihan bahan topikal anastesi
3. Tarik mukosa
Gambar 6. Aplikasi topical anastesi dengan
syringe tanpa jarum
Pedodonsia Terapan 15
4. Untuk mengalihkan perhatian anak, drg dapat menekan bibir dengan
tekanan ringan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk sehingga mukosa
yang akan disuntik terlihat.
5. Masukkan jarum, jika menyentuh tulang tarik jarum keluar sedikit
6. Aspirasi
7. Suntikan bahan anastetikum 0,5 – 1,0 cc secara perlahan (15-30 detik)
Infiltrasi bukal maksila / mandibula
Menggunakan tahap 1- 6 seperti diatas, anastetikum dideponir pada sulkus
bukal ± 2 cc (Gambar 7a dan 7b) untuk pencabutan molar satu sulung. Sambil
jarum ditarik deponir kembali anastestikum 0,2 cc untuk memperoleh patirasa
maksimum. Bukal infiltrasi 0,5 – 1,0 cc cukup untuk menganastesi jaringan lunak
sekitar gigi yang akan dicabut
Palatal anastesi
Injeksi langsung ke palatal pada sebagian anak dapat menimbulkan rasa
sakit dan tidak nyaman, untuk meminimaliskannya gunakan topikal anastesi yang
diaplikasikan menggunakan cotton bud dan tekanan ringan pada lokasi yang akan
disuntik sambil memasukkan jarum suntik (Gambar 8). Namun cara ini tidak
selalu berhasil. Cara lain adalah menggunakan jarum suntik pendek, ukuran 30
Gambar 7 a. Injeksi bukal infiltrasi pada
regio molar atas susu
Gambar 7 b. Bukal infiltrasi pada molar
dua bawah sulung
Pedodonsia Terapan 16
gauge (12 mm). Jarum dimasukkan melalui papila interdental dengan sudut 90° ke
permukaan. Jarum didorong ke palatal ke arah bukal papila sambil mendeponir
anastetikum (Gambar 9), dilakukan pada sisi mesial dan distal dari gigi yang akan
dicabut.
Palatal gingiva margin akan terlihat memucat setelah penyuntikan tersebut
(Gambar 10). Bila terdapat celah antara gigi, cara ini lebih mudah dilakukan
(Gambar 11).
Gambar 8 . Menggunakan topical
anastesi yang dioleskan ke
cotton pellet dan ditekan,
Tekanan, akan membuat
pasien merasa nyaman
ketika disuntik
Gambar 10 . Jaringan palatal pucat setelah
dianastesi
Gambar 11. Penyuntikan ke palatal
melalui space diantara
insisivus atas
Gambar 9. Jarum didorong ke arah
palatum melalui bukal papila
Pedodonsia Terapan 17
MAKSILARI ANASTESI : INSISIVUS DAN KANINUS
Teknik Supraperiosteal (lokal infiltrasi)
Teknik supraperiosteal digunakan untuk anastesi gigi depan sulung.
Injeksi pada anak dibuat lebih dekat ke gingiva margin dibandingkan pasien
dewasa dan anastetikum dideponir dekat ke tulang alveolar menuju apeks gigi.
(Gambar 12-16).
Gambar 12. Teknik anastesi supra-
Periosteal. Injeksi dekat
tulang alveolar menuju
apeks gigi.
Gambar 13. Posisi jarum
Gambar 14. Posisi jarum untuk anastesi
kaninus
Gambar 15. Posisi jarum untuk anastesi
gigi molar sulung atas
Pedodonsia Terapan 18
Anastesi Blok (Mandibular Anastesi)
Pencabutan molar tetap pada anak sama seperti orang dewasa nervus
alveolaris inferior harus diblok. Foramen mandibula pada anak terletak setingkat
di bawah dataran oklusal gigi sulung (Gambar 17), oleh karena itu injeksi dibuat
lebih rendah dan lebih posterior daripada pasien dewasa.
Gambar 16. Injeksi untuk nervus
alveolaris superior posterior
untuk gigi molar tetap dan
molar dua sulung
Gambar 17. A. Foramen mandibula pada
orang dewasa, B pada anak,
letaknya lebih ke bawah.
Pedodonsia Terapan 19
Teknik : Ibu jari berada diatas permukaan oklusal gigi molar, dengan
ujung ibu jari berada pada tepi obligua interna (Gambar 18). Syringe diletakkan
pada dataran gigi molar sulung pada sisi berlawanan dari gigi yang akan
dianastesi. Ukuran rahang yang lebih kecil mengurangi kedalaman jarum
berpenetrasi pada anastesi blok (mandibular anastesi).
Kedalaman insersi (masuknya jarum) bervariasi ( ± 15 mm sesuai ukuran
mandibula) perubahan proporsi yang tergantung usia pasien (Gambar 19).
Gambar 19. Perkembangan
foramen mandibula
Gambar 18. Penyuntikan pada
mandibula dibantu dengan
ibu jari dan jari tengah
sebagai stabilisasi, ketika
melakukan injeksi kearah
nervus alveolaris infeioir
Pedodonsia Terapan 20
sesuai usia
Anastetikum dideponir sedikit ketika jarum telah masuk ke jaringan, jarum
dimasukkan menuju foramen mandibula dan anastetikum dideponir. Anastetikum
untuk nervus alveolaris inferior ± 1 ml (Gambar 20), dan untuk nervus bukal,
sejumlah anastetikum dideponir sepanjang lipatan bukal (Gambar 21). Sejumlah
( ± ½ cc) anastetikum dideponir saat penarikan jarum setelah melakukan blok
anastesi nervus alveolaris inferior, maka nervus lingualis akan teranastesi.
Gambar 20. Anastetikum dideponir
sekitar nervus alveolaris
inferior
Anastesi Tambahan
1. Anastesi Intraligamen
Suntikan ini menjadi populer belakangan ini setelah adanya syringe khusus
untuk tujuan tersebut. Suntikan intraligamen dapat dilakukan dengan jarum dan
syringe konvensional tetapi lebih baik dengan syringe khusus karena lebih mudah
memberikan tekanan yang diperlukan untuk menyuntikan ke dalam periodontal
ligamen. Suntikan intraligamen dilakukan ke dalam periodontal ligamen.
Caranya :
Gambar 21 .Untuk menganastesi nervus
sepanjang bukal, sejumlah
kecil anastetikum dideponir
pada lipatan mukosa mukobukal
molar satu tetap
Pedodonsia Terapan 21
1. Hilangkan semua kalkulus dari tempat penyuntikan, bersihkan sulkus
gingiva dengan rubber cup dan pasta profilaksis dan berikan desinfektan dengan
menggunakan cotton pellet kecil.
2. Masukkan jarum ke dalam sulkus gingiva pada bagian mesial distal gigi
dengan bevel jarum menjauhi gigi.
3. Tekan beberapa tetes larutan ke dalam sulkus gingiva untuk anastesi
jaringan di depan jarum
4. Gerakkan jarum ke apikal sampai tersendat diantara gigi dan crest alveolar
biasanya kira-kira 2 mm (Gambar 22a dan 22b).
5. Tekan perlahan-lahan. Jika jarum ditempatkan dengan benar harus ada
hambatan pada penyuntikan dan jaringan di sekitar jarum memutih. Jika tahanan
tidak dirasakan, jarum mungkin tidak benar posisinya dan larutan yang
disuntikkan akan mengalir ke dalam mulut.
6. Suntikan perlahan-lahan, banyaknya 0,2 ml.
7. Untuk gigi posterior, berikan suntikan di sekitar tiap akar.
8. Dapat pula diberikan penyuntikan di bagian mesial dan distal akar tetapi
dianjurkan bahwa tidak lebih dari 0,4 ml larutan disuntikan ke tiap akar.
9. Cartridge harus dibuang dan tidak boleh digunakan untuk pasien yang lain,
walaupun sedikit sekali larutan yang digunakan.
Gambar 22a .Injeksi intraligamen setelah
injeksi papilari
Gambar 22 b. Injeksi intraligamen pada
anak
Pedodonsia Terapan 22
Keuntungan injeksi ligament periodontal baik sebagai anastesi utama atau
anastesi tambahan adalah sebagai berikut :
1. Dapat dilakukan pengontrolan rasa sakit secara cepat dan mudah
2. Pulpa dapat teranastesi selama 30-45 menit, sehingga waktu untuk
perawatan satu gigi cukup tanpa menambah waktu lagi.
3. Lebih nyaman bila disbanding dengan teknik anastesi local yang lain
4. Tidak menimbulkan rasa sakit bila digunakan sebagai tambahan
5. Membutuhkan anastetikum yang lebih sedikit
6. Tidak memerlukan aspirasi sebelum dideponir
7. Dapat digunakan tanpa menyingkirkan rubber dum
8. Dapat digunakan pada pasien dengan gangguan perdarahan yang
merupakan kontraindikasi bagi teknik yang lain
9. Dapat digunakan pada pasien anak atau cacat, karena adanya pertimbangan
kemungkinan terjadinya trauma setelah prosedur injeksi karena tergigitnya
bibir atau lidah (akibat rasa kebas).
2. Daerah Interdental Papil
Masukkan jarum pada daerah papila interdental (Gambar 23), deponir
sebanyak ± 0,2 – 0,3 cc, terlihat mukosa daerah tersebut memucat (Gambar 24).
Pedodonsia Terapan 23
Komplikasi Anastesi
Komplikasi setelah penyuntikan dibagi dua yaitu umum dan local.
Komplikasi umum yaitu : Psychogenic ; Allergi ; Keracunan ; Interaksi obat dan
Infeksi.
Komplikasi local berupa Sakit, Kegagalan anastesi, Paralisa, Trauma,
Ulser, Trismus, Efek anastesi dan Infeksi.
Keracunan
Reaksi sistemik toksik dari anastesi dapat terjadi pada pasien anak karena
berat badan yang lebih ringan dibanding pasien dewasa. Pemberian obat penenang
bagi pasien anak yang diberikan bersamaan dengan anastesi kemungkinan reaksi
toksin akan meningkat. Contoh : dosis toksin lidokain akan terjadi bila
pemakaiannya > 1½ ampul (1 ampul = 3 ml) pada lidokain 2 % dengan
epinephrine 1 : 10.00.000 pada pasien anak dengan berat badan 14 kg. Sedang
pada pasien dewasa dengan berat badan 46 kg, reaksi toksin terjadi bila pemberian
anastetikum > 5½ ampul.
Trauma Jaringan Lunak
Gambar 23. Injeksi papila Gambar 24 Pandangan lingual : gingival
lingual pucat
Pedodonsia Terapan 24
Setelah injeksi alveolar inferior kemungkinan anak akan menggigit bibir, lidah
atau permukaan dalam pipi sehingga timbul ulserasi setelah 24 jam, dikenal
dengan traumatic ulser (Gambar 25 ).
Perawatan toksisitas obat.
Untuk menghindari keracunan obat dapat dilakukan Aspirasi, Injeksi yang
perlahan dan dosis yang sesuai batas. Bila terjadi keracunan :
1. Hentikan perawatan gigi
2. Beri pasien pengertian dan tenangkan
3. Panggil tenaga medis
4. Cegah pasien dari kecelakaan
5. Monitor tanda vital (pernafasan, reaksi mata, pendengaran)
Gambar 25. Ulser akibat pasien menggigit
bibir setelah anastesi
Pedodonsia Terapan 25
TEKNIK PENCABUTAN GIGI SULUNG
Teknik pencabutan tidak berbeda dengan orang dewasa. Karena pada anak
ukuran gigi dan mulut lebih kecil dan tidak memerlukan tenaga yang besar, maka
bentuk tang ekstraksi lebih kecil ukurannya. Harus diingat juga bentuk akar gigi
sulung yang menyebar dan kadang-kadang resorpsinya tidak beraturan dan adanya
benih gigi permanen yang ada di bawah akar gigi sulung. Seperti juga orang
dewasa, pada waktu melakukan pencabutan perlu dilakukan fiksasi rahang dengan
tangan kiri.
Jika resorpsi akar telah banyak, pencabutan sangat mudah, tetapi jika
rsorpsi sedikit terutama gigi molar pencabutan mungkin sulit dilakukan, apalagi
bila terhalang benih gigi permanen di bawahnya.
Untuk gigi sulung berakar tunggal :
Gerakan rotasi dengan satu jurusan diikuti dengan gerakan ekstraksi
(penarikan).
Untuk gigi berakar ganda :
Gerakan untuk melakukan pencabutan adalah gerakan luksasi pelan-pelan
juga. Gerakan luksasi ini ke arah bukal dan ke arah palatal, diulang dan juga harus
hati-hati serta tidak dengan kekuatan yang besar. Gerakan luksasi diikuti dengan
gerakan ekstraksi.
Bila pada gambaran roentgen terlihat benih gigi tetap berada pada akar
gigi sulung (Gambar 26 – 27) sebaiknya pencabutan dilakukan dengan membagi
mahkota menjadi dua bagian dan mencabutnya satu demi satu. Hal ini dilakukan
untuk menghindari terangkatnya benih gigi tetap dibawahnya.
Pedodonsia Terapan 26
Komplikasi pencabutan gigi sulung.
1. Fraktur Akar
Untuk menghindari terjadinya fraktur tulang akar gigi sulung, perlu teknik
yang baik dan hati-hati waktu melakukan pencabutan. Cara mengatasinya :
Kalau terlihat, sedapat mungkin dikeluarkan dengan tang khusus untuk
radiks atau bein dan harus dikerjakan dengan hati-hati dan sebaiknya segera
Gambar 26. Benih berada dibawah akar.
Mahkota gigi sulung dibagi
dua dan diangkat satu demi satu
Gambar 27. Benih gigi tetap dekat dengan akar gigi sulung
Pedodonsia Terapan 27
dikeluarkan sebelum gigi tetapnya erupsi, karena dikwatirkan sisa akar tersebut
akan terjepit diantara gigi-gigi tetap. Kalau tidak terlihat/ragu-ragu, sebaiknya
dibuat ronsen foto dahulu untuk melihat posisi sisa akar terhadap beih gigi
tetapnya. Dari ronsen foto bila ternyata jauh dari benih gigi tetap, dapat diambil
segera dengan pedoman ronsen foto tersebut. Tetapi bila dekat benih yang
mungkin pada waktu pengambilan dapat mengenai benih gigi permanen maka sisa
akar gigi sulung tersebut dapat ditinggalkan, tetapi selalu dilakukan pengawasan
berkala (observasi) terhadap sisa akar tersebut secara klinis dan radiografis.
2. Terjadinya trauma pada benih gigi tetap.
Kemungkinan benih gigi permanen ikut tercabut atau berubah tempat/posisi.
Untuk menghindari kemungkinan ini perlu teknik pencabutan yang baik dan hatihati
dan harus diingat posisi benih gigi tetapnya. Penanggulangan :
Benih gigi permanen yang ikut tercabut dapat dikembalikan ke tempatnya,
kemudian mukosa (gingiva) dilakukan penjahitan sehingga soket bekas gigi
sulungnya tertutup. Benih gigi yang berubah posisi dilakukan observasi atau kalau
mungkin dilakukan reposisi.
3. Dry Socket
Komplikasi ini jarang terjadi karena vaskularisasi pada anak cukup baik, bila
terjadi di bawah umur 10 tahun mungkin ada gangguan sistemik seperti pada
penderita anemia, defisiensi vitamin, gangguan nutrisi atau terdapat infeksi.
Pedodonsia Terapan 28
4. Perdarahan
Hal ini mungkin terjadi bila anak menderita penyakit darah atau kemungkinan
ada sisa akar atau tulang yang menyebabkan iritasi terhadap jaringan
BAB I

Anastesi Lokal pada Gigi

Pengertian

• obat yang mengahambat hantaran saraf bila dikenakan secara lokal pada jaringan
saraf dengan kadar cukup (Ganiswarna, 1995))
• obat yang menyebabkan anestesia, mati rasa, melumpuhkan ujung saraf sensorik
atau serabut saraf pada tempat pemberian obat (Kamus saku Kedokteran Dorland,
1998)

Indikasi:

• Menghilangkan rasa sakit pada gigi dan jaringan pendukung


• Sedikit perubahan dari fisiologi normal pada pasien lemah
• Insidensi morbiditas rendah
• Pasien pulang tanpa pengantar
• Tidak perlu tambahan tenaga terlatih
• Teknik tidak sukar dilakukan
• Persentase kegagalan kecil
• Pasien tidak perlu berpuasa

Kontra Indikasi:

• Pasien menolak / takut/ khawatir


• Infeksi
• Di bawah umur
• Alergi
• Bedah mulut besar
• Penderita gangguan mental
• Anomali lain

Faktor-faktor pemilihan anestesi:

• Area yang dianestesi


• Durasi
• Kedalaman
• Adanya infeksi
• Kondisi pasien
• Umur pasien
• hemostatistika

Anestesi Lokal di Kedokteran Gigi


1. Ester
2. Amida
3. Hidroksi

ANESTESI PADA PENCABUTAN GIGI


Injeksi Supraperiosteal
Keringkan membran mukosa dan olesi dengan antiseptik. Pasien dilarang
menutup mulut sebelum injeksi dilakukan. Dengan menggunakan kassa atau
kapas yang diletakkan di antara jari dan membran mukosa mulut, tariklah pipi
atau bibir serta membran mukosa yang bergerak ke arah bawah untuk rahang atas
dan ke arah atas untuk rahang bawah, untuk memperjelas daerah lipatan
mukobukal atau mukolabial.

Untuk memperjelas dapat diulaskan yodium pada jaringan tersebut. Membran


mukosa akan berwarna lebih gelap, suntiklah jaringan pada lipatan mukosa
dengan jarum mengarah ke tulang dengan mempertahankan jarum sejajar bidang
tulang. Lanjutkan tusukan jarum menyelusuri periosteum sampai ujungnya
mencapai setinggi akar gigi. Untuk menghindari gembungan pada jaringan dan
mengurangi rasa sakit, obat dikeluarkan secara perlahan. Anestesi akan terjadi
dalam waktu 5 menit.

Nervus Alveolaris Superior Posterior


Untuk molar ketiga, kedua dan akar distal dan palatal molar pertama.

Titik suntikan terletak pada lipatan mukobukal di atas gigi molar kedua atas,
gerakkan jarum ke arah distal dan superior kemudian suntikkan obat anestesi 1-2
ml di atas apeks akar gigi molar ketiga.

Untuk melengkapi anestesi pada gigi molar pertama, dapat diberikan injeksi
supraperiosteal di atas apeks akar premolar kedua.

Injeksi ini cukup untuk prosedur operatif, sedangkan untuk ekstraksi atau bedah
peri odontal, dilakukan penyuntikan pada nervi palatini minor sebagai tambahan.

Nervus Alveolaris Superior Medius


Untuk premolar pertama dan kedua, serta akar mesial gigi molar pertama.

Titik suntikan adalah lipatan mukobukal di atas gigi premolar pertama. Jarum
diarahkan ke suatu titik sedikit di atas apeks akar, kemudian suntikkan obat
anestesi perlahan-lahan. Agar akurat, raba kontur tulang dengan hati-hati.

Injeksi ini cukup untuk prosedur operatif, sedangkan untuk ekstraksi atau bedah
peri odontal, dilakukan injeksi palatinal.

Nervus Alveolaris Superior Anterior


Untuk keenam gigi anterior.
Titik suntikan terletak pada lipatan mukolabial sedikit mesial dari gigi kaninus.
Jarum diarahkan ke apeks kaninus, suntikkan obat di atas apeks akar gigi tersebut.

Injeksi ini sudah cukup untuk prosedur operatif. Untuk ekstraksi atau bedah, harus
ditambahkan injeksi palatinal pada regio kaninus atau foramen insisivus.

Injeksi Blok
Obat anestesi disuntikkan pada suatu titik di antara otak dan daerah yang
dioperasi, menembus batang saraf atau serabut saraf pada titik tempat anestesi
disuntikkan sehingga memblok sensasi yang datang dari distal.

Keuntungannya adalah hanya dengan sedikit titik suntikan dapat diperoleh daerah
anestesi yang luas dan dapat menganestesi tempat-tempat yang merupakan
kontraindikasi injeksi supraperiosteal.

Blok anestesi biasanya paling efektif pada molar kedua bawah.

Jika blok menyeluruh pada salah satu sisi mandibular tidak diperlukan, atau bila
karena alasan tertentu injeksi mandibular menjadi kontraindikasi, blok sebagian
bisa dilakukan dengan injeksi mentalis.

Jika sulit melakukan anestesi terhadap gigi atas dengan menggunakan injeksi
supraperiosteal atau jika diperlukan anestesi untuk beberapa gigi sekaligus, akan
lebih efektif bila digunakan injeksi infraorbital atau zigomatik.

Injeksi Mandibular
Dilakukan palpasi fossa retromolaris dengan jari telunjuk sehingga kuku jari
menempel pada linea oblikua. Dengan bagian belakang jarum suntik terletak di
antara kedua pre molar pada sisi yang berlawanan jarum diarahkan sejajar dengan
dataran oklusal gigi-gigi mandibula ke arah ramus dan jari. Jarum ditusukkan
pada apeks trigonum pterygomandibu lar dan gerakan jarum di antara ramus dan
ligamentum serta otot yang menutupi fasies interna ramus diteruskan sampai
ujungnya kontak dengan dinding posterior sulkus mandibularis. Keluarkan 1,5 ml
obat anestesi di sini (rata-rata kedalaman insersi jarum adalah 15 mm, tapi
bervariasi tergantung ukuran mandibula dan proporsinya berubah sejalan dengan
pertambahan umur). Dapat juga menganestesi nervus lingualis dengan cara
mengeluarkan obat anestesi pada pertengahan perjalanan masuknya jarum.

Injeksi Mentalis

Untuk menganestesi gigi premolar dan kaninus untuk prosedur operatif. Untuk
menganestesi gigi insisivus, serabut saraf yang bersimpangan dari sisi yang lain
juga harus diblok.

Tentukan letak apeks gigi-gigi premolar bawah. Foramen biasanya terletak di


salah satu apeks akar gigi premolar tersebut. Pipi ditarik ke arah bukal dari gigi
premolar. Jarum dimasukkan ke dalam membran mukosa di antara kedua gigi
premolar dengan jarak 10 mm eksternal dari permukaan bukal mandibula. Posisi
jarum suntik membentuk sudut 45° terhadap permukaan bukal mandibula,
mengarah ke apeks akar premolar kedua. Tusukkan jarum tersebut sampai
menyentuh tulang. Masukkan 0,5 ml obat anestesi, tunggu sebentar. kemudian
gerakkan ujung jarum tanpa menarik jarum keluar, sampai terasa masuk ke dalam
foramen (jaga agar tetap membentuk sudut 45° agar jarum tidak terpeleset ke
balik periosteum dan memperbesar kemungkinan masuknya jarum ke foramen),
dan masukkan kembali 0,5 ml obat anestesi dengan hati-hati.

Untuk ekstraksi harus dilakukan injeksi lingual.

Injeksi Lingual

Untuk gigi premolar dan gigi anterior, karena jaringan lunak pada permukaan
lingual mandibula tidak teranestesi dengan injeksi foramen mental dan injeksi
mandibular.

Jarum disuntikkan pada mukoperiosteum lingual setinggi setengah panjang akar


gigi yang dianestesi. Karena posisi dari gigi insisivus, daerah ini sulit dicapai
dengan jarum lurus. Jadi jarum sebaiknya dibengkokkan dengan cara menekannya
di antara ibu jari dan jari lain.

Injeksi Nervus Nasopalatinus

Untuk ekstraksi gigi atau anestesi mukoperiosteum sepertiga anterior palatum,


yaitu dari kaninus satu ke kaninus yang lain.

Titik suntikan terletak sepanjang papil insisivus yang berlokasi pada garis tengah
rahang, di posterior gigi insisivus sentral. Ujung jarum diarahkan ke atas pada
garis tengah menuju kanalis palatina anterior. Walau anestesi topikal bisa
digunakan untuk membantu mengurangi rasa sakit pada daerah titik suntikan,
anestesi ini mutlak harus dipakai untuk injeksi nasopalatinus. Sebaiknya
dilakukan anestesi permulaan pada jaringan yang akan dilalui jarum.

Injeksi Nervus Palatinus Mayor

Untuk ekstraksi gigi atau anestesi mukoperiosteum palatum dari tuber maksila
sampai ke regio kaninus dan dari garis tengah ke krista gingiva pada sisi
bersangkutan.

Tentukan titik tengah garis khayal yang ditarik antara tepi gingiva molar ketiga
atas di sepanjang akar palatalnya terhadap garis tengah rahang. Injeksikan obat
anestesi sedikit mesial dari titik tersebut dari sisi kontralateral.

Karena hanya bagian dari nervus palatinus mayor yang keluar dari foramen
palatinum posterior yang akan dianestesi, jarum tidak perlu diteruskan sampai
masuk ke foramen. Injeksi ke foramen atau penyuntikkan obat anestesi dalam
jumlah besar pada orifisium foramen akan menyebabkan teranestesinya nervus
palatinus medius sehingga palatum molle menjadi kebal. Akibatnya akan timbul
gagging. makalah anastesi lokal maksila
Current mood: calm Teknik-teknik anastesi blok pada maksila
BAB 1

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Kontrol nyeri sangat penting dalam praktek operasi kedokteran gigi. Kontrol nyeri
yang baik akan membantu operator dalam melakukan operasi dengan hati-hati,
tidak terburu-buru, tidak menjadi pengalaman operasi yang buruk bagi pasien dan
dokter bedah. Sebagai tambahan pasien yang tenang akan sangat mambantu bagi
seorang dokter gigi. Operasi dentoalveolar dan prosedur operasi gigi minor
lainnya yang dilakukan pada pasien rawat jalan sangat tergantung pada anestesi
lokal yang baik. (1)

Menurut istilah, anestesi local (anestesi regional) adalah hilangnya rasa sakit pada
bagian tubuh tertentu tanpa desertai dengan hilangnya kesadaran. Anestesi local
merupakan aplikasi atau injeksi obat anestesi pada daerah spesifik tubuh,
kebalikan dari anestesi umum yang meliputi seluruh tubuh dan otak. Local
anestesi memblok secara reversible pada system konduksi saraf pada daerah
tertentu sehingga terjadi kehilangan sensasi dan aktivitas motorik. (2)

Untuk menghasilkan konduksi anestesi, anestesi local diinjeksikan pada


permukaan tubuh. Anestesi lokal akan berdifusi masuk ke dalam syaraf dan
menghambat serta memperlambat sinyal terhadap rasa nyeri, kontraksi otot,
regulasi dari sirkulasi darah dan fungsi tubuh lainnya. Biasanya obat dengan dosis
atau konsentrasi yang tinggi akan menghambat semua sensasi (nyeri, sentuhan,
suhu, dan lain-lain) serta kontrol otot. Dosis atau konsentrasi akan menghambat
sensasi nyeri dengan efek yang minimal pada kekuatan otot. (1)

Anestesi local dapat memblok hampir setiap syaraf antara akhir dari syaraf perifer
dan system syaraf pusat. Teknik perifer yang paling bagus adalah anestesi local
pada permukaan kulit atau tubuh. (1)

Adapun manfaat dari anestesi local adalah sebagai berikut : (1)

Digunakan sebagai diagnostic, untuk menentukan sumber nyeri


Digunakan sebagai terapi, local anestesi merupakan bagian dari terapi untuk
kondisi operasi yang sangat nyeri, kemampuan dokter gigi dalam menghilangkan
nyeri pada pasien meski bersifat sementara merupakan ukuran tercapainya tujuan
terapi
Digunakan untuk kepentingan perioperatif dan postoperasi. Proses operasi yang
bebas nyeri sebagian besar menggunakan anestesi local, mempunyai metode yang
aman dan efektif untuk semua pasien operasi dentoalveolar.
Digunakan untuk kepentingan postoperasi. Setelah operasi dengan menggunakan
anestesi umum atau lokal, efek anestesi yang berlanjut sangat penting untuk
mengurangi ketidaknyamanan pasien. (1)
Keuntungan dari anestesi local yaitu : (1)

Tidak diperlukan persiapan khusus pada pasien


Tidak membutuhkan alat dan tabung gas yang kompleks
Tidak ada resiko obstruksi pernapasan
Durasi anestesi sedikitnya satu jam dan jika pasien setuju dapat diperpanjang
sesuai kebutuhan operasi gigi minor atau adanya kesulitan dalam prosedur
Pasien tetap sadar dan kooperatif dan tidak ada penanganan pasca anestesi
Pasien-pasien dengan penyakit serius, misalnya penyakit jantung biasanya dapat
mentolerir pemberian anestesi lokal tanpa adanya resiko yang tidak diinginkan
Tidak dibutuhkan ahli anestesi. (1)

Untuk mencapai keadaan anestesi lokal, dikenal beberapa cara pemberian, khusus
dibidang kedokteran gigi yaitu : (1)

Anestesi topikal
Anestesi infiltrasi
Anestesi blok

Field blok
Nerve blok

I.2 Tujuan Penulisan

Tujuan Penulisan Makalah ini adalah untuk mengemukakan teknik-teknik


pemberian anestesi lokal dalam dunia kedokteran gigi, selain itu dapat juga
diketahui keuntungan dan kerugian dari berbagai macam teknik anestesi lokal
sehingga dapat ditentukan teknik yang terbaik yang akan digunakan dan untuk
menghindari terjadinya komplikasi-komplikasi akibat injeksi anestesi lokal.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Prinsip dasar dari anestesi lokal juga berlaku untuk anestesi blok syaraf serta
untuk teknik lainnya. Larutan anestesi lokal didepositkan didekat atau disekitar
bundel serat syaraf, untuk mendapatkan anestesi jaringan yang disuplai oleh
bundel nerovaskular. Perbedaan pertama pada kasus anestesi blok syaraf adalah
diperlukannya sejumlah besar larutan anestetik lokal untuk memperoleh anestesi
yang memadai. Selain itu, ukuran anatomi dari bundel syaraf membuat larutan
membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menembus bagian tengahnya, jadi
harus diberikan waktu yang lebih lama sebelum prosedur operasi dilakukan. (2)

Pada teknik anastesi ini kita lakukan penghambatan jalannya penghantar


rangsangan dari pusat perifer. (2)

Dikenal dua cara yaitu :

Nerve blok yaitu : anestesi lokal dikenakan langsung pada syaraf, sehingga
menghambat jalannya rangsangan dari daerah operasi yang diinnervasinya.
Field blok yaitu: disuntikkan pada sekeliling lapangan operasi, sehingga
menghambat semua cabang syaraf proksimal sebelum masuk kedaerah operasi.
(2)

Anastesi blok berfugsi untuk mengontrol daerah pembedahaan. Kontraindikasi


dari anastesi blok yaitu pada pasien dengan pendarahan, walaupun perdarahan
terkontrol. Kesuksesan anastesi blok tergantung pada pengetahuan anatomi local
dan teknik yang baik. (2)

II.1 Macam-macam Anestesi Lokal Pada Maksila : (4)

Anestesi Gigi Geligi Permanen

Molar ketiga atas, molar kedua, dan akar distobukal serta palatal molar pertama
diinervasi oleh cabang-cabang saraf gigi superior posterior. Cabang-cabang kecil
dari saraf yang sama akan meneruskan sensasi jaringan pendukung bukal pada
daerah molar dan mukoperiosteum yang melekat padanya. Deposisi larutan
anestesi di dekat saraf setelah saraf keluar dari kanalis tulang, akan menimbulkan
efek anastesi regional dari struktur yang disuplainya. Teknik ini disebut blok gigi
superior posterior.

Sejak diperkenalkannya agen anastesi lokal modern, teknik infiltrasi sudah lebih
sering digunakan untuk daerah tersebut karena deposisi larutan 1 ml, normalnya
memberikan efek anastesi tanpa resiko kerusakan pleksus venosus pterigoid atau
arteri-arteri kecil yang ada di daerah ini.

Akar mesiobukal dari molar pertama, kedua gigi premolar dan jaringan
pendukung bukal serta mukoperiosteum yang berhubungan dengannya mendapat
inervasi dari saraf gigi superior tengah. Teknik infiltrasi biasanya digunakan
untuk menganastesi struktur-struktur tersebut. Deposisi 1 ml larutan sudah cukup
untuk menganastesi lingkaran saraf luar yang mensuplai premolar kedua. (4)

Anastesi Gigi-gigi Anterior Permanen

Gigi-gigi insicivus dan kaninus atas diinervasi oleh serabut yang berasal dari saraf
gigi superior anterior. Saraf ini naik pada kanalis tulang yang kecil untuk
bergabung dengan saraf infraorbital 0,5 cm di dalam kanalis infraorbitalis. Gigi
insicivus sentral, insicivus lateral atau kaninus dapat teranestesi bersama dengan
jaringan pendukungnya, pada penyuntikan 1 ml larutan anestesi di dekat apeks
gigi yang dituju. (4)

Anastesi Jaringan Palatal

Ujung-ujung saraf pada jaringan lunak palatum berhubungan dengan gigi-gigi


anterior atas dan prenaksila, erta meneruskan sensasi melalui fibril saraf yang
bergabung untuk membentuk saraf speno-palatina panjang. Saraf berjalan melalui
foramen insisivus dan kanalis, ke atas dank e belakang melewati septum nasal kea
rah ganglion speno-palatina.

Berbagai cabang-cabang kecil dari gingival palatal dan mukoperiosteum di daerah


molar dan premolar akan bergabung untuk membentuk saraf palatine besar. Stelah
berjalan ke belakang di dalam saluran tulang yang terletak di pertengahan antara
garis tengah palatun dan tepi gingival gigi geligi, saraf masuk ke kanalis melalui
foramen palatine besar. Saraf kemudian berjalan naik untuk bergabung dengan
ganglion speno-palatina yang berhubungan dengan saraf maksilaris.

Saraf speno-palatina panjang dan palatine besar akan beranastomosis di daerah


kaninus palatum dan membentuk lingkaran saraf dalam. Mukoperiosteum palatal
mempunyai konsistensi keras dan beradaptasi erat terhadap tulang. Karakteristik
ini menyebabkan suntikan subperiosteal perlu diberikan dan diperlukan tekanan
yang lebih besar dari biasa untuk mendepositkan larutan anestesi local. Karena
itulah, pasien harus diberitahu terlebih dahulu bahwa suntikan palatal akan
menimbulkan rasa tidak enak namun tidak sakit. Rasa kurang enak ini dapat
diperkecil dengan menginsersikan jarum dengan bevel yang mengarah ke tulang
dan tegak lurus terhadap vault palatum. Pada premaksila, suntikan di papilla
insisivus akan menimbulkan rasa sakit yang hebat dank arena itu, suntikan ini
sebaiknya dihindari. (4)

Anastesi Gigi-gigi Susu

Pada anak-anak, bidang alveolar labio-bukal yang tipis umumnya banyak


terpeforasi oleh saluran vaskular. Untuk alas an inilah, maka teknik infiltrasi dapat
digunakan dengan efektif untuk mendapat efektif untuk mendapat efek anastesi
pada gigi-gigi susu atas tanpa perlu mendepositkan lebih dari 1 ml larutan secara
perlahan-lahan di jaringan. Penyuntikan harus dilakukan dengan hati-hati untuk
menghindari kesalahan dalam menentukan panjang akar dan insersi jarum yang
terlalu dalam ke jaringan.

Pada anak yang masih muda, rasa tidak enak dari suntikan palatum yang
digunakan untuk prosedur pencabutan gigi atau pemasangan matriks, dapat
dihindari dengan cara sebagai berikut.

Setelah efek suntukan supraperiosteal pada sulkus labio-bukal diperoleh, jarum


diinsersikan dari aspek labio-bukal, melalui ruang interproksimal, setinggi
jaringan gingival yang melekat pada periosteum di bawahnya. Ujung jarum harus
tetap berada pada papilla dan tidak boleh menyentuh tulang. Sejumlah kecil
larutan anastesi local didepositkan perlahan sampai mukoperiosteum palatal atau
lingual memucat. Sejumlah kecil larutan anastesi yang didepositkan dengan cara
ini akan memberikan efek anastesi yang memadai pada jaringan palatum. Teknik
ini dikenal sebagai suntikan interpapila dan sering digunakan oleh para ahli
pedodonti. Para ahli lainnya umumnya suka menggunakan suntikan jet atau
suntikan intraligamental. (4)

Suntikan Infraorbital

Karena teknik infiltrasi sangat efektif bila digunakan pada maksila, maka anastesi
regional umumnya jarang dipergunakan. Walaupunn demikian, suntikan
infraorbital akan sangat bermanfaat bila akan dilakukan pancabutan atau operasi
besar pada daerah insisivus dan kaninus rahang atas. Suntikan ini juga dapat
digunakan untuk menganastesi gigi anterior dimana teknik infiltrasi tidak
mungkin dilakukan karena ada infeksi di daerah penyuntikan.

Teknik ini berdasar pada fakta bahwa larutan akan didepositkan pada orifice
foramen infraorbital, berjalan sepanjang kanalis ke saraf gigi superior anterior dan
superior tengah, menimbulkan anastesi pada gigi-gigi insicivus, kaninus dan
premolar serta struktur pendukungnya. Larutan ini kadang-kadang dapat mencapai
ganglion speno-palatina dan menganastesi lingkaran saraf dalam, namun
seringkali masih diperlukan suntikan palatum tambahan.

Baik cara intraoral maupun ekstraoral dapat digunakan untuk blok infraorbital.
Teknik infraorbital umumnya lebih popular dan memungkinkan jarum
ditempatkan di luar lapang pandang pasien. Suntikan tersebut dapat dilakukan
dengan cara berikut ini.

Dengan ujung jari telunjuk lakukanlah palpasi linger infraorbital dan takikan
infraorbital, kemudian geser jari sedikit ke bawah agar terletak tepat di atas
foramen infraorbital. Dengan tetap mempertahankan posisi ujung jari tersebut, ibu
jari dapat digunakan untuk membuka bibir atas dan mengekspos daerah yang akan
disuntik. (4)
II.2 Teknik-teknik Anestesi Blok Pada Maksila

II.2.1 Blok Nervus Alveolaris Superrior Anterior

Titik suntik terletak pada lipatan mukolabial sedikit mesial dari gigi kaninus,
Arahkan jarum keapeks kaninus, anastetikum dideponir perlahan ke atas apeks
akar gigi tersebut.

Injeksi yang dilakukan pada kedua kaninus biasanya bisa menganastesi keenam
gigi anterior. Injeksi N.Alvolaris Superrior Anterior biasanya sudah cukup untuk
prosedur operatif. Untuk ekstraksi atau bedah, diperlukan juga tambahan injeksi
palatinal pada region kaninus atau foramen incisivum. (2)

II.2.2 Blok Nervus Alveolaris Superrior Posterior

Blok syaraf alveolaris superior posterior diperoleh dengan menempatkan jarum


didistal molar terakhir, ke atas dan medial, bersudut 45º, memungkinkan deposisi
larutan 1,5 ke permukaan disto bukkal maxilla. (2)

Komplikasi umum dari teknik ini adalah bila beberapa pembuluh darah plexus
vena pterigoid pecah, menimbulkan haematoma. Karena obat-obat analgesia lokal,
teknik infiltrasi meliputi deposisi hanya 1 ml larutan digunakan. (2)

Gigi-gigi molar kecuali akar molar satu


Processus alveolaris bagian bukkal dari gigi molar termasuk periosteum.
Jaringan ikat dan membran mukosa

Anatomi landmarks : (2)

Lipatan zygomatikus pada maxilla


Processus zygomatikus pada maxilla
Tuberositas maxilla
Bagian anterior dan processus coronoideus dari ramus mandibula.

Tekniknya : (2)

Bila anestesi adalah nervus alveolaris superior posterior dexter


Operator berdiri sebelah kanan depan
Masukkan jari telunjuk kiri kita ke vestibulum oris sebelah kanan penderita,
kemudian jari telunjuk pada daerah lipatan mukobukkal di sebelah posterior gigi
premolar dua sampai teraba proccesus zygomaticus
Lengan kita turun kebawah sehingga jari telunjuk membuat sudut 90º terhadap
oklusal plane gigi rahang atas, dan membentuk sudut 45º bidang sagital penderita.
Hal ini dapat dilakukan bilamana penderita dalam keadaan setengah tutup mulut,
sehingga bibir dan pipi dapat ditarik kelateral posterior
Jari telunjuk disisi merupakan pedoman tempat penusukan jarum
Ambil spoit yang telah disiapkan, dan sebelumnya tempat yang akan disuntik
harus dilakukan desinfeksi terlebih dahulu
Arah jarum harus sejajar dengan jari kita, penusukan jarum sedalam ½-¾ inch
Aspirasi, jika tidak darah yang masuk, keluarkan larutan secara perlahan-lahan
sebanyak 1,5 cc.

II.2.3 Blok Nervus Intra Orbital

Blok infraorbital paling sering digunakan. Pinggir intra orbital dapat teraba
dengan menggunakan ujung jari pertama, notah infraorbital dapat diidentifikasi.
Dengan ujung jari tetap pada posisi ini, ibu jari dapat digunakan untuk menarik
bibir atas. Ujung jarum dimasukkan jauh ke dalam sulkus di atas apeks premolar
kedua dan meluas segaris dengan sumbu panjang gigi sampai sedalam 1,5-2 cm
baru larutan analgesic didepositkan . pembengkakan jaringan dapat diraba dibalik
jari pertama bila letak ujung jarum, tepat. Biarkan keadaan ini selama 3 menit,
untuk memastikan diperolehnya analgesia yang memadai. (2)

Saraf yang teranestesi : (2)

Nervus alveolaris superior, anterior dan medium


Nervus infra orbital
Nervus palpebra inferior
Nervus nasalis lateralis
Nervus labialis superior

Daerah yang teranestesi : (2)

Gigi incisivus sampai premolar


Akar mesio bukkal dari molar satu
Jaringan pendukung dari gigi tersebut
Bibir atas dan kelopak atas
Sebagian hidung pada sisi yang sama

Anatomi Landmark : (2)

Infra orbital ridge


Supra orbital notch
Gigi anterior dan pupil mata

Tekniknya : (2)

Intra oral approach


Dudukkan penderita, kemudian buka mulut sampai daratan oklusal gigi rahang
atas membentuk 45º dengan garis horizontal, dan penderita disuruh melihat ke
arah depan
Kita menggambarkan suatu garis khayal yang lurus, berjalan vertikal melalui
pupil mata ke infra orbital dan gigi premolar dua rahang atas
Bila sudah menemukan infra orbital notch, maka jari telunjuk yang kita pakai
palpasi, kita gerakkan ke bawah kira-kira ½ cm, disinilah akan kita temukan suatu
cekungan dimana letaknya foramen infra orbital
Setelah ditemukan foramen infra orbital, maka jari telunjuk tetap diletakkan pada
tempat foramen infra orbitalis untuk mencegah tembusnya jarum mengenai bola
mata
Bibir atas diangkat dengan ibu jari
Lakukan desinfeksi pada muko bukkal regio premolar dua rahang atas
Pergunakan jarum 27 gauge dan 1 5/8 inch
Jarum suntikan tersebut ditusukkan pada lipatan muko bukal regio premolar dua
rahang atas, mengikuti arah garis khayalan yang telah dibuat. Untuk mengurangi
rasa sakit, pada saat jarum menembus mukosa, injeksikan beberapa strip larutan,
kemudian jarum tersebut diteruskan secara perlahan-lahan, hingga mencapai
foramen intra orbitalis, maka dapat dirasakan oleh jari yang kita letajjan pada
foramen tersebut.
Aspirasi, kemudian keluarkan anestetikum sebanyak 1-1½ cc (jumlah larutan
tersebut tergantung dari kebutuhan) (2)

b. Extra oral approach :

Indikasi : bila intra oral approach tidak dapat dilakukan, misalnya ada peradangan.

Tekniknya : (2)

Tentukan letak foramen intra orbital (sama dengan teknik pada intra oral
approach)
Pada waktu akan di tusuk jarum, penderita dianjurkan menutup mata untuk
mencegah kemungkinan bahaya untuk mata
Titik insersi jarum kira-kira 1 cm di bawah foramen infra orbital, kita
memasukkan jarum dengan membuat sudut 45º, dan jarum tersebut diluncurkan
sesuai dengan arah garis khayalan sejajar 1 cm, kemudian keluarkan secara
perlahan-lahan larutan anestetik. Ujung jarum dimasukkan melalui papila
nasopalatina sampai ke lubang masuk kanalis insisivus. Bila tulang berkontak
dengan jarum, jarum harus ditarik kira-kira 0,5-1 mm. Kira-kira 0,1-0,2 ml larutan
didepositkan, larutan tidak boleh dikeluarkan terlalu cepat karena dapat
menimbulkan rasa tidak enak. Jaringan akan memucat, dan timbulnya analgesia
cukup cepat.

II.2.4 Blok Nervus Naso Palatinus

Nervus naso palatinus keluar dari foramen incisivus. Daerah yang teranestesi
adalah bagian bukkal dari palatum durum sampai gigi caninus kiri dan kanan.(2)

Anatomi Landmark : (2)

Incisivus papilla
Incisivus centralis

Tekniknya : (2)
Incisivus papilla ini sangat sensitif, eleh karena itu pada penusukan jarum yang
pertama harus disuntikkan beberapa tetes anestetikum. Kemudian jarum tersebut
diluncurkan dalam arah paralel dengan longaxis gigi incisivus, dan tetap dalam
garis median.
Jarum tersebut diluncurkan kira-kira 2 mm kemudian larutan anestesi dikeluarkan
secara perlahan-lahan sebanyak 0,5 cc.
Jarum yang digunakan adalah jarum yang pendek
Analgesia palatum pada salah satu sisi sampai kekaninus dapat diperoleh dengan
mendepositkan 0,5-0,75 ml larutan pada syaraf palatina besar ketika syaraf keluar
dari foramen palatina besar.
Secara klinis, jarum dimasukkan 0,5 cm. Suntikan diberikan perlahan karena
jaringan melekat erat. Mukosa dapat memutih, dan ludah dari kelenjar ludah
minor dapat dikeluarkan.

II.2.5 Blok Nervus Palatinus Anterior

Syaraf ini keluar dari foramen palatinus major. Daerah yang teranestesi adalah
bagian posterior dari palatum durum mulai dari premolar(2)

Anatomi Landmark : (2)

Molar dua dan tiga maxilla


Tepi gingiva sebelah palatinal dari molar dua dan molar tiga maxilla
Garis khayal yang kita buat dari 1/3 bagian tepi gingiva sebelah palatinal ke arah
garis tengah palatum.

Indikasi : (2)

Untuk anestesi daerah palatum dari premolar satu sampai molar tiga
Untuk operasi daerah posterior dari palatum durum.

Tekniknya : (2)

Nervus palatinus anterior keluar dari foramen palatinus mayor yang terletak antara
molar dua, molar tiga dan 1/3 bagian dari gingiva molar menuju garis median
Jika tempat tersebut telah ditentukan, tusuklah jarum dari posisi berlawanan mulut
(bila di suntikkan pada sebelah kanan, maka arah jarum dari kiri menuju kanan)
Sehingga membentuk sudut 90º dengan curve tulang palatinal
Jarum tersebut ditusukkan perlahan-lahan hingga kontak dengan tulang kemudian
kita semprotkan anestetikum sebanyak 0,25-0,5 cc.
BAB III

PEMBAHASAN

IV.1 Teknik-teknik anastesi blok pada maksila : (3)

Injeksi Zigomatik

Titik suntikan terletak pada lipatan mukosa tertinggi diatas akar distobukal molar
kedua atas. Arahkan jarum ke atas dan ke dalam dengan kedalaman kurang lebih
20 mm. ujung jarum harus tetap menempel pada periosteum untuk menghindari
masuknya jarum ke dalam plexus venosus pterygoideus.

Perlu diingat bahwa injeksi zigomatik ini biasanya tidak dapat menganestesi akar
mesiobukal molar pertama atas. Karen itu, apabila gigi tersebut perlu dianestesi
untuk prosedur operatif atau ekstraksi, harus dilakukan injeksi supraperiosteal
yaitu di atas premolar kedua. Untuk ekstraksi satu atau semua gigi molar,
lakukanlah injeksi n.palatinus major. (3)

Injeksi Infraorbital

Pertama-tama tentukan letak foramen infraorbitale dengan cara palpasi. Foramen


ini terletak tepat dibawah crista infraorbitalis pada garis vertikal yang
menghubungkan pupil mata apabila pasien memandang lurus ke depan. Tarik pipi,
posisi jari yang mempalpasi jangna dirubah dan tusukkan jarum dari seberang gigi
premolar ke dua, kira-kira 5 mm ke luar dari permukaan bukal. Arahkan jarum
sejajar dengan aksis panjang gigi premolar kedua sampai jarum dirasakan masuk
kedalam foramen infraorbitale di bawah jari yang mempalpasi foramen ini.
Kurang lebih 2 cc anestetikum dideponir perlahan-lahan.

Beberapa operator menyukai pendekatan dari arah garis median, dalam hal ini,
bagian yang di tusuk adalah pada titik refleksi tertinggi dari membran mukosa
antara incisivus sentral dan lateral. Dengan cara ini, jarum tidak perlu melalui
otot-otot wajah.

Untuk memperkecil resiko masuknya jarum ke dalam orbita, klinisi pemula


sebaiknya mengukur dulu jarak dariforamen infraorbitale ke ujung tonjol bukal
gigi premolar ke dua atas. Kemudian ukuran ini dipindahkan ke jarum. Apabila
ditransfer pada siringe jarak tersebut sampai pada titik perbatasan antara bagian
yang runcing dengan bagian yang bergigi. Pada waktu jarum diinsersikan sejajar
dengan aksis gigi premolar kedua, ujungnya akan terletak tepat pada foramen
infraorbitale jika garis batas tepat setinggi ujung bukal bonjol gigi premolar
kedua. Jika foramen diraba perlahan, pulsasi pembuluh darah kadang bisa
dirasakan. (3)
Injeksi N. Nasopalatinus

Titik suntikan terletak sepanjang papilla incisivus yang berlokasi pada garis
tengah rahang, di posterior gigi insicivus sentral. Ujung jarum diarahkan ke atas
pada garis tengah menuju canalis palatina anterior. Walaupun anestesi topikal bisa
digunakan untuk membantu mengurangi rasa sakit pada daerah titik suntikan,
anestesi ini mutlak harus digunakan untuk injeksi nasopalatinus. Di anjurkan juga
untuk melakukan anestesi permulaan pada jarigan yang akan dilalui jarum.

Injeksi ini menganestesi mukoperosteum sepertiga anterior palatum yaitu dari


kaninus satu ke kaninus yang lain. Meskipun demikian bila diperlukan anestesi
daerah kaninus, injeksi ini biasanya lebih dapat diandalkan daripada injeksi
palatuna sebagian pada daerah kuspid dengan maksud menganestesi setiap cabang
n.palatinus major yang bersitumpang. (3)

Injeksi Nervus Palatinus Major

Tentukan titik tengah garis kayal yang ditarik antara tepi gingiva molar ketiga atas
di sepanjang akar palatalnya terhadap garis tengah rahang. Injeksikan anestetikum
sedikit mesial dari titik tersebut dari sisi kontralateral.

Karena hanya bagian n.palatinus major yang keluar dari foramen palatinum majus
(foramen palatinum posterior) yang akan dianestesi, jarum tidak perlu diteruskan
sampai masuk ke foramen. Injeksi ke foramen atau deponir anestetikum dalam
jumlah besar pada orifisium foramen akan menyebabkan teranestesinya
n.palatinus medius sehingga palatum molle menjadi keras. Keadaan ini akan
menyebabkan timbulnya gagging.

Injeksi ini menganestesi mukoperosteum palatum dari tuber maxillae sampai ke


regio kaninus dan dari garis tengah ke crista gingiva pada sisi bersangkutan. (3)

Injeksi Sebagian Nervus Palatinus

Injeksi ini biasanya hanya untuk ekstraksi gigi atau pembedahan. Injeksi ini
digunakan bersama dengan injeksi supraperiosteal atau zigomatik.

Kadang-kadang bila injeksi upraperiosteal dan zigomatik digunakan untuk


prosedur dentistry operatif pada regio premolar atau molar atas, gigi tersebut
masih tetap terasa sakit. Disini, anestesi bila dilengkapi dengan mendeponir
sedikit anestetikum di dekat gigi tersebut sepanjang perjalanan n.palatinus major.
(3)

IV.2 Kegagalan Anatesia(5)

Banyak kasus kegagalan dalam mendapatkan anestesia yang memadai dengan


injeksi anestetikum lokal. Beberapa mengkin gagal sama sekali, sedangkan
lainnya hanya pada injeksi atau daerah mulut tertentu saja. Memang ada variasi
individual dalam menerima efek obat-obatan tertentu. Pada pasien yang peka
terhadap anestetikum lokal, sejumlah kecil anestetikum saja sudah dapat berdifusi
dengan mudah dan memberikan efek anestesia yang kuat pada daerah yang luas,
sedangkan pada pasien yang kurang peka diperlukan larutan yang lebih banyak
dan waktu yang lebih lama.

Rasa takut bisa menyebabkan pasien menjadi gelisah meski sebenarnya ia tidak
merasa takut. Anomali inervasi nervus atau variasi bentuk dan kepadatan tulang
juga dapat menghambat usaha operator untuk mendapat efek anestesi yang layak.
Kurangnya pengetahuan mengenai anatomi bisa mengakibatkan teknik anetesi
yang digunakan kurang baik sehingga akhirnya menimbulkan kegagalan.

Kecerobohan, rasa percaya diri yang berlebihan, keacuhan atau operasi yang
dilakukan sebelum efek anestesi maksimal, merupakan penyebab kegagalan pada
beberap kasus. Operasi yang dilakukan sebelum efek anestesi yang memuaskan
diperoleh, akan memberikan hasil akhir yang meragukan. Jaringan-jaringan yang
mengalami peradangan dan infeksi kronis tidak mudah dianestesi.(5)

Pada injeksi n.mentalis, kegagalan akan timbul apabila jarum tidak masuk ke
dalam foramen mentale atau jika n.lingualis atau nn.cervicales superficiales tidak
teranestesi.

BAB IV

PENUTUP

I.1 KESIMPULAN

Anestesi local (anestesi regional) adalah hilangnya rasa sakit pada bagian tubuh
tertentu tanpa desertai dengan hilangnya kesadaran. Anestesi local merupakan
aplikasi atau injeksi obat anestesi pada daerah spesifik tubuh.

Anestesi blok berfungsi untuk mengontrol daerah pembedahaan. Kontraindikasi


dari anastesi blok yaitu pada pasien dengan pendarahan, walaupun perdarahan
terkontrol. Kesuksesan anastesi blok tergantung pada pengetahuan anatomi local
dan teknik yang baik. (2)

Kemudian, Pada teknik anastesi ini kita lakukan penghambatan jalannya


penghantar rangsangan dari pusat perifer. (2)

Dikenal dua cara yaitu :

Nerve blok yaitu : anestesi lokal dikenakan langsung pada syaraf, sehingga
menghambat jalannya rangsangan dari daerah operasi yang diinnervasinya.
Field blok yaitu: disuntikkan pada sekeliling lapangan operasi, sehingga
menghambat semua cabang syaraf proksimal sebelum masuk kedaerah operasi.
(2)

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Fadillah. Teknik-teknik anestesi local. 2007.
Rughaidah. Teknik anestesi local gow gates dan citoject. 1994
Purwanto, drg. Petunjuk praktis anestesi local. 1993. Penerbit buku kedokteran.
Jakarta: EGC
Howe, Geoffrey L. Anestesi local. 1994. Jakarta : Hipokrates

Anda mungkin juga menyukai