Anda di halaman 1dari 15

RESTORASI CROWN VITAL

Supervisor :
drg. Fadli Ashar

Oleh:
Dinanti Ayuningtyas Putri
G4B016029

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN GIGI
PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER GIGI
PURWOKERTO
2018
A. Gambaran Umum CROWN VITAL

Gigi tiruan cekat adalah gigi tiruan yang tidak dapat dilepas dan dipasang
sendiri oleh pasien (Barnett, 2014). Crown merupakan salah satu jenis gigi tiruan
cekat yang akan disementasikan pada restorasi ekstra koronal sehingga menutupi
permukaan luar mahkota klinis. Crown adalah gigi tiruan yang pembuatannya diluar
mulut (labortorium) dan di cekatkan dibawah gingiva, dapat terbuat dari akrilik, metal
maupun proselen (Soratur, 2006). Fungsi utama crown adalah untuk melindungi
struktur gigi dibawahnya, mengembalikan fungsi dan bentuk gigi serta estetika
(Nallaswamy, 2003).

Adapun beberapa potensi kekurangan penggunaan crown ialah membutuhkan


pengurangan jaringan gigi yang banyak, akumulasi plak pada bagian margin, serta
kegagalan atau resiko fraktur pada crown. Menurut Kay (2016) indikasi crown secara
umum yaitu sebagai berikut.
1. Sebagai pengganti pada tumpatan karies yang terlalu besar dan jaringan gigi yang
tersisa tidak memadai untuk dilakukan restorasi intrakoronal lain
2. Restorasi pada gigi fraktur atau retak
3. Perlidungan pada gigi dengan struktur lemah dari fraktur
4. Sebagai perlindungan pada gigi degan oklusi berat yang dapat berpotensi fraktur
5. Menutupi gigi terutama bagian posterior setelah dilakukan perawatan saluran akar
ketikan onlay tidak diindikasikan
6. Menutupi gigi yang mengalami diskolorisasi dan gigi yang memiliki kelainan
bentuk (peg shaped)

Sedangkan menurut Soratur (2006) ada beberapa kondisi yang menjadi indikasi
penggunaan crown yakni untuk kepentingan estetika, untuk meningkatkan oklusi, gigi
dengan kerusakan parah, sebagai retainer pada bridge dan sebagai gigi abutmen pada
GTSL. Kontraindikasi penggunaan crown menurut Kay (2016) adalah sebagai
berikut.

1. Astetik buruk seperti penggunan metallic crown


2. Faktor ekonomi
3. Pasien tidak kooperatif dengan kunjungan berulang dan menginginkan prosedur
yang sederhana
4. Pasien yang sangat muda atau sangat tua
5. Adanya kelainan periodontal
6. Gigi goyah
7. Oklusi yang kurang baik

Ada beberapa keuntungan memilih crown sebagai rencana perawatan yaitu baik
dari segi tampilannya, tidak berbahaya bagi gingiva, dimensinya dan warna
stabil,serta tahan lama (Soratur, 2006). Terdapat beberapa faktor umum yang perlu
diperhatikan sebelum memutuskan pemakaian crown sebagai rencana perawatan yaitu
sebagai berikut.

1. Motivasi pasien, hal ini terkait kestabilan fase rencana perawatan yang akan
dilakukan
2. Oral hygiene dan kondisi jaringan periodontal, hal ini berkaitan dengan
kemungkinan meningkatnya akumulasi plak pada batas crown dan margin.
Apabila akumulasi plak bersamaan dengan adanya kelainan periodontal akan
menyebabkan kondisi semakin parah. Idealnya pemakaian crown dilakukan pada
pasien denga oral hygiene yang baik dan jaringan peridontium yang sehat.
3. Status restoratif pada gigi yang berkaitan
4. Oklusi gigi
(Kay, 2016)

Menurut Soratur (2006), crown dibedakan menjadi 3 tipe, yaitu


berdasarkan area, material, dan crown sementara. 3 tipe ini akan dipaparkan sebagai
berikut.

1. Berdasarkan area yang tertutupi


a. Full crown
b. ¾ crown atau partial veneer
c. Jacket crown, merupakan veneer Pada
yang gigi posterior
terbuat dari porselen atau
akrilik yang dicekatkan pada gigi alami yang telah di preparasi
d. Post crown
2. Berdasarkan material yang digunakan Pada gigi anterior
a. Non metal
(1) Jacket crown dengan bahan akrilik, jenis ini merupakan salah satu jenis
yang paling murah dan mudah pembuatannya. Pada umumnya jenis ini
digunakan sebagai mahkota sementara selagi mahkota tetap dlam proses
pembuatan. Mahkota dengan bahan akrilik kurang baik dari segi estetika
maupun kekuatannya serta mudah berubah warna. Mahkota akrilik dapat
dibuat langsung didalam rongga mulut ataupun diluar menggunakan
model (Barnett, 2014).
(2) Porcelain jacket crown, secara estetika jenis inilah yang paling baik
diantara jenis yang lain, namun kelemahannya ialah mudah pecah atau
fraktur sehingga bukan salah satu pilihan utama (Barnett, 2014). Jenis ini
biasanya diindikasikan untuk gigi anterior untuk menunjang penampilan
dan dapat digunakan pada pasien diatas 20 tahun (Soratur, 2006).
b. Metal
(1) Gold alloy crown, jenis ini biasanya digunakan pada gigi posterior yang
tidak terlalu terlihat. Jenis ini merupakan salah satu jenis restorasi yang
sangat kuat dan sesuai bagi pasien yang memiliki heavy bite atau gigitan
kuat.
(2) Nichrome crown
c. Kombinasi metal dan non metal
Porcelain fused to metal, jenis ini merupakan jenis yang paling sering
digunakan karena kuat dan baik dari segi estetika.

Sebelum melakukan tahapan preparasi secara detil, ada beberapa prinsip yang
harus dipahami berkaitan dengan preparasi mahkota gigi untuk pemakaian crown,
yaitu preservation of tooth structure, retension and resistance, structural durability,
occlusal stability dan marginal interity. Pemaparan prisnsip preparasi menurut
Nallaswamy (2003) akan dipaparkan sebagai berikut.

1. Preservation of tooth atau pemeliharan gigi, merupakan suatu upaya proteksi


terhadap adanya fraktur maupun keausan. Pengurangan struktur anatomi harus
diperhatikan agar preparasi tidak dilakukan berlebihan dan harus dilakukan
sesedikit mungkin dan disesuaikan dengan bahan restorasi yang akan
digunakan. Pemakaian bahan metal-keramik membutuhkan pengurangan
sebesar 1,4 mm, keramik 1-1,5 mm dan gold 1 mm.
2. Retension dan resistance
Retensi adalah kemampuan preparasi untuk mencegah lepasnya restorasi pada
arah yang berlawanan dari arah insersi. Retensi ditentukan oleh bentuk taper-
paralel sebesar 6o atau 5o-10o pada gigi molar, diameter, tekstur permukaan
dan preparasi. Resistensi adalah kemampuan protesa untuk menahan
pergerakan dibawah tekanan oklusal. Hal ini dapat diperoleh dari
meningkatkan ketinggian preparasi, sudut taper yang tidak terlalu besar dan
struktur tambahan lainnya
3. Structural durability, merupakan daya tahan preparasi untuk menahan beban
oklusal sehingga dibutuhkan struktur yang tebal dan kaku
4. Occlusal stability, dapat dilakukan menggunakan artikuratol untuk pemakaian
crown lebih dari 1 unit
5. Marginal integrity, berupa finishing line pada area servikal yang dapat
ditempatkan pada supragingival, tepat pad margin gingiva atau subgingival.
Penempatan finishing line hendaknya pada area yang mememungkinkan bagi
operator untuk melakukan finishing preparasi, mudah dibersihkan oleh pasien
dan dapat dicetak secara akurat.
a. Feather edge / knife finishing line
Preparasi menggunakan pointed end tapered fissure bur. Finishing line
tipe ini hanya mengurangi sediki dari struktur gigi dan merpakan salah
satu yang paling konservatif serta preprasi yang mudah namun batas
finisihing tidak jelas sehing beresiko terjadinya distorsi terhadap restorasi.
Biasanya digunakan utuk pemakaian full metal crown, gigi yang tilting,
dan permukaan gigi yang sangat konveks.
Gambar 1. Knife edge finishing line
b. Chamfer finishing line
Preparasi menggunakan round end tapered fissure bur, keuntungan jenis
ini ialah finishing line jelas dan menyediakan cukup ruang untuk restorasi
sesuai dengan kontur asli. Biasanya digunakan untuk pemakaian full cast
metal crown dan veneer metal crown.

Gambar 2. Chamfer dinishing line


c. Shoulder finishing line
Preparasi jenis ini menggunakan flat-end tapered bur membentuk sudut
90o, keuntungan yang didapat pada jenis ini adalah resisten terhadap
tekanan oklusal dan meminimalkan stress yang menyebabkan fraktur pada
porselen dan secara estetik sangat baik, namun pengurangan gigi cukup
banyak. Biasanya digunakan untuk pemakaian porselen atau mahkota
resin akrilik.
Gambar 3. Shoulder finishing line

d. Beveled shoulder finishing line


Pada umumnya hamper sama dengan shoulder finishing line, namun diberi
tambahan bevel pada area shoulder. Bevel dapat menambah ruang untuk
restorasi metal dan memiliki retensi dan resisten yang baik terutama pada
gigi yang pendek. Biasanya digunakan pada restorasi bahan porcelain
fused to metal, dan metal-akrilik

Gambar 4. Beveled shoulder finishing line

Tahapan prosedur preparasi mahkota untuk pemakaian crown umumnya


dilakukan dalam beberapa kali kunjungan, berikut pemaparan tahapan dan prosedur
crown menurut Phinney dan Halstead (2002).

1. Melakukan pencetakan rahang pasien menggunakan alginat kemudian hasil


cetakan dijadikan model. Hasil cetakan positif digunakan sebagai model studi
dan sebagai sarana untuk pembuatan mahkota sementara yang umumnya
terbuat dari akrilik. Pada umumnya tahap ini berlagsung pada kunjungan
pertama.
2. Pada kunjungan kedua, operator dan pasien melakukan pemilihan warna
crown. Pemilihan warna dibantu dengan penggunaan colour shade guide
sehingga warna crown dapat disesuaikan dengan warna asli gigi atau gigi
tetangganya. Pemilihan warna menggunakan cahaya alami, dan shade guide
dibasahi dengan air sehingga serupa dengan gigi didalam rongga mulut yang
basah karena saliva. Hal ini akan membantu pemilihan warna gigi sesuai
dengan warna gigi yang lain. Setelah pemilihan warna telah sesuai lakukan
pencatatan (Bird dan Robinson, 2013).
3. Sebelum melakukan preparasi pada mahkota, pasien di anestesi untuk
mengurangi rasa tidak nyaman ketika dilakukan preparasi.
4. Mahkota di preparasi. Pengurangan menggunakan diamond bur dengan high
speed handpiece. Pengurangan ini guna mengakomodasi ketebalan dari metal,
porselen atau material lainnya. Menurut Fujimoto dkk. (2016), preparasi
mahkota dibagi menjadi 6 tahap utama yaitu pengasahan pada bidang labial
atau bukal, pengasahan bidang incisal atau oklusal, pengasahana bidang
proksimal, bidang palatal, bidang servikal dan penyelesaian tahap akhir
preparasi.
a. Bidang proksimal
Lakukan pengasahan pada bidang proksimal paling tidak 1 mm – 1,5 mm
dari titik kontak menggunakan bur pointed tapered cylindrical. Pada
bidang proksimal dibuat konvergen kearah insisal dengan kemiringan 6o,
hal ini bertujuan untuk mendapatkan resistensi jaringan gigi yang baik
serta arah pasang crown yang baik. Setelah selesai dilakukan pengesahan,
lakukan pengecekan menggunakan eksplorer atau sonde untuk
memastikan tidak adanya undercut.
Gambar 5. Pengashan bidang proksimal

b. Bidang insisal atau oklusal


Pengasahan bidang insisal atau oklusal menggunakan bur straight
cylindrical dan buatlah patokan berupa groove pada insicisal atau oklusal
dengan kedalaman 1,5 mm- 2mm. Pengasahan diakukan dengan posisi bur
miring 45o kearah palatal.

Gambar 6. Pengasahan bidang insisal

c. Bidang labial atau bukal


Buatlah groove sedalam 1-1,5 mm sebagai pedoman pada 1/3 servikal
sebanyak 2 groove dan 2/3 insisal sebanyak 3 groove. Pengasahan
dilakukan menggunakan bur straight cylindrical atau round end tapered
cylindrical bur. Pengasahan dilakukan dalam dua tahap, tahap pertama
adalah pengasahan bagian insisal dengan berpedoman pada groove dengan
gerakan mesial distal sesuai dengan bentuk anatomi gigi. Tahap kedua,
pengahan pada bagian servikal dengan gerakan mesial ke distal hingga
dasar groove. Bur diposisikan sejajar dengan sumbu gigi, dan dilakukan
pengecekan menggunakn sonde untuk melihat ada tidaknya undercut
Gambar 7. Pengasahan bidang labial
d. Bidang palatal atau lingual
Pengasahan bidang ini menggunakan flame bur atau round end tapered
cylindrical bur, dan preparasi dibagi menjadi dua tahapan yakni pada
bidang singulum dan bidang diatas singulum. Pengurangan dilakukan
paling tidak 1 mm. Setelah dilakukan pengasahan, lakukan pengecekan
kembali menggunakan sonde.

Gambar 8. Pengasahan bidang palatal

e. Bidang servikal
Pengasahan bidang servikal menggunakan beberapa macam bur berbeda
untuk menghasilkan finishing line yang berbeda pula. Untuk
menghasilkan finishing line berbentuk chamfer menggunakan round end
tapered cylindrical bur, untuk finishing line bentuk shoulder
menggunakan flat end tapered bur sedangkan untuk finishing line bentuk
knife-edge menggunakan pointed tapered cylindrical bur. Bur di posisikan
sejajar dengan sumbu gigi dan mengelilingi gigi untuk membentuk
finishing line, untuk kepentingan estetika preparasi dapat masuk ke dalam
sulkus gingiva. Preparasi diperiksa untuk melihat adanya undercut
menggunakan sonde.

Gambar 9. Pengasahan bidang servikal

f. Tahap akhir preparasi


Tahap ini meruakan tahap penghalusan dan pembulatan sudut-sudut yang
tajam menggunakan fine finishing bur dengan bentuk round end tapered
cylindrical dan pointed tapered cylindrical. Lakukan pengecekan
menggunakan sonde untuk melihat adanya undercut pada preparasi.

5. Setelah dilakukan preparasi pad mahkota, jaringan gingiva di retraksi


menggunakan retraction cord yang di posisikan mengitari gigi yang di telah
dipreparasi dan dimasukan kedalam sulkus gingiva menggunaakan plastic
filling instrument atau retraction cord condensing instrument. Untuk
mengontrol perdarahan ketika prosedur ini dilakukan, retraction cord dapat
diulasi astringent atau vasokonstriktor (eppinefrin, ferric sulfate, aluminium
chloride dan aluminium sulfate). Proses ini bertujuan untuk memperoleh
cetakan yang akurat pada area margin yang dipeelukan pada saat pembuatan
crown. Lakukan pencetakan menggunakan teknik double impression yang
terdiri dari dua bahan cetak yaitu heavy body dan light body untuk
mendapatkan hasil cetakan yang akurat. Tahap pertama yang dilakukan adalah
mencetak rahang menggunakan heavy body. Setelah bahan cetak mengeras
segera keluarkan dari mulut pasien, pada daerah target dilakukan pengerokan
sedalam 2 mm. Tahap kedua yaitu mengaduk bahan light body pada glass
plate kemudian dimasukan kedalam sendok cetak pada bagian yang telah
dikerok. Kemudian dimasukan kembali kedalam rongga mulut pasien untuk
mendapatkan hasil cetakan yang detail dan cetakan negatif diisi dengan dental
stone untuk menjadi cetakan positif.

Gambar 10. Retraction cord pada sulkus gingiva

6. Setelah dilakukan pencetakan, lakukan bite record atau catatan gigit. Tujuan
bite record adalah sebagai catatan atau pedoman mengenai oklusi pasien baik
pada rahang atas maupun rahang bawah menggunakan lempeng malam.
7. Pasien diinstruksikan untuk berkumur. Insersikan mahkota sementara,
biasanya terbuat dari akrilik yang telah melawati proses carving malam,
flasking, deflasking dan lain sebagainya pada mahkota yang telah di preparasi.
Mahkota sementara disementasikan menggunakan GIC tipe luting atau tipe I
atau menggunakan zinc oxide eugenol atau cavit pada gigi yang telah di
preparasi. Kelebihan semen dibersihkan, kemudian oklusi di cek
menggunakan articulating paper dan dilakukan finishing menggunakan
finishing bur. Pasien diperbolehkan pulang hingga mahkota tetap telah selesai
dibuat.
8. Pada kunjungan berikutnya, rongga mulut pasien di isolasi menggunakan
cotton roll atau rubber dam. Mahkota sementara pasien dilepas dan mahkota
gigi pasien dibersihkan dari sisa-sisa semen yang tertinggal. Lakukan try-in
mahkota pada gigi yang telah di preparasi, apabila secara estetis kurang
memuaskan maka crown dapat dikembalikan ke laboratorium untuk
penyesuaian kembali. Apabila secara estetika sudah baik maka dapat langsung
di sementasikan pada gigi yang telah di preparasi.
9. Sebelum sementasi crown aplikasikan varnish pada gigi yang telah di
preparasi. Bahan sementasi permanen yaitu GIC tipe luting atau tipe I di
campur berdasarkan instruksi pabrik kemudian diletakkan pada crown dan
gigi yang dipreprasi. Setelah crown ditempatkan pada gigi pasien
diinstruksikan menggigit bite stick atau ditekan oleh operator hingga
sementasi mengeras dan dibersihkan meggunakan ekskavator, scaler atau
eksplorer. Pasien di instruksikan untuk kumur, bagian interdental dibersihkan
menggunkan dental floss untuk menghilangkan sisa semen pada bagian
proksimal
10. Pasien diberikan edukasi cara menyikat gigi dan membersihkan gigi celah gigi
menggunakan dental floss, serta menggunakan mouthwash untuk menguragi
aplikasi plak terutama pada area margin yang berdekatan dengan crown
(Hollins, 2015).

B. Resume Kasus
1. Anamnesa
a. CC : pasien seorang wanita berusia 30 tahun datang ke RSGM Unsoed
dengan keluhan ingin memperbaiki gigi depannya yang patah akibat
kecelakaan motor 1 tahun yang lalu
b. PI : tidak ada rasa sakit pada gigi yang patah dan belum pernah dilakukan
perawatan pada gigi tersebut
c. PDH : pasien sudah pernah ke dokter gigi sebelumnya untuk
membersihkan karang gigi
d. PMH : tidak ada kelainan
e. FH : tidak ada kelainan
f. SH : pasien seorang penjaga toko emas
2. Pemeriksaan keadaan umum
Pasien datang dalam keadaan compos mentis. Tekanan darah: 120/80 mmHg,
nadi: 82x/menit, suhu: 36°, pernapasan: 16x/menit.
3. Pemeriksaan klinis
a. Ekstra oral : tidak ada kelainan
b. Intra oral : terdapat gigi 21, fraktur mahkota secara horizontal mencapai
dentin dengan tes palpasi (-), tes vitalitas (+), tes perkusi (-) dan tes
mobilitas (-).
4. Sikap mental : Filosofi
5. Diagnosis : Fraktur Ellis dan Davey kelas II (fracture of tooth, S02.5)
6. Rencana perawatan : Crown vital gigi 21
7. Prognosis : Baik

DAFTAR PUSTAKA

Barnett, V, L., 2014, The Manual of Dental Assisting, Elsevier, Australia, p. 252-254.

Bird, D, L., Robinson, S, D., 2013, Essentials of Dental Assisting, Elsevier, St. Louis,
p. 324-326.

Fujimoto, J,L., Rosenstiel, M, F., Lad, J., 2016, Contemporary Fixed Prosthodontics,
Elsevier, St. Louis, p.222-226.
Hollins, Carole., 2015, Basic Guide to Dental Procedures, Wiley Balckwell, USA, p.
274.

Kay, Elizabeth., 2016, Dentistry At A Glance, John Wiley, USA, p. 168-169.

Nallaswamy, Deepak., 2003, Textbook of Prosthodontics, Jaypee Brothers Medical


Publisher, p. 532-540.

Phinney, J, D., Halstead, H, J., 2002, Delmar’s Handbook of Essential Skills and
Procedures for Chairside Dental Assisting, Delmar Thomson Learning, p.340-
345.

Soratur, SH., 2006, Essentials of Prosthodontics, Jaypee Brothers Medical Publisher,


New Delhi, p.173-175.

Anda mungkin juga menyukai