Anda di halaman 1dari 37

Tugas Makalah Journal Reading

Pilihan Perawatan dan Bahan untuk Gigi setelah Perawatan


Endodontik

Oleh :

Nila Sari (021818076303)

Bimbingan oleh :
Hanoem Eka H., drg., MS., Sp.Pros(K)
Agus Dahlan, drg., M.Kes., Sp.Pros(K)

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2019
Pilihan Perawatan dan Bahan untuk Gigi setelah Perawatan
Endodontik

Berbagai macam metode untuk mengembalikan gigi yang non-vital sudah


dilaporkan selama 200 tahun. Penggunaan crown buatan dan pasak pertama kali
dilaporkan oleh Pierre Fauchard pada tahun 1728. Saluran akar diisi dengan
timbal kemudian dibuat lubang pada timbal dan pasak dari emas atau perak
dipasangkan pada ruang saluran akar menggunakan heat softened adhesive yang
disebut mastic. Crown buatan yang digunakan terbuat dari mahkota alami atau
crown yang terbuat dari gading.
Dengan berjalannya waktu, dilakukan percobaan dengan bahan lain yang
memungkinkan untuk menjadi pengganti mahkota yang hilang. Bahan yang sudah
dicoba adalah tulang, gading, gigi hewan dan mahkota gigi manusia dalam
kondisi baik. Seiring berjalannya waktu, penggunaan bahan alami ini semakin
berkurang dan digantikan oleh porselen. Pasak (pivot) digunakan untuk menahan
crown porselen buatan pada saluran akar, dan kombinasi crown-pasak disebut
pivot crown. Pivot crown porselen disebutkan pada awal 1800an oleh dokter gigi
ternama dari Paris, Dubois de Chemant. Pivoting (posting) crown buatan pada
akar alami menjadi metode paling umum untuk menggantikan mahkota gigi alami
dan dilaporkan sebagai “cara terbaik yang dapat dilakukan” oleh Chapin Harris
pada buku The Dental Art tahun 1839.
Saat pertama kali diperkenalkan, pivot crown menggunakan pin atau pivot
dari kayu hickory, dimana 1 ujungnya mengisi ruang pasak dan satunya mengisi
lubang ditengah crown. Kelembaban akan membesarkan kayu dan menahan pivot
pada tempatnya. Ditemukan bahwa seiring berjalannya waktu, pivot yang terbuat
dari kayu dapat menyebabkan kerusakan akar, fraktur akar, dan bau mulut. Yang
mengejutkan, Prothero melaporkan telah melakukan pelepasan 2 crown insisif
sentral yang telah menggunakan pivot kayu yang berhasil selama 18 tahun.
Selanjutnya, pivot crown emas dibuat menggunakan kombinasi kayu-metal,
dan kemudian digunakan pivot dengan bahan metal yang lebih durable (tahan).
Retensi pivot metal diraih dengan beberapa cara seperti dengan ulir, pin,
pengasaran permukaan, dan split design yang memberikan retensi pegas mekanis.
Sayangnya, semen yang baik, semen yang dapat meningkatkan retensi pasak
dan menurunkan abrasi akar karena gerakan pasak metal dalam saluran akar tidak
tersedia untuk praktisi-praktisi awal ini. Kayu digunakan untuk menahan pasak
dalam crown, dan pasak ditahan dalam saluran akar menggunakan serat kapas dan
sutra atau kayu hickory. Salah satu kasus gigi berpivot terbaik digambarkan pada
Dental Physiology and Surgery, ditulis oleh Sir John Tomes pada 1848. Panjang
dan diameter pasak dilapurkan oleh Tomes hampir mengikuti prinsip penggunaan
pasak saat ini.
Perawatan endodontik oleh pioner dental ini hanya memberikan usaha
minimal untuk cleaning, shaping, dan obturasi. Penggunaan pasak kayu pada
saluran akar yang kosong seringkali menyebabkan pembengkakan dan nyeri yang
kambuhan. Pasak dari kayu, bagaimanapun juga, dapat membuat keluarnya yang
disebut “morbid humors”. Groove pada pasak atau saluran akar menyediakan
jalan untuk suppurasi dari jaringan periradikular.
Meskipun banyak teknik restorasi yang digunakan sekarang diawali pada
tahun 1800 dan awal 1900 an, perawatan endodontik yang baik tidak digubris
hingga tahun-tahun setelahnya. Sekarang, aspek perawatan endodontik dan
prostodontik sudah jauh lebih berkembang, bahan dan teknik baru dikembangkan,
dan badan pengetahuan sains dimana keputusan rencana klinis berdasar sudah
tersedia.

PEMILIHAN RESTORASI UNTUK GIGI ANTERIOR VS POSTERIOR


PADA GIGI NON-VITAL
Penelitian retrospektif pada 1.273 gigi yang sudah dirawat endodontik 1-25
tahun sebelumnya membandingkan kesuksesan antara gigi anterior dan posterior.
Gigi post endodontik dengan restorasi yang menyelubungi gigi (onlay, crown
metal, dan crown porcelain fused to metal) dibandingkan dengan gigi post
perawatan endodontik tanpa restorasi yang menyelubungi mahkota. Dikatakan
bahwa restorasi yang menyelubungi mahkota tidak secara signifikan
meningkatkan angka kesuksesan perawatan endodontik gigi depan. Penemuan ini
mendukung penggunaan restorasi konservatif seperti resin yang dietsa pada
access opening gigi anterior yang masih intak atau perlu restorasi minimal.
Crown hanya diindikasikan untuk gigi anterior post perawatan endodontik ketika
strukturnya sangat lemah karena adanya restorasi koronal multipel atau saat gigi
perlu perubahan warna atau bentuk yang signifikan sehingga tidak dapat berubah
hanya dengan tooth whitening, resin bonding, atau porcelain laminate veneer.
Scurria et. al. mengumpulkan data dari 30 pengguna asuransi dalam 45
negara bagian menyangkut gigi yang dirawat endodontik yang dilakukan oleh 654
dokter gigi umum. Data menunjukkan bahwa 67% gigi anterior post perawatan
endodontik direstorasi tanpa crown, menunjang konsep dimana gigi anterior dapat
direstorasi dengan memuaskan tanpa penggunaan crown.
Terdapat bukti yang menjanjikan bahwa coronal coverage meningkatkan
ketahanan gigi posterior post perawatan endodontik. Ketika gigi posterior dirawat
endodontik dengan atau tanpa restorasi coronal-coverage dibandingkan,
didapatkan hasil peningkatan kesuksesan klinis yang signifikan ketika cuspal-
coverage crown dipasangkan pada gigi molar dan premolar maksila dan
mandibula (Gambar 1). Pada penelitian yang dilakukan pada 116 gigi yang gagal
dilakukan perawatan endodontik dan diekstraksi, Vire melaporkan bahwa gigi
yang direstorasi dengan crown memiliki ketahanan jangka panjang yang lebih
lama dibandingkan yang tidak direstorasi dengan crown. Hubungan yang kuat
ditemukan antara pemasangan crown dan ketahanan gigi yang dirawat
endodontik. Analisis data dari banyak penelitian menentukan bahwa gigi yang
sudah dirawat endodontik yang tidak direstorasi menggunakan crown rata-rata
mengalami kehilangan 6 kali lebih banyak dibandingkan gigi yang direstorasi
dengan crown.

Gambar 1. (a)Tampilan gigi post perawatan endodontik tanpa restorasi cuspal coverage
menunjukkan adanya fistula, (b) dental probe pada aspek distal gigi molar, (c) gigi yang
dicabut menunjukkan cusp yang fraktur.
Jika ketahanan jangka panjang gigi merupakan tujuan utama, pemasangan
crown pada gigi posterior post perawatan endodontik meningkatkan ketahanan
dan tampak lebih penting dibanding tipe fondasi restorasi yang digunakan. Maka
dari itu, restorasi yang menyelubungi cusp perlu digunakan untuk gigi posterior
yang memiliki interdigitasi dengan gigi lawan dan maka dari itu menerima beban
oklusal yang memisah cusp. Data asuransi yang didiskusikan sebelumnya
menunjukkan bahwa 37% hingga 40% gigi nonvital direstorasi tanpa crown,
metode perawatan yang tidak didukung oleh prognosa klinis jangka panjang gigi
post perawatan endodontik yang tidak memiliki crown yang menyelubungi cusp.
Ada gigi posterior (tidak lebih dari 40%) yang tidak memiliki interdigitasi
oklusal yang penting atau memiliki bentuk oklusal yang tidak memungkinkan
adanya interdigitasi yang memberikan gaya memisahkan cusp (seperti premolar
pertama mandibula dengan cusp lingual yang kecil dan kurang berkembang).
Ketika gigi ini intak atau memiliki restorasi minimal (restorasi mesio-oklusal atau
disto-oklusal kecil), gigi ini dapat dilakukan restorasi pada hanya access opening
tanpa menggunakan coronal-coverage crown.
Berkebalikan dengan rekomendasi sebelumnya, penelitian klinis 3 tahun
oleh Mannocci et al mengevaluasi tingkat kesuksesan klinis pada gigi premolar
post perawatan endodontik dengan pasak dan restorasi resin komposit direk
dengan atau tanpa complete crown coverage. Ditemukan bahwa keduanya
memiliki tingkat kesuksesan yang hampir sama. Nagasiri, et al, pada penelitian
kohort retrospektif, mengatakan bahwa molar post endodontik yang masih intak
selain pada access opening dapat direstorasi dengan baik menggunakan restorasi
resin komposit.
Hanning et al mengevaluasi resistensi terhadap fraktur dari gigi premolar
maksila post endodontik yang menggunakan restorasi inlay mesio-oklusodistal
yang dibuat menggunakan computer-aided design/ computer-assisted. Peneliti
menemukan bahwa gigi post perawatan endodontik yang direstorasi dengan inlay
CEREC (Sirona) menunjukkan angka fraktur yang lebih tinggi dibanding dengan
kontrol (premolar tanpa tambalan atau karies). Mereka menyimpulkan bahwa
merestorasi gigi premolar maksila menggunakan inlay CEREC tidak dapat
mengembalikan resistensi fraktur ke tingkat semula (gigi sehat).
Pada sisi lain, ketika membandingkan ketahanan fraktur pada restorasi resin
komposit direk dan indirek yang besar pada gigi molar post perawatan
endodontik, Plotino et al menyimpulkan bahwa restorasi komposit direk dan
indirek yang menggantikan cusp menunjukkan ketahanan terhadap fraktur yang
hampir sama saat diberi beban oklusal simulasi dan dapat menjadi pilihan
perawatan untuk gigi molar post perawatan endodontik dengan guarded
prognosis.
Banyak penelitian klinis tentang fixed partial dentures (FPDs) kebanyakan
longspan dan cantilever, menyatakan bahwa abutment post perawatan endodontik
lebih sering gagal dibandingkan gigi vital karena fraktur gigi, mendukung
pernyataan bahwa gigi post perawatan endodontik lebih rapuh dan membutuhkan
desain restorasi yang menurunkan potensi terjadinya fraktur mahkota dan akar
dimana FPD yang ekstensif dibutuhkan.
Banyak penelitian membandingkan sifat fisik dari gigi vital dan nonvital
sudah dipublikasikan dan memiliki hasil yang berbeda. Gutmann me- review
literatur dan membuat ringkasan dari beberapa penelitian yang mengidentifikasi
yang terjadi pada gigi post perawatan endodontik. Ditemukan bahwa gigi post
perawatan endodontik pada anjing memiliki kelembaban 9% lebih kecil dibanding
gigi vital. Bagaimanapun juga, penelitian lain menemukan bahwa dehidrasi
meningkatkan kekakuan dan menurunkan fleksibilitas dari gigi vital dan non-vital.
Kebalikannya, Papa et al menemukan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan
dalam kadar kelembaban gigi manusia post endodontik ketika dibandingkan
dengan gigi vital kontralateral. Selain itu, dengan bertambahnya usia, lebih
banyak terbentuk dentin peritubula, sehingga menurunkan jumlah material
organik yang dapat menyimpan kelembaban.
Telah dikatakan bahwa prosedur endodontik saja dapat menurunkan
kekakuan sebanyak 5%, terutama karena access opening. Tidmarsh dan Grimaldi
menggambarkan hubungan langsung antara removal struktur gigi dan deformasi
gigi karena beban. Penelitian lain menyimpulkan bahwa preparasi kavitas yang
lebih besar meningkatkan defleksi antara cusp.
Dentin dari gigi post perawatan endodontik menunjukkan toughness dan
shear strength yang secara signifikan lebih kecil dibandingkan dentin vital,
sedangkan pada penelitian lain menyatakan bahwa kekuatan dentin tidak
menurun. Rivera et al mengatakan bahwa usaha yang dibutuhkan untuk
memfrakturkan dentin mungkin lebih kecil ketika gigi sudah dirawat endodontik
karena crosslink intermolekular kolagen yang lebih imatur (kemungkinan lebih
lemah). Penelitian lain menemukan bahwa fibril kolagen pada gigi berpasak
dengan semen zinc phosphate terdegradasi seiring berjalannya waktu.
Demineralisasi oleh asam dapat terjadi karena bakteri dan etsa asam.

TUJUAN PASAK PADA GIGI NON-VITAL


Berdasarkan sejarah, penggunaan pasak berdasarkan konsep bahwa pasak
memperkuat gigi. Hampir seluruh penelitian laboratoris menunjukkan bahwa
pemasangan pasak dan inti dapat gagal meningkatkan ketahanan terhadap fraktur
pada gigi post endodontik atau menurunkan ketahanan fraktur gigi ketika gaya
diberikan menggunakan mechanical testing machine. Lovdahl dan Nicholls
menemukan bahwa gigi insisif sentral maksila yang sudah dirawat endodontik
lebih kuat bila mahkota alami tetap intak selain pada access opening dibandingkan
ketika gigi tersebut direstorasi dengan pasak dan inti tuang atau restorasi amalgam
pin retained. Lu menemukan bahwa penempatan pasak pada gigi insisif sentral
anterior post endodontik yang intak tidak menyebabkan perlunya kekuatan lebih
untuk mefrakturkan gigi atau perubahan posisi dan angulasi dari garis fraktur.
Pontius dan Hutter menemukan bahwa insisif maksila tanpa pasak lebih
tahan terhadap beban dibandingkan kelompok dengan pasak dan crown. Gluskin
et al menemukan bahwa insisif mandibula dengan mahkota alami yang intak
menunjukkan resistensi yang lebih besar terhadap beban transversal dibanding
gigi dengan pasak dan inti. McDonald et al menemukan tidak ada perbedaan
ketahanan fraktur terhadap benturan pada gigi insisif mandibula dengan atau tanpa
pasak. Eshelman dan Sayegh melaporkan hasil yang sama ketika pasak diletakkan
pada gigi insisif lateral anjing yang telah diekstraksi. Guzy dan Nicholls
menentukan bahwa gigi dengan pasak yang disementasi pada gigi post endodontik
yang intak selain pada access opening tidak mendapatkan kekuatan tambahan
yang signifikan. Leary et al mengukur defleksi akar pada gigi post endodontik
sebelum dan sesudah pasak dengan berbagai panjang yang disementasi pada
saluran akar yang sudah dipreparasi. Mereka menemukan tidak ada perbedaan
signifikan pada kekuatan antara gigi dengan atau tanpa pasak. Trope et al
menentukan bahwa gigi post perawatan endodontik dengan ruang pasak yang
dipreparasi lebih lemah daripada gigi yang hanya access opening tanpa ruang
pasak yang dibuat.
Hunter et al mengidentifikasi situasi potensial dimana penggunaan pasak
dan inti dapat memperkuat gigi, menggunakan photoelastic stress analysis.
Mereka menentukan bahwa pembuangan struktur internal gigi selama terapi
endodontik diikuti oleh peningkatan tekanan proporsional. Mereka juga
menentukan bahwa pembesaran saluran akar minimal untuk pasak tidak
melemahkan gigi secara penting, tetapi ketika pembesaran saluran akar eksesif
telah dilakukan, pasak dapat memperkuat gigi.
Two dimensional finite-element analysis digunakan pada salah satu
penelitian untuk menentukan efek pasak pada tekanan dentin di gigi nonvital.
Ketika diberi beban vertikal sesuai sumbunya, pasak dapat mengurangi tekanan
dentin maksimal hingga 20%. Namun, hanya sedikit (3-8%) penurunan tekanan
dentin yang ditemukan ketika gigi dengan pasak diberi beban kunyah dan
traumatik yang diarahkan 45o dari tepi insisal. Penulis menyimpulkan bahwa efek
penguat dari pasak pada gigi anterior diragukan karena gigi tersebut akan terkena
tekanan angular.
Tidak hanya uji laboratoris tetapi juga data klinis gagal untuk mendukung
persepsi bahwa pasak dapat meningkatkan survival gigi. Sorensen dan Martinoff
mengevaluasi gigi post endodontik dengan dan tanpa pasak dan inti. Beberapa
gigi direstorasi dengan single crown sedangkan lainnya berperan sebagai
abutment FPD atau gigi tiruan lepasan. Pasak dan inti menurunkan tingkat
survival klinis pada gigi dengan single crown, meningkatkan survival klinis
abutment gigi tiruan lepasan, dan berpengaruh kecil pada survival klinis abutment
FPD.
Eckerbom dan rekannya memeriksa foto radiografik dari 200 pasien dan
diperiksa ulang setelah 5-7 tahun kemudian untuk menentukan prevalensi
periodontitis apikalis. Dari 636 gigi post endodontik yang dievaluasi, 378
memiliki pasak dan 258 tidak. Pada pemeriksaan didapatkan periodontitis secara
signifikan lebih sering terjadi pada gigi dengan pasak dibanding gigi post
perawatan endodontik tanpa pasak. Morfis mengevaluasi angka kejadian fraktur
akar vertikal pada 460 gigi post perawatan endodontik, 266 darinya memiliki
pasak. Ada total 17 gigi dengan fraktur akar setelah jangka waktu paling sedikit 3
tahun. Sembilan dari 17 gigi yang fraktur memiliki pasak, dan 8 fraktur akar
terjadi pada gigi tanpa pasak. Morfis menyimpulkan bahwa teknik endodontik
dapat menyebabkan fraktur akar vertikal. Pada salah satu analisi data dari banyak
studi klinis, Goodacre et al menemukan bahwa 3% gigi dengan pasak, fraktur.
Tidak ada data klinis ini menyediakan dukungan definitif pada konsep
bahwa pasak dan inti memperkuat gigi post perawtan endodontik atau
meningkatkan prognosis jangka panjangnya. Karena data klinis dan laboratoris
mengindikasi bahwa gigi tidak diperkuat oleh pasak, tujuannya adalah untuk
memastikan retensi dari inti yang akan menyediakan suport yang baik bagi crown
definitif atau protesa. Sayangnya, tujuan utama ini belum benar-benar disadari.
Hussey dan Killough mencatat bahwa 24% dokter gigi umum mempercayai
bahwa pasak memperkuat gigi. Survey tahun 1994 (dengan 1066 respon dari
dokter dan pendidik) menunjukkan opini yang menarik. Contohnya, 10%
responden dokter gigi mempercayai bahwa setiap gigi yang sudah dirawat
endodontik perlu diberi pasak. Dikatakan bahwa 62% dokter gigi yang berusia di
atas 50 tahun mempercayai bahwa pasak memperkuat gigi, sedangkan hanya 41%
dari dokter gigi yang lebih muda dari 41 tahun mempercayai konsep ini. Sebagai
tambahan, 39% praktisi fakultas part-time, 41% praktisi fakultas full-time, dan
56% praktisi nonfakultas mempercayai bahwa pasak memperkuat gigi.
Sebagai pengulangan, data laboratoris dan klinis gagal untuk menyediakan
dukungan definitif bagi konsep bahwa pasak memperkuat gigi post perawatan
endodontik. Maka dari itu, tujuan dari pasak adalah untuk menyediakan retensi
bagi inti.
TIPE PASAK dan INTI
Pasak dan Inti Custom Cast
Alloy
Evolusi logis dari Richmond crown (crown dan pasak yang dibuat menjadi 1
bagian) adalah pasak dan inti tuang. Selama bertahun-tahun, pasak dan inti
custom cast sudah dipertimbangkan sebagai standar perawatan ketika gigi post
perawatan endodontik akan direstorasi, sudah dideskripsikan sebagai perawatan
pilihan, dan dalam sejarah dibuat dari metal. Metode pembuatan pasak dan inti
paling sederhana adalah direct fabrication menggunakan teknik lost-wax (gambar
2).

Gambar 2. Pasak dan inti tuang dibuat dengan teknik lost-wax

Dulu, alloy emas yang mirip seperti alloy yang digunakan untuk complete
crown digunakan. Namun, silver-palladium dan base metal alloy telah disarankan
sebagai alloy alternatif untuk pasak dan inti tuang dan merupakan metal yang
paling sering digunakan. Kekerasan, ketidakstabilan struktur kimia, dan
manipulasi base metal alloy dianggap sebagai kerugian. Degradasi base metal
alloy akan melepas zat yang dapat berbahaya bagi pasien.
Alloy lain diperkenalkan untuk menangani permasalahan konturing dan
finishing pasak dan inti yang dibuat dari base metal alloy. Alloy silver-palladium
diperkenalkan sebagai sebagai pengganti alloy emas dan base metal alloy. Alloy
silver-palladium lebih mudah disesuaikan selama praktek dan menunjukkan
akurasi casting yang dapat diterima, sifat ini mirip dengan gold casting alloy.
Pasak dan inti tuang metal dibuat secara direk atau indirek. Pola resin pasak
dan inti dapat dibuat secara direk pada gigi yang sudah dipreparasi atau cetakan
akhir ruang pada saluran akar dan sisa mahkota gigi dapat dibuat sehingga pola
malam dapat dibuat secara indirek pada model gipsum. Pola malam ditanam dan
dicasting dengan dental casting alloy yang memiliki sifat fisik sama atau lebih
baik dari gold alloy tipe IV.

Indikasi
Pasak custom cast metal dapat digunakan secara efektif pada berbagai
lokasi, tetapi paling cocok untuk gigi dengan dimensi akar dan morfologi internal
yang sedemikian rupa sehingga preparasi tambahan pada saluran akar untuk
prefabricated post tidak memungkinkan (seperti, insisif mandibula). Waktu klinis
yang dibutuhkan untuk membuat pasak dan inti tuang, kebutuhan waktu
pertemuan tambahan dengan pasien, terkadang susahnya pembuatan provisional
untuk gigi, dan tingginya biaya membuat pasak prefabricated pilihan yang
popular untuk gigi post perawatan endodontik.
Pasak dan inti tuang dapat diperlukan pada situasi klinis (seperti, gigi
anterior maksila) dimana perlu dilakukan perubahan angulasi inti terhadap akar.
Terdapat batasan berapa banyak pasak metal dapat melengkung dan berapa
banyak bahan buildup inti yang dapat ditahan.

Direct Fabrication Technique


Pasak dan inti tuang dapat dibuat dalam mulut pasien dengan teknik direk;
beberapa metode sudah dituliskan untuk pembuatan intraoral pola resin akrilik
untuk pasak dan inti direk. Prefabricated plastic pattern (pola yang sudah jadi)
sering digunakan dan dilapisi oleh resin akrilik autopolimerisasi supaya seusai
dengan ruang pasak (gambar 3-3a). Adaptasi korona gigi biasanya dilakukan
dengan resin yang sama dan inti dikontur dalam rongga mulut untuk mendapatkan
bentuk yang diinginkan.
Kerugian satu-satunya dari teknik direk ini adalah jumlah waktu chairside
yang dibutuhkan untuk membuat pola dalam intraoral. Perlu juga diadakan
kunjungan kedua untuk mencobakan dan sementasi dari pasak dan inti.

Tahapan pembentukan direct resin pattern (pola resin direk)


1. Buang bahan pengisi saluran akar hingga kedalaman dan diameter yang
diperlukan. Tidak perlu atau penting untuk membuat ruang pasak
lingkaran.
2. Karena kebanyakan pasak dan inti custom cast memiliki bentuk yang agak
tapered, preparasi daerah yang datar pada sisa struktur mahkota gigi jika
tidak ada satupun daerah yang datar pada bentukan yang tersisa. Daerah
datar ini (dibentuk tegak lurus dengan sumbu panjang pasak) akan
berperan sebagai positive stop selama sementasi pasak dan bila ada beban
kunyah, dapat membantu meminimalisasi pasak untuk menekan gigi.
3. Pilih pasak solid plastic 14 gauge yang pas diantara batasan preparasi
pasak tanpa binding (Gambar 3a). Biarkan pasak tetap panjang agar lebih
mudah dipegang.
4. Sedikit lubrikasi saluran akar dengan saliva pasien, cairan anestesi, atau air
(bila menggunakan lubrikan yang larut air seperti die lubricant, pastikan
bahwa semua lubrikan dapat dihilangkan seluruhnya sehingga tidak
mengganggu retensi semen).
5. Buat parit-parit di sisi-sisi plastic post pattern jika pasak itu halus
kemudian letakkan pada kedalaman preparasi saluran akar.
6. Gunakan bead-brush technique untuk aplikasi pola resin pada saluran akar
yang sudah dipreparasi dan juga body dari plastic post (gambar 3b, c, d).
Letakkan pasak pada kedalaman saluran akar penuh.
7. Jangan biarkan resin mengeras sepenuhnya dalam saluran akar. Tunggu
30-45 detik dan kemudian keluarkan dan kembalikan pasak dan resin yang
menempel beberapa kali saat resin masih pada rubbery stage sehingga
pola tidak terkunci dalam saluran akar.
8. Lepaskan pola yang sudah terpolimerisasi dan periksa integritas resin dan
sedikitnya void. Letakkan kembali pasak dan cek adaptasi dan pasifitas
(gambar 3e).
9. Tambahkan resin koronal tambahan untuk membuat dimensi inti yang
diinginkan (gambar 3f). Lepaskan dan letakkan kembalik pola seperti yang
tadi dijelaskan untuk mencegah bentukan ini terkunci pada struktur
koronal gigi. Tambahkan sedikit resin ini yang berlebih sehingga inti yang
mengeras dapat dipreparasi dengan high speed diamond dan semprotan air
untuk menyerupai bentukan preparasi complete-crown gigi (gambar 3g, h).
Pastikan pengurangan inti menggunakan vacuum-formed template yang
dibuat berdasarkan diagnostic wax pattern.
10. Lepaskan pola resin pasak dan inti (gambar 3i) dan kemudian ditanam dan
dicast.
11. Cobakan pasak dan inti kemudian disesuaikan sesuai kebutuhan, kemudian
disemen. Preparasi gigi definitif kemudian dapat diselesaikan.

Gambar 3. Pembentukan pasak dengan direct resin pattern

Indirect Fabrication Technique


Sebagai alternatif, dapat dilakukan teknik indirek pembuatan pasak dan inti
tuang. Teknik indirek digunakan untuk membuat lebih dari 3 pasak tuang dalam
sekali pertemuan dan ketika kases yang problematik dari pembuatan direk. Ruang
pasak yang dipreparasi diselesaikan dengan finish line diletakkan pada lokasi yang
diinginkan. Hal ini membuat dokter gigi menghemat banyak waktu chairside
dengan mendelegasikan tugas pembuatan pola pada teknisi dental.
Namun, prosedur ini membutuhkan perhatian yang teliti untuk melakukan
protokol sehingga memastikan kesuksesan. Kesuksesan teknik ini tergantung pada
akurasi dari cetakan dalam mereplikasi aspek internal dari ruang pasak dan
kemampuan dari teknisi dental. Bahan cetak elastomer nonaqueous digunakan
untuk membuat cetakan yang akurat dari saluran akar yang sudah dipreparasi.
Bahan cetak harus ditahan dan distorsi atau elongasi selama pembengkokan perlu
dicegah selama pelepasan cetakan.
Beberapa bahan seperti kawat ortodontik, peniti, paper clip, atau pin plastik
telah digunakan untuk membuat teknik cetakan lebih mudah. Prefabricated
plastic dowel diperkenalkan untuk memfasilitasi teknik pembuatan pasak indirek.
Kawat metal seperti paper clip dapat dibengkokan saat pelepasan cetakan dan
akan bengkok permanen dan terjadi distorsi. Pasak plastik dapat juga digunakan
untuk menahan bahan cetakan. Tetapi, pasak ini dapat sedikit dibengkokkan pada
saluran akar yang bengkok atau bila berkontak dengan struktur koronal gigi.
Pelepasan pasak setelah bahan cetak setting akan membuat pasak kembali lurus,
menyebabkan distorsi. Pasak plastik sebaiknya hanya digunakan ketika benar-
benar pasif dan tidak berikatan dengan struktur gigi manapun.

Tahapan pembentukan indirect resin pattern


1. Pilih kawat ortodontik atau pin plastik prefabricated sebagai alat untuk
menyokong bahan mencetak. Bagian koronal dari kawat sebaiknya
dibengkokkan untuk membentuk pegangan dan membantu menahan kawat
dalam bahan mencetak (gambar 4a, b), sedangkan bagian koronal dari
pasak plastik sebaiknya didatarkan agar menyerupai kepala paku (gambar
4c, d)
2. Bila menggunakan kawat, perlu dibuat parit dan diulasi dengan bahan
adesif (gambar 4e)
3. Isi saluran akar yang telah dipreparasi dengan bahan cetak menggunakan
instrumen rotasi spiral dengan lambat disertai dengan gerakan ke atas dan
bawah.
4. Selain itu, dapat juga dilakukan dengan meletakkan jarum anestesi ke
dalam ruang pasak (untuk membantu keluarnya udara) dan suntikkan
bahan cetak ke dalam saluran akar (gambar 4f)
5. Letakkan kawat atau pasak plastik menembus bahan cetak hingga
kedalaman penuh, suntikkan bahan cetak tambahan di sekeliling alat
penyangga serta gigi yang dipreparasi, dan masukkan sendok cetak.
6. Lepaskan cetakan (gambar 4g, h), evaluasi, dan tuangkan gipsum.
Pelepasan cetakan dari mulut harus diikuti dengan memastikan supportive
pin pada ekstensi apikal dari bahan cetak, dimana mengindikasikan bahwa
tidak ada elongasi dari bahan cetak saat melepas.
7. Buat interocclusal record dan dapatkan cetakan gigi lawan dan ukur pasak
plastik dengan baik untuk digunakan dalam membentuk pola malam.
Kirim cetakan ke laboratorium sehingga pola malam dapat dibuat secara
indirek pada model gipsum, ditanam, dan dicasting dengan dental casting
alloy.
8. Sedikit lubrikasi saluran akar dari model kerja dengan die lubricant.
9. Beri parit pada sisi sisi pasak plastik dan letakkan pada kedalaman penuh
hasil preparasi saluran akar.
10. Aplikasikan sticky wax yang sangat tipis pada pasak plastik dan kemudian
tambahkan soft inlay wax perlahan-lahan, mendudukkan pasak plastik
setelah pernambahan wax.
11. Pastikan bahwa polanya teradaptasi dengan baik tetapi pasif.
12. Setelah pola pasak jadi, tambahkan inti malam, bentuk dan cast pola
dengan metal.
13. Semen pasak dan inti tuang dalam gigi dan selesaikan preparasi gigi
definitif.
Gambar 4. Pembentukan pasak dengan indirect resin pattern

Tahapan Pembuatan Pasak dan Inti Tuang untuk Gigi Posterior dengan Akar
Divergen
Pada teknik ini, pasak dengan panjang optimal dimasukkan ke saluran akar
paling mudah diakses dan pasak key-lock diekstensi sebagian ke saluran akar yang
lebih tidak mudah diakses.
1. Pastikan melalui foto radiografis kedalaman ruang pasak yang benar yang
dibutuhkan (gambar 5a dan b).
2. Buang gutta-percha sesuai kedalaman yang diinginkan dalam akar
3. Menggunakan shaping bur dengan ukuran yang sesuai, preparasi salah
satu saluran akar untuk menerima prefabricated metal post (ParaPost,
Coltene/Whaledent) (Gambar 5c). Bur Para-Post dapat digunakan secara
manual dengan universal hand driver atau dengan handpiece low speed
contra-angle. Gunakan rotasi continuous searah jarum jam selama
prosedur pengeburan dengan gerakan naik dan turun.
4. Pilih ParaPost plastic impression post dengan warna yang sama dengan
bur yang terakhir digunakan dan adaptasikan pada ruang pasak. Sesuaikan
panjang pasak hingga 1 mm berjarak dari gigi lawan dari oklusi. Lepaskan
pasak dari mulut dan tekan instrumen panas pada bagian atas pasak, maka
dari itu akan membentuk “kepala paku” yang akan membantu retensi
pasak pada bahan cetak.
5. Buat cetakan akhir seperti yang dideskripsikan sebelumnya di bagian
pembuatan indirect resin pattern.
6. Setelah menuang cast, pilih preformed castable plastic ParaPost untuk
menyesuaikan dengan warna pasak plastik cetakan. Sesuaikan tinggi dari
castable plastic ParaPost dengan memotong ujungnya. Lubrikasi ParaPost
aluminium dan pas kan pada saluran akar yang divergen.
7. Bentuk inti yang dikontur optima dengan menambahkan wax. Wax
sebaiknya mengalir pada hanya sekitar orifice dari saluran akar;
seharusnya tidak ada wax yang melapiri preformed castable post. Gerigi
pada pasak dan saluran untuk keluarnya semen harus dipertahankan.
Ketika wax mendingin, lepas ParaPost aluminium dari wax (gambar 5d,e).
8. Lakukan cast, finishing dan tempatkan inti pada die (gambar 3-5f)
9. Letakkan dan semen pasak dan inti tuang pada gigi dan selesaikan
restorasi (gambar 5g, h, i)

Gambar 5. Pembuatan pasak dan inti tuang untuk gigi posterior dengan akar
divergen
PASAK PREFABRICATED
Pasak prefabricated menjadi cukup populer dan terdapat bermacam sistem:
bersisi paralel atau tapered, halus atau bergerigi, pasif (cemented/bonded) atau
aktif (berulir), atau kombinasi dari semua ini. Pasak ulir bergantung terutama pada
gigi yang terlibat – melalui ulir yang terbentuk pada dentin ketika pasak
disekrupkan dalam akar atau melalui ulir yang telah dipreparasi pada dentin.
Mayoritas pasak ini terbuat dari metal. Pasak prefabricated biasanya terbuat dari
18-8 stainless steel (18% kromium dan 8% nikel) alloy atau titanium alloy, seperti
Ti6Al4V, mengandung 6% aluminium dan 4% vanadium.
Akhir-akhir ini, sebagai respon atas kebutuhan pasak sewarna gigi, pasak
nonmetal seperti pasak carbon fiber-reinforced (CFR) epoxy resin, zirconia, glass
fiber-reinforced (GFR) epoxy resin, dan ultrahigh polyethylene fiber-reinforced
(PFR) mulai tersedia.

Pasak carbon fiber-reinforced epoxy resin


Komposisi dan sifat. Sistem pasak CFR epoxy resin dikembangkan di Prancis
pada tahun 1988 oleh Duret et al dan pertama kali diperkenalkan di Eropa pada
awal 1990 an. Matriks untuk pasak ini adalah epoxy resin yang diperkuat dengan
unidirectional carbon fiber yang paralel terhadap sumbu panjang pasak. Fiber
berdiameter 8μm dan tertanamkan dalam matriks epoxy resin. Berdasarkan berat,
fiber berperan 64% dari pasak dan diregangkan sebelum resin matriks
diinjeksikan untuk memaksimalkan sifat fisik dari pasak. (gambar 6).

Gambar 6. Tekstur permukaan pasak CFR epoxy resin


Pasak dilaporkan menyerap tekanan yang diberikan dan mendistribusikan
tekanan sepanjang pasak. Fiber karbon terbuat dari polyacrylonitrile, yang
dipanaskan dalam udara 200oC hingga 250oC dan kemudian dalam tekanan
atmosfer pada 1.200oC. Proses ini menghilangkan hidrogen, nitrogen, dan
oksigen, meninggalkan rantai atom karbon dan membentuk fiber karbon. Pasak
CFR telah dilaporkan memiliki fatigue strength yang tinggi, tensile strength
tinggi, dan modulus elastisitas yang hampir sama dengan dentin.
Pasak awalnya radiolusen; namun, pasak radiopak sekarang sudah tersedia.
Radioopasitas dibuat menggunakan adanya barium sulfat dan/atau silikat di dalam
pasak. Mannocci et al memeriksa 5 tipe pasak fiber yang berbeda melalui foto
radiografik. Mereka menemukan bahwa hanya Composipost (RTD) dan Snowpost
(Carbotech) yang memiliki radioopasitas seragam. Finger et al memeriksa
radioopasitas 7 pasak fiber-reinforced resin dan dibandingkan dengan pasak
titanium. Mereka menemukan bahwa pasak CFR memiliki radioopasitas yang
dapat diterima bila dibandingkan dengan pasak lain.
Pasak tersedia dalam bentuk yang berbeda: double cylindrical dengan
conical stabilization ledge atau bentuk conical (gambar 7). Tekstur permukaan
dari pasak dapat halus atau bergerigi. Penelitian menyatakan bahwa gerigi dapat
meningkatkan retensi mekanis, meskipun pasak yang halus juga terbond dengan
baik dengan adhesive dental resin. Pasak memiliki kekasaran permukaan 5-10μm
untuk meningkatkan adesi mekanis dari bahan autopolimerisasi luting, dan pasak
tampak lebih biokompatibel berdasarkan uji toksisitas.

Gambar 7. Bentukan pasak CFR epoxy resin yang tersedia


Bilapun terjadi fraktur pasak CFR, keuntungan potensial mereka adalah
mudahnya pelepasan pasak dari ruang pasaknya dibandingkan pasak metal. Alat
pelepas (removal kit) telah disarankan untuk melepas pasak CFR, dengan
rekomendasi barang single-use.

Hasil uji laboratoris. Uji sifat fisik dari pasak CFR menunjukkan hasil yang
berkebalikan. Beberapa penelitian menyatakan bahwa pasak CFR menunjukkan
sifat fisik yang adekuat dibandingkan dengan pasak metal. Dalam penelitian
retrospektif selama 4 tahun, Ferrari et al menyatakan bahwa sistem Composipost
lebih baik daripada sistem pasak dan inti tuang konvensional. King dan Setchell
dan Duret et al mengevaluasi sifat fisik (resistensi fraktur dan modulus elastisitas)
dari pasak DFR, dan kedua grup dilaporkan bahwa pasak ini memiliki kekuatan
yang lebih besar dibandingkan pasak prefabricated metal.
Hasil yang berlawanan dilaporkan oleh Sidoli et al dalam studi in vitro.
Mereka menemukan bahwa pasak CFR menunjukkan kekuatan lebih rendah
dibandingkan pasak metal. Hasil yang sama juga didapatkan oleh Purton dan
Love, dan Asmussen et al.
Martinez-Insua et al mempelajari resistensi fraktur dari gigi yang direstorasi
dengan pasak CFR dan pasak tuang. Mereka melaporkan threshold fraktur yang
lebih tinggi signifikan pada pasak dan inti tuang. Evaluasi klinis dari pasak CFS
melaporkan bahwa pasak ini tidak tampil sebaik pasak dan inti tuang
konvensional. Namun, hasil dari penelitian ini harus diinterpretasikan dengan
hati-hati karena jumlah sampel yang relatif kecil (27 gigi)
Banyak penelitian menyatakan bahwa kekuatan pasak CFR menurun setelah
thermocycling dan cyclic loading. Sebagai tambahan, pasak yang berkontak
dengan cairan mulut akan menurunkan nilai kekuatan fleksural nya.
Pada 2 studi in vitro, hasil menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan
antara pasak CFR, pasak dan inti tuang, dan pasak metal ketika restorasi
dilakukan pada insisif mandibula. Tidak ada perbedaan yang tercatat dari keadaan
fraktur yang terobservasi.
Menurut 1 studi, perlakuan pada permukaan pasak dengan abrasi airborne-
particle tidak mempengaruhi sifat mekanis dari pasak CFR. Sebaliknya, studi lain
menunjukkan bahwa hal ini meningkatkan retensi semen pada pasak CFR.
Penelitian lebih baru mengindikasikan bahwa penggunaan silane tanpa abrasi
airborne-particle sudah merupakan perlakuan lebih dari cukup untuk
meningkatkan retensi dari pasak CFR cemented.
Banyak penelitian menunjukkan bahwa pasak CFR lebih sedikit
menyebabkan fraktur akar bila gagal. Tipe kegagalan pada gigi yang direstorasi
dengan pasak CFR pada penelitian ini lebih favorable terhadap struktur gigi yang
tersisa.
Namun, selain dari sifat yang menguntungkan tersebut, aplikasi in vivo
tertentu dari pasak CFR adalah questionable. Ketika ferrule kecil atau tidak ada
pada gigi post endodontik yang direstorasi dengan pasak CFR, beban dapat
menyebabkan pasak untuk flex, menyebabkan gerakan mikro pada seluruh pasak.
Seal semen pada tepi crown dapat terkompromisasi, disertai dengan mikroleakage
dari bakteri oral dan cairan. Sebagai hasilnya, dapat terjadi karies sekunder pada
ruang yang terbentuk dan tidak mudah untuk dideteksi.

Hasil Klinis. Review dari literatur pasak prefabricated metal mengidentifikasi 12


studi yang sudah mengevaluasi pasak CFR secara klinis; telah dilaporkan rentang
yang lebar dari persentase kegagalan (tabel 1). Tingkat kegagalan memiliki
rentang dari 0% setelah rata-rata penempatan pasak 2,7 tahun hingga hasil
tertinggi 35% setelah rata-rata penempatan pasak 6,7 tahun. Penyebab kegagalan
yang dilaporkan termasuk debonding, kelainan periapikal, fraktur akar, debonding
crown, karies sekunder, periodontitis, fraktur pasak, pencabutan gigi karena sebab
yang tidak jelas dan diagnosa yang tidak diketahui (lihat tabel 1)
Tabel 1. Studi klinis pasak CFR epoxy resin

Pasak glass fiber – reinforced epoxy resin


Komposisi dan sifat. Pasak GFR epoxy resin terbuat dari fiber kaca atau
silika (putih atau translusen) (gambar 8). Pasak glass fiber dapat dibuat dapat
dibuat dari 2 tipe kaca yang berbeda : electrical glass, high-strength glass, atau
fiber quartz. Fiber yang sering digunakan adalah berbahan dasar silika (50%
hingga 70% silikon dioksida), sebagai tambahan oksida lain.

Gambar 8. Tekstur permukaan pasak GFR epoxy resin


Pasak GFR tersedia dalam berbagai bentuk: silindris, silindrokonis, atau
konis (gambar 9). Penilaian in vitro pada beberapa sistem pasak GFR
mengindikasikan bahwa pasak GFR dengan sisi paralel lebih retentif daripada
pasak GFR tappered.

Gambar 9. Pasak GFR epoxy resin yang tersedia

Komposisi fiber kaca dalam matriks cenderung memainkan peranan penting


dalam kekuatan pasak. Newman et al membandingkan resistensi fraktur dari 2
pasak GFR yang kandungan fiber kacanya berbeda. Mereka menemukan bahwa
semakin tinggi isi fiber kaca pada pasak akan berkontribusi pada besarnya
kekuatan yang ditunjukkan oleh pasak yang diuji.
Hasil uji laboratoris. Pasak GFR telah dilaporkan memiliki fatigue
strength tinggi, tensile strength tinggi, dan modulus elastisitas yang lebih mirip
dengan dentin dibanding pasak CFR dan kira-kira 2 kali lebih rigid.
Flexural strength dari pasak GFR tidak berhubungan dengan tipe fiber kaca
yang digunakan. Galhano et al mengevaluasi flexural strength dari dari fiber
karbon, fiber quartz, dan fiber kaca. Mereka menemukan bahwa pasak berlaku
hampir sama karena konsentrasi dan tipe epoxy resin yang sama digunakan untuk
menggabungkan fiber bersama. Pfeiffer et al mengevaluasi, in vitro, yield
strength pasak GFR, titanium, dan zirconia. Mereka menemukan yield strength
lebih tinggi signifikan pada pasak zirconia dan titanium dibandingkan pasak GFR.
Beberapa penelitian telah menentukan adanya penurunan (kira-kira 40%)
pada kekuatan pasak GFR setelah thermocycling dan cyclic loading. Sebagai
tambahan, kontak antara pasak dengan cairan mulut (kontak jangka panjang dan
pendek) menurunkan flexural strength nya.
Dua studi telah mengindikasikan bahwa tensile bond strength yang
dikembangkan antara bahan inti resin komposit dan pasak GFR lebih lemah
dibandingkan yang dikembangkan antara resin pasak komposit dan titanium.
Namun, penelitian lain menyatakan bahwa terdapat adhesive bond yang baik
antara pasak GFR dan semen resin komposit. Bonding inti pada pasak dapat
ditingkatkan dengan memperlakukan pasak dengan abrasi airborne-particle. Hasil
yang sama diperoleh ketika permukaan pasak diperlakukan dengan hidrogen
peroksida dan silane atau asam hidrofluorat dan silane. Selama fatigue loading,
inti resin komposit yang ter bonded pada pasak GFR memberikan retensi crown
yang lebih kuat signifikan dibanding pasak dan inti emas tuang dan pasak titanium
dengan inti resin.
Sama dengan pasak CFR, pada banyak penelitian, pasak GFR ditemukan
lebih tidak menyebabkan fraktur akar saat kegegalan. Tipe kegagalan pada gigi
yang direstorasi dengan pasak GFR dalam studi ini lebih favorable pada struktur
gigi yang tersisa. Namun, beberapa studi telah mendiskusikan kepentingan dari
adanya ferrule effect dalam mendapatkan tingkat kesuksesan yang tinggi. Studi
klinis dari 154 pasak fiber kaca setelah rata-rata waktu 42 bulan membandingkan
jumlah dinding koronal yang masih terpreservasi pada gigi premolar post
endodontik. Survival rate lebih tinggi pada gigi dengan 3 atau 4 dinding koronal
dari struktur gigi yang masih ada sebelum dilakukan buildup inti, menunjukkan
pentingnya crown ferrule.
Malferrari et al merestorasi 180 gigi dengan pasak GFR dan melaporkan
tidak ada pasak, inti, atau fraktur akar setelah 30 bulan. Naumann et al
menemukan bahwa survival rate dari pasak GFR paralel dan tapered sama.
Hasil Klinis. Review literatur dari pasak non metal prefabricated
mengidentifikasi 8 studi studi yang mengevaluasi klinis pasak GFR; berbagai
macar persentase kegagalan telah dilaporkan (tabel 2). Tingkat kegagalan yang
dilaporkan merentang dari 0% setelah rata-rata penempatan pasak selama 2,3
tahun hingga setinggi 11,4% setelah 1 – 2 tahun. Penyebab kegagalan dilaporkan
pada studi ini termasuk debonding pasak, kelainan periapikal, fraktur akar,
debonding mahkota, fraktur pasak, kegagalan inti, fraktur restorasi, dan sebab-
sebab yang tidak jelas (tabel 2)
Tabel 2. Studi klinis pasak GFR epoxy resin

Pasak polyethylene fiber-reinforced


Komposisi, sifat, dan hasil uji laboratoris. Pasak PFR terbuat dari
ultrahigh-molecular weight polyethylene woven fiber ribbon (Ribbond, Ribbond)
(gambar 3-10). Pasak ini bukan tipe pasak dan inti tradisional. Pasak ini
merupakan polyethylene woven fiber ribbon yang dilapisi oleh dentin bonding
agent dan dipack di saluran akar, dimana akan di polimerisasi cahaya pada posisi
tersebut. Bahan Ribbond memiliki struktur 3D yang merupakan sebab dari leno
weave (“gauze weave”) atau desain triaxial architectural. Desain ini terdiri dari
banyak interseksi nodal yang mencegak terjadinya crack dan menyediakan retensi
mekanis bagi resin semen.
Ketika pasak PFR dibandingkan dengan pasak metal lama laboratorium,
pasak dengan fiber reinforced menurunkan terjadinya fraktur akar vertical.
Tambahan dari pasak prefabricated kecil terhadap pasak PFR meningkatkan
kekuatan kompleks pasak dan inti. Namun, kekuatan pasak PFR tidak mendekati
pasak dan inti tuang.
Ketika dibandingkan dengan sistem pasak komposit fiber-feinforced lain,
pasak PFR juga ditemukan melindungi struktur gigi yang tersisa. Hasil ini
bergantung pada rekomendasi pabrik untuk tidak memperbesar saluran akar, tidak
menghilangkan undercut yang ada dalam saluran akar, dan membentuk 1,5 hingga
2 mm crown ferrule. Adanya volume besar bahan inti dan daerah dentin bonding
koronal yang cukup tampaknya sangat mempengaruhi rata-rata nilai load to
failure dari pasak PFR.
Eskitascioglu et al mengevaluasi 2 sistem pasak dan inti menggunakan
fracture strength test dan finite-element analysis. Mereka menemukan tekanan
terakumulasi di sepanjang daerah servikal gigi dan sepanjang tualng bukal.
Tekanan minimal dicatat di antara sistem pasak PFR. Mereka menyatakan bahwa
pasak PFR dapat menguntungkan resorasi gigi dengan reseksi apikal.
Hasil yang berkebalikan didapatkan oleh Kivanc et al ketika mereka
merestorasi gigi premolar maksila postendodontik dengan pasak GFR, PFR, atau
titanium. Mereka menemukan bahwa adanya dan tipe pasak tidak mempengaruhi
fracture load atau model dari kegagalan.
Newman et al membandingkan efek dari 3 sistem pasak komposit fiber
reinforced dalam resistensi fraktur pada gigi post endodontik. Mereka
menemukan bahwa ketika pasak PFR diletakkan pada saluran akar sempit, mereka
memiliki performa yang lebih baik dibanding pasak GFR. Mereka menyatakan
bahwa pasak PFR mengikuti bentukan saluran akar.
Penggunaan pasak PFR untuk merestorasi gigi post endodontik tampak
merupakan alternatif dair pasak dowel stainless steel dan zirconia yang
menjanjikan dari segi microleakage. Usumez et al membandingkan 3 estetik
microleakage in vitro, adhesively luted dowel system dengan sistem dowel
konvensional. Mereka menemukan bahwa pasak PFR dan GFR menunjukkan
microleakage yang lebih sedikit dibandingkan pasak zirconia. Namun, ketika
membandingkan fracture strength pasak metal dengan pasak GFR dan PFR,
Ozcan dan Valandro menemukan bahwa longgarnya pasak adalah penyebab
satusatunya kegagalan pasak PFR dan tipe kegagalan untuk pasak PFR lebih tidak
favorable dibandingkan pasak GFR atau metal.
Hasil klinis. Dua studi telah mengevaluasi dowel PFR. Turker et al
melaporkan tingkat kegagalan 2.4% setelah rata-rata waktu 2.9 tahun. Pada
penelitian mereka, 1 dari 42 dowel mengendur. Dowel yang mengendur
dilaporkan penyebab satu-satunya kegagalan dari dowel PFR. Piovesan et al
melporkan data post fraktur. Mereka menemukan bahwa 2 dari 35 pasak fraktur
pada gigi anterior dan 2 dari 73 pasak fraktur pada gigi posterior.

Pasak Zirconia
Komposisi dan sifat. Trend menuju penggunaan crown all ceramic
mendorong pabrik untuk mengembangakn pasak all ceramic. Pasak metal-free
menghindara diskolorisasi struktur gigi yang dapat terjadi dengan pasak metal dan
menghasilkan sifat optikal yang dapat dibandingkan dengan crown kemramik.
Salah satu tipe pasak all ceramic adalah pasak zirconia, teridiri dari zirconia oxide
(ZrO2) bahan yang kaku yang digunakan dalam berbagai macam kegunaan.
Fracture tougness yang tinggi, flexural strength tinggi dan resistensi terhadap
korosi yang baik sehingga membuat ortopedi menggunakannya pada permukaan
artikulasi (gambar 11). Studi telah menunjukkan zirconia yang ditransplantasikan
pada hewan sangat stabil setelah jangka panjang dan tidak ada degradasi dari
spesimen.

Gambar 11. Pasak zirkonia yang tersedia

Zirconia (tetragonal zirconium polycrystal (TZP)) menunjukkan fase


transformasi. Degradasi suhu rendah TZP diketahui terjadi sebagai hasil dari fase
transformasi spontan dari tetragonal zirconia ke fase monolitik selama penuaan
pada 130oC hingga 300oC, kemungkinan dalam lingkungan air. Telah dilaporkan
bahwa degradasi ini menyebabkan penurunan kekuatan karena pembentukan
microcrack selama fase transformasi. Untuk menghambat transformasi tipe ini,
ditambahkan oksida tertentu (magnesium, yttrium, atau kalsium oksida) untuk
stabilisasi penuh atau sebagian fase tetragonal zirconia pada suhu ruang.
Mekanisme ini diketahui sebagai transformation toughening.
Tipe zirconia yang digunakan sebagai pasak dental terdiri dari TZP dengan
3% mol yttrium oksida (Y2O3) dan disebut yttrium stabilized tetragonal
polycrystalline zirconia (YTZP). YTZP dibentuk oleh struktur fine grained, padat
(diameter rata-rata 0.5 μm) yang memberikan pasak kekuatannya dan permukaan
yang halus (gambar 12)

Gambar 12. Tekstur permukaan dari pasak zirkonia


Pasak sangat radioopak (gambar 13) dan biokompatibel, memiliki flexural
strength tinggi dan fracture tougness dan mungkin bertindak seperti besi. Sebagai
tambahan, pasak memiliki kelarutan rendah dan tidak terpengaruh thermocycling.
Pasak tersedia dalam bentuk konis.

Gambar 13. Foto radiografik menunjukkan perbedaan radioopasitas antara pasak zirkonia
(bawah) dan pasak CFR epoxy resin (atas)

Hasil uji laboratoris. Pasak zirconia memiliki konfigurasi permukaan yang


halus, tidak ada cekungan, gerigi, atau kekasaran yang meningkatkan retensi
mekanis. Akibatnya pasak zirkonia tidak berikatan dengan baik dengan resin
komposit dan mungkin tidak dapat menyediakan support yang paling baik untuk
crown all-ceramic yang brittle. Dietschi et al menemukan bahwa pasak ini juga
memiliki kemampuan resin bonding yang buruk pada dentin setelah dynamic
loading dan thermocycling karena kerigidan dari pasak. Pada uji cyclic loading
yang dilakukan pada lingkungan yang basah, Mannocci et al menemukan bahwa
survival rate dari pasak zirkonia lebih rendah dibanding pasak fiber.
Studi in vitro mengindikasikan bahwa permukaan yang halus dari pasak
zirkonia membuat kegagalan pada pertemuan semen dan pasak. Kebanyakan
semen tertinggal di akar dan tidak menempel pada dowel zirconia. Wegner dan
Kern mengevaluasi kekuatan ikatan semen resin komposit dan pasak zirkonia.
Mereka menemukan bahwa kekuatan ikatan jangka panjang dari semen resin
komposit ke pasak zirkonia lemah. Beberapa penelitian menemukan bahwa etsa
asam dan silanisasi pada pasak zirkonia tidak meningkatkan kekuatan dari resin
bond ke bahan dasar zirkonia karena terdapat hanya sedikit atau tidak ada
kandungan silika pada pasak. Namun, tribochemical silica coating ditemukan
untuk meningkatkan kekuatan bond pada resin komposit ke pasak zirconia.
Oblak et al membandingkan resistensi fraktur dair pasak prefabricated
zirkonia dengan perlakuan permukaan yang berbeda. Mereka menemukan pasak
yang diabrasi dengan airborne particle menunjukkan resistensi fraktur yang lebih
tinggi dibanding pasak yang telah digerinda dengan instrumen diamond.
Penggunaan kaca heat-pressed bukannya komposit untuk membuat inti
telah disarankan. Pendekatan ini dapat meningkatkan sifat fisik dari pasak dan inti
all-ceramic.
Ketika sifat mekanis dari pasak zirkonia dievaluasi, dilaporkan bahwa pasak
ini sangat kaku dan kuat, dengan tidak ada sifat plastis. Pfeiffer et al menemukan
bahwa pasak zirkonia memiliki yield strength yang lebih tinggi signifikan
dibanding pasak titanium dan GFR.
Beberapa penelitian mengindikasikan bahwa banyak pasak yang umum
digunakan menunjukkan resistensi fraktru yang lebih tinggi dibanding pasak
zirkonia. Sebagai tambahan, ketika pasak zirkonia patah, pasak yang tidak dapat
diambil akan meninggalkan akar yang tidak dapat direstorasi.
Hasil klinis. Dua studi mengevaluasi dowel zirkonia. Satu studi melaporkan
tidak ada kegagalan setelah rata-rata waktu 2.4 tahun. Sebaliknya tingkat
kegagalan dilaporkan 9% setelah rata-rata waktu 4,8 tahun. Pelonggaran dowel
dilaporkan sebagai satu-satunya penyebab kegagalan dowel zirkonia.

Tahapan sementasi dan bonding pasak prefabricated


1. Buang bahan pengisi saluran akar (gambar 14a) menggunakan instrumen
tangan endodontik yang hangat atau instrumen rotari dengan diameter
kecil hingga panjang pasak yang diinginkan dan panjang sisa gutta percha
didapatkan (gambar 14b)
2. Perbesar saluran akar menggunakan instrumen rotari yang sesuai dengan
dimensi akhir pasak yang dipilih (gambar 14c). pasak harus pas secara
pasif pada ruang tetapi cukup proximasi sehingga tidak bergerak dalam
saluran akar (gambar 14d).
3. Paling tidak separuh apikal dari pasak harus memiliki aproksimasi yang
baik untuk struktur gigi yang di preparasi. Setengah koronal pasak
mungkin tidak pas karena flaring saluran akar. Namun, kurang adaptasi ini
dapat diperbaiki ketika bahan inti ditempatkan di sekitar pasak dengan
semen.
4. Jika saluran akar tidak bisa dipreparasi sehingga memiliki bentuk
lingkaran seperti pasak dan memiliki aproksimasi yang adekuat dari
dinding saluran akar, maka custom cast post lebih disarankan.
5. Jangan membuang lebih banyak dentin pada daerah apikal ruang pasak
bila tidak dibutuhkan.
6. Ketika dibutuhkan, ambil foto radiografik untuk memastikan letak dan
panjang pasak.
7. Pendekkan ujung insisal atau oklusal agar tidak mengganggu oklusi tetapi
biarkan lebih panjang di oklusal untuk memberikan suport dan retensi bagi
bahan inti restoratif (2-3 mm). Jika pasak prefabricated non metal
digunakan, jangan potong ujung pasak dengan gunting tetapi pendekkan
dengan instrumen rotari diamond.
8. Ketika digunakan pasak metal, bengkokan sedikit ke koronal, jika perlu,
luruskan mereka dalam bahan inti. Selalu lepaskan pasak metal dari gigi
dan benkokan di luar mulut dengan tang orto.
9. Sementasi pasak dalam saluran akar dengan prosedur resin bonding
(gambar 14e)
10. Kondensasi bahan restorasi disekitar pasak atau bond bahan restorasi pada
pasak dan sisa struktur gigi, tergantung dari bahan yang digunakan untuk
membentuk pasak. Letakkan kelebihan bahan sehingga dapat dipreparasi
sesuai bentukan crown setelah mengeras (gambar 3-14f).
11. Selesaikan dnegan preparasi gigi definitif dan cetak untuk pembuatan
crown (Gambar 14 g, h, i)

Gambar 14. Sementasi dan bonding pasak prefabricated

BAHAN INTI DIREK


Tiga bahan dasar untuk bahan inti direk yang dapat digunakan untuk bahan
buildup restorasi gigi post perawatan endodontik adalah : silver amalgam, resin
komposit dan terkadang glass ionomer based core material. Sifat yang diinginkan
dari bahan inti sudah dibahas dalam literatur termasuk: biokompatibilitas,
compressive strength yang adekuat untuk menahan tekanan intraoral, manipulasi
mudah, stabilitas dimensi, potensi absorbsi air minimal, dan flexural strength
yang cukup untuk menahan beban oklusi.

Amalgam
Amalgam merupakan alternatif bahan inti yang memungkinkan. Amalgam
memiliki sifat fisik yang lebih baik dari kebanyakan bahan inti lainnya. Amalgam
dilaporkan memiliki performa sebagai bahan inti dibawah simulasi kondisi klinis
karena memiliki compressive strength dan rigiditas yang tinggi. Amalgam
memiliki rekam jejak klinis yang sukses, kuat dan relatif stabil secara dimensi
(bahkan saat ada air), dan mudah dikondensasi. Ketahanan terhadap leakage dari
amalgam meningkat beriringan dengan waktu karena produk korosi nya. Studi
menunjukkan bahwa fase dipersi alloy memiliki initial leakage yang lebih rendah
dibandingkan dengan spherical alloy. Bahan ini relatif tidak mahal dibandingkan
dengan resin komposit atau glass ionomer. Kerugina dari amalgam, ketika
digunakan sebagai bahan inti adalah kurangnya bonding terhadap dentin, warna
yang tidak baik di bawah all ceramic crown, dan terbentuknya amalgam tattoo
selama preparasi gigi. Pada setting inisial, kekuatan amalgam rendah. Oleh karena
itu, tidak dapat langsung dipreparasi meskipun telah digunakan spherical alloy
yang fast setting.
Penelitian menunjukkan bahwa kesuksesan amalgam digunakan sebagai
bahan inti tergantung pada jumlah struktur koronal gigi yang tersisa dan adanya
kedalaman ruang pulpa yang adekuat (gambar 15). Ekstensi amalgam dalam
saluran akar direkomendasikan bila ruang pulpa yang tersedia hanya kurang dari
2mm. Inti amalgam menempel pada sepertiga servikal saluran akar dan ruang
pulpa membuktikan lebih retentif dibandingkan pasak dan buildup inti tuang
(gambar 16).
Gambar 15. Perawatan gigi post endodontik dengan core amalgam

Gambar 16. Amalgam masuk ke saluran akar bila ruang akar kurang dari 2mm

Inti amalgam dibawah mahkota memiliki tingkat kegagalan yang erndah,


diikuti dengan resin komposit dan glass ionomer. Nayyar et al merestorasi lebih
dari 400 gigi posterior dengan inti amalgam coronal-radicular dan mengikutinya
selama 4 tahun; mereka menemukan tidak terjadi kegagalan dari inti alamgam.
Beberapa teknik menggunakan mahkota provisional atau matrix telah dikatakan
memfasilitasi penempatan buildup inti silver amalgam pada gigi post endodontik.
Amalgam sebagai bahan inti direkomendasikan untuk buildup yang besar,
tepi yang dalam, dan buildup ketika tepi dekat dengan finish line dari crown.
Amalgam merupakan bahan satu-satunya dimana peletakan margin crown di
amalgam dapat diterima.

Tahapan modifikasi FPD provisional menjadi matriks untuk buildup inti amalgam
1. Selesaikan preparasi gigi dan buang semua restorasi, dentin yang rapuh,
lesi karies, dan struktru gigi yang undermine.
2. Buat FPD provisional. Buat kontur, ketebalan, kontak proksimal, dan
kontak oklusal yang baik (gambar 17a dan b). Jika struktur gigi yang
cukup tersedia, gunakan matrix band.
3. Buang 1 hingga 2 mm gutta percha dari orfice saluran akar untuk
membantu retensi dari inti. Hal ini hanya penting jika kedalaman ruang
pulpa lebih kecil dari 3mm. (gambar 17c)
4. Gunakan instrumen rotari karbid untuk membuat access opening oklusal
pada retainer abutment menuju ke tengah fondasi.
5. Letakkan provisional FPD yang sudah dimodifikasi pada struktur gigi
yang tersisa, dan konfirmasi akses yang adekuat pada kavitas untuk
penempatan dan kondensasi amalgam yang ideal.
6. Konfirmasi kecocokan dan adaptasi marginal dari FPD provisional.
7. Semen FPD provisional yang sudah dimodifikasi dengan sedikit
provisional semen diletakkan hanya pada tepi FPD provisional.
8. Kondensasi bagian amalgam pertama pada ruang pasak yang dipreparasi
dengan menggunakan probe periodontal atau plugger endodontik. Isi sisa
ruangan pulpa dengan alamgam hingga permukaan oklusal dari FPD
provisional untuk memastikan seal yang adekuat, dan buat occlusal
adjustment bila dibutuhkan (gambar 17e)
9. Pada pertemuan selanjutnya, FPD provisional dibagi dengan hati-hati
dengan menggunakan instrumen rotary memotong yang tapered untuk
membuat groove vertikal pada permukaan bukal (gambar 17 f dan g).
10. Perbaiki fondasi amalgam untuk preparasi gigi definitif, dan ambil
cetakan definitif (gambar 17h dan i)
Gambar 17. modifikasi FPD provisional menjadi matriks untuk buildup inti amalgam

Buat dan sementasi FPD provisional yang baru dengan semen provisional.
Prosedur yang sama digunakan ketika crown provisional digunakan sebagai
matriks untuk core buildup amalgam (gambar 18).

Gambar 18. crown provisional digunakan sebagai matriks untuk core buildup amalgam
Resin Komposit
Resin komposit merupakan bahan inti yang populer karena mudah
digunakan dan memenuhi kebutuhan estetik. Sifat tertentu dari resin komposit
lebih inferior dibanding amalgam tetapi lebih superior dibanding bahan GIC.
Kovarik et al menunjukkan bahwa resin komposit lebih fleksibel dibanding
amalgam. Komposit menempel pada permukaan gigi, dapat dipreparasi dan
finishing secepatnya, dan dapat memiliki warna yang baik di bawah crown all
ceramic. Resin komposit tampaknya merupakan bahan inti yang dapat diterima
ketika masih tersisa struktur mahkota gigi yang cukup tetapi merupakan pilihan
buruk jika terdapat banyak struktur gigi yang hilang.
Satu kerugian inti resin komposit adalah instabilitas bahan dalam cairan
mulut (absorbsi air). Oliva dan Lowe menemukan bahwa inti resin komposit tidak
stabil secara dimensi ketika terekspos kelembaban. Namun, Vermilyea et al
menemukan bahwa penggunaan restorasi provisional yang pas akan memberikan
inti resin komposit perlindungan terhadap kelembaban. Ekspansi higroskopi dari
inti resin komposit dan struktur lapisan semen dengan lapisan ceramic di atasnya
akan membuat tekanan yang signifikan yang memiliki potensi menyebabkan
extensive cracking pada lapisan ceramic nya. Secara klinis, hal ini berarti bahwa
performa all-ceramic crown dapat terkompromisasi bila crown diluting dengan
inti komposit yang mengalami ekspansi higroskopik.
Kerugian lain adalah resin komposit memilki dimensi yang tidak stabil
(setting shrinkage). Shrinkage selama polimerisasi menyebabkan stress pada
adhesive bond, menyebabkan pembentukan gap, dimana dapat berkontribusi pada
kegagalan bonding jangka panjang. Semakin sedikit filler terdapat dalam
komposit, akan lebih besar shrinkage yang terjadi. Karena sebab ini, penting
untuk menghindari menggunaan resin komposit flowable sebagai bahan buildup
karena kandungan filler yang rendah dan sifat mekanis yang buruk (flow, flexural
strength, dan kekakuan).
Aplikasi resin komposit membutuhkan protokol teknis adherence hingga
penanganan bahan yang hati-hati. Inti harus dibuild up sedikit demi sedikit, dan
penelitian menunjukkan bahwa proses ini membuat inti yang lebih padat. Sangat
direkomendasikan penggunaan rubber dam ketika komposit digunakan sebagai
bahan core build up.

Glass Ionomer
Glass ionomer adalah bahan sewarna gigi yang digunakan oleh dokter gigi
sebagai bahan core buildup. Glass ionomer menempel pada struktur gigi dengan
membentuk ikatan kimia dan memiliki koefisien ekspansi termal yang rendah dan
polymerization shrinkage yang rendah. Glass ionomer memiliki kemampuan
untuk melepas fluor. Pada studi in vitro, Kovarik et al menemukan bahwa glass
ionomer adalah bahan core buildup yang paling lemah bila dibandingkan dengan
amalgam dan resin komposit. Kurangnya kekuatan (flexural dan tensile) yang
adekuat bersama dengan sensitivitas terhadap kelembaban menurunkan resistensi
terhadap fraktur dan membuat bahan ini bahan direct core yang tidak adekuat.
Direkomendasikan bahwa glass ionomerdigunakan terutama untuk menutup
undercut pada preparasi gigi.
Untuk usaha meningkatkan viskositas glass ionomer, silver alloy
ditambahkan pada glass ionomer. Penambahan silver alloy menghasilkan flexural
strength yang lebih tinggi dan modulus elastisitas yang lebih rendah. Namun,
studi menunjukkan bahwa silver-reinforced glass ionomer tidak dapat menahan
beban kunyah yang disimulasikan. Maka dari itu, bahkan setelah diperkuat dengan
silver, glass ionomer tetap tidak sesuai untuk menjadi jika bahan core membentuk
bagian penting untuk retention dan resistance form bagi restorasi di atasnya.

Ringkasan
Kebanyakan gigi postendodntik harus direstorasi menggunakan crown untuk
meningkatkan ketahanannya. Namun, gigi anterior yang masih baik tidak perlu
crown untuk meningkatkan keberhasilan klinis nya. Gigi dapat direstorasi dengan
bahan pengisi konservatif kecuali jika sudah ada restorasi sebelumnya atau perlu
perubahan warna/bentuk. Pasak tidak memperkuat gigi post perawatan
endodontik. Tujuan dari post hanya untuk menahan inti. Beberapa pasak
prefabricated dan bahan core direk tersedia.

Anda mungkin juga menyukai