Oleh :
Bimbingan oleh :
Hanoem Eka H., drg., MS., Sp.Pros(K)
Agus Dahlan, drg., M.Kes., Sp.Pros(K)
Gambar 1. (a)Tampilan gigi post perawatan endodontik tanpa restorasi cuspal coverage
menunjukkan adanya fistula, (b) dental probe pada aspek distal gigi molar, (c) gigi yang
dicabut menunjukkan cusp yang fraktur.
Jika ketahanan jangka panjang gigi merupakan tujuan utama, pemasangan
crown pada gigi posterior post perawatan endodontik meningkatkan ketahanan
dan tampak lebih penting dibanding tipe fondasi restorasi yang digunakan. Maka
dari itu, restorasi yang menyelubungi cusp perlu digunakan untuk gigi posterior
yang memiliki interdigitasi dengan gigi lawan dan maka dari itu menerima beban
oklusal yang memisah cusp. Data asuransi yang didiskusikan sebelumnya
menunjukkan bahwa 37% hingga 40% gigi nonvital direstorasi tanpa crown,
metode perawatan yang tidak didukung oleh prognosa klinis jangka panjang gigi
post perawatan endodontik yang tidak memiliki crown yang menyelubungi cusp.
Ada gigi posterior (tidak lebih dari 40%) yang tidak memiliki interdigitasi
oklusal yang penting atau memiliki bentuk oklusal yang tidak memungkinkan
adanya interdigitasi yang memberikan gaya memisahkan cusp (seperti premolar
pertama mandibula dengan cusp lingual yang kecil dan kurang berkembang).
Ketika gigi ini intak atau memiliki restorasi minimal (restorasi mesio-oklusal atau
disto-oklusal kecil), gigi ini dapat dilakukan restorasi pada hanya access opening
tanpa menggunakan coronal-coverage crown.
Berkebalikan dengan rekomendasi sebelumnya, penelitian klinis 3 tahun
oleh Mannocci et al mengevaluasi tingkat kesuksesan klinis pada gigi premolar
post perawatan endodontik dengan pasak dan restorasi resin komposit direk
dengan atau tanpa complete crown coverage. Ditemukan bahwa keduanya
memiliki tingkat kesuksesan yang hampir sama. Nagasiri, et al, pada penelitian
kohort retrospektif, mengatakan bahwa molar post endodontik yang masih intak
selain pada access opening dapat direstorasi dengan baik menggunakan restorasi
resin komposit.
Hanning et al mengevaluasi resistensi terhadap fraktur dari gigi premolar
maksila post endodontik yang menggunakan restorasi inlay mesio-oklusodistal
yang dibuat menggunakan computer-aided design/ computer-assisted. Peneliti
menemukan bahwa gigi post perawatan endodontik yang direstorasi dengan inlay
CEREC (Sirona) menunjukkan angka fraktur yang lebih tinggi dibanding dengan
kontrol (premolar tanpa tambalan atau karies). Mereka menyimpulkan bahwa
merestorasi gigi premolar maksila menggunakan inlay CEREC tidak dapat
mengembalikan resistensi fraktur ke tingkat semula (gigi sehat).
Pada sisi lain, ketika membandingkan ketahanan fraktur pada restorasi resin
komposit direk dan indirek yang besar pada gigi molar post perawatan
endodontik, Plotino et al menyimpulkan bahwa restorasi komposit direk dan
indirek yang menggantikan cusp menunjukkan ketahanan terhadap fraktur yang
hampir sama saat diberi beban oklusal simulasi dan dapat menjadi pilihan
perawatan untuk gigi molar post perawatan endodontik dengan guarded
prognosis.
Banyak penelitian klinis tentang fixed partial dentures (FPDs) kebanyakan
longspan dan cantilever, menyatakan bahwa abutment post perawatan endodontik
lebih sering gagal dibandingkan gigi vital karena fraktur gigi, mendukung
pernyataan bahwa gigi post perawatan endodontik lebih rapuh dan membutuhkan
desain restorasi yang menurunkan potensi terjadinya fraktur mahkota dan akar
dimana FPD yang ekstensif dibutuhkan.
Banyak penelitian membandingkan sifat fisik dari gigi vital dan nonvital
sudah dipublikasikan dan memiliki hasil yang berbeda. Gutmann me- review
literatur dan membuat ringkasan dari beberapa penelitian yang mengidentifikasi
yang terjadi pada gigi post perawatan endodontik. Ditemukan bahwa gigi post
perawatan endodontik pada anjing memiliki kelembaban 9% lebih kecil dibanding
gigi vital. Bagaimanapun juga, penelitian lain menemukan bahwa dehidrasi
meningkatkan kekakuan dan menurunkan fleksibilitas dari gigi vital dan non-vital.
Kebalikannya, Papa et al menemukan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan
dalam kadar kelembaban gigi manusia post endodontik ketika dibandingkan
dengan gigi vital kontralateral. Selain itu, dengan bertambahnya usia, lebih
banyak terbentuk dentin peritubula, sehingga menurunkan jumlah material
organik yang dapat menyimpan kelembaban.
Telah dikatakan bahwa prosedur endodontik saja dapat menurunkan
kekakuan sebanyak 5%, terutama karena access opening. Tidmarsh dan Grimaldi
menggambarkan hubungan langsung antara removal struktur gigi dan deformasi
gigi karena beban. Penelitian lain menyimpulkan bahwa preparasi kavitas yang
lebih besar meningkatkan defleksi antara cusp.
Dentin dari gigi post perawatan endodontik menunjukkan toughness dan
shear strength yang secara signifikan lebih kecil dibandingkan dentin vital,
sedangkan pada penelitian lain menyatakan bahwa kekuatan dentin tidak
menurun. Rivera et al mengatakan bahwa usaha yang dibutuhkan untuk
memfrakturkan dentin mungkin lebih kecil ketika gigi sudah dirawat endodontik
karena crosslink intermolekular kolagen yang lebih imatur (kemungkinan lebih
lemah). Penelitian lain menemukan bahwa fibril kolagen pada gigi berpasak
dengan semen zinc phosphate terdegradasi seiring berjalannya waktu.
Demineralisasi oleh asam dapat terjadi karena bakteri dan etsa asam.
Dulu, alloy emas yang mirip seperti alloy yang digunakan untuk complete
crown digunakan. Namun, silver-palladium dan base metal alloy telah disarankan
sebagai alloy alternatif untuk pasak dan inti tuang dan merupakan metal yang
paling sering digunakan. Kekerasan, ketidakstabilan struktur kimia, dan
manipulasi base metal alloy dianggap sebagai kerugian. Degradasi base metal
alloy akan melepas zat yang dapat berbahaya bagi pasien.
Alloy lain diperkenalkan untuk menangani permasalahan konturing dan
finishing pasak dan inti yang dibuat dari base metal alloy. Alloy silver-palladium
diperkenalkan sebagai sebagai pengganti alloy emas dan base metal alloy. Alloy
silver-palladium lebih mudah disesuaikan selama praktek dan menunjukkan
akurasi casting yang dapat diterima, sifat ini mirip dengan gold casting alloy.
Pasak dan inti tuang metal dibuat secara direk atau indirek. Pola resin pasak
dan inti dapat dibuat secara direk pada gigi yang sudah dipreparasi atau cetakan
akhir ruang pada saluran akar dan sisa mahkota gigi dapat dibuat sehingga pola
malam dapat dibuat secara indirek pada model gipsum. Pola malam ditanam dan
dicasting dengan dental casting alloy yang memiliki sifat fisik sama atau lebih
baik dari gold alloy tipe IV.
Indikasi
Pasak custom cast metal dapat digunakan secara efektif pada berbagai
lokasi, tetapi paling cocok untuk gigi dengan dimensi akar dan morfologi internal
yang sedemikian rupa sehingga preparasi tambahan pada saluran akar untuk
prefabricated post tidak memungkinkan (seperti, insisif mandibula). Waktu klinis
yang dibutuhkan untuk membuat pasak dan inti tuang, kebutuhan waktu
pertemuan tambahan dengan pasien, terkadang susahnya pembuatan provisional
untuk gigi, dan tingginya biaya membuat pasak prefabricated pilihan yang
popular untuk gigi post perawatan endodontik.
Pasak dan inti tuang dapat diperlukan pada situasi klinis (seperti, gigi
anterior maksila) dimana perlu dilakukan perubahan angulasi inti terhadap akar.
Terdapat batasan berapa banyak pasak metal dapat melengkung dan berapa
banyak bahan buildup inti yang dapat ditahan.
Tahapan Pembuatan Pasak dan Inti Tuang untuk Gigi Posterior dengan Akar
Divergen
Pada teknik ini, pasak dengan panjang optimal dimasukkan ke saluran akar
paling mudah diakses dan pasak key-lock diekstensi sebagian ke saluran akar yang
lebih tidak mudah diakses.
1. Pastikan melalui foto radiografis kedalaman ruang pasak yang benar yang
dibutuhkan (gambar 5a dan b).
2. Buang gutta-percha sesuai kedalaman yang diinginkan dalam akar
3. Menggunakan shaping bur dengan ukuran yang sesuai, preparasi salah
satu saluran akar untuk menerima prefabricated metal post (ParaPost,
Coltene/Whaledent) (Gambar 5c). Bur Para-Post dapat digunakan secara
manual dengan universal hand driver atau dengan handpiece low speed
contra-angle. Gunakan rotasi continuous searah jarum jam selama
prosedur pengeburan dengan gerakan naik dan turun.
4. Pilih ParaPost plastic impression post dengan warna yang sama dengan
bur yang terakhir digunakan dan adaptasikan pada ruang pasak. Sesuaikan
panjang pasak hingga 1 mm berjarak dari gigi lawan dari oklusi. Lepaskan
pasak dari mulut dan tekan instrumen panas pada bagian atas pasak, maka
dari itu akan membentuk “kepala paku” yang akan membantu retensi
pasak pada bahan cetak.
5. Buat cetakan akhir seperti yang dideskripsikan sebelumnya di bagian
pembuatan indirect resin pattern.
6. Setelah menuang cast, pilih preformed castable plastic ParaPost untuk
menyesuaikan dengan warna pasak plastik cetakan. Sesuaikan tinggi dari
castable plastic ParaPost dengan memotong ujungnya. Lubrikasi ParaPost
aluminium dan pas kan pada saluran akar yang divergen.
7. Bentuk inti yang dikontur optima dengan menambahkan wax. Wax
sebaiknya mengalir pada hanya sekitar orifice dari saluran akar;
seharusnya tidak ada wax yang melapiri preformed castable post. Gerigi
pada pasak dan saluran untuk keluarnya semen harus dipertahankan.
Ketika wax mendingin, lepas ParaPost aluminium dari wax (gambar 5d,e).
8. Lakukan cast, finishing dan tempatkan inti pada die (gambar 3-5f)
9. Letakkan dan semen pasak dan inti tuang pada gigi dan selesaikan
restorasi (gambar 5g, h, i)
Gambar 5. Pembuatan pasak dan inti tuang untuk gigi posterior dengan akar
divergen
PASAK PREFABRICATED
Pasak prefabricated menjadi cukup populer dan terdapat bermacam sistem:
bersisi paralel atau tapered, halus atau bergerigi, pasif (cemented/bonded) atau
aktif (berulir), atau kombinasi dari semua ini. Pasak ulir bergantung terutama pada
gigi yang terlibat – melalui ulir yang terbentuk pada dentin ketika pasak
disekrupkan dalam akar atau melalui ulir yang telah dipreparasi pada dentin.
Mayoritas pasak ini terbuat dari metal. Pasak prefabricated biasanya terbuat dari
18-8 stainless steel (18% kromium dan 8% nikel) alloy atau titanium alloy, seperti
Ti6Al4V, mengandung 6% aluminium dan 4% vanadium.
Akhir-akhir ini, sebagai respon atas kebutuhan pasak sewarna gigi, pasak
nonmetal seperti pasak carbon fiber-reinforced (CFR) epoxy resin, zirconia, glass
fiber-reinforced (GFR) epoxy resin, dan ultrahigh polyethylene fiber-reinforced
(PFR) mulai tersedia.
Hasil uji laboratoris. Uji sifat fisik dari pasak CFR menunjukkan hasil yang
berkebalikan. Beberapa penelitian menyatakan bahwa pasak CFR menunjukkan
sifat fisik yang adekuat dibandingkan dengan pasak metal. Dalam penelitian
retrospektif selama 4 tahun, Ferrari et al menyatakan bahwa sistem Composipost
lebih baik daripada sistem pasak dan inti tuang konvensional. King dan Setchell
dan Duret et al mengevaluasi sifat fisik (resistensi fraktur dan modulus elastisitas)
dari pasak DFR, dan kedua grup dilaporkan bahwa pasak ini memiliki kekuatan
yang lebih besar dibandingkan pasak prefabricated metal.
Hasil yang berlawanan dilaporkan oleh Sidoli et al dalam studi in vitro.
Mereka menemukan bahwa pasak CFR menunjukkan kekuatan lebih rendah
dibandingkan pasak metal. Hasil yang sama juga didapatkan oleh Purton dan
Love, dan Asmussen et al.
Martinez-Insua et al mempelajari resistensi fraktur dari gigi yang direstorasi
dengan pasak CFR dan pasak tuang. Mereka melaporkan threshold fraktur yang
lebih tinggi signifikan pada pasak dan inti tuang. Evaluasi klinis dari pasak CFS
melaporkan bahwa pasak ini tidak tampil sebaik pasak dan inti tuang
konvensional. Namun, hasil dari penelitian ini harus diinterpretasikan dengan
hati-hati karena jumlah sampel yang relatif kecil (27 gigi)
Banyak penelitian menyatakan bahwa kekuatan pasak CFR menurun setelah
thermocycling dan cyclic loading. Sebagai tambahan, pasak yang berkontak
dengan cairan mulut akan menurunkan nilai kekuatan fleksural nya.
Pada 2 studi in vitro, hasil menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan
antara pasak CFR, pasak dan inti tuang, dan pasak metal ketika restorasi
dilakukan pada insisif mandibula. Tidak ada perbedaan yang tercatat dari keadaan
fraktur yang terobservasi.
Menurut 1 studi, perlakuan pada permukaan pasak dengan abrasi airborne-
particle tidak mempengaruhi sifat mekanis dari pasak CFR. Sebaliknya, studi lain
menunjukkan bahwa hal ini meningkatkan retensi semen pada pasak CFR.
Penelitian lebih baru mengindikasikan bahwa penggunaan silane tanpa abrasi
airborne-particle sudah merupakan perlakuan lebih dari cukup untuk
meningkatkan retensi dari pasak CFR cemented.
Banyak penelitian menunjukkan bahwa pasak CFR lebih sedikit
menyebabkan fraktur akar bila gagal. Tipe kegagalan pada gigi yang direstorasi
dengan pasak CFR pada penelitian ini lebih favorable terhadap struktur gigi yang
tersisa.
Namun, selain dari sifat yang menguntungkan tersebut, aplikasi in vivo
tertentu dari pasak CFR adalah questionable. Ketika ferrule kecil atau tidak ada
pada gigi post endodontik yang direstorasi dengan pasak CFR, beban dapat
menyebabkan pasak untuk flex, menyebabkan gerakan mikro pada seluruh pasak.
Seal semen pada tepi crown dapat terkompromisasi, disertai dengan mikroleakage
dari bakteri oral dan cairan. Sebagai hasilnya, dapat terjadi karies sekunder pada
ruang yang terbentuk dan tidak mudah untuk dideteksi.
Pasak Zirconia
Komposisi dan sifat. Trend menuju penggunaan crown all ceramic
mendorong pabrik untuk mengembangakn pasak all ceramic. Pasak metal-free
menghindara diskolorisasi struktur gigi yang dapat terjadi dengan pasak metal dan
menghasilkan sifat optikal yang dapat dibandingkan dengan crown kemramik.
Salah satu tipe pasak all ceramic adalah pasak zirconia, teridiri dari zirconia oxide
(ZrO2) bahan yang kaku yang digunakan dalam berbagai macam kegunaan.
Fracture tougness yang tinggi, flexural strength tinggi dan resistensi terhadap
korosi yang baik sehingga membuat ortopedi menggunakannya pada permukaan
artikulasi (gambar 11). Studi telah menunjukkan zirconia yang ditransplantasikan
pada hewan sangat stabil setelah jangka panjang dan tidak ada degradasi dari
spesimen.
Gambar 13. Foto radiografik menunjukkan perbedaan radioopasitas antara pasak zirkonia
(bawah) dan pasak CFR epoxy resin (atas)
Amalgam
Amalgam merupakan alternatif bahan inti yang memungkinkan. Amalgam
memiliki sifat fisik yang lebih baik dari kebanyakan bahan inti lainnya. Amalgam
dilaporkan memiliki performa sebagai bahan inti dibawah simulasi kondisi klinis
karena memiliki compressive strength dan rigiditas yang tinggi. Amalgam
memiliki rekam jejak klinis yang sukses, kuat dan relatif stabil secara dimensi
(bahkan saat ada air), dan mudah dikondensasi. Ketahanan terhadap leakage dari
amalgam meningkat beriringan dengan waktu karena produk korosi nya. Studi
menunjukkan bahwa fase dipersi alloy memiliki initial leakage yang lebih rendah
dibandingkan dengan spherical alloy. Bahan ini relatif tidak mahal dibandingkan
dengan resin komposit atau glass ionomer. Kerugina dari amalgam, ketika
digunakan sebagai bahan inti adalah kurangnya bonding terhadap dentin, warna
yang tidak baik di bawah all ceramic crown, dan terbentuknya amalgam tattoo
selama preparasi gigi. Pada setting inisial, kekuatan amalgam rendah. Oleh karena
itu, tidak dapat langsung dipreparasi meskipun telah digunakan spherical alloy
yang fast setting.
Penelitian menunjukkan bahwa kesuksesan amalgam digunakan sebagai
bahan inti tergantung pada jumlah struktur koronal gigi yang tersisa dan adanya
kedalaman ruang pulpa yang adekuat (gambar 15). Ekstensi amalgam dalam
saluran akar direkomendasikan bila ruang pulpa yang tersedia hanya kurang dari
2mm. Inti amalgam menempel pada sepertiga servikal saluran akar dan ruang
pulpa membuktikan lebih retentif dibandingkan pasak dan buildup inti tuang
(gambar 16).
Gambar 15. Perawatan gigi post endodontik dengan core amalgam
Gambar 16. Amalgam masuk ke saluran akar bila ruang akar kurang dari 2mm
Tahapan modifikasi FPD provisional menjadi matriks untuk buildup inti amalgam
1. Selesaikan preparasi gigi dan buang semua restorasi, dentin yang rapuh,
lesi karies, dan struktru gigi yang undermine.
2. Buat FPD provisional. Buat kontur, ketebalan, kontak proksimal, dan
kontak oklusal yang baik (gambar 17a dan b). Jika struktur gigi yang
cukup tersedia, gunakan matrix band.
3. Buang 1 hingga 2 mm gutta percha dari orfice saluran akar untuk
membantu retensi dari inti. Hal ini hanya penting jika kedalaman ruang
pulpa lebih kecil dari 3mm. (gambar 17c)
4. Gunakan instrumen rotari karbid untuk membuat access opening oklusal
pada retainer abutment menuju ke tengah fondasi.
5. Letakkan provisional FPD yang sudah dimodifikasi pada struktur gigi
yang tersisa, dan konfirmasi akses yang adekuat pada kavitas untuk
penempatan dan kondensasi amalgam yang ideal.
6. Konfirmasi kecocokan dan adaptasi marginal dari FPD provisional.
7. Semen FPD provisional yang sudah dimodifikasi dengan sedikit
provisional semen diletakkan hanya pada tepi FPD provisional.
8. Kondensasi bagian amalgam pertama pada ruang pasak yang dipreparasi
dengan menggunakan probe periodontal atau plugger endodontik. Isi sisa
ruangan pulpa dengan alamgam hingga permukaan oklusal dari FPD
provisional untuk memastikan seal yang adekuat, dan buat occlusal
adjustment bila dibutuhkan (gambar 17e)
9. Pada pertemuan selanjutnya, FPD provisional dibagi dengan hati-hati
dengan menggunakan instrumen rotary memotong yang tapered untuk
membuat groove vertikal pada permukaan bukal (gambar 17 f dan g).
10. Perbaiki fondasi amalgam untuk preparasi gigi definitif, dan ambil
cetakan definitif (gambar 17h dan i)
Gambar 17. modifikasi FPD provisional menjadi matriks untuk buildup inti amalgam
Buat dan sementasi FPD provisional yang baru dengan semen provisional.
Prosedur yang sama digunakan ketika crown provisional digunakan sebagai
matriks untuk core buildup amalgam (gambar 18).
Gambar 18. crown provisional digunakan sebagai matriks untuk core buildup amalgam
Resin Komposit
Resin komposit merupakan bahan inti yang populer karena mudah
digunakan dan memenuhi kebutuhan estetik. Sifat tertentu dari resin komposit
lebih inferior dibanding amalgam tetapi lebih superior dibanding bahan GIC.
Kovarik et al menunjukkan bahwa resin komposit lebih fleksibel dibanding
amalgam. Komposit menempel pada permukaan gigi, dapat dipreparasi dan
finishing secepatnya, dan dapat memiliki warna yang baik di bawah crown all
ceramic. Resin komposit tampaknya merupakan bahan inti yang dapat diterima
ketika masih tersisa struktur mahkota gigi yang cukup tetapi merupakan pilihan
buruk jika terdapat banyak struktur gigi yang hilang.
Satu kerugian inti resin komposit adalah instabilitas bahan dalam cairan
mulut (absorbsi air). Oliva dan Lowe menemukan bahwa inti resin komposit tidak
stabil secara dimensi ketika terekspos kelembaban. Namun, Vermilyea et al
menemukan bahwa penggunaan restorasi provisional yang pas akan memberikan
inti resin komposit perlindungan terhadap kelembaban. Ekspansi higroskopi dari
inti resin komposit dan struktur lapisan semen dengan lapisan ceramic di atasnya
akan membuat tekanan yang signifikan yang memiliki potensi menyebabkan
extensive cracking pada lapisan ceramic nya. Secara klinis, hal ini berarti bahwa
performa all-ceramic crown dapat terkompromisasi bila crown diluting dengan
inti komposit yang mengalami ekspansi higroskopik.
Kerugian lain adalah resin komposit memilki dimensi yang tidak stabil
(setting shrinkage). Shrinkage selama polimerisasi menyebabkan stress pada
adhesive bond, menyebabkan pembentukan gap, dimana dapat berkontribusi pada
kegagalan bonding jangka panjang. Semakin sedikit filler terdapat dalam
komposit, akan lebih besar shrinkage yang terjadi. Karena sebab ini, penting
untuk menghindari menggunaan resin komposit flowable sebagai bahan buildup
karena kandungan filler yang rendah dan sifat mekanis yang buruk (flow, flexural
strength, dan kekakuan).
Aplikasi resin komposit membutuhkan protokol teknis adherence hingga
penanganan bahan yang hati-hati. Inti harus dibuild up sedikit demi sedikit, dan
penelitian menunjukkan bahwa proses ini membuat inti yang lebih padat. Sangat
direkomendasikan penggunaan rubber dam ketika komposit digunakan sebagai
bahan core build up.
Glass Ionomer
Glass ionomer adalah bahan sewarna gigi yang digunakan oleh dokter gigi
sebagai bahan core buildup. Glass ionomer menempel pada struktur gigi dengan
membentuk ikatan kimia dan memiliki koefisien ekspansi termal yang rendah dan
polymerization shrinkage yang rendah. Glass ionomer memiliki kemampuan
untuk melepas fluor. Pada studi in vitro, Kovarik et al menemukan bahwa glass
ionomer adalah bahan core buildup yang paling lemah bila dibandingkan dengan
amalgam dan resin komposit. Kurangnya kekuatan (flexural dan tensile) yang
adekuat bersama dengan sensitivitas terhadap kelembaban menurunkan resistensi
terhadap fraktur dan membuat bahan ini bahan direct core yang tidak adekuat.
Direkomendasikan bahwa glass ionomerdigunakan terutama untuk menutup
undercut pada preparasi gigi.
Untuk usaha meningkatkan viskositas glass ionomer, silver alloy
ditambahkan pada glass ionomer. Penambahan silver alloy menghasilkan flexural
strength yang lebih tinggi dan modulus elastisitas yang lebih rendah. Namun,
studi menunjukkan bahwa silver-reinforced glass ionomer tidak dapat menahan
beban kunyah yang disimulasikan. Maka dari itu, bahkan setelah diperkuat dengan
silver, glass ionomer tetap tidak sesuai untuk menjadi jika bahan core membentuk
bagian penting untuk retention dan resistance form bagi restorasi di atasnya.
Ringkasan
Kebanyakan gigi postendodntik harus direstorasi menggunakan crown untuk
meningkatkan ketahanannya. Namun, gigi anterior yang masih baik tidak perlu
crown untuk meningkatkan keberhasilan klinis nya. Gigi dapat direstorasi dengan
bahan pengisi konservatif kecuali jika sudah ada restorasi sebelumnya atau perlu
perubahan warna/bentuk. Pasak tidak memperkuat gigi post perawatan
endodontik. Tujuan dari post hanya untuk menahan inti. Beberapa pasak
prefabricated dan bahan core direk tersedia.