Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS

PERAWATAN CROWN VITAL

Dosen Pembimbing:
drg. Aris Aji Kurniawan, MH

Disusun Oleh:
Hani Kurnia Marlina
G4B016063

Komponen
Pembelajaran Daring
Resume Diskusi
Tanggal 6 Oktober 2020

Nilai
Tanda Tangan
DPJP
drg. Aris, M.H drg. Aris, M.H

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER GIGI
PURWOKERTO
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Definisi
Crown restoration disebut sebagai mahkota jaket atau mahkota
selubung adalah gigi tiruan cekat yang meliputi atau menyelubungi
seluruh permukaan gigi. Crown merupakan gigi tiruan cekat yang tidak
dapat dilepas pasang oleh pasien. Crown diaplikasikan untuk gigi yang
mengalami kerusakan yang parah tetapi sudah tidak bisa untuk direstorasi
secara konvensional tetapi saraf giginya masih vital. Gigi yang rusak
tersebut dipreprasi sedemikian rupa sehingga menjadi bentuk tertentu,
selanjutnya diganti dengan bahan berupa akrilik atau porselen atau
kombinasi logam dan porselen. Fungsi utama crown adalah untuk
melindungi struktur gigi dibawahnya, mengembalikan fungsi serta bentuk
gigi dan untuk kepentingan estetik. Crown gigi dapat dilakukan pada gigi
permanen dengan akar yang telah tumbuh sempurna, gigi dengan bentuk
anatomis yang mendukung untuk menahan atau memegang restorasinya,
dan pasien sudah tidak dalam masa tumbuh kembang rahang (Ahmad,
2008).
B. Indikasi
Menurut Jones dan Grundy (1992) indikasi crown adalah sebagai berikut.
1. Gigi dengan karies yang luas, sehingga tidak dapat ditumpat secara
konvensional, atau karies rekuren yang luas pada restorasi yang besar.
2. Gigi vital yang mengalami diskolorasi
3. Amelogenesis imperfekta dimana email mengalami hipokalsifikasi
atau perubahan warna lain yang terjadi pada gigi misalnya fluorosis
atau hipoplasi email.
4. Fraktur gigi dimana pulpa beum terbuka
5. Koreksi malposisi yang ringan
6. Anomali bentuk gigi (peg shaped, mulberry teeth)
C. Kontraindikasi
Kontraindikasi pembuatan crown gigi antara lain (Jones dan Grundy,
1992)
1. Gigi terlalu pendek atau retensi gigi kurang
2. Gigitan tertutup (close bite) atau edge to edge bite
3. Ketebalan struktur jaringan keras gigi kurang atau tipis pada labio
lingual
4. Pasien memiliki kebiasaan bruxism
5. Kerusakan gigi yang kompleks sehingga tidak memungkinkan
dilakukan pembuatan crown gigi
6. Desain preparasi tidak didukung jaringan gigi yang kuat
7. Alergi terhadap bahan yang digunakan
D. Tipe Crown
Menurut Sonatur (2006), crown dapat dibedakan menjadi 3 tipe
berdasarkan permukaan gigi yang tertutupi, bahan pembuatan crown dan
crown sementara.
1. Berdasarkan permukaan gigi yang tertutupi
a) Full crown
b) Partial veneer atau ¾ crown
c) Jacket crown
d) Post crown
2. Bahan pembuatan crown
a) Non Metal
1) Jacket crown dengan bahan akrilik, crown jenis ini
merupakan crown yang paling murah dan mudah dibuat.
Jenis crown ini digunakan sebagai mahkota sementara saat
mahkota tetap dalam proses pembuatan. Kekurangan dari
mahkota akrilik yaitu esetetika kurang karena crown dapat
berubah warna serta memiliki kekuatan yang rendah.
Mahkota akrilik dapat dibuat langsung di dalam mulut
maupun dibuat diluar rongga mulut menggunakan model.
2) Porcelain jacket crown, Estetika crown jenis ini adalah
jenis crown yang paling baik diantara crown yang lain,
namun kelemahan jenis crown ini adalah mudah pecah atau
fraktur sehingga bukan pilihan utama. Jenis ini biasanya
diindikasikan untuk gigi anterior untuk menunjang
penampilan serta dapat digunakan pada pasien diatas umur
20 tahun.
b) Metal
1) Gold alloy crown, crown jenis ini memiliki kelebihan yaitu
memiliki kekuatan yang baik dan tahan lama dibandingkan
bahan lain. Selain itu, crown ini memiliki adaptasi marginal
yang baik dibandingkan dengan jenis crown yang lain. Gold
alloy crown biasanya digunakan untuk gigi posterior
karena alasan estetis.
2) Nichrome crown
c) Kombinasi Metal dan Non Metal
Porcelain fused to metal, crown jenis ini merupakan crown yang
paling sering digunakan. Bahan ini menggunkan bahan metal
setebal 2-3 mm pada bagian dalam dan dilapisi porselen pada
bagian luar. Design tersebut bertujuan untuk menggabungkan
kekuatan dari metal dan estetika yang baik dari porselen.
3. Crown sementara
a) Ready made-polycarbonate
b) Celluloid
c) Stainless steel Nichrome
d) Aluminium
E. Prosedur perawatan
Prosedur perawatan crown gigi sebagai berikut.
1. Pemilihan warna
Sebelum dilakukan preparasi pada gigi, tahapan perawatan
dimulai dengan penentuan warna crown gigi. Pemilihan warna crown
dapat menggunakan shade guide untuk mendapatkan kombinasi warna
semirip mungkin dengan gigi asli serta harus dikomunikasikan dengan
pasien sebagai bentuk persetujuan dari pasien. Beberapa hal yang
harus diperhatikan dalam pemilihan warna anatar lain hue dan
saturasi. Hue merupakan corak warna yang sebenarnya sehingga kita
dapat membedakan satu warna dengan warna lainnya. Hue pada shade
guide ditunjukkan dengan kode A,B, dan C. Saturasi adalah kualitas
warna yang membuat kita dapat membedakan kuat lemahnya warna.
Pada saat pemilihan warna crown perlu diperhatikan kondisi
lingkungan sekitar seperti ruangan praktek, sinar lampu, pakaian
pasien karena dapat mempengaruhi persepsi operator.
2. Pembuatan mahkota sementara (provisoris)
Provisoris adalah restorasi temporer yang digunakan selama
crown permanen sedang diproses di laboratorium. Fungsi provisoris
yaitu melindungi bentuk gigi yang sudah dipreparasi, melindungi
pulpa serta mempertahankan posisi oklusi gigi. Provisoris terdiri dari
dua jenis yaitu:
a) Provisoris buatan pabrik (preformed crown)
Preformed crown marupakan provisoris yang sudah jadi,
biasanya jarang memenuhi persyaratan yang baik dari suatu
provisoris. Provisoris jenis ini lebih mengiritasi jaringan gingiva
tetapi keuntungannya adalah tersedia dalam berbagai macam
ukuran dan bentuk gigi sehingga dapat segera digunakan. Bahan
yang digunakan adalah polycarbonate dan cellulose acetate untuk
gigi-gigi anterior, sedangkan untuk gigi posterior digunakan
bahan aluminium, tin-silver, dan nickel-chromium.
b) Provisoris buatan sendiri (custom crown)
Custom crown adalah provisoris yang dibuat sendiri
ehingga lebih cocok dengan keadaan rongga mulut pasien dan
dapat digunakan sebagai alat evaluasi dari preparasi gigi. Bahan
yang digunakan lebih bermacam-macam, seperti bahan berbasis
akrilik dan berbasis komposit. Kekurangan dari provisoris ini
adalah membutuhkan proses pembuatan yang lebih lama dan
melibatkan prosedur laboratorium.
3. Preparasi gigi
Sebelum melakukan preparasi harus diperhatikan beberapa prinsip
preparasi yaitu (Nalasswamy, 2003):
a. Preservation of tooth atau pemeliharaan gigi, merupakan suatu
upaya pencegahan terhadap adanya fraktur maupun keausan.
Preparasi struktur gigi tidak dilakukan secara berlebihan dan
dilakukan sesedikit mungkin diseusikan dengan bahan restorasi
yang akan digunakan. Crown berbahan metal-keramik
membutuhkan pengurangan sebesar 1,4 mm, crown berbahan
keramik membutuhkan pengurangan 1-1,5 mm dan crown
berbahan gold membutuhkan pengurangan 1 mm.
b. Retention dan resistance
Retention adalah kemampuan preparasi untuk mencegah
lepasnya restorasi pada arah yang berlawanan dari arah insersi.
Retention ditentukan oleh bentuk tapperd-paralel sebesar 6o atau
5o – 10o pada gigi molar, diameter, tekstur permukaan serta
preparasi. Sedangkan resistance merupakan kemampuan protesa
untuk menahan pergerakan dibawah tekanan oklusal. Menurut
Rosenstiel dkk. (2016) retention dan resistance dipengaruhi oleh:
1) Besar gaya lepas, pada crown gaya yang paling berpengaruh
adalah gaya horizontal dan gaya oblique saat matikasi
2) Jenis luting agent
3) Bentuk preparasi yang dilihat dari bentuk tappered dinding
aksial, diameter preparasi dan tinggi preparasi. Dinding aksial
perlu dibuat konvergen ke arah oklusal 5o – 22o. Semakin
kecil derajat konvergen maka resistance semakin maksimal.
Tinggi struktur gigi yang telah dipreparasi minimal 3-4 mm,
semakin tinggi gigi, maka resistensi semakin baik. Tetapi,
apabila diameter gigi meningkat maka akan menurunkan
retensi dan resistensi. Perbandingan tinggi dan lebar gigi
preparasi yang ideal untuk gigi molar adalah 4:10.
c. Structural durability
Structural durability merupakan daya tahan preparasi untuk
menahan beban oklusal sehingga dibutuhkan struktur yang tebal
dan kaku. Hal tersebut dapat diperoleh dengan menyediakan
ketebalan crown yang cukup sesuai dengan karakteristik mekanis
bahan yang digunakan.
d. Occlusal stability
Kestabilan oklusal dapat dilihat dengan menggunakan okludator
atau artikulator untuk crown yang lebih dari satu unit.
e. Marginal Integrity
Marginal integrity merupakan integritas tepi restorasi berupa
finishing line pada area servikal yang dapat ditempatkan pada
supragingiva, tepat pada margin gingiva, atau pada subgingiva.
Finishing line sebaiknya ditempatkan pada area yang
memungkinkan bagi operator untuk melakukan finishing
preparasi, mudah dibersihkan oleh pasien dan dapat dicetak secara
akurat. Beberapa bentuk finishing line, yaitu:
1) Feather line / knife finishing line
Preparasi menggunakan pointed end tappered fissure bur.
Finishing line tipe ini hanya mengurangi sedikit dari struktur
gigi dan merupakan salah satu yang paling konservatif serta
preparasi yang mudah tetapi batas finishing tidak jelas
sehingga beresiko terjadinya distorsi restorasi akibat tekanan
oklusal. Finishing line ini biasanya digunakan pada restorasi
full metal crown, gigi yang tilting, dan permukaan lingual
gigi posterior rahang bawah.
Gambar 1. Knife edge finishing line

2) Chamfer finishing line


Preparasi menggunakan round end tapered bur. Keuntungan
finishing line ini adalah menyediakan cukup ruang untuk
restorasi sesuai dengan gigi asli dan finishing line jelas.
Indikasi untuk penggunaan full cast metal crown dan veneer
metal crown.

Gambar 2. Chamfer finishing line


3) Shoulder finishing line
Preparasi tipe ini menggunakan flat-end tappered bur
membentuk sudut 90o. Kelebihan dari finishing line tipe ini
adalah resisten terhadap tekanan oklusal dan memininmalkan
stress yang menyebabkan fraktur pada porselen dan secara
estetika sangat baik. Kekurangan finishing line tipe ini adalah
memerlukan pengurangan gigi cukup banyak mengakibatkan
resiko terjadinya fraktur korona gigi. Biasanya digunakan
untuk pemakaian porselen atau mahkota resin akrilik dan
porcelain fused to metal.

Gambar 3. Shoulder finishing line


4) Beveled shoulder finishing line
Finishing line jenis ini hampir sama dengan shoulder
finishing line, namun diberi tambahan bevel pada area
shoulder. Bevel ini berfungsi untuk menambah ruang untuk
restorasi metal dan memiliki retensi dan resisten yang baik
terutama pada gigi yang pendek. Indikasi untuk restorasi
porcelain fused to metal dan metal-akrilik.
Gambar 4. Beveled shoulder finishing bur
Selain beberapa prinsip diatas, preparasi juga harus memenuhi
beberapa syarat sebagai berikut (Baum, 1997).
a. Syarat mekanik
Syarat mekanik terdiri dari:
1) Memberi retensi dan resistensi terhadap gaya-gaya yang
diterima restorasi
2) Besar dan tinggi dinding aksial harus cukup agar gigi tetap
kuat dan tidak fraktur
3) Memberi ruangan yang cukup untuk ketebalan bahan
restorasi sehingga tidak mudah aus, tidak melengkung atau
patah atau pecah dan tidak menyebabkan perubahan bentuk.
4) Menghasilkan batas tepi preparasi cukup sehingga restorasi
kuat (cukup tebal) dan tepi restorasi menyatu dengan tepi
preparasi.
b. Syarat biologis
Preparasi tidak boleh membahayakan vitalitas pulpa (misalnya
preparasi terlalu banyak), jaringan periodontal, gigi tetangga, dan
jaringan lubak di sekitar gigi yang dipreparasi (lidah, bibir, pipi,
palatum, dll).

c. Syarat estetis
Memberikan ruangan yang cukup untuk ketebalan bahan restorasi
dan menghasilkan warna yang baik untuk restorasi akrilik,
porselen, atau kombinasi
d. Syarat higienis
Batas atau tepi preparasi harus diletakkan di daerah self cleansing.
Tahapan preparasi crown menurut Smith (1998) terdiri dari
a. Pengurangan bagian proksimal
Preparasi bagian proksimal menggunakan pointed tapered
cylindrical. Preparasi ini bertujuan untuk memudahkan aplikasi
crown, menghilangkan kecembungan gigi, mensejajarkan bidang
proksimal mesial-distal, memberi ketebalan bahan crown serta
membuat jalur bur untuk preparasi. Langkah preparasi bagian
proksimal yaitu.
1) Membuat garis pedoman pada permukaan labial proksimal
gigi berjarak 1-1,5 mm dari titik kontak
2) Dilakukan pengasahan dan hindari terasahnya gigi tetangga
3) Bidang proksimal dibuat konvergen ke arah insisal dengan
sudutkemiringan 6o yang bertujuan untuk mendapatkan
bentuk resistensi jaringan.
4) Pengurangan dilakukan dengan gerakan konstan dan tanpa
tekanan.
5) Setelah selesai preparasi bagian proksimal, periksa
menggunakan sonde untuk melihat ada tidaknya undercut
pada kontak proksimal.

(a) (b) (c)


Gambar 5. Preparasi proksimal (a) Garis pedoman (b) Bidang
proksimal dibuat konvergen 6o (c) Periksa undercut
b. Pengurangan insisal
Preparasi insisal menggunakan straight cylindrical atau wheel
diamond bur. Tujuan preparasi bagian insisal adalah untuk
memberi ketebalan crown antara gigi abutment dengan gigi
antagonis, menghindari crown patah karena proses mastikasi, dan
memperbaiki oklusi. Langkah-langkah preparasi bagian insisa
sebagai berikut.
1) Garis pedoman pengurangan dibuaat sebesar 1-1,5 mm dari
tepi insisal atau dengan menggunakan groove sedalam 1-1,5
mm dari tepi insisal dengan menggunakan bur.
2) Pengurangan dilakukan dengan kemiringan 45o ke arah
palatal.
3) Lakukan pengecekan dengan membandingkan ketinggian
bidang insisal gigi yang normal dan oklusi pada saat edge to
edge harus sudah open
4) Hati-hati jangan sampai perforasi kamar pulpa

(a) (b)
Gambar 6. Preparasi insisal (a) Garis pedoman (b)
Kemiringan 45o ke arah palatal
c. Pengurangan labial
Pengurangan labial menggunakan bur straight cylindrical bur dan
round end tapered cylindrical bur. Tujuan pengurangan labial
adalah memberikan ketebalan crown bagian labial dan estetika.
Ketebalan pengurangan bagian proksimal adalah 0,7 – 1,5 mm.
Langkah-langkah pengurangan bagian proksimal yaitu:

1) Pedoman groove dibuat menggunakan bur diamond tipe


straight cylindrical yang sesuai sebanyak 3 buah pada bagian
2/3 insisal sedalam 1-1,5 mm dan 2 groove pada 1/3 servikal
sedalam 0,5 mm.
2) Pengasahan permukaan labial:
a) 2/3 insisal : menggunakan diamond type round end
tapered cylindrical dari pedoman groove ke arah mesial
dan distal sesuai dengan bentuk anatomi mahkota gigi.
b) 1/3 servikal : dilakukan sejajar sumbu gigi sampai dasar
groove, dengan gerakan dari groove ke arah mesial dan
distal
c) Dilakukan pengecekan menggunakan sonde untuk
melihat ada tidaknya undercut.

(a )
(b)

(c) (d)

Gambar 7. Preparasi labial (a). Pedoman groove (b). 2/3 insisal


(c). 1/3 servikal (d). Pengecekan undercut

d. Pengurangan palatal atau lingual


Pengurangan bagian palatal dengan menggunakan flame bur
round end tappered cylindrical. Tujuan preparasi bagian palatal
adalah untuk kesejajaran dinding sehingga dapat meningkatkan
retensi. Prosedur preparasi bagian palatal yaitu:
1) Preparasi hampir sama dengan bidang labial. Arah gerakan
bur dari tengah ke mesial atau distal mengikuti anatomi
bidang palatal.
2) Preparasi dibagi menjadi dua tahapan, yaitu bidang diatas
singulum dan bidang singulum.
3) Hasil preparasi diperiksa menggunakan sonde dan kaca mulut
dari arah insisal baik bidang palatal atau lingual maupun
bidang labial harus sejajar sumbu gigi.

(a) (b) (c)


Gambar 8. Preparasi palatal atau lingual (a) diatas singulum
(b) di singulum (c) sumbu gigi

e. Pengurangan servikal
Pengurangan bidang servikal disesuaikan dengan desain dan
indikasinya. Desain finishing line dapat berupa chamfer,
shoulder knife, dan bevel shoulder. Prosedur preparasi bagian
servikal yaitu.
1) Menggunakan bur sejajar sumbu gigi mengelilingi gigi
membentuk finishing line
2) Untuk mendapatkan estetika yang baik, tepi preparasi dapat
dibuat pada subgingiva
3) Hasil preparasi diperiksa dengan menggunakan sonde
f. Tahap akhir preparasi
Tahapan terakhir dilakukan untuk memperoleh permukaan yang
halus, tanpa sudut yang tajam dengan menggunakan fine finishing
bur dengan bentuk round end tappered cylindrical dan pointed
tapperd cylindrical. Axiopulpal line angle dibentuk membulat
untuk mengurangi beban oklusal. Selanjutnya dilakukan
pengecekan dengan menggunakan sonde untuk meilihat adanya
undercut pada saat preparasi.
4. Retraksi gingiva
Apabila preparasi crown sudah baik dan tidak ada undercut,
selanjutnya dilakukan retraksi gingiva dengan menggunakan
retraction cord (benang retraksi). Retraksi gingiva berguna untuk
membebaskan tepi preparasi dari jaringan mulut pada waktu dilakukan
pencetakan, untuk melihat bentuk anatomis mahkota gigi dan
preparasi bagian servikal dapat terlihat lebih jelas. Cara untuk
meretraksi gingiva dengan memasukan benang retraksi ke dalma
sulkus gingiva menggunakan plastic filling instrument atau dengan
menggunakan retraction cord condensing instrument diposisikan
mengelilingi gigi yang telah dipreparasi. Untuk mengontrol
perdarahan, retraction cord diulasi dengan astringent atau
vasokonstriktor (eppinefrin, ferric sulfate, aluminium chloride dan
aluminium sulfate). Proses ini bertujuan untuk memperoleh cetakan
yang akurat pada area margin yang diperlukan pada saat pembuatan
crown.

Gambar 9. Retraction cord pada sulkus gingiva


5. Pencetakan model kerja
Setelah tahap preparasi selesai dilakukan, tahap selanjutnya
adalah pencetakan hasil preparasi. Proses pencetakan dengan
menggunakan teknik double impression yang terdiri dari dua bahan
cetak yaitu heavy body dan light body yang terdiri dari base dan
katalis dan menggunakan sendok cetak sebagian atau penuh sesuai
kebutuhan. Heavy body digunakan untuk cetakan pertama yang
berfungsi untuk membuat individual tray sedangkan light body
digunakan untuk cetakan kedua berfungsi untuk mendapatkan detail
cetakan yang akurat dan tajam.
Prosedur pencetakan sebagai berikut (Rangrajan dan Padmanabhan,
2017).
a. Pilih sendok cetak sebagain atau penuh yang sesuai dengan rahang
pasien
b. Lakukan retraksi gingiva dengan menggunakan retraction cord
yang diulasi epinephrine, posisikan retraction cord masuk ke
dalam sulkus gingiva, putar talinya sampai mengitari sulkus
gingiva.
c. Pencetakan pertama menggunakan heavy body. Campurkan base
dan katalis dari heavy body dan aduk sampai homogen, kemudian
letakkan pada sendok cetak dan cetakkan pada rahang pasien.
Tunggu 1-2 menit sampai bahan cetak tersebut setting (mengeras)
lalu keluarkan dari mulut pasien. Pada daerah gigi yang telah
dilakukan preparasi dilakukan pengerokkan sedalam 2 mm.
d. Pencetakan kedua menggunakan light body. Campurkan base dan
katalis sampai homogen kemudian masukkan kedalam sendok
cetak pada bagian yang telah dikerok dan masukkan kembali ke
rongga mulut pasien untuk mendapatkan hasil cetakan yang detail.
e. Cetakan negatif yang telah selesai diisi dengan dental stone untuk
menjadi cetakan positif.
Setelah dilakukan pencetakan dilakukan bite record atau catatan
gigit. Tujuan dari proses ini adalah sebagai catatan atau pedoman
mengenai oklusi pasien baik pada rahang atas maupun rahang
bawah menggunakan lempeng malam.
6. Pemasangan temporary crown
Pasien diinstruksikan untuk berkumur terlebih dahulu. Insersikan
temporary crown (mahkota sementara) yang terbuat dari akrilik pada
mahkota yang telah dipreparasi. Temporary crown disementasi dengan
menggunakan GIC tipe I atau menggunakan zinc oxide eugenol pada
gigi yang telah dipreparasi. Kelebihan semen dibersihkan, kemudian
oklusi di cek menggunakan articulating paper dan dilakukan finishing
dengan menggunakan finishing bur.
7. Pembuatan crown di laboratorium
8. Try in crown
Pada kunjungan berikutnya, rongga mulut pasien diisolasi dengan
menggunakan rubber dam atau cotton roll. Temporary crown dilepas
dan mahkota gigi pasien dibersihkan dari sisa-sisa semen yang
tertinggal. Lakukan try-in crown pada gigi yang telah dipreparasi,
apabila secara estetis crown tidak memuaskan, maka crown dapat
dikembalikan ke laboratorium untuk penyesuaian kembali. Apabila
secara estetika sudah baik maka crown dapat langsung disementasikan
pada gigi yang telah dipreparasi.
Hal yang harus diperhatikan saat try-in crown yaitu (Ahmad, 2006):
a. Integritas margin
b. Kontak proksimal
c. Cek oklusi dengan gigi antagonisnya
d. Evaluasi aspek estetik dengan memperhatikan warna, morfologi,
ukuran dan permukaan dengan membandingkan dengan gigi
sebelahnya.
e. Evaluasi inklinasi dan angulasi gigi
f. Cek fonetik terutama untuk crown anterior seperti pengucapan
huruf “m”, “f”, “v”, “th”, dan “s”.

9. Insersi crown
Sebelum sementasi crown, diaplikasikan varnish pada gigi yang telah
dipreparasi. Beberapa luting agent yang dapat digunakan untuk
sementasi crown adalah zinc phosphate, zinc oxide eugenol, glass
ionomer cement, dan resin based cement. Tekniknya sebagai berikut.
a. Gigi diisolasi dengan menggunakan cotton roll atau rubber dam
dan saliva ejector
b. Benang gigi (dental floss) diposisikan pada bagian proksimal gigi
atau mengitari gigi dengan tujuan untuk membersihkan sisa
semen nantinya.
c. Permukaan gigi dikeringkan dengan menggunakan syringe udara
3-5 detik
d. Crown dibersihkan dan dikeringkan
e. Bahan sementasi permanen yaitu GIC tipe luting atau tipe I
dicampur berdasarkan instruksi pabrik.
f. Semen diaplikasikan pada crown dan gigi yang telah dipreparasi
g. Crown diletakkan pada gigi yang telah dipreparasi dengan
menggunakan jari ditekan sampai sementasi mengeras dan
dibersihkan dengan menggunakan ekskavator, scaler, atau
eksplorer.
h. Pasien diintruksikan untuk berkumur, bagian interdental
dibersihkan dengan menggunakan dental floss untuk
menghilangkan sisa semen pada bagian proksimal.
i. Diperiksa kembali kondisi mahkota gigi, oklusi serta artikulasi
pasien.
F. Instruksi pasien
Instruksi pasien setalah pemasangan crown adalah:
a. Hindari makan-makanan yang keras selama 24 jam
b. Menjaga kebersihan rongga mulut
c. Melakukan kontrol setelah perawatan crown

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
1. Nama : Nn. B
2. Usia : 20 tahun
3. Jenis kelamin : Perempuan
B. Pemeriksaan Subjektif
1. Chief complaint
Pasien mengeluhkan gigi depan atas yang ukurannya lebih kecil dari gigi
lainnya dan merasa kurang percaya diri
2. Present illness
Pasien tidak mengeluhkan rasa nyeri pada gigi yang berukuran kecil
tersebut
3. Past dental history
Pasien belum pernah ke dokter gigi sebelumnya
4. Past medical history
Pasien tidak memiliki riwayat kesehatan dan alergi
5. Family history
Keluarga pasien tidak dicurigai menderita penyakit sistemik
6. Social history
Pasien seorang mahasiswi
C. Pemeriksaan Objektif
1. Kondisi umum : Compos mentis
2. Ekstraoral : Tidak ada kelainan
3. Intraoral : Terdapat gigi 12 dan 22 yang berukuran kecil dari
normal dengan bentuk runcing seperti konus.
Gambar 9. Intraoral gigi 12 dan 22

Gambar 10. Peg shaped gigi 12


4. Pemeriksaan penunjang

Gambar 11. Radiografi gigi 12

D. Diagnosa
Peg shaped gigi 12 (Kode ICD10 : K00.2)

E. Rencana perawatan
Rencana perawatan pasien yaitu pembuatan crown vital pada gigi 12
berbahan porcelain fused to metal (PFM)
F. Prognosis
Prognosis baik karena jaringan email masih cukup kuat, pasien kooperatif
serta dalam foto rontgen tidak ada kelainan periapikal.
G. Prosedur perawatan
Prosedur perawatan crown sebagai berikut.
1. Kunjungan pertama
a. Pemeriksaan subjektif, objektif, dan penunjang. Setelah dilakukan
pemeriksaan, pasien diberitahu tentang diagnosa dan rencana
perawatan yang akan dilakukan lalu jika pasien bersedia untuk
dilakukan perawatan diberikan lembar informed concent.
b. Melakukan pencetakan rahang pasien menggunakan alginate
kemudian hasil cetakan dijadikan model studi dan model kerja.
2. Kunjungan Kedua
a. Pemilihan warna crown
Pemilihan warna crown dibantu dnegan penggunaan color shade
guide sehingga warna crown dapat disesuaikan dengan warna gigi
asli atau gigi tetangganya. Pemilihan warna menggunakan cahaya
alami, dan shade guide dibasahi dengan air sehingga serupa dengan
gigi di dalam rongga mulut yang basah karena saliva. Hal tersebut
akan membantu pemilihan warna gigi yang sesuai dengan warna
gigi lain.
b. Preparasi mahkota
Mahkota gigi dilakukan preparasi. Preparasi menggunakan
diamond bur. Preparasi ini bertujuan untuk mengakomodasi
ketebalan dari metal, porselen atau material lainnya. Preparasi
mahkota dibagi menjadi enam tahap yaitu bidang proksimal,
bidang insisal, bidang labial atau bukal, bidang palatal atau lingual,
bidang servikal dan penyelesaian tahap akhir preparasi. Untuk
prosedur preparasi dapat dilihat ditinjauan pustaka.
c. Retraksi gingiva
Setelah dilakukan preparasi mahkota, jaringan gingiva
diretraksi menggunakan retraction cord yang diposisikan mengitari
gigi yang telah dipreparasi dan dimasukkan ke dalam sulkus
gingiva dengan menggunakan plastic filling instrument atau
retraction cord condesing instrument. Untuk mengontrol
perdarahan, retraction cord dapat diulasi epinephrin. Proses ini
berguna untuk memperoleh hasil cetakan yang akurat dan tajam
pada area margin yang diperlukan pada saat pembuatan crown.
d. Pencetakan
Lakukan pencetakan menggunakan teknik double impression
yang terdiri dari heavy body dan light body untuk mendapatkan
hasil cetakan yang akurat. Tahap pertama adalah mencetak rahang
dengan menggunakan heavy body. Setelah bahan mengeras segera
keluarkan dari mulut pasien, pada daaerah target dilakukan
pengerokan 2 mm. Tahap kedua adalah mencetak dengan
menggunakan light body lalu dimasukan ke dalam sendok cetak
yang telah dikerok kemudian dimasukkan ke dalam rongga mulut
pasien untuk mendapatkan hasil cetakan yang tajam dan akurat
kemudian dilakukan pengisian cetakan dengan dental stone.
Setelah itu dilakukan pencetakan bite record yang bertujuan untuk
sebagai catatan mengenai oklusi pasien menggunakan lempeng
malam.
e. Pemasangan Mahkota Semnetara (temporary crown)
Pasien diinstruksikan untuk berkumur. Insersikan mahkota
sementara. Mahkota sementara disementasi menggunkan GIC tipe
luting pada mahkota sementara dan pada gigi yang telah
dipreparasi. Kelebihan semen dibersihkan kemudian dilakukan cek
okluasi dengan articulating paper dan dilakukan finishing
menggunakan finishing bur. Pasien diperbolehkan untuk pulang
sampai mahkota permanen telah selesai dibuat.
3. Kunjungan ketiga
Pada kunjungan ketiga, rongga mulut pasien diisolasi dengan rubber
dam atau cotton roll. Mahkota sementara pasien dilepas dan mahkota gigi
pasien dibersihkan dari sisa-sisa semen yang masih menempel. Lakukan
try in crown pada gigi yang telah dipreparasi. Apabila crown sudah
sesuai maka dapat langsung disementasi pada gigi yang telah dipreparasi.
H. Instruksi pasien
Instruksi yang diberikan kepada pasien setelah pemasangan crown adalah:
1. Hindari makan-makanan yang terlalu keras selama 24 jam
2. Peringatan akan timbul rasa kurang nayaman saat awal pemasangan
3. Menjaga kebersihan rongga mulut dengan menyikat gigi dua kali sehari
dan membersihkan celah gigi dengan dental floss serta menggunakan
mouthwash untuk mengurangi aplikasi plak terutama pada area margin
yang berdekatan dengan crown.
4. Kontrol 1 minggu dan 1 bulan setelah pemasangan crown

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, L., 2006, Protocols for Predictable Aesthetic dental Restorations,


Blackwell Munksgaard, London
Baker, B., Jacobi, I., Newsome, P., Penn, D., Reaney, D., 2015, A Clinician’s
Guide to Prostodontics, Southern cross Dental, Sydney
Baum, Philips., Lund., 2014, Buku Ajar Ilmu Konservasi Gigi, EGC, Jakarta
Hollins, Carole, 2015, Basic guide to Dental Procedure, Willey Blackwell, USA
Nallaswamy, D., 2004, Textbook of Prosthodontics, Jaypee Brothers, New Delhi
Rangrajan, V., Padmanabhan, T.V., 2017, Textbook of Prosthodontics, Elsevier,
India
Soratur, S.H., 2006, Essentials of Prosthodontics, Medical Publisher, New Delhi

Anda mungkin juga menyukai