Glositis
Dosen Pembimbing:
drg. Anindita Laksitasari, M.Biomed
Disusun Oleh:
Hani Kurnia Marlina
G4B016063
Dosen Pembimbing:
drg. Anindita Laksitasari, M.Biomed
Disusun Oleh:
Hani Kurnia Marlina
G4B016063
Komponen
Pembelajaran
Resume Diskusi Tindakan Kontrol
Daring
Nilai
Tanda Tangan
DPJP
A. Definisi glositis
Glositis adalah suatu kondisi peradangan pada lidah ditandai dengan
depapillasi permukaan dorsal lidah sehingga menghasilkan daerah
kemerahan (eritema) yang mengkilat. Kondisi ini bisa terjadi akut maupun
kronis. Glositis dapat diderita oleh semua tingkatan usia. Peradangan ini
dapat disebabkan karena ada kelainan di lidah atau karena faktor sistemik
yang bermanifestasi di rongga mulut. Glositis sering dikarenakan oleh
kekurangan nutrisi dan mungkin pasien tidak merasakan sakit atau merasa
tidak nyaman. Rasa sakit yang diderita pasien biasanya dirasakan pada
beberapa bagian pada lidah, pasien mengalami kesulitan menelan dan
mengalami sensasi terbakar di lidah (Reamy, dkk., 2010).
B. Etiologi
Terdapat beberapa faktor penyebab terjadinya glositis diantaranya:
1. Anemia defisiensi besi
Anemia defisiensi besi merupakan anemia mikrositik yang
disebabkan oleh kehilangan banyak darah akibat menstruasi dalam
jangka waktu lama, perdarahan dari saluran gastrointestinal,
gasterektomi atau sindrom malabsorpsi yang mengakibatkan
berkurangnya absorpsi zat besi dari saluran gastrointestinal. Zat besi
merupakan komponen mineral penting yang dibutuhkan tubuh untuk
memproduksi sel darah merah. Defisiensi besi dapat bermanifestasi di
rongga mulut berupa atropik glositis. Atropik glositis merupakan
suatu kondisi yang ditandai dengan kehilangan rasa dikarenakan
degenerasi pada ujung papila lidah. Kondisi ini mengakibatkan lidah
terlihat licin dan mengkilat baik pada beberapa bagian atau seluruh
bagian pada lidah (Raju, dkk., 2014).
2. Defisiensi vitamin B12
Anemia makrositik biasanya disebabkan karena defisiensi
vitamin B12 atau asam folat diakibatkan karena perdarahan kronis,
kehamilan, keganasan dan penggunaan obat seperti methotrexat,
azathioprin, cytosine, dan hidrosikarbamid. Vitamin B12 sangat
diperlukan oleh tubuh untuk pematangan eritrosit dan pembentukan
sel darah. Selain itu, vitamin B12 adalah salah satu vitamin yang
berperan dalam sistem pertahanan jaringan lunak pada rongga mulut.
Apabila terjadi defisiensi vitamin B12 akan mengakibatkan anemia
pernisiosa. Manifestasi anemia pernisiosa di rongga mulut berupa
glositis, warna lidah merah terang, dan permukaan lidah licin (Raju,
dkk., 2014).
3. Reaksi alergi
Glositis bisa timbul dikarenakan terjadinya alergi terhadap
obat-obatan tertentu, makanan atau bahan lainnya. Reaksi alergi
terjadi saat sistem imun tubuh melakukan respon yang berlebihan
terhadap zat asing yang masuk ke dalam tubuh. Tubuh kita memiliki
sistem imun (antibodi) yang disebut IgE. Antibodi ini melindungi
tubuh dari zat asing yang dapat membuat tubuh kita sakit atau
menyebabkan infeksi (Raju, dkk., 2014).
4. Penyakit lain
Glositis dapat diakibatkan oleh penyakit seperti penyakit
Sindrom Sjogren yang menyebabkan peradangan pada kelenjar ludah
sehingga mulut menjadi kering (Kruska dan Brian, 2009). Penyakit
lainnya yaitu Herpes simplex dan kandidiasis menyebabkan median
rhomboid glossitis pada lidah. (Terai, dkk., 2016).
C. Klasifikasi glositis
Terdapat beberapa klasifikasi glositis diantaranya:
1. Atrofik glositis
Atrofik glositis merupakan suatu peradangan yang ditandai
dengan permukaan dorsum lidah yang eritema dan mengkilap disertai
dengan rasa sakit dan rasa terbakar pada lidah. Lidah terlihat licin dan
mengkilap baik pada seluruh bagian lidah maupun pada sebagian
lidah. Permukaan dorsal lidah yang halus disebabkan karena atrofi
pada papila filiform. Penyebab rasa terbakar pada lidah dipicu karena
adanya ulserasi. Secara umum, atrofik glositis disebabkan oleh
kekurangan vitamin B12, zat besi, asam folat, riboflavin dan niacin
(Scully, 2008). Gambaran klinis atrofik glositis dapat dilihat pada
Gambar 1.
4. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada kasus ini adalah pemeriksaan
darah rutin. Pemeriksaan darah rutin merupakan pemeriksaan darah
yang paling awal atau screening test untuk mengetahui diagnosis
suatu kelainan. Pemeriksaan darah rutin meliputi pemeriksaan
hemoglobin (Hb), hematokrit (HCT), hitung jumlah sel darah merah
atau erirosit, hitung jumlah sel darah putih atau leukosit, hitung
jumlah trombosit dan indeks eritrosit. Berikut hasil pemeriksaan darah
rutin pada tabel 1.
a. Hemoglobin (g/dl)
Hemoglobin (Hb) merupakan molekul protein pada sel
darah merah yang berfungsi sebagai alat transportasi oksigen dari
paru-paru ke seluruh jaringan tubuh dan membawa
karbondioksida dari jaringan tubuh ke paru-paru. Kandungan zat
besi dalam hemoglobin membuat darah berwarna merah.
Berdasarkan pemeriksaan hemoglobin didapatkan nilai Hb pasien
8,84 g/dL. Nilai Hb pasien mengalami penurunan dari nilai
rujukan. Secara umum, jumlah Hb kurang dari 12 g/dL
menunjukkan pasien mengalami anemia. Pada penentuan status
anemia, jumlah total Hb lebih penting dibandingkan jumlah
erirosit. Penurunan nilai Hb dapat terjadi pada pasien anemia,
sirosis, hipertiroidisme, perdarahan, peningkatan asupan cairan
dan kondisi kehamilan.
b. RBC (cells/ uL)
Red blood cells (RBC) atau eritrosit merupakan sel yang
paling sederhana yang terdapat di tubuh manusia. Eritrosit tidak
memiliki nukleus dan merupakan sel terbanyak dalam darah.
Fungsi utama dari eritrosit adalah mengangkut oksigen dari paru
paru ke jaringan tubuh dan mengangkut Hb.Berdasarkan
pemeriksaan RBC diatas nilai RBC menunjukkan 3,3 cells/uL.
Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai RBC pasien
mengalami penurunan dari nilai rujukan. Penurunan nilai RBC
menunjukkan pasien mengalami anemia. Penurunan sel darah
merah juga terlihat pada pasien leukimia, pasien ginjal, talasemia,
pasien yang mengalami lupus eritematosus sistemik, dan pasien
yang sedang menjalani perawatan hemolisis darah.
c. MCV (fL)
Mean corpuscular volume (MCV) merupakan indeks
untuk menentukan ukuran sel darah merah. MCV menunjukkan
ukuran sel darah merah tunggal apakah sebagai normositik
(ukuran normal), mikrositik (ukuran < 80 fL), atau makrositik
(ukuran > 100 fL). Berdasarkan tabel pemeriksaan hematologi
diatas nilai MCV pasien 146 sehingga terjadi peningkatan nilai
MCV dari nilai rujukan. Peningkatan nilai MCV berhubungan
dengan ukuran sel darah merah pasien sehingga pasien
mengalami anemia makrositik. Peningkatan nilai MCV juga
terlihat pada pasien yang memiliki penyakit hati, pasien yang
sedang menjalani terapi antimetabolik, pasien yang kekurangan
asam folat atau vitamin B12 dan terapi valproat.
d. Hematrokrit (Z)
Hematrokit adalah nilai yang menunjukkan persentase sel
darah merah terhadap volume total. Berdasarkan hasil
pemeriksaan darah nilai hematokrit pasien melebihi nilai rujukan
yaitu 48. Peningkatan nilai hematokrit dapat terjadi pada kondisi
eritrositosis, dehidrasi, kerusakan paru-paru kronis, polistemia
dan syok.
e. RDW (Z)
Red blood cells distribution width (RDW) merupakan
perbedaan ukuran (luas) dari sel darah merah. Nilai RDW
berfungsi untuk memperkirakan terjadinya anemia dini, sebelum
nilai MCV berubah serta sebelum terjadi tanda dan gejala anemia.
Berdasarkan nilai RDW pasien yaitu 25 mengalami peningkatan
dibandingkan dengan nilai rujukan. Peningkatan nilai RDW
mengindikasikan anemia defisiensi zat besi, defisiensi asam folat
dan defisiensi vitamin B12.
f. Serum folate (ng/ml)
Kadar asam folat dapat diperiksa dengan memeriksa folat
serum secara mikrobiologis, competitive protein-binding
radioassay, ion capture separation, homosistein total, tes supresi
deoksiuridin dan pemeriksaan kadar FIGlu dalm urin. Asam folat
merupakan salah satu vitamin yang termasuk kedalam vitamin B
dan merupakan unsur penting dalam sintesis DNA. Berdasarkan
tabel diatas, terjadi penurunan kadar asam folat dalam tubuh
pasien dari nilai rujukan. Defisiensi asam folat dihubungkan
dengan anemia megaloblastik, kemungkinan adanya neural tube
defect (NTD) dan hiperhomosistemia.
g. Serum cobalamine (pmol/L)
Pemeriksaan serum cobalamine untuk mengetahui kadar
cobalamine dalam tubuh. Cobalamine atau vitamin B12 berfungsi
untuk mengubah folat menjadi bentuk aktif dan dibutuhkan dalam
metabolisme sel. Pada tabel diatas nilai serum cobalamine pasien
adalah 71,8 pmol/L. Hal tersebut menunjukkan terjadi defisiensi
cobalamine dalam tubuh. Defisiensi dari cobalamine dapat
menyebabkan anemia pernisiosa, anemia megaloblastik dan
gangguan sisntesis DNA.
Berdasarkan hasil pemeriksaan darah rutin dapat disimpulkan bahwa
pasien mengalami anemia makrositik karena defisiensi asam folat
dan vitamin B12.
5. Diagnosa banding
a. Atrofik glositis
b. Median rhomboid glossitis
c. Geographic tongue
d. Erythema Candidiasis
6. Diagnosa
Diagnosa lesi pada kasus ini adalah atrofik glositis et causa
defisiensi vitamin B12 dan asam folat. Berdasarkan gambaran klinis
lesi menunjukkan gejala klinis dari lesi atrofik glositis yaitu terdapat
permukaan dorsum lidah yang eritema dan mengkilap disertai dengan
rasa sakit dan rasa terbakar pada lidah. Berdasarkan pemeriksaan
penunjang yaitu pemeriksaan darah rutin ditemukan bahwa pasien
mengalami anemia karena defisiensi vitamin B12 dan asam folat.
Etiologi atrofik glositis diantaranya dikarenakan defisiensi vitamin
B12 dan asam folat.
7. Tatalaksana kasus
Tatalaksana kasus diantaranya:
a. Pasien diinstruksikan untuk cek ke dokter spesialis penyakit
dalam terkait riwayat penyakit gastritis karena pasien yang
mengalami gastritis biasanya mengalami anemia. Hal tersebut
terbukti dengan hasil pemeriksaan darah rutin yang menunjukkan
bahwa pasien mengalami anemia karena kekurangan asam folat
dan vitamin B12. Dokter gigi hendaknya berkonsultasi dengan
dokter spesialis penyakit dalam terkait pemberian vitamin
terhadap pasien.
b. Pasien diinstruksikan untuk makan tepat waktu dan menjaga pola
makan.
c. Pasien diinstruksikan untuk menjaga kebersihan rongga mulut
agar tidak terjadi infeksi pada lesi.
d. Pasien diinstruksikan untuk menghindari iritan seperti makan
panas atau pedes untuk menghundari iritasi pada lidah.
DAFTAR PUSTAKA
Crawson, R.A., Odell, E.W., 2008, Disease of Oral Mucosa ed. 8th, Toronto:
Elsevier.
Djou, R., Wahyuni, I.S., 2019, Atrophic Glossitis As A Clinical Sign For Anemia
in The Elderly (Case Report), Jurnal Kedokteran Gigi, 4(1): 70-76.
Kruska, P., O’Brian, R.J., 2009, Diagnosa and Management of Sjogren Syndrome,
American Family Physician, 79(60: 465-470.
Langlais, R.P., Miller, C.S., 2012, Atlas Berwarna Kelainan Rongga Mulut Yang
Lazim, Alih Bahasa Budi Susetyo, Jakarta: EGC.
Raju, V., Arora, A., Saddu, S., Atrophic glossitis: an Indicator of Iron Deficiency
Anemia : Report of Three Cases, Int. Journal Dent. Clinics, 6(6):30-31.
Reamy, B.V., Derby, R., Bunt, C.W., 2010, Common Tongue Conditions in
Primary Care, American Family Physician, 81(50:627-634.
Scully, C., 2008, Oral and Maxillofacial Medicine: The Basis of Diagnosis and
Treatment, Edinburgh: Churchill Livingstone.
Terai, H., Fukui, N., Kasuya, S., Hashiguchi, N., Ueno, T., 2016, Clinical Features
of Partial Atrophic Tongue Associated with Candida, International
Journal of Dentistry and Oral Science, 3(1): 177-180.
drg. Y
SIP. 123456789/2022
Praktek Jl. Kampus No.99 Purwokerto
Telp. (0281) 654785
SURAT RUJUKAN
Kepada Yth,
Ts. drg. X, Sp.PM
di Tempat
Dengan hormat,
Bersama ini kami rujuk OS:
Nama : Ny. S
Umur : 46 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Jaelani No. 88 Purwokerto Utara
Dokter
Pengirim
drg. Y