Disusun Oleh:
Maulida Narulita G99172009
Ahmad Yasin G99182003
Dinanisya Fajri S G991903013
Erlyn Tusara Putri H G991903014
Fabianus Anugrah P G991903015
Benedictus Aldo N P G991905013
Pembimbing:
Christianie, drg., SpPerio
Lidah merupakan organ dalam rongga mulut penting pada tubuh manusia
yang memiliki banyak fungsi. Lidah memiliki peran dalam proses pencernaan,
mengisap, menelan, persepsi rasa, bicara, respirasi, dan perkembangan rahang.
Lidah dapat digunakan untuk melihat kondisi kesehatan seseorang, sebagai
indikator untuk mengetahui kesehatan oral dan kesehatan umum pasien
Glossitis merupakan salah satu kelainan pada lidah berupa perubahan
penampilan pada permukaan lidah akibat suatu peradangan akut ataupun kronis
yang mengakibatkan lidah membengkak, berubah warna dan tekstur permukaan.
Kondisi ini dapat menyebabkan papilla di permukaan lidah menghilang. Papilla
akan berwarna lebih putih dari daerah yang dikelilinginya. Penyebabnya tidak
diketahui, tetapi diperkirakan stress emosional, defisiensi nutrisi dan herediter.
Keadaan ini biasanya terbatas pada dorsal dan tepi lateral dua pertiga anterior
lidah dan hanya mengenai papilla filiformis sedangkan papilla fungiformis tetap
baik. Papilla berisi ribuan sensor kecil yang disebut taste buds. Radang parah
yang mengakibatkan pembengkakan, kemerahan, dan nyeri, dapat mengubah cara
penderita makan ataupun berbicara (Langlais, 2001).
Glositis dapat timbul tiba-tiba dan menetap selama berbulan-bulan dan
bertahun-tahun.Dapat terlihat hilang spontan dan kambuh kembali. Pada kasus
yang berat, glossitis dapat menyebabkan tersumbatnya jalan nafas ketika lidah
yang membengkak cukup parah sehingga membutuhkan penanganan segera
(Langlais, 2001).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. LIDAH
Lidah adalah suatu organ muskular yang berhubungan dengan
pengunyahan, pengecapan dan pengucapan yang terletak pada sebagian di
rongga mulut dan faring. Lidah berfungsi untuk merasakan rangsangan rasa
dari benda-benda yang masuk ke dalam mulut kita. Lidah dapat dibagi menjadi
tiga bagian, yaitu radiks, korpus, dan apeks. Radiks lidah melekat pada tulang
hioid dan mandibula, di bagian bawah kedua tulang terdapat musculus
genyoyoideus dan musculus mylohyoideus. Korpus lidah bentuknya cembung
dan bersama apeks membentuk dua per tiga anterior lidah. Radiks dan korpus
dipisahkan oleh alur yang berbentuk ”V” yang disebut sulkus terminalis
Gambar 1
Otot lidah ada 2 jenis, otot intrinsik dan ekstrinsik. Otot intrinsik membuat
kita mampu mengubah-ubah bentuk lidah (memanjang, memendek, membulat),
sedangkan otot ekstrinsik lidah membuat lidah dapat bergerak
mengelilingi rongga mulut dan faring. Secara garis besar lidah dapat terbagi
menjadi 2 bagian yaitu 2/3 depan (yang disebut apeks) dan 1/3 belakang (yang
disebut dorsum). Bagian depan lidah merupakan bagian yang fleksibel dan bekerja
sama dengan gigi dalam mengucap huruf. Bagian pangkal lidah berfungsi untuk
mengangkat dan mendorong makanan memasuki esofagus. Lidah dengan mulut
dihubungkan dengan frenulum. Lidah memiliki papillae yang memiliki kuncup
pengecap. Papillae pada lidah terdiri dari 4 macam yaitu papilla fungiformis,
papilla filiformis, papilla circumvallata, papilla fallata. Tunas pengecap atau taste
buds berada di tepi papilla. Tunas pengecap memiliki dua jenis sel yaitu sel
pengecap dan sel penyokong. Sel pengecap berfungsi sebagai reseptor dan sel
penyokonng berfungsi sebagai penopang. Lidah berfungsi sebagai indra pengecap
4 rasa yaitu:
II. GLOSITIS
A. Definisi
Glossitis adalah keadaan suatu lidah yang ditandai dengan tanda –
tanda peradangan. Peradangan tersebut mengakibatkan lidah tampak halus
dan mengkilap. Keadaan ini bisa disebabkan penyakit sistemik yang
disebabkan oleh tubuh dan menunjukkannya pada lidah.
Gambar 3. Glositis
B. Etiologi
Glossitis disebabkan oleh :
1. Penyakit sistemik (Malnutrisi, HIV, anemia)
2. Infeksi (Bakteri, jamur)
3. Alergi
4. Trauma (luka bakar)
5. Keturunan
6. Mulut kering akibat sjogren syndrome
Faktor risiko :
1. Seorang pecandu alcohol
2. Seorang perokok
3. Memiliki riwayat keluarga menderita glossitis
4. Mengunyah tembakau
5. Sebelumnya ada riwayat trauma gigi
D. Patogenesis
Glossitis dapat diartikan sebagai radang pada lidah, atau secara umum
merupakan suatu inflamasi dengan depapilasi pada daerah dorsal lidah,
sehingga hanya tersisa permukaan yang halus dan berwarna merah (Scully,
2008). Beberapa penyebab dari glossitis :
1. Anemia
Anemia defisiensi besi seperti yang terjadi pada saat menstruasi atau
perdarahan pada gastrointestinal dapat menyebabkan depapilasi dan
atrofi pada papil lidah, sehingga menyebabkan lidah menjadi terlihat
halus dan berkilau, disertai dengan pucat pada bibir (Treister dan Bruch,
2010).
2. Defisiensi Vitamin B
3. Infeksi
Spesies candida secara umum menyebabkan glossitis dengan eritema,
rasa terbakar dan atrofi (Chi et al., 2010).
F. Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari glossitis dapat berupa kanker pada mukosa
oral, luka bakar kimia, stomatitis, fissure lidah, lichen planus¸ candidiasis
mukosa, psoriasis.
G. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah untuk mengatasi peradangan.
Penatalaksanaan pembengkakan dan rasa tidak nyaman di mulut dilakukan
dengan pemberian obat-obatan secara oral. Pengobatan glositis tergantung
pada penyebabnya. Antibiotik digunakan untuk pengobatan infeksi bakteri.
Bila penyebabnya adalah defisiensi besi, maka diperlukan suplemen zat
besi. Obat kumur yaitu campuran setengah teh, baking soda dan dicampur
dengan air hangat. Bila pembengkakan dirasakan parah, bisa diberikan
kortikosteroid. Topikal kortikosteroid juga mungkin berguna untuk
penggunaan sesekali misalnya triamcinolone dalam pasta gigi yang
diterapkan beberapa kali sehari. Kebersihan mulut yang baik sangat penting.
Hindari iritasi seperti tembakau, panas, pedas makanan dan alcohol
(Langlais, 2001).
H. Komplikasi
1. Airway Obstruksi
Udara yang masuk melalui mulut tersumbat karena lidah mengalami
pembengkakan.
2. Disfagia
Disfagia adalah kesulitan menelan. Kondisi ini biasanya menjadi gejala
akibat adanya masalah pada tenggorokan atau kerongkongan. Kondisi
ini terjadi karena adanya masalah pada otot dan saraf tenggorokan atau
kerongkongan dan karena terjadinya penyumbatan pada tenggorokan
atau kerongkongan.
3. Disfonia
Disfonia adalah gangguan produksi suara. Orang yang menderita
disfonia dapat mengeluarkan suara serak atau tidak ada suara sama
sekali. (Pindborg, 2009).
I. Prognosis
Dalam beberapa kasus, glossitis bisa menyebabkan lidah bengkak
yang dapat menghambatjalan nafas.Namun dengan penanganan yang tepat
dan adekuat, gangguan pada lidah ini dapat diatasi dan dicegah
kekambuhannya (Langlais, 2001).
J. Pencegahan
1. Kebersihan rongga mulut merupakan hal yang harus dilakukan.
2. Sikat gigi dan penggunaan dental floss atau benang gigi
3. Jangan lupa untuk membersihkan lidah setelah makan.
4. Kunjungi dokter gigi secara teratur.
5. Jangan gunakan bahan bahan obat atau makanan yang merangsang
lidah untuk terjadi iritasi atau agent sensitisasi. Bahan bahan ini
termasuk makanan yang panas dan beralkohol.
6. Hentikan merokok dan hindari penggunaan tembakau dalam jenis
apapun.
7. Sebaiknya segera konsultasi ke dokter bila gangguannya bertambah
parah.
8. Bila lidah sudah menghalangi jalan nafas oleh karena proses
enlargement, bila hal ini terjadi, mutlak diperlukan perawatan yang
lebih intensif (Pindborg, 2009)
III. KORELASI GLOSITIS DENGAN PENYAKIT SISTEMIK
A. Hubungan Glossitis Dengan Psoriasis
Definisi
Psoriasis (PS) adalah penyakit kulit kronis karena kelainan genetik
dan imunologi yang dipicu oleh faktor lingkungan. Secara klinis, lesi
berbentuk papul eritematous , plak yang tertutupi skuama halus. Lesinya
biasanya simetris dengan daerah predileksi di kulit kepala, kuku, regio
posterior siku dan regio anterior lutut. Penyakit ini bisa bersifat lokal,
namun bisa juga menyeluruh, mempengaruhi seluruh permukaan kulit
(Jorge et al., 2017).
Kondisi oral yang berkaitan dengan PS adalah Benign Migratory
Glossitis (BMG) atau biasa disebut dengan Geographic Tongue. BMG
merupakan area ireguler yang mengalami hilangnya papillae filiformis,
yang dikelilingi batas putih dengan elevasi yang halus (Jorge et al., 2017).
Epidemiologi dan Etiologi
Psoriasis adalah penyakit inflamasi kronis yang menyerang kulit
dan sendi dengan dasar genetik dan imunologis (Raut et al 2013). Psoriasis
terjadi pada sekitar 1-3% dari populasi dunia, dapat terjadi pada kedua
jenis kelamin. Secara klinis, psoriasis dibagi menjadi vulgaris, guttate,
inverse, psoriasis arthritis, palmoplantar, pustular, dan eritrodermal,
dengan ciri umum yaitu eritema, deskuamasi, dan elevasi (Johnson et al,
2013; Ladizinski et al 2013)
Sementara BMG pertama kali dijelakan oleh Reiter di tahun 1831,
Geographic tongue (GT) adalah lesi inflamasi oral kronis yang
diperantarai secara imunologis dengan etiologi yang belum diketahui
(Ishibashi et al, 2010). Mempengaruhi antara 0,6%-0,48% dari populasi
dunia, terjadi lebih sering pada anak, frekuensinya menurun seiring
bertambahnya usia. Remisi dan reaktivasi di berbagai lokasi membuat GT
sering disebut juga benign migratory glossitis (BMG) (Miloğlu et al,
2009).
Meningkatnya prevalensi BMG di antara pasien psoriasis dan
karakteristik mikroskopis yang serupa, mendukung gagasan bahwa PS dan
BMG merupakan dua kondisi yang berkaitan. Sementara etiologi dari
BMG masih belum diketaui pasti. Beberapa penelitian menyebutkan
bahwa salah satu etiologi yang paling berpengaruh adalah genetik (Jorge et
al, 2017).
Patofisiologi
Temuan mikroskopis psoriasis sangatlah khas: peningkatan teratur
lapisan spinosus dengan penebalan bagian bawah; penebalan dan
pembengkakan papila; hipotropi suprapapillary dengan kehadiran pustula
spongiform kecil; tidak adanya lapisan granular; parakeratosis; kehadiran
Munro microabcess; dan infiltrasi sel inflamasi, terutama limfosit-T,
makrofag, dan neutrofil, di dermis dan submukosa. Temuan mikroskopis
ini juga terlihat pada BMG. Namun, pada BMG dan psoriasis,
karakteristik histopatologis dapat bervariasi sesuai dengan tahap klinis lesi
dan daerah biopsi (Picciani et al., 2016).
Tatalaksana
Tatalaksana anemia defisiensi sebagai berikut:
a. Terapi kausal: terapi terhadap penyebab perdarahan. Contohnya
pengobatan cacing tambang, pengobatan hemoroid, pengobatan
menorhagia. Terapi kausal harus dilakukan agar anemia tidak
kambu kembali
BAB III
PENUTUP
De Franceschi, L., Iolascon, A., Taher, A., & Cappellini, M. D. (2017). Clinical
management of iron deficiency anemia in adults: Systemic review on
advances in diagnosis and treatment. European Journal of Internal
Medicine, 42, 16-23.
Douglas L Smith (2000) Anemia in the Elderly. Am Fam Physician 62(7): 1565-
1572.
Demir N, Dogan M, Koc A, et al. Dermatological findings of vitamin B12
deficiency and resolving time of these symptoms. Cuta Ocul ToxicolI.
2014; 33(1): 70-73
Green R, Datta Mitra A. Megaloblastic anemias: nutritional and other causes. Med
Clin North Am. 2017;101(2):297–317
Ishibashi M, Tojo G, Watanabe M, Tamabuchi T, Masu T, Aiba S. Geographic
tongue treated with topical tacrolimus. J Dermatol Case Rep. 2010;4:57-9.
Jadhav SU, Khaparde (2017) Study of the red cell indices, hemogram and platelet
variations in anaemic (<10gm%) patients by automatic cell counter in a
tertiary care centre, Ahmednagar, Maharashtra, India. Int J Res Med Sci 5(4):
1582-1588
Johnson MA, Armstrong AW. Clinical and histologic diagnostic guidelines for
psoriasis: a critical review. Clin Rev Allergy Immunol. 2013;44:166-72.
Jorge, M., Gonzaga, H., Tomimori, J., Picciani, B. and Barbosa, C. (2017).
Prevalence and heritability of psoriasis and benign migratory glossitis in one
Brazilian population. Anais Brasileiros de Dermatologia, 92(6), pp.816-819.
Kawaljit Kaur (2014) Anaemia ‘a silent killer’ among women in India: Present
scenario. European Journal of Zoological Research 3(1): 32-36.
Ladizinski B, Lee KC, Wilmer E, Alavi A, Mistry N, Sibbald RG. A review of the
clinical variants and the management of psoriasis. Adv Skin Wound Care.
2013;26:271 84.
Lash AA, Coyer SM (2008) Anemia in older adults. Medsurg Nursing 17(5): 298-
304.
Raut AS, Prabhu RH, Patravale VB. Psoriasis clinical implications and treatment:
a review. Crit Rev Ther Drug Carrier Syst. 2013;30:183-216.
Rodrigo, L., Beteta-Gorriti, V., Alvarez, N., Gómez de Castro, C., de Dios, A.,
Palacios, L., & Santos-Juanes, J. (2018). Cutaneous and Mucosal
Manifestations Associated with Celiac Disease. Nutrients, 10(7), 800.
doi:10.3390/nu10070800
Setiawati, S., Alwi, S., Sudoyo, A. W., Simadibrata, M. K., Setiyohadi, B., &
Syam, A. F. (2015). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi VI.
Jakarta: Interna Publishing.
Scully, Crispian. 2008. Oral and maxillofacial medicine : the basis of diagnosis
and treatment (2nd ed.). Edinburgh: Churchill Livingstone. p. 356. ISBN 978-
0443068188.
Verhulst M.JL, Loos BG, Gerdes VEA, Teeuw WJ (2019). Evaluating All
Potential Oral Complications of Diabetes Mellitus. Fontiers in
Endocrinology, 56(10): 1-49.
Volkov I, Rudoy I, Abu-Rabia U, et al. Case report: recurrent aphthous stomatitis
responds to vitamin B12 treatment. Can Fam Physician 2005;51:844–845.
Zhou P, Hua H, Yan Z, et al. Diagnostic value of oral “beefy red” patch invitamin
B12 deficiency. Therapeutical and Clinical Risk Management. 2018;14:
1391-1397