PENDAHULUAN
Menurut
RDC/TMD
(Research
Diagnostic
Criteria
for
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
perifer membuat kondisi ini lebih sulit untuk ditangani. Simons dan Travell telah
mendeskripsikan faktor etiologi yang nampak berhubungan dengan myofascial
pain. Sayangnya, karena kurangnya pemahaman mendalam mengenai kondisi rasa
sakit miogen, sulit untuk mengetahui seluruh faktor etiologi spesifik myofascial
pain. Kondisi berikut berhubungan secara klinis dengan myofascial pain:3
1) Nyeri otot lokal yang terus menerus. Otot yang mengalami nyeri otot
berkelanjutan cenderung membentuk myofascial trigger point dan akan
membentuk karakteristik klinis dari myofascial pain.
2) Deep pain yang konstan. Deep pain input yang konstan dapat menghasilkan efek
eksitasi sentral di daerah yang jauh. Jika efek eksitasi sentral melibatkan
neuron (motor) eferen, dua jenis efek otot dapat diamati: (1) protective cocontraction, dan (2) perkembangan trigger point. Ketika trigger point terjadi,
trigger point akan menjadi sumber deep pain dan dapat menghasilkan efek
eksitasi sentral tambahan. Trigger point sekunder ini disebut sebagai titik
satellite trigger point. Ekspansi kondisi myofascial pain ini mempengaruhi
diagnosis dan penanganan, dan dapat membuat sebuah kondisi siklik yang
sama dengan rasa sakit otot siklik.
3) Peningkatan stress emosional. Peningkatan stress emosional dapat memperparah
myofascial pain.
4) Gangguan tidur. Penelitian menunjukkan gangguan siklus tidur normal dapat
menghasilkan gejala muskuloskeletal. Apakah gangguan tidur menyebabkan
rasa sakit muskuloskeletal atau rasa sakit muskuloskeletal menyebabkan
gangguan tidur (atau keduanya) masih belum jelas. Hubungan tersebut
memang ada dan perlu dipertimbangkan oleh klinisi. Oleh karena itu, klinisi
saat membuka mulut. Pada subjek yang memiliki deep bite yang dalam, hal ini
perlu dipertimbangkan pada saat penentuan kisaran pergerakan normal.3
Gambar 2. Pemeriksaan End Feel. Tekanan yang pelan tapi kuat diberikan pada
insisivus bawah sekitar 10 hingga 15 detik. Peningkatan pembukaan rahang
bawah menunjukkan soft end feel (biasanya berhubungan dengan gangguan otot
pengunyahan).3
2.1.1 Perawatan Myofascial pain
Perawatan nyeri myofascial diarahkan pada eliminasi atau penurunan
faktor etiologi. Klinisi dapat melakukannya dengan perawatan berikut:3
1) Menghilangkan sumber deep pain input yang sedang terjadi dengan cara yang
tepat sesuai dengan etiologi
2) Mengurangi faktor-faktor lokal dan sistemik yang mempengaruhi nyeri
myofascial. Teknik PSR berguna dalam menangani nyeri myofascial. Teknik
PSR ini antara lain:
a) Menyarankan pasien untuk membatasi penggunaan mandibula hingga
batas bebas nyeri. Makanan lunak dianjurkan, dengan gigitan yang
kecil dan pengunyahan pelan.
b) Pasien dianjurkan menggunakan rahangnya hingga batas tanpa nyeri
sehingga
proprioseptor
dan
mekanoseptor
pada
system
4) Jika gangguan tidur dicurigai, evaluasi yang tepat dan rujukan harus dibuat.
Sering kali dosis rendah antidepresan trisiklik, seperti 10 20 mg
amitriptyline sebelum tidur dapat membantu.
5) Salah satu pertimbangan yang penting dalam menangani nyeri myofascial
adalah perawatan dan eliminasi trigger point. Hal ini dilakukan dengan
peregangan tanpa rasa nyeri pada otot yang terdapat trigger point. Teknik
berikut dapat digunakan untuk mencapai hal ini, antara lain:
a) Semprotan dan Regangan (spray and stretch)
Teknik ini terdiri dari semprotan spray vapocoolant (misalnya
fluoromethane) pada jaringan diatas otot dengan trigger point dan kemudian
secara aktif meregangkan otot.
b) Tekanan dan Pijatan
Perawatan
harus
dilakukan
tanpa
nyeri.
Beberapa
ahli
10
11
12
3)
4)
5)
6)
7)
Merelaksasi otot
Menghilangkan kebiasaan parafungsi
Melindungi gigi terhadap abrasi
Mengurangi beban sendi temporomandibula
Menghilangkan rasa nyeri akibat disfungsi sendi temporomandibula berikut
otot-ototnya
8) Sebagai alat
diagnostik
untuk
memastikan
bahwa
oklusilah
yang
perlu
dievaluasi.
Pertama,
proses
adaptif
tidak
cukup
untuk
13
2.3 Arthralgia
Tujuan utama pasien dengan gangguan sendi mencari perawatan adalah
karena adanya rasa nyeri. Pada gangguan TMJ, sulit untuk menentukan sumber
rasa nyeri. Berdasarkan kuesioner, keraguan sering muncul apakah rasa nyeri
berasal dari sendi atau dari otot. Bahkan jika pemeriksaan klinis dilakukan, timbul
pertanyaan apakah nyeri yang dilaporkan terletak di sendi atau pada daerah otot
sekitar TMJ, karena kedekatan anatomis dari origo otot maseter dan lateral pole
TMJ.6
TMJ arthralgia merupakan nyeri yang diakibatkan dari trauma atau
pembebanan berlebih baik intrinsik maupun ekstrinsik (seperti pada clenching
gigi) yang dapat melebihi kemampuan adaptif dari jaringan sendi. Kemampuan
adaptif dari TMJ dapat dikurangi oleh faktor intrinsik seperti penurunan suplai
darah dan nutrisi. Genetik dan jenis kelamin dapat berpengaruh dalam
patofisiologi dari osteoarthritis. Produksi dari radikal bebas, proinflamasi dan
neuropeptida nosiseptif, enzim, protein morfogenetik tulang, dan faktor
14
15
dapat berulang, usaha untuk melindungi sendi dari trauma lebih lanjut (athletic
appliance) dapat dilakukan. Jika arthralgia disebabkan oleh mikrotrauma yang
berkaitan dengan gangguan diskus, maka gangguan diskus perlu diatasi.4
Sebagai terapi suportif, pasien diinstruksikan untuk membatasi semua
pergerakan mandibula dalam batas nyeri. Pasien diminta untuk makan makanan
lunak, bergerak lambat, dan makan dengan gigitan yang kecil. Jika pasien
mengeluhkan rasa nyeri konstan, dapat diberikan analgesic NSAID. Terapi termal
pada daerah sendi dapat berguna. Pasien diminta kompres hangat selama 10-15
menit, empat sampai lima kali sehari. Terapi ultrasound dapat membantu 2-4 kali
seminggu. Pada pasien dengan arthralgia yang menetap, arthrocentesis dapat
dipertimbangkan.4,7
16
BAB III
LAPORAN KASUS
Nama pasien
Umur
: Nn. LS
: 19 tahun
Alamat pasien
: Dago asri
Pekerjaan
: Mahasiswi
Anamnesa
Parafungsi : clenching
Mengunyah dua sisi tidak bersamaan
Menggigit bibir
Menghisap bibir dan permen
Bernafas melalui mulut
Mengernyitkan otot wajah
Menyandarkan kepala di atas meja
Postur tubuh membungkuk pada saat
bekerja dengan komputer
9. Bertopang dagu
10. Bersandar satu sisi
11. Membaca di tempat tidur dengan posisi
leher menekuk
12. Tidur satu sisi (kiri-kanan bergantian)
dan telugkup
13. Kepala ke depan
14. Menyilangkan kaki
15. Duduk tanpa sandaran kursi
17
19
20
21
DAFTAR PUSTAKA
2013
Oktober
10].
Available
from:
http://www.bethesdaphysiocare.com/
professionals/pdf/book_craniomandibularMPS.pdf
3. Okeson JP. Management of temporomandibular disorders and occlusion. 7 th
ed. St. Louis: Elsevier Mosby. 2013.
4. Okeson JP. Management of temporomandibular disorders and occlusion. 6th
ed. St Louis: Mosby. 2008.
5. Kurnikasari E. Perawatan disfungsi sendi temporomandibula secara paripurna.
2009.
[Accesed
2013
Agustus
10].
Available
from:
http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/09/perawatan_disfungsi_sendi.pdf
6. Ohlmann B, Rammelsberg P, Henschel V, Nat R, Kress B, Gabbert O,
Schmitter M. Prediction of TMJ arthralgia according to clinical diagnosis and
MRI findings. Int J Prosthodont 2006; 19(4):333-338. [Accessed 2013
Oktober
11].
Available
from:
http://www.quintpub.com/userhome/ijp/ijp_19_4_Ohlmann_4.pdf
7. International Association for the Study of Pain. Temporomandibular Disorder
Pain. 2009. [Accesed 2013 Oktober 11]. Available from: http://www.iasppain.org/AM/AMTemplate.cfm?
22
Section=HOME,HOME&TEMPLATE=/CM/ContentDisplay.cfm&CONTEN
TID=9294&SECTION=HOME,HOME
23