Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

GLOSSITIS DAN KORELASINYA DENGAN HIV

DISUSUN OLEH :
Luthfi Primadani Kusuma G991905035

Periode : 12 – 25 Agustus 2019

PEMBIMBING :
drg. Christianie, Sp.Perio

KEPANITERAAN KLINIK / PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


BAGIAN ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI SURAKARTA
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Makalah ini disusun untuk memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Gigi
dan Mulut Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret / RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
Referensi artikel dengan judul:

Glossitis dan Korelasinya dengan HIV

Hari, tanggal : Kamis, 15 Agustus 2019

Oleh:
Luthfi Primadani Kusuma G991905035

Mengetahui dan menyetujui,


Pembimbing Referensi Artikel

Christianie, drg.Sp.PERIO
NIP. 19660228199203 2 006
BAB I

PENDAHULUAN

Lidah merupakan organ dalam rongga mulut penting pada tubuh manusia yang
memiliki banyak fungsi. Lidah memiliki peran dalam proses pencernaan, mengisap, menelan,
persepsi rasa, bicara, respirasi, dan perkembangan rahang. Lidah dapat digunakan untuk
melihat kondisi kesehatan seseorang, sebagai indikator untuk mengetahui kesehatan oral dan
kesehatan umum pasien.
Glossitis merupakan salah satu kelainan pada lidah berupa perubahan penampilan
pada permukaan lidah akibat suatu peradangan akut ataupun kronis yang mengakibatkan
lidah membengkak, berubah warna dan tekstur permukaan. Kondisi ini dapat menyebabkan
papilla di permukaan lidah menghilang. Papilla akan berwarna lebih putih dari daerah yang
dikelilinginya. Penyebabnya tidak diketahui, tetapi diperkirakan stress emosional, defisiensi
nutrisi dan herediter. Keadaan ini biasanya terbatas pada dorsal dan tepi lateral dua pertiga
anterior lidah dan hanya mengenai papilla filiformis sedangkan papilla fungiformis tetap
baik. Papilla berisi ribuan sensor kecil yang disebut taste buds. Radang parah yang
mengakibatkan pembengkakan, kemerahan, dan nyeri, dapat mengubah cara penderita makan
ataupun berbicara (Langlais, 2001).
Glositis atau yang biasa disebut lidah geografik adalah umum dan mengenai kira –
kira 1-2% penduduk. Paling sering mengenai laki-laki dan orang-orang dewasa usia muda
sampai pertengahan. Keadaan tersebut dapat timbul tiba-tiba dan menetap selama berbulan-
bulan dan bertahun-tahun.Dapat terlihat hilang spontan dan kambuh kembali.Pada kasus yang
berat, glossitis dapat menyebabkan tersumbatnya jalan nafas ketika lidah yang membengkak
cukup parah sehingga membutuhkan penanganan segera (Langlais, 2001).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI
Glositis merupakan peradangan pada lidah yang ditandai dengan terjadinya
deskuamasi papila filiformis sehingga menghasilkan daerah kemerahan yang halus dan
mengkilat. Glositis bisa terjadi akut atau kronis. Penyakit ini dapat mencerminkan
kondisi dari lidah itu sendiri atau merupakan cerminan dari penyakit tubuh yang
gejalanya muncul pada lidah. Keadaan ini dapat menyerang pada semua tingkatan usia.
Kelainan ini sering menyerang pada laki- laki dibandingkan pada wanita.

Gambar 1. Glositis

II. ANATOMI
Lidah terletak pada dasar mulut, sementara pembuluh darah dan urat saraf masuk
dan keluar pada akarnya. Lidah merupakan kumpulan otot lurik yang diliputi oleh
membran mukosa (selaput lendir). Lidah sebagian besar terdiri dari dua kelompok otot
yaitu otot intrinsik dan ektrinsik. Otot intrinsik lidah berfungsi melakukan semua
gerakan lidah, sementara otot ektrinsik mengaitkan lidah pada bagian-bagian sekitarnya
serta membantu melakukan gerakan menekan makanan pada langit-langit dan gigi,
kemudian mendorongnya masuk ke faring. Lidah posterior dan anterior berbeda dalam
anatomi dan fisiologi mereka. Serabut otot di lidah posterior didominasi tahan lelah
yang bertanggung jawab untuk aktivitas tonik berkelanjutan lama yang diperlukan
untuk mempertahankan posisi lidah dan mencegah massanya jatuh ke dalam
retroglossal airway (Scully, 2008).
Membran mukosa melekat erat pada otot karena jaringan penyambung lamina
propia menembus ke dalam ruang-ruang antar berkas-berkas otot. Membran mukosa ini
tampak kasar karena adanya tonjolan-tonjolan yang disebut papila yang akhiran-akhiran
saraf pengecap dan terletak pada seluruh permukaan lidah. Saraf-saraf pengecap inilah
yang dapat membedakan rasa makanan,rasa asin, asam, pahit dan rasa manis. Tiap rasa
pada zat yang masuk ke dalam rongga mulut akan direspon oleh lidah di tempat yang
berbeda-beda. Ujung serta pinggiran lidah bersentuhan dengan gigi-gigi bawah,
sementara dorsum merupakan permukaan melengkung pada bagian atas lidah (Treister
dan Bruch, 2010).

Fungsi Lidah
1. Menunjukkan kondisi tubuh
2. Membasahi makanan di dalam mulut
3. Mengecap atau merasakan makanan
a. Rasa manis = lidah bagian apex
b. Rasa asin = lidah bagian depan dan samping
c. Rasa asam = lidah bagian samping dalam
d. Rasa pahit = lidah bagian belakang
4. Membolak-balik makanan
5. Menelan makanan
6. Mengontrol suara dan dalam mengucapkan kata-kata (Taqwa, 2009).

III. ETIOLOGI
Penyebab glositis dapat bermacam-macam, baik lokal maupun sistemik.
1. Lokal
a. Infeksi (streptococcal, candidiasis, TB, HSV, EBV)
b. Trauma mekanis (luka bakar)
c. Iritasi lokal (alkohol, tembakau, makanan pedas, permen berlebihan)
d. Mulut kering karena Sjogren syndrome
2. Sistemik
a. Malnutrisi (kurang asupan vitamin B12, niasin, riboflavin, asam folat)
b. Anemia (kekurangan Fe)
c. Faktor hormonal
d. Penyakit kulit (lichenplanus, erythema multiforme, syphilis, lesi apthous)
e. HIV (candidiasis, HSV, kehilangan papillae)
f. Obat lanzoprazole, amoxicillin, metronidazole.
Faktor risiko :
1. Seorang pecandu alcohol
2. Seorang perokok
3. Memiliki riwayat keluarga menderita glossitis
4. Mengunyah tembakau
5. Sebelumnya ada riwayat trauma gigi

Kadangkala penyebab dari glossitis ini adalah keturunan. Suatu pemeriksaan yang
mendalam merupakan hal yang perlu dilakukan guna untuk mendapatkan penyebab dari
glossitis ini secara pasti. Kadangkala bila penyebabnya tidak jelas dan tidak ada
kemajuan setelah dilakukan perawatan, maka perlu dilakukan biopsi. Pada beberapa
kasus, glositis akan menyembuh pada pasien dengan rawat jalan. Rawat inap diperlukan
bila pembengkakan pada lidah ini membesar dan menghalangi jalan nafas (Taqwa,
2009).

IV. TANDA DAN GEJALA


Tanda dan gejala dari glossitis ini bervariasi tergantung penyebab yang
mendasari. Tanda dasar kelainan ini adalah bahwa lidah menjadi berubah warnanya
menjadi pucat atau memerah, terasa nyeri, bengkak, permukaan lidah terlihat halus dan
dapat ditemukan beberapa ulserasi pada lidah. Pasien dengan glossitis biasanya akan
merasakan rasa terbakar pada lidah. Pasien juga biasanya akan merasakan rasa tidak
nyaman yang dirasakan pada lidah. Pada pemeriksaan lidah akan terlihat eritema,
terutama pada daerah dorsum dan seringkali juga menyebar ke daerah lateral pada
lidah. Pada daerah yang mengalami eritema, struktur lidah normal tidak terlihat, yaitu
dengan hilangnya papil filiformis dan atrofi pada mukosa. Mengitari daerah eritema
terdapat batas yang jelas, hiperkeratosis, dengan garis serpiginous berwarna putih-
kuning tidak teratur (Dennis et. al., 2012).

V. KLASIFIKASI
1. Idiopathic Glossitis
Inflamasi pada membran mukosa dan otot lidah secara keseluruhan.
2. Atrophic Glossitis (Hunter’s Glossitis)
Ditandai dengan kondisi lidah yang kehilangan rasa karena degenerasi ujung papil.
Perasaan lidah terbakar yang menyebar ke bagian mulut lain yang biasanya dipicu
oleh adanya ulserasi. Lidah terlihat licin dan mengkilat baik seluruh bagian lidah
maupun hanya sebagian kecil. Penyebab yang paling sering biasanya adalah
kekurangan zat besi. Jadi banyak didapatkan pada penderita anemia.
Gambar 3. Atropic glossitis
3. Herpetic Geometric Glossitis
Terdapat retkan pada dorsum lidah yang bercabang- cabang.

Gambar 4. Herpetic Geometric Glossitis


4. Benign Migratory Glossitis
Ditandai dengan eritema yang dikelilingi garis putih serpiginosa dan
hiperkeratotik.

Gambar 5. Benign Migratory Glossitis


5. Median Rhomboid Glossitis
Ditandai dengan kemerahan dan hilangnya papillae di bagian dorsum lidah di garis
tengah di depan papillae sirkumvalata (Ghabanchi, 2011).
Gambar 6. Median Rhomboid Glossitis

VI. DIAGNOSIS
Penegakkan diagnosis dimulai dari anamnesis. Dari anamnesis, dapat ditemukan
keluhan lidah bengkak, panas dan nyeri. Pada pemeriksaan ditemukan permukaan lidah
terlihat halus (pada anemia pernisiosa), dapat ditemukan ulserasi, bengkak serta adanya
perubahan warna lidah, pucat pada penderita anemia pernisiosa dan berwarna merah
gelap bila penyebab glossitis adalah kekurangan vitamin B yang lain.
Penyebab glossitis secara pasti dicari melalui pemeriksaan yang mendalam,
seperti biopsi, tes untuk defisiensi B12, profil kimia darah, kikisan KOH, kultur lesi dan
smear bila terdapat indikasi (Treister dan Bruch, 2010).

VII. DIAGNOSIS BANDING


1. Oral candidosis
Penyebabnya adalah jamur yang disebut Candida albicans. Gejalanya lidah akan
tampak tertutup lapisan putih yang dapat dikerok.

Gambar 7. Oral Candidosis


2. Geographic tongue
Lidah seperti peta, berpulau-pulau, baik banyak maupun sedikit.Bagian pulau
berwarna merah dan lebih licin. Bila parah akan dikelilingi pita putih tebal.

Gambar 8. Geographic Tongue


3. Fissured tongue.
Lidah akan terlihat pecah-pecah. Kadang garis hanya satu ditengah, kadang juga
bercabang-cabang.

Gambar 9. Fissured tongue

VIII. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan adalah untuk mengurangi peradangan. Pengobatan glositis
tergantung pada penyebabnya. Antibiotik digunakan untuk pengobatan infeksi bakteri.
Bila penyebabnya adalah defisiensi besi, maka diperlukan supplement yang memadai
yaitu harus diberikan zat besi yang merupakan ciri defisiensi utama dari glossitis ini.
Penatalaksanaan pembengkakan dan rasa tidak nyaman di mulut dilakukan dengan
pemberian obat-obatan secara oral. Obat kumur yaitu campuran setengah teh baking
soda dan dicampur dengan air hangat akan membantu keadaan ini. Bila pembengkakan
dirasakan parah, bisa diberikan kortikosteroid. Topikal kortikosteroid juga mungkin
berguna untuk penggunaan sesekali, misalnya triamcinolone dalam pasta gigi yang
diterapkan beberapa kali sehari ketika diperlukan. Kebersihan mulut yang baik sangat
penting. Hindari iritasi seperti tembakau, panas, pedas makanan dan alkohol (Langlais,
2001).

IX. KOMPLIKASI
1. Ketidaknyamanan
Karena pasien kesulitan dalam menelan, mengunyah dan berbicara yang
disebabkan karena lidah mengalami
pembengkakan.
2. Airway Obstruksi
Udara yang masuk melalui mulut tersumbat karena lidah mengalami
pembengkakan.
3. Disfagia
Disfagia (dysphagia) adalah kesulitan menelan makanan. Kondisi ini biasanya
menjadi tanda adanya masalah pada tenggorokan atau kerongkongan. Sebagian
pasien dengan disfagia mengalami kesulitan menelan beberapa jenis makanan
tertentu dan cairan. Pada kasus lain, pasien mengalami gangguan mekanisme
menelan parah. Kondisi ini terjadi karena adanya masalah pada otot dan saraf
tenggorokan atau kerongkongan dan karena terjadinya penyumbatan pada
tenggorokan atau kerongkongan.
4. Disfonia
Disfonia adalah gangguan produksi suara. Disfonia adalah istilah medis untuk
gangguan produksi suara. Orang yang menderita disfonia dapat mengeluarkan
suara serak atau tidak ada suara sama sekali. Ada banyak penyebab disfonia, baik
karena keganasan atau non-keganasan (Pindborg, 2009).

X. PROGNOSIS
Dalam beberapa kasus, glossitis bisa menyebabkan lidah bengkak yang dapat
menghambat jalan nafas. Namun dengan penanganan yang tepat dan adekuat, gangguan
pada lidah ini dapat diatasi dan dicegah kekambuhannya (Langlais, 2001).

XI. PENCEGAHAN
1. Menjaga kebersihan rongga mulut merupakan hal yang harus dilakukan
2. Menyikat gigi dan menggunakan dental floss atau benang gigi
3. Membersihkan lidah setelah makan
4. Mengunjungi dokter gigi secara teratur
5. Jangan gunakan bahan bahan obat atau makanan yang merangsang lidah untuk
terjadi iritasi atau agent sensitisasi. Bahan bahan ini termasuk makanan yang panas
dan beralkohol
6. Hentikan merokok dan hindari penggunaan tembakau dalam jenis apapun
7. Sebaiknya segera konsultasi ke dokter bila gangguannya bertambah parah (Pindborg,
2009).

XII. GLOSSITIS DENGAN HIV


HIV (Human Immunodeficiency Viruses)
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah suatu retrovirus yang
menyerang sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia terutama sel T helper Cluster
of Differentiation 4 (CD4) positif dan makrofag. Penderita HIV-AIDS akan
mengalami penurunan sistem kekebalan tubuh secara terus-menerus yang
mengakibatkan sistem kekebalan tubuh tidak mampu lagi untuk memerangi
infeksi dan penyakit sehingga tubuh menjadi lebih rentan terhadap berbagai
macam infeksi dan penyakit.
Selain itu, penelitian oleh Knight et al (1995) dan Sobhani et al (2004)
menunjukkan bahwa infeksi HIV juga dapat menginduksi perubahan sitopatik
pada sel langerhans sehingga menyebabkan deplesi sel tersebut. Kondisi tersebut
diteliti secara in vitro dan menunjukkan bahwa sel langerhans yang terekspos
dengan HIV akan menstimukasi respon sitotoksik oleh sel T. Respon ini
menyebabkan lisis dan penurunan jumlah dendrit pada sel langerhans. Teori
tersebut didukung dengan penelitian yang dilakukan Gondak et al (2012) yang
menunjukkan bahwa pada pasien HIV-AIDS terjadi penurunan sel langerhans
matur dan immatur pada mukosa lidah. Deplesi tersebut berhubungan dengan
infeksi viral dan fungal yang bersifat oportunistik yang terjadi pada mukosa oral.
Tanda kelainan oral pada pasien HIV-AIDS salah satunya adalah glossitis.
Infeksi HIV dapat menyebabkan glositis melalui infeksi oportunistik, seperti
kandidiasis oral (Median rhomboid glossitis [MRG]) (Stephen et.al, 2019).
Penelitian oleh de Faria et al (2005) menemukan bahwa 75% pasien yang
meninggal karena AIDS mengalami patologi pada lidah. Patologi lidah yang
umum ditemui diantaranya : Oral hairy leukoplakia (OHL), candidiasis, non-
specific chronic glossitis, non-specific chronic ulceration dan herpes simpleks.
Sebenarnya tidak terdapat lesi oral khusus yang hanya berkaitan dengan HIV-
AIDS. Akan tetapi terdapat manifestasi klinis tertentu seperti kandidiasis oral dan
oral hairy leukoplakia yang sangat sering berkaitan dengan HIV-AIDS.
Kandidiasis oral dan oral hairy leukoplakia dianggap sebagai bagian dari
penyakit AIDS hingga diikutsertakan dalam klasifikasi klinis HIV oleh CDC.
Manifestasi klinis HIV pada gigi dan mulut dapat dikelompokkan menjadi:
1. Infeksi: bakteri, fungi, virus
2. Neoplasma: Kaposi’s sarcoma, non-Hodgkin’s lymphoma
3. Dimediasi oleh imun: aphthous mayor, necrotizing stomatitis
4. Lainnya: penyakit parotis, nutrisional, xerostomia
5. Manifestasi pada gigi dan mulut sebagai efek samping dari terapi antiretroviral

a. Kandidiasis Oral terkait HIV


Kandidiasis oral merupakan infeksi jamur umum yang sering
menyerang pasien infeksi HIV dan sebagai manifestasi awal dari gejala
infeksi HIV. Kandidiasis oral paling sering disebabkan oleh jamur
Candida albicans, meskipun spesies non-albicans juga telah dilaporkan.
Karena Candida albicans adalah flora normal oral, kandidiasis oral
menjadi salah satu 'infeksi super' yang dihasilkan dari pertumbuhan
berlebih dari organisme jamur. Kandidiasis oral muncul dalam bentuk
akut dan kronis dan terjadi sebagai akibat dari perubahan flora normal
oral. Terdapat empat bentuk kandidiasis oral yang umum terlihat, yaitu
kandidiasis eritematosa, kandidiasis pseudomembran, angularis cheilitis,
dan kandidiasis hiperplastik atau kronis (Baipai S, 2010).
Pada pasien terinfeksi HIV, terjadi supresi imun yang dimediasi
oleh sel seiring dengan perkembangan penyakit. Pada pasien dengan
positif HIV, kejadian infeksi oportunistik kandida dapat meningkat dan
pasien dengan kandidiasis oral asimptomatik dapat menunjukkan
konversi cepat menjadi infeksi simtomatik. Kandidiasis oral terjadi pada
pasien positif HIV yaitu 90% sebelum HAART dimulai. Kandidiasis oral
adalah salah satu infeksi jamur yang paling umum diamati dalam
manifestasi awal infeksi HIV (Aškinytė et al,2015).
Kandidiasis oral dapat meluas hingga melibatkan faring, laring,
dan esofagus juga. Perawatan kandidiasis oral tergantung pada jenis
klinis, distribusi, dan tingkat keparahan infeksi (Baipai S, 2010).
Kandidiasis oral biasanya diikuti jumlah CD4 yang berkurang di
bawah 200/μl pada tahap pertengahan dan akhir infeksi. Jumlah CD4
(jumlah sel limfosit CD4 per mililiter) dan viral load RNA (jumlah
Salinan RNA HIV-1 per mililiter) saat ini merupakan indikator
perkembangan HIV yang paling dapat diandalkan di laboratorium. HIV-
positif pasien dengan jumlah sel limfosit CD4 <200 per mililiter dan
HIV-positif pasien dengan viral load RNA> 10.000 salinan per milliliter
dianggap memiliki viremia aktif. Sel CD4 berkoordinasi dengan
sejumlah fungsi imunologis dan, sebagai sejumlah sel yang akan
mengurangi risiko dan tingkat keparahan infeksi oportunistik meningkat
(Frimpong et al, 2017).
Kandidiasis eritematosa adalah yang varian klinis yang paling
sering ditemui, diikuti pseudomembran yang hampir sama seringnya
dengan tipe eritematosa. MRG adalah lesi oral lain yang pada awalnya
dianggap sebagai anomali perkembangan yang terkait dengan persistensi
struktur lidah garis tengah embrionik yang dikenal sebagai tuberculum
impar. Lesi ini sekarang diyakini terkait dengan infeksi kronis oleh
Candida albicans.
Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah laporan telah
menunjukkan korelasi positif antara Candida albicans dan lesi MRG
dengan mengisolasi ragi Candida albicans dari permukaan lesi oral atau
dengan mengidentifikasi hifa kandida dalam biopsi dari pasien dengan
MRG. MRG adalah kandidiasis eritematosa yang terletak di dorsum
lidah, yang mendukung pandangan bahwa lesi ini akan dianggap sebagai
varian dari kandidiasis oral (Kolokotronis, 1994).
Gambar 10. Median Rhomboid Glossitis

b. Glossitis dan Imunoterapi


Berdasarkan hasil studi United Kingdom Children’s Cancer
Study Group dan Pediatric Oncology Nurses Forum atau UKCCSG-
PONF (2006), prevalensi terjadinya disfungsi rongga mulut akibat
kemoterapi diperkirakan mencapai 30-75% dalam setiap siklusnya.
Literatur dari Cancer Care Nova Stovia (CCNS) tahun 2008, mengatakan
bahwa angka prevalensi disfungsi rongga mulut lebih besar lagi, yaitu
sekitar 45-80%. Berdasarkan systematic review yangdilakkukan oleh
Keefe, et al. (2007) dan Eilers (2004), intervensi penanganan disfungsi
rongga mulut diantaranya adalah oral care yang berkualitas, pemberian
agen anti septic, pembersih mulut (multiagent mouthwashes), agen anti
inflamsi, growth factor, cytokine-like agent serta berbagai agen alamiah
lain yaitu chamomile, kamilosan cair dan madu.
Toksisitas oral dari immunoterapi berkembang lebih jarang
daripada toksisitas kulit. Namun, perubahan oral mungkin jarang
dilaporkan karena efek samping yang kurang simtomatik. Mukositis
yang diinduksi kemoterapi mungkin memerlukan penyesuaian dosis.
Lesi oral cukup spesifik secara klinis, dan pemeriksaan sistematis
mukosa mulut sangat dianjurkan sebagai bagian dari pemantauan pasien
yang diobati dengan obat-obatan immunosupresif. Diperlukan skrining
dini dan manajemen yang tepat untuk membatasi risiko
mukolitis/glossitis, dan modifikasi dosis demi mempertahankan kualitas
hidup pasien (Vigarios, 2017).
Gambar 11. Mukositis yang meluas dari sisi lateral ventral lidah
diinduksi oleh kemoterapi (mukosa tidak berkeratin)

Gambar 12. A.. Grade 1 mucositis dengan panitumumab (antibodi


monoclonal penargetan EGFR). B. Mucositis diinduksi oleh afatinib
(pan-HER tirosin inhibitor kinase). C. Mukosa yang melibatkan
mukosa labial yang diinduksi oleh erlotinib dalam monoterapi (anti
EGFR). D. Diffuse radio-induced mucositis mempengaruhi mukosa
keratin (dorsum lidah). E Nilai risiko tinggi ≥3 mucositis diinduksi
oleh radioterapi dan cetuximab kepala dan leher. F. Mucositis diinduksi
oleh cetuximab dan kemoterapi (carboplatin dan 5FU) dalam
kombinasi).
BAB III

KESIMPULAN

1. Glositis merupakan peradangan lidah yang ditandai dengan deskuamasi papila


filiformis sehingga menghasilkan daerah kemerahan yang halus dan
mengkilat, dapat terjadi secara akut dan kronis

2. Penyebab glositis dapat terjadi karena penyebab lokal (infeksi, trauma dan
iritasi) maupun sistemik (malnutrisi, anemia, HIV dan obat-obatan)

3. Penatalaksanaan dari glositis tergantung dari penyebabnya. Antibiotik


dipergunakan bila kelainan ini melibatkan bakteri.

4. Pencegahan dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan rongga mulut,


konsumsi makanan bergizi seimbang dan menghindari agen iritan lidah
DAFTAR PUSTAKA

Bajpai S, Pazare AR. 2010.Oral manifestations of HIV. Contemp Clin Dent.1(1):1-5.


Bhattacharya PT dan Misra SR. 2017. Effects of Iron Deficiency on theOropharyngeal
Region: Signs, Symptoms,and Biological Changes
Chi AC, Neville BW, Krayer JW, Gonsalves WC. 2010. "Oral manifestations of systemic
disease". Am Fam Physician (review). 82(11): 1381–8. PMID 21121523.
de Faria PR, Vargas PA, Saldiva PHN, Bohm GM, Mauad T, Almeida OP. Tongue diseases
in advanced AIDS. Oral Dis. 2005; 11; 72–80
Dennis M, Bowen, W.T., Cho.L., 2012, Mechanism of Clinical Signs, Elsevier, Australia
Emmanuelle Vigarios, Joel B. Epstein, Vincent Sibaud. 2017. Oral Mucosal Changes Induced
by Anticancer Targeted Therapies And Immune Checkpoint Inhibitors. USA: Support
Care Cancer (2017) 25:1713–1739.
Ghabanchi, J., Tadbir AA., Darafshi, R., Sadegholvad, M. 2011. The Prevalence of
Median Rhomboid Glossitis in Diabetic Patients: A Case-Control Study. Iran Red
Crescent Med J 2011; 13(7):503-506
Ghom, 2005, Textbook of Oral Medicine, Jaype Medical Brothers Publisher, New Delhi, h.
479
Gondak RO, Alves DB, Silva LF, Mauad T, Vargas PA. Depletion of Langerhans cells in the
tongue from patients with advanced‐stage acquired immune deficiency syndrome:
relation to opportunistic infections. Histopathology. 2012 Feb;60(3):497-503.
Knight SC, Askonas BA, Macatonia SE. Dendritic cells as targets for cytotoxic T
lymphocytes. Adv. Exp. Med. Biol. 1995; 417; 389–394
Langlais RP, Miller CS. 2001. Atlas berwarna kelainan rongga mulut yang lazim. Alih
bahasa. Susetyo B. Jakarta: Hipokrates. 2001: 46.
Pindborg Jens J. 2009. Kanker dan Prakanker Rongga Mulut. Alih bahasa: Lilian Yuwono.
Jakarta: EGC.
Ranjan, R. and Rajan, S. 2016. Oral health manifestations in diabetic patients–a review.
International Journal of Community Health and Medical Research, 2, Pp.58-62.
Richie JP Jr, Kleinman W, Marina P, Abraham P, Wynder EL, Muscat JE. 2008 Blood iron,
glutathione and micronutrient levels and the risk of oral cancer. Nutr Cancer 60(4):474–
482
Scully, Crispian. 2008. Oral and maxillofacial medicine : the basis of diagnosis and treatment
(2nd ed.). Edinburgh: Churchill Livingstone. p. 356. ISBN 978-0443068188.
Sobhani I, Walker F, Roudot-Thoraval F et al. Anal carcinoma: incidence and effect of
cumulative infections. AIDS 2004; 18; 1561–1569
Treister NS, Bruch JM. 2010. Clinical oral medicine and pathology. New York: Humana
Press. p. 149. ISBN 978-1-60327-519-4.
Wu YC, Wang YP, Chang JYF, Cheng SJ, Chen HM, Sun A. 2014. Oral manifestations and
bloodprofile in patients with iron deficiency anaemia. J Formos Med Assoc 113:83–87

Anda mungkin juga menyukai