PENDAHULUAN
Lidah adalah kumpulan otot rangka pada bagian lantai mulut manusia yang memiliki
banyak fungsi dan peranan seperti dalam proses pencernaan, mengisap, menelan, persepsi rasa,
bicara, respirasi, dan perkembangan rahang. Pada pemeriksaan fisik, pemeriksaan lidah dapat
digunakan untuk melihat kondisi kesehatan seseorang sehingga digunakan sebagai indikator untuk
mengetahui kesehatan oral dan adanya gangguan metabolisme.
Glossitis merupakan suatu kondisi peradangan akut ataupun kronis yang terjadi pada
lidah yang ditandai dengan terjadinya deskuamasi papila filiformis sehingga menghasilkan daerah
kemerahan yang mengkilat (Dorland,2011). Penyakit ini dapat mencerminkan gangguan dari lidah
itu sendiri atau merupakan cerminan dari penyakit sistemik tubuh yang penampakannya ada pada
lidah. Glossitis dapat menyerang pada semua tingkatan usia dan kelainan ini lebih sering dijumpai
pada laki- laki dibandingkan pada wanita. (Byrd, 2003)
Terdapat beberapa penyabab dari glossitis ini, bisa lokal maupun sistemik. Bakteri dan
infeksi virus dapat merupakan penyebab lokal dari glossitis. Trauma atau iritasi mekanis dari
makanan yang terlalu panas, gigi atau peralatan gigi merupakan penyebab lokal yang lain. Iritasi
lokal seperti dari tembakau, alkohol dan makanan yang pedas ataupun makan yang berbumbu
dapat juga menciptakan kondisi glossitis ini. Suatu reaksi alergi dari pasta gigi,obat kumur dan
bahan bahan lain yang diletakkan di dalam mulut merupakan salah satu penyebab lokal.
Glossitis sistemik merupakan hasil dari kelainan nutrisi, penyakit kulit dan infeksi
sistemik. Seseorang dengan kekurangan gizi atau malnutrisi atau kurangnya asupan vitamin B
dalam dietnya juga dapat menyebabkan glossitis. Kadangkala penyebab dari glossitis ini adalah
keturunan. Suatu pemeriksaan yang mendalam merupakan hal yang perlu dilakukan untuk
mendapatkan penyebab dari glossitis ini secara pasti. Biopsi perlu dilakukan apabila penyebabnya
tidak jelas dan tidak ada kemajuan setelah dilakukan perawatan. Perawatan intensif perlu
dilakukan apabila pembengkakan pada lidah ini membesar dan menghalangi jalannya udara pada
proses pernafasan.(Mangold, 2016)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Lidah
A. Anatomi
Lidah merupakan massa jaringan ikat yang tersusun oleh otot lurik yang diliputi oleh
membran mukosa. Membran mukosa melekat erat pada otot karena jaringan penyambung
lamina propia menembus ke dalam ruang-ruang antar berkas-berkas otot. Lidah merupakan
bagian tubuh penting untuk indra pengecap yang terdapat kemoreseptor untuk merasakan
respon rasa asin, asam, pahit dan rasa manis. Tiap rasa pada zat yang masuk ke dalam rongga
mulut akan direspon oleh lidah di tempat yang berbeda-beda. Lidah sebagian besar terdiri dari
dua kelompok otot, yaitu otot intrinsik dan ektrinsik. Otot intrinsik lidah melakukan semua
gerakan halus, sementara otot ektrinsik mengaitkan lidah pada bagian-bagian sekitarnya serta
melaksanakan gerakan-gerakan kasar yang sangat penting pada saat mengunyah dan menelan.
Lidah mengaduk makanan, menekannya pada langit-langit dan gigi hingga mendorongnya
masuk faring. Lidah terletak pada dasar mulut, sementara pembuluh darah dan urat saraf masuk
dan keluar pada akarnya. Ujung serta pinggiran lidah bersentuhan dengan gigi-gigi bawah,
sementara dorsum merupakan permukaan melengkung pada bagian atas lidah.
(Netter, 2011)
A. Glositis dan Diabetes Melitus
1. Definisi
Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-
duanya. Diabetes militus dibagi menjadi 3 macam : Diabetes melitus tipe I, tipe II, dan
tipe lain-lain (PERKENI, 2015).
2. Manifestasi Klinis
Gejala klasik Diabetes Melitus (DM) adalah rasa haus yang berlebihan (polidipsi),
sering kencing terutama pada malam hari (poliuri), banyak makan (polifagi) serta
berat badan yang turun dengan cepat. Di samping itu kadang-kadang ada keluhan
lemah, kesemutan pada jari tangan dan kaki, cepat lapar, gatal-gatal, penglihatan
kabur, gairah seks menurun, luka sukar sembuh dan pada ibu-ibu sering melahirkan
bayi di atas 4 kg (Suyono, 2007).
Perjalan penyakit antara Diabetes Melitus (DM) tipe 1 dan DM tipe 2 tidak sama. Demikian
juga pengobatannya. Oleh karena itu ada baiknya bila diketahui sedikit tentang
perbedaannya, karena ada dampaknya pada rencana pengobatan.
Perbandingan antara DM tipe 1 dan DM tipe 2.
Tabel 1. Perbedaan gejala yang timbul pada DM tipe I dan DM tipe II
DM Tipe 1 DM Tipe 2
Onset (umur) Biasanya < 40 tahun Biasanya > 40 tahun
Keadaan klinis saat Berat Ringan
diagnosis
Kadar Insulin Tak ada insulin Insulin normal atau tinggi
Berat badan Biasanya kurus Biasanya gemuk atau normal
Pengobatan Insulin, diet, olahraga Diet, olahraga, tablet, insulin
3. Patofisiologi
a. Perubahan yang terjadi pada pasien dengan diabetes melitus
Diabetes melitus yang merupakan penyakit dengan gangguan pada metabolisme
karbohidrat, protein dan lemak karena insulin tidak dapat bekerja secara optimal,
jumlah insulin yang tidak memenuhi kebutuhan atau keduanya. Gangguan
metabolisme tersebut dapat terjadi karena 3 hal yaitu pertama karena kerusakan
pada sel-sel beta pankreas karena pengaruh dari luar seperti zat kimia, virus dan
bakteri. Penyebab yang kedua adalah penurunan reseptor glukosa pada kelenjar
pankreas dan yang ketiga karena kerusakan reseptor insulin di jaringan perifer.
Insulin yang disekresi oleh sel beta pankreas berfungsi untuk mengatur kadar
glukosa darah dalam tubuh. Kadar glukosa darah yang tinggi akan menstimulasi sel
beta pankreas untuk mengsekresi insulin. Sel beta pankreas yang tidak berfungsi
secara optimal sehingga berakibat pada kurangnya sekresi insulin menjadi
penyebab kadar glukosa darah tinggi. Penyebab dari kerusakan sel beta pankreas
sangat banyak seperti contoh penyakit autoimun dan idiopatik. Gangguan respons
metabolik terhadap kerja insulin disebut dengan resistensi insulin. Keadaan ini
dapat disebabkan oleh gangguan reseptor, pre reseptor dan post reseptor sehingga
dibutuhkan insulin yang lebih banyak dari biasanya untuk mempertahankan kadar
glukosa darah agar tetap normal.
Sensitivitas insulin untuk menurunkan glukosa darah dengan cara menstimulasi
pemakaian glukosa di jaringan otot dan lemak serta menekan produksi glukosa oleh
hati menurun. Penurunan sensitivitas tersebut juga menyebabkan resistensi insulin
sehingga kadar glukosa dalam darah tinggi. Kadar glukosa darah yang tinggi
selanjutnya berakibat pada proses filtrasi yang melebihi transpor maksimum.
Keadaan ini mengakibatkan glukosa dalam darah masuk ke dalam urin (glukosuria)
sehingga terjadi diuresis osmotik yang ditandai dengan pengeluaran urin yang
berlebihan (poliuria). Banyaknya cairan yang keluar menimbulkan sensasi rasa
haus (polidipsia). Glukosa yang hilang melalui urin dan resistensi insulin
menyebabkan kurangnya glukosa yang akan diubah menjadi energi sehingga
menimbulkan rasa lapar yang meningkat (polifagia) sebagai kompensasi terhadap
kebutuhan energi. Penderita akan merasa mudah lelah dan mengantuk jika tidak
ada kompensasi terhadap kebutuhan energi tersebut.
b. Perubahan yang terjadi pada mulut pada pasien dengan Diabetes Melitus
Dalam sebuah penelitian terhadap 176 pasien diabetes, atrofi lidah ditemukan
di 26,9% dari pasien, dengan hampir semua muncul sebagai atrofi papiler
sentral. Dalam penelitian lain, rata-rata glositis rhomboid secara signifikan
sering ditemukan pada pasien diabetes dibandingkan pada pasien nondiabetes
dan dikaitkan dengan peningkatan kadar Candida pseudohyphae pada apusan
oral (Ghabanchi, 2011).
4. Diagnosis
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Pemeriksaan
glukosa darah yang dianjurkan adalah ,pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan
bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan
menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer. Diagnosis tidak
dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria, Berbagai keluhan dapat ditemukan pada
penyandang DM. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan
seperti (PERKENI, 2015):
a. Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang
tidak dapat dijelaskan sebabnya.
b. Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada
pria, serta pruritus vulva pada wanita.
Kriteria Diagnosis DM menurut PERKENI, 2015 antara lain;
a. Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma puasa
antara 100-125 mg/dl dan pemeriksaan TTGO glukosa plasma 2-jam <14O mg/dl;
b. Toleransi Glukosa Terganggu (TGT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma 2 jam
setelah TTGO antara 140-199 mg/dl dan glukosa plasma puasa <100 mg/dl.
c. Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT
d. Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan HbAlc
yang menunjukkan angka 5,7 -6,4%
Keterangan :
GDP = Glukosa Darah Puasa
GDS = Glukosa Darah Sewaktu
GDPT = Glukosa Darah Puasa Terganggu
TGT = Toleransi Glukosa Terganggu
5. Pemeriksaan Penyaring
Pemeriksaan penyaring ditujukan pada mereka yang mempunyai risiko Diabetes
Melitus (DM) namun tidak menunjukkan adanya gejala DM. Pemeriksaan ini bertujuan
untuk menemukan pasien dengan DM, TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) maupun
GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu), sehingga dapat ditangani lebih dini secara
tepat. Pasien dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai prediabetes, merupakan
tahapan sementara menuju DM. Kedua keadaan tersebut merupakan faktor risiko untuk
terjadinya DM dan penyakit kardiovaskular di kemudian hari (PERKENI, 2002).
Tabel 2. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)
Kadar glukosa darah Plasma vena < 110 110-199 > 200
sewaktu (mg/dl)
Kadar glukosa darah Plasma vena < 110 110-125 > 126
puasa (mg/dl)
(Soegondo S, 2005)
catatan :
Untuk kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan kelainan hasil, dilakukan
pemeriksaan ulangan tiap tahun. Bagi mereka yang berusia > 45 tahun tanpa faktor
risiko lain, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.
6. Tatalaksana
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatnya kualitas hidup Diabetes
Melitus (DM) (Sudoyo Aru, 2006)
Tujuan penatalaksanaan
a. Jangka pendek : hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman
dan tercapainya target pengendalian glukosa darah.
b. Jangka panjang : tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit
mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati. Tujuan akhir pengelolaan adalah
turunnya morbiditas dan maortalitas dini DM.
Pilar penatalaksanaan Diabetes Melitus (PERKENI, 2015)
a. Edukasi
b. Terapi gizi medis
c. Latihan jasmani
d. Intervensi farmakologis
Pengelolaan Diabetes Melitus (DM) dimulai dengan terapi gizi medis dan latihan
jasmani selama beberapa waktu (2 – 4 minggu). Apabila kadar glukosa darah
belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat
hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO
dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai indikasi.
Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis berat, stres
berat, berat adan yang menurun dengan cepat, adanya ketonuria, insulin dapat
segera diberikan. Pengetahuan tentang pemantauan mandiri tanda dan gejala
hipoglikemia dan cara mengatasinya harus diberikan pada pasien, sedangkan
pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah
mendapat pelatihan khusus (PERKENI, 2006).