Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

Lidah adalah kumpulan otot rangka pada bagian lantai mulut manusia yang memiliki
banyak fungsi dan peranan seperti dalam proses pencernaan, mengisap, menelan, persepsi rasa,
bicara, respirasi, dan perkembangan rahang. Pada pemeriksaan fisik, pemeriksaan lidah dapat
digunakan untuk melihat kondisi kesehatan seseorang sehingga digunakan sebagai indikator untuk
mengetahui kesehatan oral dan adanya gangguan metabolisme.
Glossitis merupakan suatu kondisi peradangan akut ataupun kronis yang terjadi pada
lidah yang ditandai dengan terjadinya deskuamasi papila filiformis sehingga menghasilkan daerah
kemerahan yang mengkilat (Dorland,2011). Penyakit ini dapat mencerminkan gangguan dari lidah
itu sendiri atau merupakan cerminan dari penyakit sistemik tubuh yang penampakannya ada pada
lidah. Glossitis dapat menyerang pada semua tingkatan usia dan kelainan ini lebih sering dijumpai
pada laki- laki dibandingkan pada wanita. (Byrd, 2003)
Terdapat beberapa penyabab dari glossitis ini, bisa lokal maupun sistemik. Bakteri dan
infeksi virus dapat merupakan penyebab lokal dari glossitis. Trauma atau iritasi mekanis dari
makanan yang terlalu panas, gigi atau peralatan gigi merupakan penyebab lokal yang lain. Iritasi
lokal seperti dari tembakau, alkohol dan makanan yang pedas ataupun makan yang berbumbu
dapat juga menciptakan kondisi glossitis ini. Suatu reaksi alergi dari pasta gigi,obat kumur dan
bahan bahan lain yang diletakkan di dalam mulut merupakan salah satu penyebab lokal.
Glossitis sistemik merupakan hasil dari kelainan nutrisi, penyakit kulit dan infeksi
sistemik. Seseorang dengan kekurangan gizi atau malnutrisi atau kurangnya asupan vitamin B
dalam dietnya juga dapat menyebabkan glossitis. Kadangkala penyebab dari glossitis ini adalah
keturunan. Suatu pemeriksaan yang mendalam merupakan hal yang perlu dilakukan untuk
mendapatkan penyebab dari glossitis ini secara pasti. Biopsi perlu dilakukan apabila penyebabnya
tidak jelas dan tidak ada kemajuan setelah dilakukan perawatan. Perawatan intensif perlu
dilakukan apabila pembengkakan pada lidah ini membesar dan menghalangi jalannya udara pada
proses pernafasan.(Mangold, 2016)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. Lidah
A. Anatomi
Lidah merupakan massa jaringan ikat yang tersusun oleh otot lurik yang diliputi oleh
membran mukosa. Membran mukosa melekat erat pada otot karena jaringan penyambung
lamina propia menembus ke dalam ruang-ruang antar berkas-berkas otot. Lidah merupakan
bagian tubuh penting untuk indra pengecap yang terdapat kemoreseptor untuk merasakan
respon rasa asin, asam, pahit dan rasa manis. Tiap rasa pada zat yang masuk ke dalam rongga
mulut akan direspon oleh lidah di tempat yang berbeda-beda. Lidah sebagian besar terdiri dari
dua kelompok otot, yaitu otot intrinsik dan ektrinsik. Otot intrinsik lidah melakukan semua
gerakan halus, sementara otot ektrinsik mengaitkan lidah pada bagian-bagian sekitarnya serta
melaksanakan gerakan-gerakan kasar yang sangat penting pada saat mengunyah dan menelan.
Lidah mengaduk makanan, menekannya pada langit-langit dan gigi hingga mendorongnya
masuk faring. Lidah terletak pada dasar mulut, sementara pembuluh darah dan urat saraf masuk
dan keluar pada akarnya. Ujung serta pinggiran lidah bersentuhan dengan gigi-gigi bawah,
sementara dorsum merupakan permukaan melengkung pada bagian atas lidah.

Gambar 1. Anatomi Lidah


Dorsum pada pars oralis linguae mempunyai sulcus medianus linguae yang dangkal. Tunica
mucosa umumnya berwarna merah muda dan basah serta kelihatan seperti kain bludru karena
adanya banyak papilla kecil.
Papilla lingualis merupakan penonjolan lamina propria tunica mucosa, yang ditutupi oleh
epithel. Dari papilla ini dijumpai 4 jenis utama :
1) Papilla filiformis (papilla conicae)
Papilla yang paling kecil dan paling banyak jumlahnya, berupa tonjolan berbentuk konus
dengan ujung yang tajam mengarah ke pharynx, dan menutupi 2/3 permukan atas anterior lidah
berwarna keputihan akibat tebalnya epithel bertanduk. Berfungsi mekanik dan taktil.
2) Papilla Fungiformis
Papilla ini mempunyai kepala yang membulat berwarna merah serta biasanya mangandung
colliculus gustatorius.tersebar pada apex dan margo linguae. Pada neonatus lebih banyak daripada
dewasa. Pada bayi papil tersebut mengandung banyak colliculus gustatorius tetapi tidak ada
kelenjar-kelenjar pengecap.
3) Papilla vallatae (dahulu dikenal sebagai papilla circum vallata)
Merupakan papilla yang terbesar. Jumlahnya bervariasi dari 3 sampai 14 dan tersusun dalam
deretan berbentuk huruf Vdi depan sulcus terminalis. Mengandung colliculus gustatorius dan
kelenjar pengecap.
4) Folia atau papilla foliata
Pada lidah terdiri atas ajur dan rigi yang tidak konstan di dekat bagian posterior linguae.

Gambar 2. Papilla lingualis


Ada 4 macam rasa pengecapan yaitu : asam, asin, pahit, manis dideteksi oleh sisi lidah yang
berlainan. Akan tetapi di antara alat pengecap tersebut tidak dapat dikenali perbedaannya baik
dengan mikroskop biasa ataupun dengan mikroskop electron.
Dorsum pada pars pharyngealis menghadap kearah posterior, sedangkan pars oralis menghadap
ke arah anterior. Basis linguae membentuk dinding depan pars pharyngealis dan hanya dapat
diamati dengan menggunakan cermin atau dengan menekan lidah bawah dengan spatula. Tunica
mucosa yang menutupi pars pharyngealis tidak menunjukkan adanya papilla, mengandung banyak
glandula serosa dan tampak tidak rata karena adanya noduli lymphatici di dalam tunica submucosa
yang ada di bawahnya.
Akar lidah adalah bagian lidah yang terletak pada dasar mulut.la dilekatkan ke mandibula dan
os hyoideum oleh m. geniohyoideus dan m. mylohyiodeus.
Otot-otot yang menyusun lidah dapat dibedakan otot intrinsik dan otot extrinsik. Otot-otot
intrinsik terdapat hanya di dalam lidah, terdiri atas :
1) Sepasang m. longitudinalis superior, berfungsi untuk memendekkan dan membuat dorsum
linguae concave.
2) Sepasang m. longitudinalis inferior, berfungsi memendekkan lidah dan membuat
dorsum linguae convek.
3) M. trasversalis, berfungsi untuk menyempitkan dan memanjangkan lidah.
4) M. verticalis, berfungsi untuk melebarkan dan memipihkan lidah.
Biasanya salah satu dari 3 otot tersebut berfungsi sebagai antagonis terhadap kedua otot yang
lain, mengkontraksikan otot lateral menyebabkan relaksasi otot antagonis. Jadi jika m. tranversus
dan m. verticalis kontraksi, maka m. longitudinalis relaksasi dan lidah menjadi tipis dan
panjang.Jika m. longitudinalis dan m. tranversalis kontraksi maka m. verticalis relaksasi sehingga
lidah menjadi pendek dan tebal.Jika m. longitudinalis dan m. verticalis kontraksi maka serat-serat
tranversal relaksasi sehingga lidah menjadi pendek, datar dan lebar.
Otot-otot extrinsik berorigo pada tulang-tulang di keliling lidah atau bangunan lain. Otot-otot
extrinsik terdiri atas :
1) Sepasang m. genioglossus
2) Sepasang m. hyoglossus
3) Sepasang m. palatoglossus (m. glossopalatinus)
4) Sepasang m. stylogiossus
Innervasi lidah Motorik (GSE) melalui n. hypoglosus untuk menginnervasi semua otot lidah,
kecuali m palatoglossus yang diinnervasi oleh pars cranialis n. accessorius yang berjalan dalam n
.X melalui plexus pharyngeus.
Innervasi sensorik lidah SVA (gustatorik) yang melalui chorda thympani n. VII (2/3 anterior
lidah) dan n. IX (1/3 posterior lidah), GSA yang melalui n. lingualis n. V (2/3 anterior lidah), GVA
dari n. IX (1/3 posterior lidah) dan n. laryngeus internus (n. X) bagian paling posterior dan radix
linguae.
Sepertiga bagian belakang lidah dan papillae vallatae diinnervasi oleh ramus lingualis cabang
n. glossopharyngeus untuk sensasi umum dan pengecap. Serabut-serabut saraf lain berasal dari
ramus lingualis n. facialis (pengecap). Sedang di dekat epiglottis diinnervasi oleh ramus internus
n. laryngeus superior cabang n. vagus (sensasi umum dan pengecap).Jadi nn.craniales yang
berhubungan dengan pengecap ialah n. VII, IX dan X. Vascularisasi
Lidah divascularisasi oleh a. lingualis yang dipercabangkan oleh a. carotis externa setinggi
cornu majus ossis hyoidei.la berjalan ke frontal di sebelah medial m. hyoglossus. Di sini ia
mempercabangkan a. sublingualis yang terus pergi ke frontal. Kemudian a. lingualis bercabang
menjadi a. profunda linguae dan rr. dorsalis linguae. Rr. dorsalis pergi ke arah dorsum linguae, a.
profunda linguae pergi ke apex linguae antara m. genioglossus dan m. longitudinalis inferior.
Vena dari lidah mengikuti a. lingualis dan n. hypoglossus merupakan venaecommitantes, sedang
v. lingualis profunda merupakan vena pokok dan terbesar terlihat pada tepi posterior lidah.
Semua venae pada tepi posterior m.hypoglossus akan bersatu membentuk v. lingualis yang
mencurahkan isinya ke v. facialis atau v. jugularis interna. (Netter, 2011)

Gambar 3. Vaskularisasi Lingua


B. Fungsi Lidah
1. Menunjukkan kondisi tubuh
Selaput lidah manusia dapat digunakan sebagai indikator metabolism tubuh,terutama
kesehatan tubuh manusia.
a. Warna Lidah
Warna kuning menandakan adanya infeksi bakteri, jika warna kuning menuju
kehijauan adanya infeksi bakteri akut. Warna merah menandakan aktivitas panas
tubuh, jika hanya terdapat pada ujung lidah berarti adanya gangguan pada
jantung,jika terdapat pada sisi kanan kiri menandakan adanya ganguan ginjal dan
kandung empedu. Warna ungu berarti adanya aktivitas statis darah, darah tidak lancar
dan ada gangguan vaskularisasi. Warna biru menandakan adanya aktivitas dingin
yang menyebabkan statis darah.
b. Bentuk Lidah
Jika bentuk lidah tipis dan berwarna pucat menandakan defisiensi (kekurangan )
darah yang berhubungan dengan hati, semakin pucat semakin parah gangguan hati.
Jika tebal, menandakan sirkulasi darah tidak normal yang mungkin terjadi gangguan
ginjal dan limpa. Jika lidah terlihat retak,dapat menandakan adanya ganguan pada
lambung, limpa dan jantung.
2. Membasahi makanan di dalam mulut
3. Mengecap atau merasakan makanan
a. Rasa asin = lidah bagian depan
b. Rasa manis = lidah bagian tepi
c. Rasa asam = lidah bagian samping
d. Rasa pahit = lidah bagian belakang
4. Membolak-balik makanan
5. Menelan makanan
6. Mengontrol suara dan dalam mengucapkan kata-kata

(Netter, 2011)
A. Glositis dan Diabetes Melitus
1. Definisi
Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-
duanya. Diabetes militus dibagi menjadi 3 macam : Diabetes melitus tipe I, tipe II, dan
tipe lain-lain (PERKENI, 2015).
2. Manifestasi Klinis
Gejala klasik Diabetes Melitus (DM) adalah rasa haus yang berlebihan (polidipsi),
sering kencing terutama pada malam hari (poliuri), banyak makan (polifagi) serta
berat badan yang turun dengan cepat. Di samping itu kadang-kadang ada keluhan
lemah, kesemutan pada jari tangan dan kaki, cepat lapar, gatal-gatal, penglihatan
kabur, gairah seks menurun, luka sukar sembuh dan pada ibu-ibu sering melahirkan
bayi di atas 4 kg (Suyono, 2007).

Gambar 1. Gejala yang timbul pada pasien diabetes melitus

Perjalan penyakit antara Diabetes Melitus (DM) tipe 1 dan DM tipe 2 tidak sama. Demikian
juga pengobatannya. Oleh karena itu ada baiknya bila diketahui sedikit tentang
perbedaannya, karena ada dampaknya pada rencana pengobatan.
Perbandingan antara DM tipe 1 dan DM tipe 2.
Tabel 1. Perbedaan gejala yang timbul pada DM tipe I dan DM tipe II

DM Tipe 1 DM Tipe 2
Onset (umur) Biasanya < 40 tahun Biasanya > 40 tahun
Keadaan klinis saat Berat Ringan
diagnosis
Kadar Insulin Tak ada insulin Insulin normal atau tinggi
Berat badan Biasanya kurus Biasanya gemuk atau normal
Pengobatan Insulin, diet, olahraga Diet, olahraga, tablet, insulin

Sumber : Suyono S, 2007

3. Patofisiologi
a. Perubahan yang terjadi pada pasien dengan diabetes melitus
Diabetes melitus yang merupakan penyakit dengan gangguan pada metabolisme
karbohidrat, protein dan lemak karena insulin tidak dapat bekerja secara optimal,
jumlah insulin yang tidak memenuhi kebutuhan atau keduanya. Gangguan
metabolisme tersebut dapat terjadi karena 3 hal yaitu pertama karena kerusakan
pada sel-sel beta pankreas karena pengaruh dari luar seperti zat kimia, virus dan
bakteri. Penyebab yang kedua adalah penurunan reseptor glukosa pada kelenjar
pankreas dan yang ketiga karena kerusakan reseptor insulin di jaringan perifer.
Insulin yang disekresi oleh sel beta pankreas berfungsi untuk mengatur kadar
glukosa darah dalam tubuh. Kadar glukosa darah yang tinggi akan menstimulasi sel
beta pankreas untuk mengsekresi insulin. Sel beta pankreas yang tidak berfungsi
secara optimal sehingga berakibat pada kurangnya sekresi insulin menjadi
penyebab kadar glukosa darah tinggi. Penyebab dari kerusakan sel beta pankreas
sangat banyak seperti contoh penyakit autoimun dan idiopatik. Gangguan respons
metabolik terhadap kerja insulin disebut dengan resistensi insulin. Keadaan ini
dapat disebabkan oleh gangguan reseptor, pre reseptor dan post reseptor sehingga
dibutuhkan insulin yang lebih banyak dari biasanya untuk mempertahankan kadar
glukosa darah agar tetap normal.
Sensitivitas insulin untuk menurunkan glukosa darah dengan cara menstimulasi
pemakaian glukosa di jaringan otot dan lemak serta menekan produksi glukosa oleh
hati menurun. Penurunan sensitivitas tersebut juga menyebabkan resistensi insulin
sehingga kadar glukosa dalam darah tinggi. Kadar glukosa darah yang tinggi
selanjutnya berakibat pada proses filtrasi yang melebihi transpor maksimum.
Keadaan ini mengakibatkan glukosa dalam darah masuk ke dalam urin (glukosuria)
sehingga terjadi diuresis osmotik yang ditandai dengan pengeluaran urin yang
berlebihan (poliuria). Banyaknya cairan yang keluar menimbulkan sensasi rasa
haus (polidipsia). Glukosa yang hilang melalui urin dan resistensi insulin
menyebabkan kurangnya glukosa yang akan diubah menjadi energi sehingga
menimbulkan rasa lapar yang meningkat (polifagia) sebagai kompensasi terhadap
kebutuhan energi. Penderita akan merasa mudah lelah dan mengantuk jika tidak
ada kompensasi terhadap kebutuhan energi tersebut.
b. Perubahan yang terjadi pada mulut pada pasien dengan Diabetes Melitus

Gambar 2. Dampak Diabetes Melitus terhadap kondisi oral pasien

Pada penderita DM akan mengalami gangguan perubahan di dalam mulut


seperti mulut kering, rasa terbakar pada lidah dan mukosa pipi akibat adanya
neuropati perifer, tidak terasa atau terasa tebal, hiperemia dan hiperplasia
jaringan gingiva. Resistensi jaringan terhadap infeksi juga menurun secara
menyeluruh. Lidah menunjukkan perubahan pada pappila filiformis. Pada
penderita DM terkontrol, pappila filiformis mengalami hipertropi, sedangkan
pada penderita DM yang tidak terkontrol pappila filiformis menghilang. Selain
itu, lidah memperlihatkan beberapa manifestasi terutama glositis dengan fisura-
fisura yang nyeri dan lidah yang berlapis (coated). Otot lidah menjadi flabby
sehingga memberikan gambaran tapak gigi di permukaan lidah bagian lateral.
Pada pasien dengan diabetes melitus dapat ditemukan beberapa kelainan atrofi,
salah satunya adalah kelainan merata pada papilla lidah, menghasilkan
penampilan lidah "botak". Atrofi menyeluruh papilla lidah telah dikaitkan
dengan kekurangan nutrisi pada pasien dengan diabetes melitus, terutama jika
penampilannya sangat merah. Selain itu terdapat kelainan pada mukosa lidah
yang sering ditemukan pada pasien diabetes melitus, yaitu median rhomboid
glossitis, Suatu kondisi di mana suatu atrofi terletak di garis tengah, permukaan
posterior lidah, anterior papilla circumvallate, berbentuk-V, ini umumnya halus
dan rata, tetapi mungkin menjadi lebih rendah atau memiliki lobular ke
permukaan papiler. Timbulnya area fokus atrofi mungkin menunjukkan infeksi
terhadap candidia.

Gambar 3. Median rhomboid glossitis

Dalam sebuah penelitian terhadap 176 pasien diabetes, atrofi lidah ditemukan
di 26,9% dari pasien, dengan hampir semua muncul sebagai atrofi papiler
sentral. Dalam penelitian lain, rata-rata glositis rhomboid secara signifikan
sering ditemukan pada pasien diabetes dibandingkan pada pasien nondiabetes
dan dikaitkan dengan peningkatan kadar Candida pseudohyphae pada apusan
oral (Ghabanchi, 2011).
4. Diagnosis
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Pemeriksaan
glukosa darah yang dianjurkan adalah ,pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan
bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan
menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer. Diagnosis tidak
dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria, Berbagai keluhan dapat ditemukan pada
penyandang DM. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan
seperti (PERKENI, 2015):
a. Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang
tidak dapat dijelaskan sebabnya.
b. Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada
pria, serta pruritus vulva pada wanita.
Kriteria Diagnosis DM menurut PERKENI, 2015 antara lain;

Gambar 7. Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus


Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau kriteria DM digolongkan
ke dalam kelompok prediabetes yang meliputi; toleransiglukosa terganggu.(TGT) dan
glukosa darah puasa terganggu (GDPT).

a. Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma puasa
antara 100-125 mg/dl dan pemeriksaan TTGO glukosa plasma 2-jam <14O mg/dl;
b. Toleransi Glukosa Terganggu (TGT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma 2 jam
setelah TTGO antara 140-199 mg/dl dan glukosa plasma puasa <100 mg/dl.
c. Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT
d. Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan HbAlc
yang menunjukkan angka 5,7 -6,4%

Gambar 8. Alur Diagnostik Diabetes Melitus

Keterangan :
GDP = Glukosa Darah Puasa
GDS = Glukosa Darah Sewaktu
GDPT = Glukosa Darah Puasa Terganggu
TGT = Toleransi Glukosa Terganggu
5. Pemeriksaan Penyaring
Pemeriksaan penyaring ditujukan pada mereka yang mempunyai risiko Diabetes
Melitus (DM) namun tidak menunjukkan adanya gejala DM. Pemeriksaan ini bertujuan
untuk menemukan pasien dengan DM, TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) maupun
GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu), sehingga dapat ditangani lebih dini secara
tepat. Pasien dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai prediabetes, merupakan
tahapan sementara menuju DM. Kedua keadaan tersebut merupakan faktor risiko untuk
terjadinya DM dan penyakit kardiovaskular di kemudian hari (PERKENI, 2002).
Tabel 2. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)

Bukan DM Belum pasti DM


DM

Kadar glukosa darah Plasma vena < 110 110-199 > 200
sewaktu (mg/dl)

Darah kapiler < 90 90-199 > 200

Kadar glukosa darah Plasma vena < 110 110-125 > 126
puasa (mg/dl)

Darah kapiler < 90 90-199 > 110

(Soegondo S, 2005)

catatan :
Untuk kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan kelainan hasil, dilakukan
pemeriksaan ulangan tiap tahun. Bagi mereka yang berusia > 45 tahun tanpa faktor
risiko lain, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.

6. Tatalaksana
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatnya kualitas hidup Diabetes
Melitus (DM) (Sudoyo Aru, 2006)
Tujuan penatalaksanaan
a. Jangka pendek : hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman
dan tercapainya target pengendalian glukosa darah.
b. Jangka panjang : tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit
mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati. Tujuan akhir pengelolaan adalah
turunnya morbiditas dan maortalitas dini DM.
Pilar penatalaksanaan Diabetes Melitus (PERKENI, 2015)
a. Edukasi
b. Terapi gizi medis
c. Latihan jasmani
d. Intervensi farmakologis
Pengelolaan Diabetes Melitus (DM) dimulai dengan terapi gizi medis dan latihan
jasmani selama beberapa waktu (2 – 4 minggu). Apabila kadar glukosa darah
belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat
hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO
dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai indikasi.
Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis berat, stres
berat, berat adan yang menurun dengan cepat, adanya ketonuria, insulin dapat
segera diberikan. Pengetahuan tentang pemantauan mandiri tanda dan gejala
hipoglikemia dan cara mengatasinya harus diberikan pada pasien, sedangkan
pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah
mendapat pelatihan khusus (PERKENI, 2006).

Intervesi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai


dengan TGM dan latihan jasmani (Sudoyo Aru, 2006).
a. Obat Hipoglikemik Oral ( OHO )
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan (Sudoyo Aru,
2006) :
1) Pemicu sekresi insulin (insuline secretagogue): sulfonilurea dan glinid
2) Penambah sensitifitas terhadap insulin : metformin, tiazolidindion
3) Penghambat glukoneogenesis : metformin
4) Pengambat absorpsi glukosa : penghambat glukosidase α
b. Insulin (Sudoyo Aru, 2006)
Insulin diperlukan pada keadaan :
1) Penurunan berat badan yang cepat
2) Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
3) Ketoasidosis diabetik
4) Hiperglikemia hiperosmolar nonketotik
5) Hiperglikemia dengan asidosis laktat
6) Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
7) Stres berat ( infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke )
8) Diabetes melitus gestasional yang tidak trkendali dengan TGM
9) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
10) Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
DAFPUS
Byrd, Julie A. Glossitis and other tongue disorders. Dermatologic Clinics vol21 (2003) 123–134
Dorland. Dorland's Illustrated Medical Dictionary E-Book. London: Saunders, 2011.
Ghabanchi J.The Prevalence of Median Rhomboid Glossitis in Diabetic Patients: A Case-Control
Study. Iran Red Crescent Medical Journal 2011; 13(7):503-506
Mangold Aaron R., Torgerson Rochelle R., Rogers III Roy S., Diseases of the Tongue, Clinics in
Dermatology (2016)
Netter FH. Atlas of Human Anatomy. Philadelphia: Saunders.2011
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (2002). Konsensus Pengelelolaan Diabetes Melitus Tipe 2
di Indonesia. Jakarta: PB Perkeni, hal 1-19
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (2006). Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2
Di Indonesia. Semarang.
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (2015). Konsensus Pengelelolaan Diabetes Melitus Tipe 2
di Indonesia. Jakarta: PB Perkeni.
Sudoyo Aru.W, dkk. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam ed IV, Jilid III. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta
Suyono S. (2007) Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta, Hal 7-14

Gambar 1-3 https://en.wikipedia.org/wiki/Tongue


Gambar 4 https://penatalaksanaandm.wordpress.com
Gambar 5-6 Mangold Aaron R., Torgerson Rochelle R., Rogers III Roy S., Diseases of the
Tongue, Clinics in Dermatology (2016)
Gambar 7-8 Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (2015). Konsensus Pengelelolaan Diabetes
Melitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta: PB Perkeni.

Anda mungkin juga menyukai