KARIES GIGI :
MEKANISME DAN KLASIFIKASI
Kelompok 2
1. Septika Primasari KG/8724 14. Arsida Noviani KG/8752
2. Rahayu KG/8726 15. R.R Septifa Dite H.S KG/8753
3. Anita Puspasari KG/8730 16. Kunthi Putri KG/8754
4. Jhanna Dwi A KG/8731 17. Lilis Setyowati KG/8761
5. Ayu Sukmawati KG/8732 18. Yovita Dini A.F KG/8762
6. Normalita S KG/8733 19. Aryati Oktaviani KG/8763
7. Sri Ratna K KG/8734 20. Eli Alpiyana KG/8764
8. Indah Purwasih KG/8739 21. Devi Tri A KG/8771
9. Yana Yulyana KG/8741 22. Wing Ma Intan KG/8775
10. Firda Septimaulida KG/8734 23. Yuli Faramita S KG/8776
11. Kurnia Sigma Y KG/8746 24. Devi Maylani C KG/8778
12. Rizka Amaliya KG/8748 25. Riana Sakti P.S KG/8780
13. Arum Lestari KG/8749 26. Dhinar Rahmadatun KG/8782
A. Latar Belakang
Karies merupakan penyakit yang menyerang jaringan keras gigi yakni email, dentin
dan sementum. Karies dapat berakibat pada kemunculan lubang pada gigi yang menandai
telah terjadi kerusakan pada jaringan keras gigi. Karies disebabkan oleh aktivitas
mikroorganisme berupa bakteri yang telah mengubah sisa makanan seperti zat gula yang
terkandung di dalam karbohidrat menjadi asam. Streptococcus mutans merupakan bakteri
yang cukup berperan dalam menyebabkan karies. Awalnya akan terbentuk plak yang
tersusun atas bakteri, asam, debris dan saliva. Plak merupakan lapisan lengket yang
melekat pada permukaan gigi. Zat asam yang terkandung di dalam plak akan
menyebabkan jaringan keras gigi terlarut (demineralisasi) kemudian terjadilah karies.
Bakteri yang paling berperan dalam menyebabkan karies adalah Streptococcus mutans.
Menurut data Riskesdas 2007, sebanyak 43,4% masyarakat Indonesia yang berusia
lebih dari 12 tahun mempunyai karies yang belum tertangani atau disebut juga sebagai
karies aktif. Sedangkan sisanya, sebanyak 67,2% memiliki pengalaman karies atau dapat
dikatakan terdapat lebih dari 1 buah gigi yang mengalami kerusakan. Oleh karena itu,
permasalahan ini perlu mendapatkan perhatian yang serius untuk dapat sesegera mungkin
diupayakan cara pencegahan dan penanggulangannya mengingat karies gigi merupakan
penyakit yang dapat dicegah. Disinilah peran dan kerja sama yang baik antara dokter
gigi dan perawat gigi sangat dibutuhkan.
Sebagai bekal untuk mengupayakan cara pencegahan dan penanggulangan karies,
perawat gigi hendaknya memperkaya khasanah keilmuannya mengenai karies gigi.
Untuk melaksanakan upaya pencegahan karies, perawat gigi harus mengetahui
mekanisme terjadinya karies. Hal ini sangat penting, agar perawat gigi dapat
menginformasikan kepada klien mengenai cara mengendalikan faktor- faktor penyebab
karies. Faktor utama yang menyebabkan terjadinya karies gigi meliputi host (gigi dan
saliva), substrat (makanan), mikroorganisme penyebab karies dan waktu. Karies gigi
hanya akan terbentuk apabila terjadi interaksi antara keempat faktor tersebut. Selain itu,
terdapat faktor lain yang berpengaruh terhadap pembentukan karies yang mungkin tidak
sama pada semua orang yakni faktor predisposisi. Faktor predisposisi pembentukan
karies gigi yakni jenis kelamin, usia, kebiasaan makan dan tingkat sosial ekonomi.
Dengan mengetahui gejala dan tanda-tandanya, maka upaya preventif atau pencegahan
dapat segera ditegakkan.
Dalam melaksanakan tugasnya di bidang kedokteran gigi harus tercipta hubungan
kerja antara dokter gigi dan perawat gigi yang baik. Oleh karena itu, perawat gigi harus
mampu mengidentifikasi jenis karies untuk mendukung kinerjanya dalam membantu
dokter gigi pada saat memberikan perawatan. Apabila mampu mengidentifikasi
klasifikasi karies dengan tepat, maka diharapkan perawatan yang akan diberikan kepada
pasien sesuai dengan jenis karies yang dimilikinya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana mekanisme terjadinya karies gigi?
2. Apa saja klasifikasi karies gigi?
PEMBAHASAN
1. Demineralisasi
Komponen mineral dari enamel, dentin, dan sementum adalah Hidroksiapatit
(HA) Ca10(PO4)6(OH)2. Pada lingkungan netral HA seimbang dengan lingkugan
lokal (saliva) yang banyak mengandung ion-ion Ca2+ dan PO43-. HA bersifat
reaktif dengan ion hidrogen dibawah pH 5,5; atau biasa dikenal dengan pH kritis
HA. H+ bereaksi secara khusus dengan fosfat dengan segera didekat permukaan
kristal. Proses tersebut dapat dapat dideskripsikan sebagai konversi PO43- menjadi
HPO42- melalui adisi H+ dan pada saat yang sama H+ menjadi penyangga. HPO42-
kemudian tidak dapat berperan kembal pada keseimbangan HA karena
mengandung PO43- lebih daripada HPO42-. Selanjutnya kristal HA pun larut.
Inilah yang disebut deminerilasi
2. Remineralisasi
Proses demineralisasi dapat dibalikkan jika pH di netralkan dan terdapat ion
Ca2+ dan PO43- dalam jumlah yang cukup. Pelarutan apatit dapat menjadi netral
dengan menyangga (buffering), dengan kata lain Ca2+ dan PO43- pada saliva dapat
mencegah proses pelarutan tersebut. Ini dapat membangun kembali bagian-bagian
kristal apatit yang larut. Inilah yang disebut remineralisasi.
Secara umum, karies gigi dapat terjadi jika proses demineralisasi lebih
tinggi dibanding proses remineralisasi.
1. Faktor Substrat
Substrat atau diet dapat mempengaruhi pembentukan plak karena
membantu perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada
permukaan email. Selain itu, dapat mempengaruhi metabolisme bakteri dalam
plak dengan menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk memproduksi
asam serta bahan yang aktif yang menyebabkan timbulnya karies. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa orang yang banyak mengkonsumsi karbohidrat
terutama sukrosa cenderung mengalami kerusakan pada gigi, sebaliknya pada
orang dengan diet yang banyak mengandung lemak dan protein hanya sedikit
atau sama sekali tidak mempunyai karies gigi. Hal ini penting untuk
menunjukkan bahwa karbohidrat memegang peranan penting dalam terjadinya
karies. Hasil penelitian Burt dan Ismail (1986) menyatakan adanya hubungan
antara masukan karbohidrat dengan karies, konsumsi karbohidrat dengan
frekuensi yang tinggi akan menyebabkan produksi asam oleh bakteri menjadi
lebih sering sehingga keasaman rongga mulut bertambah dan semakin banyak
email yang terlarut.
Karbohidrat menyediakan substrat untuk pembuatan asam oleh bakteri
dan sintesa ekstra sel. Namun tidak semua karbohidrat memiliki derajat
kekariogenikan yang sama. Sukrosa, glukosa, fruktosa, dan maltose
merupakan memiliki tingkat kariogenik yang tinggi, kemudian galaktosa,
laktosa, dan karbohidrat kompleks. Sukrosa memiliki kemampuan
memfasilitasi produksi polisakarida ekstra seluler pada plak.
Makanan dan minuman yang mengandung gula akan menurunkan pH
plak dengan cepat sampai pada level dapat menyebabkan demineralisasi email.
Plak akan bersifat asam selama beberapa waktu dan untuk kembali ke pH
normal dibutuhkan waktu 30-60 menit. Frekuensi asupan gula dan konsentrasi
gula serta kelengketan malanan menjadi hal penting dalam kerentanan
timbulnya karies. Oleh karena itu, konsumsi gula yang terlalu sering dan
berulang-ulang akan tetap menahan pH plak di bawah normal dan
menyebabkan demineralisasi email.
Jika biofilm tetap berada pada permukaan gigi dan dilindungi oleh
makanan berkarbohidrat terutama sukrosa, S. mutans sebagai bagian dari
komunitas biofilm akan melanjutkan sintesis polisakarida dan memetabolime
gula menjadi asam organik. Jumlah yang tinggi dari polisakarida ekstraseluler
meningkatkan stabilitas biofilm dan integritas struktural dan melindungi
bakteri terhadap pengaruh buruk dari antimikroba dan pengaruh lingkungan.
Kemampuan S. mutans untuk memanfaatkan beberapa ekstra dan intraseluler
sebagai senyawa penyimpanan jangka pendek menawarkan keuntungan
ekologis tambahan, bersamaan dengan peningkatan jumlah produksi asam dan
tingkat keasaman. Ketahanan lingkungan asam ini menyebabkan flora toleran
terhadap asam yang tinggi, lingkungan dengan pH yang rendah dalam matriks
plak hasil demineralisasi pada enamel, demikian permulaan proses karies gigi.
Oleh karena itu, polisakarida ekstraseluler dan pengasaman dari biofilm sangat
penting untuk pembentukan plak gigi kariogenik.
3. Faktor Host
a. System imun
Komponen system imun rongga mulut berasal dari
Sekresi saliva: secretory IgA,protein,enzyme, elektrolite.
Crevicular fluid: IgG,IgM,IgA,protein, enzyme, elektrolite,
polymorph, limfosit B, limfosit T, makrofag.
b. Penyakit sistemik
Penyakit Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit yang kronis,
dengan tanda yang khas yaitu bertambahnya glukosa dalam darah dan dalam
urin. Hal ini dapat disebabkan oleh kurangnya pembentukan atau keaktifan
insulin yang dihasilkan oleh sel beta dari pulau-pulau Langerhans di Pankreas
atau adanya kerusakan pada pulau Langerhans itu sendiri. Keadaan dan
keparahan Diabetes Mellitus sangat erat hubungannya dalam menentukan
diagnosa perawatan yang akan dilakukan, serta usaha-usaha yang ditunjukkan
untuk mencegah kemungkinan terjadinya komplikasi.
Diabetes Mellitus mungkin merupakan faktor predisposisi bagi
kenaikan terjadinya dan jumlah karies. Diabetes Mellitus berkembang dari
adanya defisiensi dari produk insulin atau gangguan dalam penggunaan
insulin. Pada Diabetes Mellitus dengan kondisi kebersihan mulut yang jelek
dan adanya angiopati diabetik menyebabkan suplai oksigen berkurang,
sehingga bakteri anaerob mudah berkembang. Karies gigi terjadi oleh karena
bakteri-bakteri tertentu yang mempunyai sifat membentuk asam, sehingga pH
rendah bisa menyebabkan pelarutan progresif mineral enamel secara perlahan
dan membentuk fokus perlubangan.
c. Faktor Gigi dan Saliva
Ada beberapa faktor yang dihubungkan dengan gigi sebagai
host terhadap karies yaitu faktor morfologi gigi (ukuran dan bentuk
gigi), struktur enamel, faktor kimia dan kristalografis. Pit dan fisur
pada gigi posterior sangat rentan terhadap karies karena sisa-sisa
makanan mudah menumpuk di daerah tersebut terutama pit dan fisur
yang dalam.
Plak gigi memegang peranan peranan penting dalam
menyebabkan terjadinya karies. Plak adalah suatu lapisan lunak yang
terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak di atas
suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi
yang tidak dibersihkan. Hasil penelitian menunjukkan komposisi
mikroorganisme dalam plak berbeda-beda. Pada awal pembentukan
plak, kokus gram positif merupakan jenis yang paling banyak dijumpai
seperti Streptococcus mutans, Streptococcus sanguis, Streptococcus
mitis dan Streptococcus salivarius serta beberapa strain lainnya.
Walaupun demikian, S. mutans yang diakui sebagai penyebab utama
karies oleh karena S. mutans mempunyai sifat asidogenik dan asidurik
(resisten terhadap asam).
C. Klasifikasi Karies
Karies gigi dapat dikelompokkan berdasarkan lokasi, tingkat laju perkembangan,
dan jaringan keras yang terkena. Dental karies dapat diklasifikasikan dalam beberapa
cara, antara lain sebagai berikut :
1. Menurut lokasi karies pada gigi
Karies pit and fissure
Celah dan fisura adalah tanda anatomis gigi. Tempat ini mudah sekali
menjadi lokasi karies gigi. Karies ini biasanya terbentuk pada gigi molar, yaitu
pada permukaan gigi untuk mengunyah dan pada bagian gigi yang berhadapan
dengan pipi. Daerah ini sulit dibersihkan karena lekukannya lebih sempit dan
tidak terjangkau oleh sikat gigi.
Karies pit dan fisura kadang-kadang sulit dideteksi. Semakin
berkembangnya proses perlubangan karena karies, email atau enamel terdekat
berlubang semakin dalam. Ketika karies telah mencapai dentin pada
pertemuan enamel dengan dental, lubang akan menyebar secara lateral. Di
dentin, proses perlubangan akan mengikuti pola segitiga ke arah pulpa gigi.
6. Berdasarkan Etiologi
Berdasarkan etiologi maka ada 2 yang paling umum digunakan oleh para
dokter gigi, yaitu :
a. Karies botol bayi
Adalah karies yang ditemukan pada gigi susu anak kecil. Karies botol bayi
disebabkan glukosa/gula yang terdapat pada botol susu yang terus menempel
ketika bayi tertidur. Kebiasaan ini banyak dilakukan oleh orangtua karena
tidak ingin repot dengan tangisan si anak. Padahal kebiasaan ini akan
mengakibatkan gula yang terdapat dalam susu akan berinteraksi dengan cepat
untuk membentuk lubang gigi karena terpapar dalam waktu yang lama dengan
mulut anak.
b. Karies rampan
Adalah karies yang berkembang secara drastis dan terjadi pada banyak gigi
secara cepat pada orang dewasa. Karies rampan banyak terjadi pada pasien
dengan xerostomia(air ludah kurang), kebersihan mulut yang buruk,
penggunaan methampetamin, radiasi berlebihan, dan konsumsi gula
berlebihan.
KESIMPULAN
h. letak (site) dan ukuran (size) oleh Mount dan Hume (1998)
1. Letak (site)
a. Site 1 : pit, fisur dan defek enamel pada bagian oklusal pada gigi posterior
atau permukaan halus lainnya
b. Site 2 : enamel pada bagian aproximal
c. Site 3 : bagian servikal sepertiga mahkota gigi atau yang disertai resesi
gingival, akar yang terbuka
2. Ukuran (size)
a. Size 1 : kavitas permukaan yang minimal,sedikit melibatkan dentin yang
mampu memperbaiki diri dengan remineralisasi itu sendiri.
b. Size 2 : melibatkan dentin yang cukup banyak. Biasanya pada lesi ini,
diperlukan preparasi kavitas menyisakan enamel dan didukung oleh dentin
dengan cukup baik dan masihmampu menahan beban oklusi yang normal.
Struktur gigi yang tersisa cukup kuat untuk mendukung restorasi.
c. Size 3 : lesi sudah cukup besar. Struktur gigi yang tersisa cukup lemah. Karies
sudah melibatkan cusp atau permukaan incisal, atau sudah tidak mampu
menahan beban oklusi. Biasanya kavitas perlu diperbesar sehingga restorasi
dapat dibuat untuk mendukung struktur gigi yang tersisa.
d. Size 4 : karies yang luas atau hilangnya beberapa struktur gigi. Contoh,
hilangnya semua cusp gigi atau permukaan insisal
DAFTAR PUSTAKA