Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH DENTAL HIGIENIS II

KARIES GIGI :
MEKANISME DAN KLASIFIKASI

Kelompok 2
1. Septika Primasari KG/8724 14. Arsida Noviani KG/8752
2. Rahayu KG/8726 15. R.R Septifa Dite H.S KG/8753
3. Anita Puspasari KG/8730 16. Kunthi Putri KG/8754
4. Jhanna Dwi A KG/8731 17. Lilis Setyowati KG/8761
5. Ayu Sukmawati KG/8732 18. Yovita Dini A.F KG/8762
6. Normalita S KG/8733 19. Aryati Oktaviani KG/8763
7. Sri Ratna K KG/8734 20. Eli Alpiyana KG/8764
8. Indah Purwasih KG/8739 21. Devi Tri A KG/8771
9. Yana Yulyana KG/8741 22. Wing Ma Intan KG/8775
10. Firda Septimaulida KG/8734 23. Yuli Faramita S KG/8776
11. Kurnia Sigma Y KG/8746 24. Devi Maylani C KG/8778
12. Rizka Amaliya KG/8748 25. Riana Sakti P.S KG/8780
13. Arum Lestari KG/8749 26. Dhinar Rahmadatun KG/8782

ILMU KEPERAWATAN GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2011
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Karies merupakan penyakit yang menyerang jaringan keras gigi yakni email, dentin
dan sementum. Karies dapat berakibat pada kemunculan lubang pada gigi yang menandai
telah terjadi kerusakan pada jaringan keras gigi. Karies disebabkan oleh aktivitas
mikroorganisme berupa bakteri yang telah mengubah sisa makanan seperti zat gula yang
terkandung di dalam karbohidrat menjadi asam. Streptococcus mutans merupakan bakteri
yang cukup berperan dalam menyebabkan karies. Awalnya akan terbentuk plak yang
tersusun atas bakteri, asam, debris dan saliva. Plak merupakan lapisan lengket yang
melekat pada permukaan gigi. Zat asam yang terkandung di dalam plak akan
menyebabkan jaringan keras gigi terlarut (demineralisasi) kemudian terjadilah karies.
Bakteri yang paling berperan dalam menyebabkan karies adalah Streptococcus mutans.
Menurut data Riskesdas 2007, sebanyak 43,4% masyarakat Indonesia yang berusia
lebih dari 12 tahun mempunyai karies yang belum tertangani atau disebut juga sebagai
karies aktif. Sedangkan sisanya, sebanyak 67,2% memiliki pengalaman karies atau dapat
dikatakan terdapat lebih dari 1 buah gigi yang mengalami kerusakan. Oleh karena itu,
permasalahan ini perlu mendapatkan perhatian yang serius untuk dapat sesegera mungkin
diupayakan cara pencegahan dan penanggulangannya mengingat karies gigi merupakan
penyakit yang dapat dicegah. Disinilah peran dan kerja sama yang baik antara dokter
gigi dan perawat gigi sangat dibutuhkan.
Sebagai bekal untuk mengupayakan cara pencegahan dan penanggulangan karies,
perawat gigi hendaknya memperkaya khasanah keilmuannya mengenai karies gigi.
Untuk melaksanakan upaya pencegahan karies, perawat gigi harus mengetahui
mekanisme terjadinya karies. Hal ini sangat penting, agar perawat gigi dapat
menginformasikan kepada klien mengenai cara mengendalikan faktor- faktor penyebab
karies. Faktor utama yang menyebabkan terjadinya karies gigi meliputi host (gigi dan
saliva), substrat (makanan), mikroorganisme penyebab karies dan waktu. Karies gigi
hanya akan terbentuk apabila terjadi interaksi antara keempat faktor tersebut. Selain itu,
terdapat faktor lain yang berpengaruh terhadap pembentukan karies yang mungkin tidak
sama pada semua orang yakni faktor predisposisi. Faktor predisposisi pembentukan
karies gigi yakni jenis kelamin, usia, kebiasaan makan dan tingkat sosial ekonomi.
Dengan mengetahui gejala dan tanda-tandanya, maka upaya preventif atau pencegahan
dapat segera ditegakkan.
Dalam melaksanakan tugasnya di bidang kedokteran gigi harus tercipta hubungan
kerja antara dokter gigi dan perawat gigi yang baik. Oleh karena itu, perawat gigi harus
mampu mengidentifikasi jenis karies untuk mendukung kinerjanya dalam membantu
dokter gigi pada saat memberikan perawatan. Apabila mampu mengidentifikasi
klasifikasi karies dengan tepat, maka diharapkan perawatan yang akan diberikan kepada
pasien sesuai dengan jenis karies yang dimilikinya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana mekanisme terjadinya karies gigi?
2. Apa saja klasifikasi karies gigi?
PEMBAHASAN

A. Mekanisme Proses Karies


Untuk mengetahui mekanisme dari proses karies, maka perlu diketahui tentang
reaksi kimia alami yang terjadi pada permukaan gigi. Demineralisasi dan
remineralisasi terjadi secara dinamis pada permukaan gigi. Namun apabila terjadi
ketidakseimbangan antara keduanya dapat terjadi karies, yakni jika demineralisasi
lebih besar daripada remineralisasi.
Faktor – faktor yang berperan terhadap keseimbangan demineralisasi dan
remineralisasi:
Faktor destabilisasi Faktor penstabil
Faktor penstabil Saliva & kapasitas buffer
Penurunan produksi saliva Tingkat Ca2+ dan PO43-
Tingkat buffer dan pembersihan mulut yang Sistem buffer dan remineralisasi
rendah
Saliva yang bersifat asam dan asam yang Protein pembersih mulut /
bersifat erosif glikoprotein
Pemaparan terhadap fluoride

1. Demineralisasi
Komponen mineral dari enamel, dentin, dan sementum adalah Hidroksiapatit
(HA) Ca10(PO4)6(OH)2. Pada lingkungan netral HA seimbang dengan lingkugan
lokal (saliva) yang banyak mengandung ion-ion Ca2+ dan PO43-. HA bersifat
reaktif dengan ion hidrogen dibawah pH 5,5; atau biasa dikenal dengan pH kritis
HA. H+ bereaksi secara khusus dengan fosfat dengan segera didekat permukaan
kristal. Proses tersebut dapat dapat dideskripsikan sebagai konversi PO43- menjadi
HPO42- melalui adisi H+ dan pada saat yang sama H+ menjadi penyangga. HPO42-
kemudian tidak dapat berperan kembal pada keseimbangan HA karena
mengandung PO43- lebih daripada HPO42-. Selanjutnya kristal HA pun larut.
Inilah yang disebut deminerilasi
2. Remineralisasi
Proses demineralisasi dapat dibalikkan jika pH di netralkan dan terdapat ion
Ca2+ dan PO43- dalam jumlah yang cukup. Pelarutan apatit dapat menjadi netral
dengan menyangga (buffering), dengan kata lain Ca2+ dan PO43- pada saliva dapat
mencegah proses pelarutan tersebut. Ini dapat membangun kembali bagian-bagian
kristal apatit yang larut. Inilah yang disebut remineralisasi.
Secara umum, karies gigi dapat terjadi jika proses demineralisasi lebih
tinggi dibanding proses remineralisasi.

3. Rekasi lanjutan ion-ion asam dengan apatit


Selama erupsi gigi terdapat proses mineralisasi berlanjut yag disebabkan
adanya ion kalsium dan fosfat dalam saliva. Pada mulanya apatit enamel terdiri
atas ion karbonat dan magnesium namun mereka sangat mudah larut bahkan pada
keadaan asam yang lemah. Sehingga terjadi pergantian, yakni hidroksil dan
floride menggantikan karbonat dan magnesium yang telah larut, menjadikan
email lebih matang dengan resistensi terhadap asam yang lebih besar. Tingkat
kematangan atau resistensi asam dapat ditingkatkan dengan kehadiran flouride.
Pada saat pH menurun, ion asam bereaksi dengan fosfat pada saliva dan plak
(atau kalkulus), sampai pH kritis disosiasi HA tercapai pada 5,5. Penurunan pH
lebih lanjut menghasilkan interaksi progresif antara ion asam dengan fosfat pada
HA, menghasilkan kelarutan permukaan kristal parsial atau penuh. Flouride yang
tersimpan dilepaskan pada proses ini dan bereaksi dengan Ca2+ dan HPO42-
membentuk FA (Flouro Apatit). Jika pH turun sampai dibawah 4,5 yang
merupakan pH kritis untuk kelarutan FA, maka FA akan larut. Jika ion asam
dinetralkan dan Ca2+ dan HPO42 dapat ditahan, maka remineralisasi dapat terjadi.
Proses karies gigi merupakan teori kemoparasitik (W. D Miller, 1980) atau
saat ini lebih umum dikenal dengan teori acidogenic of caries aetiology
(Welburry, 2005).
Pola utama proses karies adalah:
1. Fermentasi karbohidrat menjadi asam organik oleh mikroorganisme yang
terdapat pada plak gigi.
2. Produksi asam yang dapat menurunkan pH pada permukaan email di
bawah level (pH kritis), pada saat itu email akan larut.
3. Saat karbohidrat sudah tidak terdapat lagi pada plak, pH di dalam plak
akan meningkat karena adanya difusi asam yang keluar dan dapat terjadi
pula metabolisme dan netralisasi pada plak, sehingga dapat terjadi
remineralisasi email.
Karies gigi hanya terjadi saat proses demineralisasi lebih besar daripada
remineralisasi (Welburry, 2005). Demineralisasi pada email gigi merupakan suatu
proses kimia. Pelarutan hidroksiapatit secara sederhana dapat dijelaskan sebagai
berikut:
Ca10(PO4)6(OH)2 + 10 H+ 10 Ca2 + 6H(PO4)3- + 2H2O
Demineralisasi email merupakan kehilangan mineral pada email karena
aktivitas asam yang dapat menyebabkan karies gigi atau erosi. Karies gigi
terutama disebabkan oleh asam asetat dan asam laktat yang berdifusi melalui plak
dan masuk ke dalam pori-pori email diantara enamel rods sebagai ion netral,
dimana asam asetat dan asam laktat mengalami disosiasi dan menurunkan pH
cairan yang mengelilingi kristal email. Pada saat pertama kali terpisah, proton
melarutkan permukaan kristal hidroksiapatit, pelarutan ini tergantung dari derajat
kejenuhan apatit dan konsentrasi ion kalsium dan fosfat di dalam cairan inter-rod
meningkat (Cameron and Widmer, 2008).
Buffering calcium dan fosfat pada permukaan email dan pada plak
mendorong berkembangnya subsurface (atau lesi berupa titik putih). Kemudian
terjadi perubahan yang diakibatkan karena peningkatan ruangan di antara batang
email yang tipis. Kelanjutan proses ini menghancurkan dukungan lapisan
permukaan sehingga terbentuklah kavitas (Cameron and Widmer, 2008).

4. Perkembangan lesi karies


Permulaan lesi enamel terjadi ketika pH permukaan gigi berada di bawah
imbangan remineralisasi. Ion-ion asam masuk ke dalam selubung prisma yang
menyebabkan demineralisasi subpermukaan. Permukaan gigi dapat tetap terjaga
karena remineralisasi terjadi segera setelahnya, akibat peningkatan ion kalsium
dan fosfat, flouride, dan buffer dari produk-produk saliva.
Ciri-ciri klinis dari lesi ini meliputi
o Hilangnya translusensi enamel dengan adanya bercak putih seperti kapur,
khususnya pada saat kering.
o Lapisan permukaan yang rapuh dan rentan terhadap kerusakan pada saat
pemeriksaan (probing), khusunya pada pit dan fisura.
o Meningkatnya daya serap (porusitas), khususnya pada subpermukaan,
yang dibarengi meningkatnya potensial untuk terjadinya bercak.
o Berkurangnya kepadatan subpermukaan, yang dapat dideteksi secara
radiografis atau dengan translumination.
o Potensial remineralisasi, dengan meningkatnya resistensi untuk serangan
asam lebih lanjut dengan penggunaan perawatan peningkatan
remineralisasi.
Bila demineralisasi dan remineralisasi berlanjut, permukaan lesi akan kolaps
akibat terurainya apatit atau fraktur pada kristal yang sudah melemah, berakibat
kavitasi permukaan. Plak kemudian dapat tertahan pada kedalaman kavitas, dan
fase remineralisasi kemudian akan menjaid lebih sulit dan kurang efektif.
Kompleks pulpa dan dentin lalu lebih terlibat secara aktif. Sekali bakteri telah
masuk melalui email ke dalam dentin, dan menjadi penghuni permanen kavitas,
mereka dapat berkembang di dalam dentin. Selain didukung oleh substrat
karbohidrat, bakteri juga memproduksi asam, untuk menguraikan hidroksiapatit
di dentin yang lebih dalam. Tekstur dentin akan berubah, demikian pula dengan
warna dentin akan berubah menjadi gelap akibat produk-produk bakteri atau stain
dari makanan dan minuman.
B. Faktor- Faktor yang Berpengaruh pada Perjalanan Karies

1. Faktor Substrat
Substrat atau diet dapat mempengaruhi pembentukan plak karena
membantu perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada
permukaan email. Selain itu, dapat mempengaruhi metabolisme bakteri dalam
plak dengan menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk memproduksi
asam serta bahan yang aktif yang menyebabkan timbulnya karies. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa orang yang banyak mengkonsumsi karbohidrat
terutama sukrosa cenderung mengalami kerusakan pada gigi, sebaliknya pada
orang dengan diet yang banyak mengandung lemak dan protein hanya sedikit
atau sama sekali tidak mempunyai karies gigi. Hal ini penting untuk
menunjukkan bahwa karbohidrat memegang peranan penting dalam terjadinya
karies. Hasil penelitian Burt dan Ismail (1986) menyatakan adanya hubungan
antara masukan karbohidrat dengan karies, konsumsi karbohidrat dengan
frekuensi yang tinggi akan menyebabkan produksi asam oleh bakteri menjadi
lebih sering sehingga keasaman rongga mulut bertambah dan semakin banyak
email yang terlarut.
Karbohidrat menyediakan substrat untuk pembuatan asam oleh bakteri
dan sintesa ekstra sel. Namun tidak semua karbohidrat memiliki derajat
kekariogenikan yang sama. Sukrosa, glukosa, fruktosa, dan maltose
merupakan memiliki tingkat kariogenik yang tinggi, kemudian galaktosa,
laktosa, dan karbohidrat kompleks. Sukrosa memiliki kemampuan
memfasilitasi produksi polisakarida ekstra seluler pada plak.
Makanan dan minuman yang mengandung gula akan menurunkan pH
plak dengan cepat sampai pada level dapat menyebabkan demineralisasi email.
Plak akan bersifat asam selama beberapa waktu dan untuk kembali ke pH
normal dibutuhkan waktu 30-60 menit. Frekuensi asupan gula dan konsentrasi
gula serta kelengketan malanan menjadi hal penting dalam kerentanan
timbulnya karies. Oleh karena itu, konsumsi gula yang terlalu sering dan
berulang-ulang akan tetap menahan pH plak di bawah normal dan
menyebabkan demineralisasi email.

2. Faktor Mikroorganisme/ Agen


Bakteri Streptococcus terutama golongan Streptococcus mutans
merupakan strain streptoocci yang paling dominan didalam lesi karies dan
melekat erat pada permukaan gigi. Bakteri ini memiliki beberapa karakteristik
penting yang dapat dikaitkan dengan proses terjadinya karies pada gigi.
Patogenisitas S.mutans dalam menyebabkan kelainan utama di dalam
rongga mulut yaitu karies gigi, disebabkan kemampuannya mensintesis
polisakarida ekstraseluler yang tidak larut yang merupakan prekursor plak
gigi. Kemampuan bakteri ini untuk mensintesis glukan ekstraseluler dari
sukrosa dengan menggunakan enzimnya (glucosyltransferase) merupakan
faktor utama dalam virulensi karies.

Glucosyltransferase yang disekresi oleh S. mutans sering berikatan


dengan pelikel pada permukaan gigi dan pada permukaan mikroorganisme
lain. Glukan yang tidak larut disintesis oleh permukaan GtfB dan GtfC yang
terabsorpsi menyediakan sisi pengikatan spesifik untuk kolonisasi bakteri pada
permukaan gigi dan bakteri satu sama lain, mengatur pembentukan biofilm
yang sangat erat.

Jika biofilm tetap berada pada permukaan gigi dan dilindungi oleh
makanan berkarbohidrat terutama sukrosa, S. mutans sebagai bagian dari
komunitas biofilm akan melanjutkan sintesis polisakarida dan memetabolime
gula menjadi asam organik. Jumlah yang tinggi dari polisakarida ekstraseluler
meningkatkan stabilitas biofilm dan integritas struktural dan melindungi
bakteri terhadap pengaruh buruk dari antimikroba dan pengaruh lingkungan.
Kemampuan S. mutans untuk memanfaatkan beberapa ekstra dan intraseluler
sebagai senyawa penyimpanan jangka pendek menawarkan keuntungan
ekologis tambahan, bersamaan dengan peningkatan jumlah produksi asam dan
tingkat keasaman. Ketahanan lingkungan asam ini menyebabkan flora toleran
terhadap asam yang tinggi, lingkungan dengan pH yang rendah dalam matriks
plak hasil demineralisasi pada enamel, demikian permulaan proses karies gigi.
Oleh karena itu, polisakarida ekstraseluler dan pengasaman dari biofilm sangat
penting untuk pembentukan plak gigi kariogenik.

Untuk terbentuk plak perlu perlekatan antara bakteri dengan host,


kemudian bakteri semakin berkolonisasi dan terbentuk biofilm. Berikut ini
beberapa interaksi bakteri dengan host:
Bakteri Adhesin Receptor
Streptococcus spp. Antigen I/II Salivary agglutinin
Streptococcus spp. LTA Blood group reactive
glycoproteins
Mutan streptococci Glucan binding protein Glucan
S.Parasanguis lipoprotein Fibrin & pellicle
A.naeslundii fimbriae Proline-rich proteins
P.gingivalis protein Fibrinogen
P.lonhescheii lectin Galactose
F.nucleatum protein Co-aggreation with
P.gingivalis

3. Faktor Host
a. System imun
Komponen system imun rongga mulut berasal dari
 Sekresi saliva: secretory IgA,protein,enzyme, elektrolite.
 Crevicular fluid: IgG,IgM,IgA,protein, enzyme, elektrolite,
polymorph, limfosit B, limfosit T, makrofag.
b. Penyakit sistemik
Penyakit Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit yang kronis,
dengan tanda yang khas yaitu bertambahnya glukosa dalam darah dan dalam
urin. Hal ini dapat disebabkan oleh kurangnya pembentukan atau keaktifan
insulin yang dihasilkan oleh sel beta dari pulau-pulau Langerhans di Pankreas
atau adanya kerusakan pada pulau Langerhans itu sendiri. Keadaan dan
keparahan Diabetes Mellitus sangat erat hubungannya dalam menentukan
diagnosa perawatan yang akan dilakukan, serta usaha-usaha yang ditunjukkan
untuk mencegah kemungkinan terjadinya komplikasi.
Diabetes Mellitus mungkin merupakan faktor predisposisi bagi
kenaikan terjadinya dan jumlah karies. Diabetes Mellitus berkembang dari
adanya defisiensi dari produk insulin atau gangguan dalam penggunaan
insulin. Pada Diabetes Mellitus dengan kondisi kebersihan mulut yang jelek
dan adanya angiopati diabetik menyebabkan suplai oksigen berkurang,
sehingga bakteri anaerob mudah berkembang. Karies gigi terjadi oleh karena
bakteri-bakteri tertentu yang mempunyai sifat membentuk asam, sehingga pH
rendah bisa menyebabkan pelarutan progresif mineral enamel secara perlahan
dan membentuk fokus perlubangan.
c. Faktor Gigi dan Saliva
Ada beberapa faktor yang dihubungkan dengan gigi sebagai
host terhadap karies yaitu faktor morfologi gigi (ukuran dan bentuk
gigi), struktur enamel, faktor kimia dan kristalografis. Pit dan fisur
pada gigi posterior sangat rentan terhadap karies karena sisa-sisa
makanan mudah menumpuk di daerah tersebut terutama pit dan fisur
yang dalam.
Plak gigi memegang peranan peranan penting dalam
menyebabkan terjadinya karies. Plak adalah suatu lapisan lunak yang
terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak di atas
suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi
yang tidak dibersihkan. Hasil penelitian menunjukkan komposisi
mikroorganisme dalam plak berbeda-beda. Pada awal pembentukan
plak, kokus gram positif merupakan jenis yang paling banyak dijumpai
seperti Streptococcus mutans, Streptococcus sanguis, Streptococcus
mitis dan Streptococcus salivarius serta beberapa strain lainnya.
Walaupun demikian, S. mutans yang diakui sebagai penyebab utama
karies oleh karena S. mutans mempunyai sifat asidogenik dan asidurik
(resisten terhadap asam).

C. Klasifikasi Karies
Karies gigi dapat dikelompokkan berdasarkan lokasi, tingkat laju perkembangan,
dan jaringan keras yang terkena. Dental karies dapat diklasifikasikan dalam beberapa
cara, antara lain sebagai berikut :
1. Menurut lokasi karies pada gigi
 Karies pit and fissure
Celah dan fisura adalah tanda anatomis gigi. Tempat ini mudah sekali
menjadi lokasi karies gigi. Karies ini biasanya terbentuk pada gigi molar, yaitu
pada permukaan gigi untuk mengunyah dan pada bagian gigi yang berhadapan
dengan pipi. Daerah ini sulit dibersihkan karena lekukannya lebih sempit dan
tidak terjangkau oleh sikat gigi.
Karies pit dan fisura kadang-kadang sulit dideteksi. Semakin
berkembangnya proses perlubangan karena karies, email atau enamel terdekat
berlubang semakin dalam. Ketika karies telah mencapai dentin pada
pertemuan enamel dengan dental, lubang akan menyebar secara lateral. Di
dentin, proses perlubangan akan mengikuti pola segitiga ke arah pulpa gigi.

Gambar 1. Celah atau fisura gigi dapat menjadi lokasi karies


 Karies pada permukaan yg halus.
Ada tiga macam karies permukaan halus. Karies proksimal, atau dikenal juga
sebagai karies interproksimal, terbentuk pada permukaan halus antara batas gigi.
Karies akar terbentuk pada permukaan akar gigi. Tipe ketiga karies permukaan
halus ini terbentuk pada permukaan lainnya.
Karies proksimal adalah tipe yang paling sulit dideteksi. Tipe ini kadang
tidak dapat dideteksi secara visual atau manual dengan sebuah eksplorer gigi.
Karies proksimal ini memerlukan pemeriksaan radiografi.
Karies akar adalah tipe karies yang sering terjadi dan biasanya terbentuk
ketika permukaan akar telah terbuka karena resesi gusi. Bila gusi sehat, karies ini
tidak akan berkembang karena tidak dapat terpapar oleh plak bakteri. Permukaan
akar lebih rentan terkena proses demineralisasi daripada enamel atau email karena
sementumnya demineraliasi pada pH 6,7, di mana lebih tinggi dari enamel. Karies
akar lebih sering ditemukan di permukaan fasial, permukaan interproksimal, dan
permukaan lingual. Gigi geraham atas merupakan lokasi tersering dari karies akar.
 Deskripsi umum lainnya
Di samping pengelompokan diatas, lesi karies dapat dikelompokkan sesuai
lokasinya di permukaan tertentu pada gigi. Karies pada permukaan gigi yang
dekat dengan permukaan pipi atau bibir disebut "karies fasial", dan karies yang
lebih dekat ke arah lidah disebut "karies lingual". Karies fasial dapat dibagi lagi
menjadi bukal (dekat pipi) dan labial (dekat bibir). Karies lingual juga dapat
disebut palatal bila ditemukan di permukaan lingual dari gigi pada rahang atas
(maksila) dan dekat dengan pallatum durum atau bagian langit-langit mulut yang
keras.

2. Berdasarkan kedalamannya atau struktur jaringan yg terkena:


a. Karies superficial atau email
Pada tahap ini, karies mengenai lapisan email, menyebabkan iritasi pulpa dan
biasanya pasien belum mengeluh rasa sakit.
b. Karies Media atau dentin
Karies yang sudah mengenai setengah dari dentin sehingga menyebabkan
reaksi hiperemi pada pulpa. Gigi biasanya ngilu, nyeri bila terkena rangsangan
panas atau dingin, makanan panas atau dingin, dan akan berkurang bila
rangsangan dihilangkan.
c. Karies profunda atau pulpa
Karies yang mengenai lebih dari setengah dentin dan bahkan menembus pulpa.
Pada karies ini terjadi rasa sakit yang spontan.

3. Berdasarkan waktu terjadinya


a. Karies primer : karies yg terjadi pada lokasi yang belum pernah memiliki
riwayat karies sebelumnya
b. Karies sekunder : karies yg recurrent, karies timbul pada lokasi yang telah
memiliki riwayat karies sebelumnya. Karies ini ditemukan pada tepi tambalan.

4. Berdasarkan tingkat progresifitas


a. Karies akut : berkembang dan memburuk dengan cepat misalnya, Rampant
karies, pasien xerostomia.
b. Karies kronis : proses karies berjalan lambat dengan penampakan warna
kecoklatan sampai hitam
c. Karies terhenti (Arrested Caries) : lesi karies tidak berkembang, bisa
disebabkan oleh perubahan dari lingkungan.

5. Berdasarkan Tingkat Keparahannya


a. Karies Ringan, yaitu jika serangan karies hanya pada gigi yang paling rentan,
seperti pit dan fisure, sedangkan kedalamannya hanya mengenai lapisan email
(iritasi pulpa).
b. Karies Sedang, yaitu jika serangan karies meliputi permukaan oklusal dan
aproksimal gigi posterior. Kedalaman karies sudah mengenai lapisan dentin
(hiperemi pulpa).
c. Karies Berat/Parah, yaitu jika serangan karies juga meliputi gigi anterior yang
biasanya bebas karies. Kedalamannya sudah mengenai pulpa, baik pulpa yang
tertutup maupun pulpa yang terbuka (pulpitis dan gangren pulpa). Karies pada
gigi anterior dan posterior sudah meluas ke bagian pulpa.

6. Berdasarkan Etiologi
Berdasarkan etiologi maka ada 2 yang paling umum digunakan oleh para
dokter gigi, yaitu :
a. Karies botol bayi
Adalah karies yang ditemukan pada gigi susu anak kecil. Karies botol bayi
disebabkan glukosa/gula yang terdapat pada botol susu yang terus menempel
ketika bayi tertidur. Kebiasaan ini banyak dilakukan oleh orangtua karena
tidak ingin repot dengan tangisan si anak. Padahal kebiasaan ini akan
mengakibatkan gula yang terdapat dalam susu akan berinteraksi dengan cepat
untuk membentuk lubang gigi karena terpapar dalam waktu yang lama dengan
mulut anak.
b. Karies rampan
Adalah karies yang berkembang secara drastis dan terjadi pada banyak gigi
secara cepat pada orang dewasa. Karies rampan banyak terjadi pada pasien
dengan xerostomia(air ludah kurang), kebersihan mulut yang buruk,
penggunaan methampetamin, radiasi berlebihan, dan konsumsi gula
berlebihan.

7. Menurut sistem Black


a. Klas I : karies ini terjadi pada pit dan fisura dari semua gigi, meskipun
lebih ditujukan pada gigi posterior atau pada 2/3 occlusal, baik pada
permukaan labial/lingual/palatal dari gigi-geligi.
b. Klas II : kavitas yang terdapat pada permukaan proksimal gigi posterior,
karies Klas II dapat mengenai permukaan mesial dan distal atau hanya salah
satunya sehingga dapat digolongkan menjadi kavitas MO (mesio-oklusal) atau
MOD (mesio-oklusal-distal). Karena akses untuk perbaikan biasanya dibuat
dari permukaan oklusal, permukaan oklusal dan aproksimal dari gigi
direstorasi sekaligus. Tetapi dilihat dari definisinya kavitas ini adalah lesi
proksimal dan tiidak selalu mencakup permukaan oklusal.
c. Klas III : karies ini terdapat pada permukaan proximal dari gigi - geligi
depan dan belum mengenai incisal edge.
d. Klas IV : kavitas ini adalah kelanjutan dari kavitas klas III. Lesi ini pada
permukaan proksimal gigi anterior yang telah meluas sampai ke sudut insisal.
Jika karies ini luas atau abrasi hebat dapat melemahkan sudut insisal dan
menyebabkan terjadinya fraktur.
e. Klas V : Karies yang terdapat pada 1/3 cervical dari permukaan
buccal/labial atau lingual palatinal dari seluruh gigi-geligi

8. Berdasarkan letak (site) dan ukuran (size)


G. J.Mount dan W. R. Hume (1998) memperkenalkan klasifikasi lesi karies
ini. Klasifikasi ini dirancang untuk mempermudah identifikasi lesi dan untuk
menjelaskan kompleksitas karena perbesaran lesi.
a. Lesi karies berdasarkan letaknya dibedakan menjadi :
1. Site 1 : pit, fisur dan defek enamel pada bagian oklusal pada gigi posterior
atau permukaan halus lainnya seperti cingulum pada gigi anterior.
2. Site 2 : enamel pada bagian aproximal. Dalam hal ini, area yang berkontak
dengan gigi tetangga.
3. Site 3 : bagian servikal sepertiga mahkota gigi atau yang disertai resesi
gingival, akar yang terbuka.
Karies dapat menjadi penyakit yang progresif,sehingga dapat dilihat ukuran
untuk restorasi dan perluasan lesinya. Oleh karena itu, lesi karies dapat dibedakan
menjadi 4 ukuran (size).
a. Lesi karies berdasarkan besarnya dibedakan menjadi :
1. Size 1 : kavitas permukaan yang minimal,sedikit melibatkan dentin yang
mampu memperbaiki diri dengan remineralisasi itu sendiri.
2. Size 2 : melibatkan dentin yang cukup banyak. Biasanya pada lesi ini,
diperlukan preparasi kavitas menyisakan enamel dan didukung oleh
dentin dengan cukup baik dan masihmampu menahan beban oklusi yang
normal. Struktur gigi yang tersisa cukup kuat untuk mendukung restorasi.
3. Size 3 : lesi sudah cukup besar. Struktur gigi yang tersisa cukup lemah.
Karies sudah melibatkan cusp atau permukaan incisal, atau sudah tidak
mampu menahan beban oklusi. Biasanya kavitas perlu diperbesar sehingga
restorasi dapat dibuat untuk mendukung struktur gigi yang tersisa.
4. Size 4 : karies yang luas atau hilangnya beberapa struktur gigi. Contoh,
hilangnya semua cusp gigi atau permukaan insisal

KESIMPULAN

1. Karies gigi terjadi karena ketidakseimbangan antara proses remineralisasi dan


demineralisasi pada gigi, proses demineralisasi terjadi lebih besar dibandingkan
remineralisasi.
2. Karies gigi dikelompokkan menjadi beberapa klasifikasi berdasarkan :
a. lokasi karies pada gigi
1. Karies pit and fissure
2. Karies pada permukaan yg halus.
b. kedalamannya atau struktur jaringan yg terkena
1. Karies superficial atau email
2. Karies Media atau dentin
3. Karies profunda atau pulpa
c. waktu terjadinya
1. Karies primer
2. Karies sekunder
d. tingkat progresifitas
1. Karies akut
2. Karies kronis
3. Karies terhenti (Arrested Caries)
e. tingkat keparahannya
1. Karies Ringan
2. Karies Sedang
3. Karies Berat/Parah
f. Etiologi
1. Karies botol bayi
2. Karies rampan
g. sistem Black
1. Klas I : permukaan oklusal
2. Klas II : melibatkan lebih dari 2 permukaan, contoh oklusal dan bukal
3. Klas III : permukaan gigi anterior
4. Klas IV : kelanjutan dari klas III pada permukaan incisal
5. Klas V : permukaan bukal/labial

h. letak (site) dan ukuran (size) oleh Mount dan Hume (1998)
1. Letak (site)
a. Site 1 : pit, fisur dan defek enamel pada bagian oklusal pada gigi posterior
atau permukaan halus lainnya
b. Site 2 : enamel pada bagian aproximal
c. Site 3 : bagian servikal sepertiga mahkota gigi atau yang disertai resesi
gingival, akar yang terbuka
2. Ukuran (size)
a. Size 1 : kavitas permukaan yang minimal,sedikit melibatkan dentin yang
mampu memperbaiki diri dengan remineralisasi itu sendiri.
b. Size 2 : melibatkan dentin yang cukup banyak. Biasanya pada lesi ini,
diperlukan preparasi kavitas menyisakan enamel dan didukung oleh dentin
dengan cukup baik dan masihmampu menahan beban oklusi yang normal.
Struktur gigi yang tersisa cukup kuat untuk mendukung restorasi.
c. Size 3 : lesi sudah cukup besar. Struktur gigi yang tersisa cukup lemah. Karies
sudah melibatkan cusp atau permukaan incisal, atau sudah tidak mampu
menahan beban oklusi. Biasanya kavitas perlu diperbesar sehingga restorasi
dapat dibuat untuk mendukung struktur gigi yang tersisa.
d. Size 4 : karies yang luas atau hilangnya beberapa struktur gigi. Contoh,
hilangnya semua cusp gigi atau permukaan insisal

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Karies Gigi http://utamadental.wordpress.com/2011/03/03/karies-gigi/ tanggal akses


27 April 2012
Anonim. Pengertian Karies Gigi dan Proses Terjadinya Karies Gigi http://www.prasko.com/
2012/02/pengertian-karies-gigi-dan-proses.html 27 April 2012, 11:27.
Atmanda NP. 2011. Indeks def-t dan DMF-T pada Siswa Tuna Rungu di SLB B Negeri
Cicendo Bandung. http://www.scribd.com/doc/83269101/3/Klasifikasi-Karies tanggal akses
27 April 2012
Edwina dan Sally Josyston. 1992. Dasar – Dasar Karies, Penyakit dan Penanggulangannya.
Jakarta: EGC.
Julianti R et al. 2008. Gigi danMulut ( Tutorial ). Faculty of Medicine – University of Riau.
ArifinAchmad General Hospital of Pekanbaru : Pekanbaru, Riau .
Mount, G. J., and W. R. Hume. 1998. A New Cavity Classification. Australian Dental
Journal 1998;43:(3):153-9.
Ramadhan IPA. Mekanisme Terjadinya Karies http://mhs.blog.ui.ac.id/putu01/2011/10/22/
mekanisme-proses-karies/ tanggal akses 27 April 2012
Susanto AJ. 2010. Dental Caries (Karies Gigi). staff.ui.ac.id/internal/140142719/material/
DENTALCARIES, tanggal akses 27 April 2012
Samaranayake, L. 2006. Essential Microbiology for Dentistry. Hongkong: Elsevier.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28136/4/Chapter%20II.pdf
www.lontar.ui.ac.id/file?file=digital/125393-R18-KON...Literatur.
Janti.S & Sudhana J.W., 1998, Hubungan Antara Diabetes Mllitus dengan Status Kebersihan
Mulut dan Keberadaan Gigi dan Lansia, hal. 51-55, M.I. Kedokteran gigi.

Anda mungkin juga menyukai