PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lidah merupakan salah satu organ penting pada tubuh manusia yang
memiliki banyak fungsi. Lidah memiliki peran dalam proses pencernaan,
mengisap, menelan, persepsi rasa, bicara, respirasi dan perkembangan rahang.
Lidah dapat mencerminkan kondisi kesehatan seseorang sehingga digunakan
sebagai indikator untuk mengetahui kesehatan oral dan kesehatan umum pasien.
Lidah dapat mengalami anomali berupa kelainan perkembangan, genetik,
dan enviromental. Penyakit-penyakit lokal dan sistemik juga mempengaruhi
kondisi lidah dan menimbulkan kesulitan pada lidah yang biasanya menyertai
keterbatasan fungsi organ ini. Lesi pada lidah memiliki diagnosa banding yang
sangat luas yang berkisar dari proses benigna yang idiopatik sampai infeksi,
kanker dan kelainan infiltratif. Bagaimanapun, lesi lidah yang terlokalisasi dan
non-sistemik lebih sering dijumpai.
Lidah juga bisa menderita kelainan atau penyakit. Kelainan pada lidah
antara lain terdiri dari kelainan perkembangan, perubahan selaput dan warna
lidah, indentation markings, gangguan gerakan lidah, gangguan persarafan lidah,
pembesaran lidah dan peradangan.
Penyakit lidah paling sering ditemui akibat kondisi sistemik glossitis
median rhomboid, glositis atrofi, lidah pecah-pecah dan lidah geografis,
sementara di antara kondisi lokal, ada papiloma, lidah berbulu dan leukoplakia
dengan evolusi ganas mereka mungkin . Glositis atrofi (AG) adalah penyakit
inflamasi dari mukosa lidah yang menunjukkan penampilan yang halus,
mengkilap dengan latar belakang merah atau pink.
Glositis merupakan suatu kondisi yang terjadi pada lidah yang ditandai
dengan
terjadinya deskuamasi papilla filiformis sehingga menghasilkan daerah
1
kemerahan yang mengkilat. Glositis dapat menyerang semua umur tapi biasanya
lebih banyak menyerang laki-laki dari pada perempuan. Dalam beberapa kasus,
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Lidah
Pancaindra adalah organ-organ akhir yang dikhususkan untuk menerima
jenis rangsangan tertentu pada manusia. Serabut syaraf yang melayaninya
merupakan alat perantara yang membawa kesan rasa (sensory impression) dari
organ indra menuju otak, dimana perasaan itu ditafsirkan. Beberapa kesan rasa
timbul dari luar, seperti sentuhan, pengecapan, penglihatan, penciuman dan suara.
Dalam segala hal, serabut saraf-saraf sensorik dilengkapi dengan ujung
akhir khusus guna mengumpulkan rangsangan perasaan yang khas itu, dimana
setiap organ berhubungan.
Lidah adalah kumpulan otot rangka pada bagian lantai mulut yang dapat
membantu pencernaan makanan dengan mengunyah dan menelan. Lidah dikenal
sebagai indera pengecap yang banyak memiliki struktur tunas pengecap. Lidah
juga turut membantu dalam tindakan bicara.Struktur lainnya yang berhubungan
dengan lidah sering disebut lingual, dari bahasa Latin lingua atau glossal dari
bahasa Yunani.
Lidah merupakan bagian tubuh penting untuk indra pengecap yang terdapat
kemoreseptor untuk merasakan respon rasa asin, asam, pahit dan rasa manis. Tiap
rasa pada zat yang masuk ke dalam rongga mulut akan direspon oleh lidah di
tempat yang berbeda-beda.
Pada hakikatnya, lidah mempunyai hubungan yang sangat erat dengan indra
khusus pengecap, lidah tersusun atas otot rangka yang terlekat pada tulang
hyoideus, tulang rahang bawah dan processus styloideus di tulang pelipis.Lidah
sebagian besar terdiri dari dua kelompok otot yaitu otot intrinsik dan ektrinsik.
Otot intrinsik lidah melakukan semua gerakan halus, sementara otot ektrinsik
mengaitkan lidah pada bagian-bagian sekitarnya serta melaksanakan gerakangerakan kasar yang sangat penting pada saat mengunyah dan menelan. Lidah
mengaduk-aduk
makanan, menekannya pada langit-langit dan gigi dan akhirnya
3
mendorongnya masuk faring.
Lidah terletak pada dasar mulut, sementara pembuluh darah dan urat saraf
masuk dan keluar pada akarnya. Ujung serta pinggiran lidah bersentuhan dengan
gigi-gigi bawah, sementara dorsum merupakan permukaan melengkung pada
bagian atas lidah. Bila lidah digulung kebelakang maka tampaklah permukaan
bawahnya yang disebut frenulum linguae, sebuah struktur ligament halus yang
mengaitkan bagian posterior lidah pada bagian dasar mulut. Bagian anterior lidah
bebas tidak terkait. Bila dijulurkan, maka ujung lidah meruncing, dan bila terletak
tenang didasar mulut maka ujung lidah berbentuk bulat.
Lidah ini, juga dibangun oleh suatu struktur yang disebut kuncup pengecap
(taste buds). Pada lidah lebih kurang 10.000 kuncup pengecap yang tersebar
dipermukaan atas dan di sepanjang pinggir lidah. Kuncup pengecap tertanam
dibagian epitel lidah dan bergabung dengan tonjolan-tonjolan lidah yang disebut
papilla.
Bagian-Bagian Lidah
Sebagian besar, lidah tersusun atas otot rangka yang terlekat pada tulang
hyoideus, tulang rahang bawah dan processus styloideus di tulang pelipis.
Terdapat dua jenis otot pada lidah yaitu otot ekstrinsik dan intrinsik. Lidah
4
memiliki
permukaan yang kasar karena adanya tonjolan yang disebut papila.
Terdapat tiga jenis papila yaitu:
a. Papila filiformis (fili=benang); berbentuk seperti benang halus;
Filiformis
b.
Fungiformis
c.
Foliatel
d.
Circumfalate
Setiap kuncup pengecap terdiri dari dua macam sel, yaitu sel pengecap dan sel
penunjang, pada sel pengecap terdapat silia (rambut gustatori) yang memanjang
ke lubang pengecap. Zat-zat kimia dari makanan yang kita makan, mencapai
kuncup pengecap2
Melalui lubang-lubang pengecap (taste pores). Kuncup-kuncup pengecap
dapat merespon empat rasa dasar, yaitu manis, masam, asin dan pahit. Letak
masing-masing rasa berbeda-beda yaitu :2
a.
b.
c.
d.
1.
Warna Lidah
Kuning menandakan adanya infeksi bakteri, jika warna kuning menuju
kehijauan adanya infeksi bakteri akut. Merah menandakan aktivitas panas tubuh,
jika hanya terdapat pada ujung lidah berarti adanya panas pada jantung, jika
terdapat pada sisi kanan kiri menandakan adanya ganguan ginjal dan kandung
empedu. Ungu berarti adanya aktivitas statis darah, darah tidak lancar dan ada
gangguan. Biru menandakan adanya aktivitas dingin yang menyebabkan statis
darah.2
2.
Bentuk Lidah
Tipis ,jika bentuk lidah tipis dan berwarna pucat menandakan defisiensi
(kekurangan ) darah yang berhubungan dengan hati semakin pucat semakin parah
gangguan hati, sirkulasi darah tidak normal menandakan gangguan ginjal dan
limpa.2
b.
pedas,
permen
berlebihan)
4. Kepekaan (irritant kimiawi, pasta gigi, obat sistemik)
5. Penyakit yang berbahaya
Faktor resiko:
1.
2.
3.
4.
5.
kondisi
peradangan
dari selaput
biasanya
pada permukaan lidah. Kondisi ini mempengaruhi sekitar 2-3% dari populasi
umum. Hal ini ditandai dengan daerah halus, depapillation merah
(hilangnya papila lingual ) yang bermigrasi dari waktu ke waktu. Nama
berasal dari penampilan peta seperti lidah, dengan patch menyerupai pulaupulau. Penyebabnya tidak diketahui, tetapi kondisi ini sepenuhnya jinak
(penting, tidak mewakili kanker mulut) dan tidak ada pengobatan kuratif.
Jarang, lidah geografis dapat menyebabkan sensasi terbakar pada lidah, yang
berbagai perawatan telah dijelaskan dengan bukti formal yang sedikit
keberhasilan.
Lidah geografis dapat dianggap sebagai jenis glossitis. Biasanya pada
2/3 dorsal dan permukaan lateral lidah, tetapi kondisi ini kurang identik dan
dapat terjadi pada situs lain di mukosa mulut, seperti permukaan ventral
(undersurface) dari lidah, mukosa bukal, mukosa labial, langit-langit lunak
atau dasar mulut biasanya selain keterlibatan lidah. Dalam kasus tersebut,
istilah-istilah
seperti
migrans
erythema
stomatitis, lidah
geografis
istilah migrans
eritema (Migrans
Eritema
Chronicum),
untuk
di
antaranya
berhubungan
dengan selera),
yang
memberikan lidah tekstur permukaan yang tidak teratur dan warna putihmerah muda. Lidah geografis ditandai dengan daerah atrofi dan depapillation
(hilangnya papila), meninggalkan eritematosa (merah gelap) dan permukaan
halus dari daerah tidak terpengaruh.
Daerah yang depapillated biasanya juga ditandai, dan berbatasan
dengan sedikit terangkat, putih, kuning atau abu-abu, serpiginous (mengular)
zona perifer. Sebuah lesi lidah geografis mungkin mulai sebagai patch putih
sebelum terjadi depapillation. Kadang-kadang mungkin ada hanya satu lesi,
tapi ini jarang terjadi dan biasanya lesi dapat berada di beberapa lokasi yang
berbeda di lidah, dan kemudian seiring waktu daerah menyatu untuk
membentuk khas peta-seperti penampilan. Lesi biasanya berubah bentuk,
ukuran dan bermigrasi ke daerah lain, kadang-kadang dalam hitungan jam.
Kondisi ini dapat mempengaruhi hanya sebagian dari lidah, dengan
kecenderungan pada ujung dan sisi lidah, atau seluruh punggung permukaan
pada satu waktu. Kondisi ini berjalan melalui periode remisi dan kambuh.
Kehilangan zona perifer putih diduga menandakan periode penyembuhan
mukosa. Biasanya tidak ada gejala, tetapi dalam beberapa kasus orang
mungkin mengalami rasa sakit atau terbakar misalnya ketika makan panas,
asam, pedas atau lainnya jenis makanan (misalnya keju, tomat, buah).
Dimana ada gejala terbakar penyebab lain dari rasa terbakar di lidah dianggap
seperti kandidiasis oral.
Penyebabnya tidak diketahui, lidah geographic biasanya tidak
menimbulkan gejala apapun, dan dalam kasus-kasus di mana ada gejala,
oral kebiasaan parafunctional mungkin menjadi sebuah faktor penunjang.
Orang dengan kebiasaan parafunctional terkait lidah mungkin menunjukkan
11
manusia,
seperti
peningkatan
insiden HLA-DR5,
HLA-
yang
didiagnosis
dengan
lidah
geografis
tidak
kontrak
membedakan
dari
glossitis
berhubungan
biasanya
merupakan
hadir, anestesi
sementara.
satu-satunya
topikal dapat
pengobatan.
digunakan
untuk
Ketika
gejala
memberikan
yang
bantuan
Obat
lain
yang
telah
digunakan
untuk
mengelola
gejala
lesi,
biasanya
tidak
ada
tanda-tanda
atau
gejala
lainnya. Penampilan khas lesi adalah daerah berbentuk oval atau belah
ketupat yang terletak di garis tengah permukaan dorsal lidah, hanya
anterior (depan) dari terminalis sulkus . Lesi biasanya simetris, baik batasbatasnya, eritematosa dan depapillated, yang memiliki permukaan halus
dan
mengkilap. Biasanya,
lesinya
hiperplastik atau
lobulated
dan
exophytic. Mungkin ada lesi kandida di tempat lain di mulut, yang dapat
menyebabkan diagnosis kandidiasis oral multifocal kronis. Kadang13
dan
pada
Human
orang
Immunodeficiency
sehat
terutama
biasanya
dibuat
tidak
pada
diperlukan.
penampilan
Pengobatan
klinis
dan
mungkin
individu
immunocompromized. Pengobatan
dengan
sistemik asiklovir .
15
17
2.2.6.8 Bald Tongue
berupa
tidak
adanya
papila
filiformis
pada
lidah
yang
2.2.7 Penatalaksanaan
Tujuan
pengobatan
adalah
untuk
mengurangi
peradangan.
jamur atau anti mikroba lainnya mungkin diberikan jika penyebab glositis
adalah infeksi. Bila penyebabnya adalah defisiensi besi, maka diperlukan
supplement yang memadai yaitu harus diberikan zat besi yang merupakan
ciri defisiensi utama dari glossitis ini. Hindari iritasi (seperti makan panas
atau
pedas,
alkohol
dan
tembakau)
untuk
meminimalkan
ketidaknyamanan.
2.2.8 Komplikasi
Komplikasi pada glositis antara lain bisa terjadi kegelisahan pada
penderita, penyumbatan jalan nafas, kesulitan berbicara, kesulitan
mengunyah atau menelan, bahkan pada kondisi yang berat bisa terjadi
peradangan lidah yang kronis.
2.2.9 Pencegahan
Pencegahan pada glossitis bisa dilakukan dengan cara;
Menjaga kesehatan mulut dengan baik (sikat gigi yang baik dan benar)
Flossing dan pembersihan professional regular dan pemeriksaan yang
rutin
Minimalkan iritasi atau cedera mulut bila memungkinkan
Hindari penggunaan berlebihan makanan atau zat yang mengganggu
mulut atau lidah
2.2.10 Prognosis
Dalam beberapa kasus, glositis bisa menyebabkan lidah bengkak
yang dapat menghambat jalan nafas. Dan umumnya jika penyebab yang
mendasari bisa teratasi prognosis pada glossitis cukup baik.
21
BAB III
LAPORAN KASUS
Subyek pada studi ini adalah 202 pasien berkebangsaan Iran dengan DM
(tipe 2 dan tipe 2) berusia 10 86 tahun. Mereka semua dirujuk dari Departemen
Valfajr Clinic dan Oral Medicine di Shiraz Medical School (Shiraz, Iran).
Kontrol adalah 261 subyek sehat berusia 10 82 tahun tanpa tanda dan gejala
penyakit tertentu yang dipasangkan/disesuaikan menurut jenis kelamin dan usia.
data mengenai usia, jenis kelamin, lamanya DM, obat yang digunakan, dan data
paraklinis mencakup GDP, HbA1C dan G2PP, 4 sore, 11 pagi dicatat pada
pasien dengan DM.
Semua subyek diinformasikan mengenai sifat penelitian dan persetujuan
untuk berpartisipasi dengan menandatangani formulir bebas dan informed
consent. Subyek diperiksa secara klinis oleh dua pemeriksa terlatih menggunakan
cahaya buatan, cermin mulut, kasa, dll.; diagnosis dibuat berdasarkan ciri klinis,
menurut panduan WHO. Hasil dianalisis dengan perangkat lunak SPSS (Versi
11.5, Chicago, IL, USA), dan uji T, Chi-Square dan Fisher Exact digunakan
untuk membandingkan hasil.
Hasil
Total 463 individu, mencakup 202 pasien dengan DM (51 laki-laki dan 151
perempuan) dan 261 kontrol (76 laki-laki dan 185 perempuan) direkrut dalam
studi ini. Rerata usia kelompok DM adalah 56,111,2 tahun dan kelompok kontrol
sebesar 54,5 13,4 tahun. Pada studi ini, pemeriksaan mengindikasikan bahwa 13
(6,43%) dari pasien diabetes dan 4 (1,53%) dari kelompok kontrol memiliki
MRG (gambar 1). Empat (7,84%) subyek diabetes laki-laki dan 5,9% (n=9)
subyek diabetes perempuan memiliki MRG. Gambaran ini adalah masing-masing
1,13% (n=1) dan 1,62% (n=3) pada kelompok kontrol.
23
MRG (+)
47,3811,2
10,548,2
8
5
0
0
4
235118
9,250,44
MRG (-)
50,9613,9
9,27,9
88
93
25
18
56
18178
8,61,6
Nilai p
0,3
0,5
0,3
0,4
0,1
0,2
0,9
0,1
0,4
Diskusi
Diabetes melitus adalah salah satu gangguan kelenjar endokrin yang
paling umum dengan distribusi global, terjadi pada 1 2% populasi dunia, dan
lebih prevalen di negara dengan tingkat kesejahteraan yang baik karena mereka
memiliki akses yang lebih baik akan makanan yang berkalori tinggi. Diabetes
24
adalah sebuah faktor risiko untuk patologi oral meliputi ginggivitis, periodontitis,
kandidiasis, liken planus oral, lesi premaligna seperti leukoplakia dan malignansi
oral. Pada studi ini prevalensi MRG pada pasien diabetes adalah sebesar 6,43%
dibandingkan 1,53% pada kelompok kontrol. Hal ini terjadi secara signifikan
lebih sering pada subyek kami yang memiliki DM dibandingkan dengan subyek
kontrol dan prevalensinya serupa dengan studi lain di Iran yang melaporkan
prevalensi MRG sebesar 7% pada pasien diabetes.
Guggenheimer dkk. melaporkan bahwa subyek dengan diabetes melitus
tergantung insulin (IDDM) dibandingkan subyek kontrol tanpa IDDM (15,1%
berbanding 3,0%) ditemukan memiliki manifestasi klinis kandidiasis, meliputi
MRG, stomatitis gigi palsu dan angular chelitis. Prevalensi MRG adalah sebesar
7% pada studi mereka yang mana serupa dengan studi ini. Farman menemukan
bahwa lesi atrofik pada lidah ditemukan pada 26,4% pasien diabetes dan 91,7%
lesi ini adalah MRG. Mereka melaporkan bahwa prevalensi MRG pada pasien
diabetes jauh lebih tinggi dibandingkan MRG yang ditemukan pada penelitian
penelitian sebelumnya diantara populasi populasi lain. Mereka menyarankan
bahwa pasien dengan MRG sebaiknya diskrining untuk menghilangkan
kemungkinan diabetes melitus sebagai penyebab yang mendasari.
Ponte dkk. melaporkan bahwa diantara manifestasi inflamasi dari mukosa
oral yang ditemukan pada diabetes, glositis berhak mendapat perhatian khusus.
Kemungkinana sebagai akibat dari frekuensi infeksi Candida albicans yang lebih
tinggi dan perubahan mikrovaskuler, diabetes memiliki frekuensi lesi atrofik lidah
yang lebih tinggi (atrofi papilar sentral) dan lidah geografika (geographic
tongue). MRG diketahui sebagai manifestasi kandidiasi kronis.
Telah diketahui dengan baik bahwa diabetes yang tidak terkontrol
menimbulkan kecenderungan untuk terkena bebagai infeksi superfisial dan
sistemik. Dan kandidiasi oral khususnya dianggap lebih sering ditemukan pada
individu- individu ini. Perjalanan infeksi juga lebih rumit pada kelompok pasien
ini.
Mekanisme
tentang
bagaimana
diabetes
membuat
kecenderungan
terjadinya infeksi kandidiasis menjadi tinggi masih belum diketahui dengan pasti.
Akan tetapi, telah diketahui secara luas bahwa kadar glukosa yang tinggi pada
25
saliva pada pasien diabetes mendukung pertumbuhan jamur, tetapi Quirino dkk.
menghubungkan
tingginya
frekuensi
infeksi
Candida
albicans
dengan
hiposalivasi. Pada studi ini, 7,84% pasien diabetes laki-laki dan 5,9% pasien
diabetes perempuan memiliki MRG dan MRG tidak menunjukkan hubungan
dengan variabel variabel lain (usia, jenis kelamin, lamanya DM, obat, GDP, dan
A1C).
Hoseinpoor menunjukkan bahwa tidak ada laki-laki dan 8,6% perempuan
memiliki MRG. Guggenheimer dkk. melaporkan subyek diabetes dengan MRG
lebih cenderung memiliki durasi IDDM yang lebih lama dan MRG juga secara
signifikan berhubungan denga usia yang lebih muda, jenis kelamin laki-laki dan
komplikasi nefropati dan retinopati. Pada studi ini, prevalensi MRG pada pasien
MRG ditemukan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol.
Diabetes adalah penyakit yang umum dan menyebabkan komorbiditas
multipel. Patologi oral adalah komplikasi diabetes yang akan membawa pasien ini
kepada perhatian dari praktisi kesehatan oral. Banyak dari individu ini akan
memiliki diabetes yang tidak terdiagnosis atau diabetes yang tidak terkontrol, dan
dokter kedokteran oral (dokter gigi mulut) dapat sangat penting dalam membuat
konseling diagnosis pasien terkait pentingnya kontrol diabetes dan merujuk pasien
ke ahli endokrinologi untuk tatalaksana lebih lanjut.
Untuk alasan inilah, dokter kedokteran oral dapat memiliki dampak mayor
baik pada diagnosis maupun kontrol dari penyakit yang cukup umum ini, dan
karenanya dapat meningkatkan kehidupan individu dengan diabetes.
hingga sedang dan rasa terbakar pada lidah yang menjadi parah bila memakan
makanan yang asam atau pedas dan membaik dengan obat obatan. Dia juga
mengeluh rasa tidak nyaman saat mengunyah. Tidak ada riwayat alergi,
penggunaan antibiotik dan tidak ada riwayat keluarga dengan lidah geografik dan
psoriasis. Pasien memberikan riwayat negatif terhadap gejala apapun di lidah atau
lesi lain yang serupa pada anggota keluarga dekat. Berdasarkan riwayat pasien
dan pemeriksaan klinis, diagnosis sementara fisura lidah ditemukan. Aspek dorsal
dari lidah pasien menunjukkan tampilan lekukan lekukan berbatas tegas yang
memiliki sebuah tampilan bercabang berkaitan dengan adanya zona eritematosa
gundul lokal dikelilingi oleh tepi serpeertin yang sedikit meninggi, berwarna putih
kekuningan.
Riwayat penyakit terdahulu tidak memihak pada berbagai macam obatobatan, seperti vitamin B12, intrakonazol dan anti inflamasi non-steroid (AINS).
Pemeriksaan klinis umum menunjukkan pasien dalam keadaan normal.
Pemeriksaan darah rutin menunjukkan anemia ringan. Pemeriksaan ekstra-oral
menunjukkan morfologi fasial normal, tidak ada lesi kulit yang terlihat.
Pemeriksaan intra-oral menunjukkan higienitas oral baik, halitosis oral ringan dan
lesi yang melekuk dalam pada permukaan dorsal lidah dengan sisa makanan yang
terperangkap.
27
akromegali, psoriasis, dan sindrom Sjgren. Lidah terbakar juga memiliki etiogi
yang tidak diketahui dan tampaknya mengenai perempuan 7 kali lebih sering
dibandingkan laki-laki.
Sinonim lidah geografik meliputi glositis migratori benigna, annulus
migran atau ruam mengembara pada lidah. Kejadian lidah geografik pada populasi
umum berentang antara 1,0 hingga 2,5% dan lebih sering pada dewasa dibanding
anak-anak. Tidak ada bukti konklusif mengenai predileksi jenis kelamin yang
dilaporkan. Penyebab spesifik lidah geografik masih belum diketahui. Berbagai
macam faktor etiologi yang telah direkomendasikan dalam kepustakaan meliputi
alergi, stres emosional, dan kondisi sistemik seperti diabetes dan psoriasis. Tidak
ada faktor etiologis yang diajukan memberikan sebuah bukti definitif mengenai
suatu hubungan kausal.
Situasi lain yang berkaitan dengan patologi ini adalah defisiensi vitamin B,
pemicu oleh makanan tertentu seperti keju, anomali kongenital, asma, rinitis,
penyakit sistemik seperti psoriasis, anemia, gangguan gastrointestinal, kandidiasi,
liken planus, ketidakseimbangan hormonal, kondisi psikologis, dll. Banyak
literatur mengenai lidah geografik telah tersedia. Satu kasus didiskusikan disini.
Prevalensi tampilan penyakit ini penting diketahui dan bervariasi dari satu
wilayah ke wilayah lain dan studi yang dilakukan di wilayah-wilayah tersebut.
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Go swami, prevalensi lidah geografik
berkisar antara
32
Candida pada hapusan. Tidak terdapat tanda dysplasia selular pada pemeriksaan
sitologi. Pemeriksaan darah menunjukkan tidak adanya tanda neutropenia. Ibu
dari pasien meyakinkan tentang perjalanan kondisi anak dan disarankan untuk
melakukan kontrol rutin setiap 6 bulan [Gambar 3].
Sensitivitas
terhadap
cycloheximide,
yang
ditentukan
oleh
Pertumbuhannya pada suhu 37o, 42o, dan 45oC pada agar dekstrosa
Sabouraud
hubungan
Trichosporon
asahii
dengan
pneumonitis
menyerupai sendok pada tangan dan kaki. Pasien juga menunjukkan intoleransi
pada makanan pedas dan kelelahan setelah melakukan kegiatan sehari-hari yang
bersifat sederhana/ringan. Pemeriksaan oral menunjukkan mukosa mulut yang
pucat dan glositis dengan area depapilasi dorsum lidah yang terlihat jelas di sisi
kiri (Gambar 1). Tes hematologi juga sudah dilakukan. Serum besi 27,1 mg/dl,
serum feritin 2,44 ng/ml dan TIBC 453 g/dl telah mengkonfirmasi diagnosis
yaitu anemia defisiensi besi. Pasien diberikan suplemen zat besi dan dirujuk ke
rumah sakit untuk penatalaksanaan sistemik. Pada follow up kedua, gejala sudah
mulai berkurang dan terjadi peningkatan pada kondisi pasien secara keseluruhan.
Laporan Kasus 2
Seorang wanita berusia 20 tahun dilaporkan ke departemen kedokteran
oral dengan keluhan utama sensitif terhadap dingin dan jus jeruk di area gigi
depan atas, yang sudah dirasakan selama dua bulan terakhir. Dari riwayat
didapatkan bahwa pasien memiliki kebiasaan sering memakan pastiles lemon
(mirip dengan strepsil dihisap untuk melegakan tenggorokan). Pasien juga
melaporkan sensasi terbakar pada dorsum lidah saat memakan makanan pedas.
Riwayat medis pasien bersifat non-kontributif.
Pada pemeriksaan intra-oral, erosi gigi ditemukan pada area permukaan
labial yang terlibat yaitu 11, 21 dan 22. Sebuah area depapilasi bediameter sekitar
1 cm dengan margin ireguler terdapat pada 1/3 anterior dan margin lateral kanan
dari dorsum lidah (Gambar 2). Papila filiformis tidak terlihat, dengan papila
fungiformis yang menonjol dan tersebar disekitarnya. Berdasarkan temuan ini,
diagnosis sementara pun dibuat yaitu hipersensitivitas dentin pada 11, 21, 22 yang
timbul akibat erosi dan glositis atrofi. Adanya keterlibatan penyakit lambung
dikesampingkan karena tidak terdapat riwayat regurgitasi makanan atau erosi gigi
pada permukaan palatal dari gigi anterior atas. Diagnosis banding seperti anemia
akibat defisiensi nutrisi, glositis romboidal media, lidah geografis juga
dipertimbangkan. Kemudian, pasien juga ditanyakan mengenai adanya riwayat
lesu, penurunan atau kenaikan berat badan, polidipsia, polifagi, poliuri dan asupan
42
obat-obatan seperti antibiotik untuk menyingkirkan penyebab sistemik lainnya
dari glositis atrofi. Pasien disarankan untuk menjalani pemeriksaan hematologi
meliputi hemogram lengkap dengan apusan darah tepi. Kadar hemoglobin pada
pasien ini ditemukan sebesar 6,4 gm%. Apusan darah tepi menunjukkan adanya
eritrosit hipokromik mikrositer. Diagnosis akhir berupa glositis anemia akibat
anemia hipokromik mikrositer (kekurangan zat besi) pun ditegakkan. Pasien
diberikan kombinasi ferric ammonium citrate, asam folat dan sianokobalamin.
Pada follow-up setelah satu bulan terapi, pasien mengatakan sensasi terbakar yang
dirasakan sebelumnya telah benar-benar hilang. Pada pemeriksaan lidah, area
yang sebelumnya terjadi depapilasi telah terisi dengan papila filiformis (Gambar
3) dan hemoglobin pasien naik menjadi 6,8 gm%. Pasien disarankan untuk
melakukan kontrol secara rutin.
Laporan Kasus 3
Seorang wanita berusia 30 tahun dilaporkan ke departemen kedokteran
oral dengan keluhan utama nyeri di area gigi belakang kanan bawah yang
dirasakan sejak empat hari terakhir. Pada pemeriksaan ekstra oral ditemukan
warna pucat pada kuku dan konjungtiva palpebra. Fisura juga terlihat menjalar
dari kedua sudut bibir. Pada pemeriksaan intra oral ditemukan warna pucat pada
mukosa labia, mukosa bukal dan palatum lunak. Dorsum lidah memperlihatkan
area depapilasi dengan beberapa fisura yang dalam (Gambar 4). Diagnosis
sementara yang diberikan untuk pasien ini adalah anemia defisiensi besi.
Pemeriksaan hematologi menunjukkan kadar hemoglobin sebesar 6,2 gm% dan
eritrosit yang hipokromik mikrositer. Suplemen zat besi diberikan selama dua
bulan. Follow-up dilakukan setelah 1 bulan, hasilnya adalah terjadi kenaikan
kadar hemoglobin menjadi 7,8 gm% dengan adanya repapilasi sepenuhnya pada
lidah (Gambar 5).
Diskusi
Penyakit pada lidah bisa saja merupakan tanda dari dari kondisi sistemik
tubuh yang berubah, atau, bisa juga merupakan bentuk awal dari patologi lokal
yang seringnya bersifat parah. Kekurangan zat besi adalah salah satu gangguan
43
yang paling umum terjadi pada manusia, dan anemia defisiensi besi terus menjadi
masalah kesehatan utama pada masyarakat di seluruh dunia. Penyakit ini terutama
umum di kalangan wanita usia subur yang diakibatkan karena kehamilan dan
kehilangan darah saat haid.
dan kadar transferrin. Namun, untuk kasus 2 dan kasus 3 tes konfirmasi tidak
dilakukan karena alasan ekonomi.
Kesimpulan
Kesimpulannya, dokter gigi memiliki peran penting dalam mendiagnosis anemia
defisiensi besi yang bersifat asimtomatik, yaitu dengan cara mengidentifikasi
tanda dan gejala yang muncul pada mulut seperti mukosa mulut yang pucat dan
glositis atrofi, kemudian mengkonfirmasinya dengan melakukan pemeriksaan
hematologi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Lidah merupakan salah satu organ penting pada tubuh manusia yang
memiliki banyak fungsi. Lidah memiliki peran dalam proses pencernaan,
menghisap, menelan, persepsi rasa, bicara, respirasi dan perkembangan rahang.
Glositis merupakan suatu peradangan yang terjadi pada lidah yang
ditandai dengan terjadinya deskuamasi papilla filiformis sehingga menghasilkan
daerah kemerahan yang mengkilat. Glositis biasanya dapat disebabkan oleh
defisiensi
zat besi (Fe), vitamin B kompleks, infeksi, trauma, serta bisa karena
45
hal-hal lain.
Glositis dapat dibedakan menjadi empat antara lain Atrofi Glositis, Median
Rhomboid Glositis, Benign Migratory Glossitis dan Geometric Glositis.
Perawatan pada glositis ini tergantung dari kasusnya. Antibiotik dipergunakan bila
kelainan ini melibatkan bakteri. Bila penyebabnya adalah defisiensi gizi, maka
diperlukan supplement yang memadai yaitu harus diberikan zat besi yang
merupakan ciri defisiensi utama dari glositis.
3.2. Saran
Menjaga kebersihan rongga mulut yaitu dengan sikat gigi dan penggunaan
dental foss atau benang gigi. Dan jangan lupa untuk membersihkan lidah setelah
makan. Kemudian kunjungi dokter gigi secara teratur. Jangan gunakan bahanbahan obat atau makanan yang merangsang lidah untuk terjadi iritasi atau agen
sensitisasi. Selain itu juga hentikan merokok dan hentikan penggunaan tembakau
dalam jenis apapun serta hindari alkohol.
DAFTAR PUSTAKA
47