Anda di halaman 1dari 4

A.

Epidemiologi Sinusitis Jamur


Insiden sinusitis jamur mempunyai angka yang bervariasi di seluruh dunia.
Penelitian Grigoriu et al., di Eropa mendapatkan 81 kasus infeksi yang disebabkan jamur
pada 600 kasus rinosinusitis kronis maksila. Penelitian lainnya oleh Chakrabarti et al., di
Asia 50 kasus (42 % ) rinosinusitis disebabkan infeksi jamur. Penelitian See Goh et al. di
Malaysia memaparkan 16 kasus infeksi jamur pada 30 penderita sinusitis kronis maksila.
Infeksi jamur sinus sfenoid lebih jarang terjadi hanya sekitar 2,5% dari seluruh infeksi
sinus, infeksi ini terjadi disebabkan oleh anatomi dan penurunan aliran udara daerah sinus
sfenoid (Erkan, 2014; Prateek et al., 2013)
B. Klasifikasi Sinusitis Jamur
Telah dipaparkan sebelumnya bahwa sinusitis jamur secara umum diklasifikasikan
menjadi sinusitis non-invasif dan invasif. Sinusitis jamur non- invasif didalamnya termasuk
Saprophytic Fungal Sinusitis (SFS), Fungal Ball (FB), dan Allergic Fungal Rhinosinusitus
(AFRS). Sedangkan bentuk invasif diantaranya yaitu akut invasif (fulminan), kronik invasif
(indolen), dan kronik granulomatosa (Montone, 2016).

Gambar 2.1 Klasifikasi Sinusitis Jamur (Singh, 2019)


1. Sinusitis Jamur Non-Invasif
a. Allergic Fungal Rhinosinusitis (AFRS)
AFRS tidak dianggap mewakili infeksi jamur yang sebenarnya namun
lebih terjadi akibat hasil dari reaksi terhadap antigen jamur di traktus sinonasal.
Jamur mulai menginfeksi saluran sinonasal selama beberapa bulan pertama,
namun hanya beberapa individu yang berkembang menjadi AFRS terjadi pada
pasien imunokompeten, terutama pasien atopik yang datang dengan gejala
rinosinusitis kronis yang tidak responsif terhadap terapi medis konservatif standar.
AFRS lebih sering ditemukan pada pasien yang tinggal di iklim hangat dan
lembab seperti di Amerika Serikat bagain selatan dan tenggara, India, dan Timur
Tengah (Montone, 2016).
b. Fungus Ball (FB)
Fungus ball atau bola jamur merupakan massa jamur yang terjerat akibat
peradangan mukosa yang minimal. Istilah Fungus Ball lebih tepat dibandingkan
dengan istilah awalnya yang dikenal sebagai “mycetoma”, yaitu terminologi yang
digunakan untuk mendeskripsikan infeksi jamur granulomatosa, dan
“aspergilloma” yang menggambarkan infeksi jamur selain Aspergillus yang dapat
menyebabkan fungus ball (Ramadan, 2020).
Fungus ball sering ditemukan unilateral pada sinus maksilaris dan lebih
sering mengenai pasien wanita paruh baya hingga lanjut usia. Secara histologis,
fungus ball ditandai oleh massa jamur yang terjerat atau massa jamur yang
tertanam dalam fibrin, eksudat nekrotik, dan inflamasi mukosa yang minimal.
Tidak terdapat invasi jaringan atau reaksi granulomatosa di sekitarnya (Montone,
2016). Mekanisme patogenesis fungus ball tidak sepenuhnya diketahui, namun
diduga paparan jamur terjadi melalui proses inhalasi spora (Deutsch et al., 2019).
Tindakan operatif diperkirakan menjadi faktor risiko perkembangan
fungus ball. Selain itu, fungus ball berkembang jika terdapat obstruksi pada aliran
sinonasal, seperti terdapat neoplasma yang menyebabkan obstruksi.. Kultur jamur
seringkali negatif, namun patogen yang paling umum terisolasi adalah Aspergillus
sp. Tatalaksana yang dapat dilakukan yaitu meliputi tindakan operatif untuk
mengagkat jamur tanpa perlu terapi anti-jamur (Montone, 2016)..
c. Saprophytic Fungal Sinusitis (SFS)
Pedoman Rinosinusitis Jamur baru-baru ini mengusulkan untuk
menambahkan investasi jamur saprofit masuk ke dalam kategori sinusitis jamur
non-invasif. Kategori ini diusulkan untuk mengklasifikasikan kolonisasi jamur
pada sinonasal yang terjadi akibat prosedur pembedahan atau trauma yang
menyebabkan mukosa sinonasal mengalami peradangan dan ulserasi dan
berkrusta yang kemudian mengalamai infeksi jamur tanpa jaringan invasif.
Meskipun jenis sinusitis jamur ini tidak banyak dijelaskan dalam beberapa
literatur, diduga bahwa bentuk ini merupakan perkembangan dari jenis Fungal
Ball (Montone, 2016).
2. Sinusitis Jamur Invasif
a. Sinusitis Jamur Invasif Akut (Fulminan)
Rinosinusitis invasif akut hanya terjadi pada pasien immunocompromised
seperti diabetes, HIV/AIDS, neutropenia, keganasan hematologi, dan pasien
dalam kemoterapi. Semakin besar sumber immunocompromise semakin bersifat
fulminan. Istilah fulminan menjelasakan sifat destruktif yang cepat dan seringkali
fatal jika penyakit jamur invasif pasien tidak diobati atau jika
immunocompromise pasien parah dan ireversibel (Netjovski & Shirgoska, 2012).
Sinusitis invasif akut merupakan kasus yang jarang terjadi, namun sangat penting
akrena bersifat agresif dan memiliki mortalitas tinggi sekitar 50-80%.
Berdasarkan istilah invasif, hal ini menunjukan bahwa infeksi jamur jenis ini
menginvasi melebihi mukosa hingga ke pembuluh darah dan tulang (Craig, 2019).
Istilah sinusitis invasif akut pada awalnya dikenal dengan Mucormyscoses. Dua
organisme penyebab tersering dari jenis sinusitis ini adalah spesies Aspergillus
dan ordo Zygomycetes (Deutsch et al., 2019).
b. Sinusitis Jamur Kronik (indolen)
Bentuk invasif kronis dapat terjadi pada pasien immunocompromised
ringan atau pada pasien yang tampak imunokompeten. Secara patologis sinusitis
jamur invasif kronik mirip dengan sinusitis invasif jamur akut namun dengan
perjalanan penyakit yang kronik hingga berbulan-buan atau tahun karena lebih
seirng mengenai populasi imunokompeten. Progresi penyakit cenderung lambat
dan insidious. DeShazo dkk. kemudian membagi rinosinusitis jamur invasif
kronis menjadi dua subtipe menurut: histopatologi: rinosinusitis jamur invasif
granulomatosa dan bentuk nongranulomatous, tetapi tidak ada perbedaan dalam
prognosis atau terapi yang jelas berdasarkan perbedaan ini (Deutsch et al., 2019).
Kondisi ini dikarakteristikan dengan invasi dan nekrosis jaringan namun
dengan reaksi inflamasi yang minimal. Mungkin terdapat akumulasi padat hifa
jamur menyeripai mycetoma. Kondisi ini biasanya menegnai pasien diabetes
mellitus dan terapi kortikosteroid . Patogen jamur yang paling seirng dilaporkan
adalah Aspergillus fumigatus (Singh, 2019).
c. Sinusitis Jamur Kronik Granulomatosa
Sinusitis Jamur Kronik Granulomatosa jarang terjadi di dunia bagian
barat. Namun, lebih umum di Afrika Utara, Timur Tengah, dan Asia baik pada
pasien imunicompromised maupun immunokompeten. Seperti pada sinusitis
invasif lainnya yang mengalami invasi melewati submukosa, perbedaannya
adalah pada gambaran histologis yang membentuk granuloma non-kaseosa
(Deutsch et al., 2019). Varian ini secara tipikal tampak pada pasien dengan
imunitas yang dimediasi oleh sel intak yang esensial bagi pembentukan
granuloma. Aspergillus flavus merupakan patogen yang paling sering terisolasi,
dan memiliki angka kekambuhan yang tinggi (Singh, 2019).

Anda mungkin juga menyukai