Anda di halaman 1dari 10

Diagnosis dan tatalaksana rinosinusitis jamur akut invasif dengan komplikasi orbita

Umar Said D, Retno S Wardani, Muhammad Fajar Ramadhan Irsyal


Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok-Bedah Kepala Leher
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia – Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo
Jakarta

ABSTRAK
Latar belakang: Rinosinusitis jamur adalah infeksi pada daerah hidung dan sinus
paranasal yang disebabkan oleh jamur dan dapat mendetruksi tulang. Penyakit ini dikategorikan
ke dalam dua kelompok, yaitu: rinosinusitis jamur invasif dan non invasif. Rinosinusitis jamur
invasif bisa menyebabkan beberapa komplikasi, komplikasi ke orbita adalah salah satunya.
Tujuan: Mengetahui terapi utama dari rinosinusitis jamur, yaitu dengan mengobati penyakit
dasarnya, pemberian antijamur intravena, debridemen dan drainase sinus. Kasus: Dilaporkan
satu kasus laki-laki berusia 49 tahun dengan rinosinusitis jamur invasive disertai sindroma apeks
orbital dengan mukormikosis retrobulber Penatalaksanaan: Pasien menjalani bedah sinus
endoskopi fungsional, drainase sinus dan mendapat terapi amfoterisin B selama perawatan
dengan hasil akhir yang menunjukkan kesembuhan. Kesimpulan: Tatalaksana sinusitis jamur
akut invasif harus dilakukan secara menyeluruh dan hingga tuntas, yaitu dengan mengobati
penyakit dasarnya, pemberian antijamur intravena, debridemen luas pada semua lokasi yang
terkena, dan pengawasan yang ketat.
Kata kunci: Rinosinusitis jamur invasif, tomografi komputer sinus paranasal, bedah sinus
endoskopi fungsional, amfoterisin B

ABSTRACT
Background: Fungal Rhinosinusitis is an infection of the nose and paranasal sinuses
area caused by fungi and may destructs the bone structure. This disease is categorized into two
types, namely: invasive and non invasive fungal rhinosinusitis. Invasive fungal rhinosinusitis can
lead to some complications, one of which is orbital complication. Purpose: understanding that
the primary therapy of fungal rhinosinusitis is to treat the underlying disease, antifungals
intravenous administration , and drainage of the sinuses. Case: Reported one case of a 49 year-
old man with invasive fungal rhinosinusitis and orbital apex syndrome caused byretroorbital
mucormycosis. Management: Patient was treated by functional endoscopic sinus surgery, sinus
drainage and amphotericin B administration during hospitalization and showed recovery as the
end result. Conclusion: Management of acute invasive fungal sinusitis should be done
thoroughly, by treating the underlying disease, antifungal intravenous administration, extensive
debridement at whole affected locations, and a tight monitoring.
Keywords: invasive fungal rhinosinusitis, paranasal sinuses computed tomography, functional
endoscopic sinus surgery, amphotericin B

Universitas Indonesia 1
Alamat korespondensi: Dr. Fajar Ramadhan Irsyal, Departement THT – Bedah Kepala Leher
FKUI RSCM, Jl. Diponegoro 71 Jakarta, email:

PENDAHULUAN menyebabkan rinosinusitis jamur akut


invasif. 4, 5
Rinosinusitis jamur adalah infeksi pada Dua faktor penting perkembangan
daerah hidung dan sinus paranasal yang rinosinusitis jamur akut invasif yaitu faktor
disebabkan oleh jamur dan dapat lingkungan dan faktor pejamu. Contoh faktor
mendestruksi tulang. Rinosinusitis jamur lingkungan adalah adanya perubahan sifat
dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu jamur dari saprofit menjadi patogen
rinosinusitis jamur invasif dan non invasif. disebabkan adanya sumbatan dari ostium
Rinosinusitis jamur invasif dibagi lagi sinus sehingga terjadi gangguan ventilasi dan
menjadi rinosinusitis jamur akut invasif drainase sinus. Pasien imunokompeten
(fulminan), rinosinusitis jamur invasif dengan gangguan sistem mukosilier dapat
kronik, rinosinusitis jamur invasif memicu pertumbuhan koloni jamur dan
granulomatosa sedangkan rinosinusitis jamur adanya gangguan mukosilier menyebabkan
non invasif dibagi menjadi fungus ball dan retensi sekret. 6
rinosinusitis alergi jamur. 1,2 Rinosinusitis
jamur invasif kronis terbagi menjadi dua Diagnosis rinosinusitis jamur ditegakkan
subtipe secara histopatologi, yaitu: dengan pemeriksaan penunjang, yaitu
rinosinusitis jamur berbentuk granulomatosa radiologi, histopatologi dan parasitologi
dan non-granulamatosa. Rinosinusitis jamur kultur jamur. Prognosis rinosinusitis jamur
kronis invasif jarang terjadi pada pasien menjadi lebih baik dengan adanya ketepatan
imunokompeten. Beberapa kasus awal dari diagnosis dan pengobatan..
hanya terdapat di daerah geografis tertentu.3
Terjadinya peningkatan frekuensi infeksi Gejala klinis sinusitis jamur invasif, yaitu
jamur invasif yang berhubungan dengan demam tinggi yang tidak respon terhadap
peningkatan jumlah penderita dengan sistem antibiotik, pembengkakan pada wajah,
imun yang rendah, termasuk penderita kelumpuhan saraf kranial unilateral serta
diabetes mellitus, penurunan sistem imun gangguan penglihatan yang cepat. 7, 8
karena penggunaan radiasi atau kemoterapi,
dan acquired immunodeficiency syndrome Pemeriksaan fisik pasien dengan rinosinusitis
(AIDS). jamur akut invasif ditemukan adanya
kelainan pada wajah, kelainan pada
Pada rinosinusitis jamur yang sering periorbita, edema wajah, eritema dan
ditemukan adalah Aspergilus dan Mucor paralisis nervus fasialis.
serta beberapa jamur dari spesies
Dematiaceus, seperti curvularia, bipolaris, Pada pemeriksaan nasoendoskopi akan
exserohilum dan zygomycetes. Spesies didapatkan edema pada kavum nasi dengan
aspergilus merupakan spesies tersering sekret yang purulen atau kavum nasi kering
penyebab infeksi rinosinusits jamur non serta krusta yang bercampur darah kering,
invasif, sedangkan rinosinusitis invasif yang rhinorrhea, nekrosis dan kadang disertai
terbanyak adalah Aspergilus fumigatus dan dengan perforasi septum.9
Aspegillus flavus. Dematiaceous Rinosinusitis jamur kronis invasif memiliki
menyebabkan sinusitis jamur kronis invasif, gejala klinis sama dengan rinosinusitis jamur
sedangkan zygomycetes dan aspergilus

Universitas Indonesia 2
akut invasif, tetapi perjalanan penyakit lebih rinosinusitis kronis, yang membuatnya sulit
lambat dan terjadi selama bertahun-tahun. 9 untuk dikenali sampai di akhir perjalanan
penyakit. Tidak adanya respon terhadap
Modalitas pencitraan yang paling umum antibiotik, epistaksis, penurunan penglihatan,
digunakan pada saat ini adalah computed perubahan status mental, dan kejang
tomography (CT). Pada Tomografi komputer meningkatkan kecurigaan untuk adanya
gambaran penyakit ini dapat memperlihatkan infeksi jamur. Setelah riwayat anamnesa
sinus tunggal dalam 59-94% kasus dengan secara rinci telah diperoleh, pemeriksaan
gambaran perselubungan yang lengkap atau melalui nasoendoskopi hidung harus segera
subtotal yang dari terlihat dari suatu sinus. di lakukan.10
Pemeriksaan dengan tomografi komputer Rinosinusitis jamur kronis granulomatosa
sangat di anjurkan. Dari gambaran tomografi hampir identik dengan sinusitis jamur kronis
komputer akan di dapatkan gambaran invasif. Perbedaan terdapat dari patogen yang
jaringan lunak yang meluas ke bagian tulang terlibat, lokasi penyakit ini ditemukan, dan
dalam satu atau lebih sinus dengan temuan mikroskopis. Penyakit ini sangat
kehancuran tulang dan ekstrasinus yang langka, dan disebabkan oleh Aspergillus
menyebar. Pemeriksaan dengan MRI flavus. Pada pemeriksaan patologi ditemukan
dilakukan jika adanya infeksi yang meluas ke gambaran granuloma sel giant multinuklear.
rongga orbita dan ke bagian intrakranial. Pengobatan sinusitis jamur kronis
Pemeriksaan biopsi harus dilakukan untuk granulamatosa adalah reseksi bedah jaringan
menilai ada atau tidaknya invasi ke mukosa.10 yang terlibat dan penggunaan antijamur
sistemik dan topikal. Pengobatan dengan
Kriteria untuk rinosinusitis jamur non invasif menggunakan vorikonazol serta debridemen
adalah ditemukan hifa jamur pada jaringan dalam rinosinusitis jamur kronis
sub epitel, tulang dan pembuluh darah. granulomatosa adalah hal yang wajib di
Secara makroskopis gambaran fungus ball lakukan.12
berupa gumpalan debris lembek dan basah, Penatalaksanaan pengobatan rinosinusitis
gumpalan kasar dan padat, warna dapat jamur akut invasif terutama dengan
bervariasi dari putih, kuning kehijauan coklat mengobati penyakit dasarnya, pemberian
dan hitam.11 antijamur secara intravena, melakukan
debridemen yang luas pada semua lokasi
Rinosinusitis jamur kronis invasif, memiliki yang terkena, drainase sinus dan orbita yang
penampilan klinis sangat mirip dengan adekuat, dan pengawasan yang ketat untuk
rinosinusitis jamur akut invasif fulminan, tapi mencegah rekurensi.
perjalanan penyakitnya jauh lebih lambat,
terjadi selama beberapa bulan sampai Terapi bedah untuk rinosinusitis jamur
bertahun-tahun. Tanda khas dari infeksi membantu mengurangi beban patogen,
jamur tipe ini adalah adanya invasi jamur ke menghilangkan jaringan yang terinfeksi, dan
dalam jaringan mukosa sinus. Penderita memperbaiki fungsi drainase sinus.
penyakit ini cenderung imunokompeten. Debridemen juga dilakukan dengan tujuan
Patogen yang paling umum adalah dapat mengangkat jaringan nekrotik dan
aspergillus, terlihat pada sekitar 80% kasus. trombosis vaskuler sehingga terapi
Jamur lainnya termasuk mucor, rhizopus, medikamentosa sistemik maupun topikal
bipolaris, dan candida.11 dapat menginvasi daerah yang terinfeksi
Tanda-tanda dan gejala dari rinosinusitis jamur. Pasca operasi pengawasan yang
jamur kronis invasif sangat mirip dengan

Universitas Indonesia 3
optimal terhadap kemungkinan rekurensi Riwayat tekanan darah tinggi ada dan
infeksi jamur.13 kolesterol disangkal.

LAPORAN KASUS Pada pemeriksaan fisik, pasien tampak sakit


sedang, kompos mentis, tekanan darah
Seorang laki-laki, usia 48 tahun, datang ke 140/70 mmHg, nadi 88x/m, pernapasan
poli THT rinologi tanggal 26 September 22x/m. Pada pemeriksaan telinga dan
2014 dengan keluhan yang dirasakan hidung tenggorok didapatkan dalam batas normal.
berbau sejak 3 bulan yang lalu dan diikuti Pada pemeriksaan tenggorok didapatkan
dengan gangguan penglihatan pada mata dalam batas normal, gigi geligi tidak
sebelah kiri. Pasien sebelumnya berobat di didapatkan berlubang. Pemeriksaan rinoskopi
RS swasta Awal bros di kota Batam, anterior hidung kanan tampak kavum nasi
kepulauan Riau. Telah dilakukan lapang, konka inferior eutrofi, sekret tidak
pemeriksaan MRI tanggal 4/8/2014, ada, septum lurus. Pada hidung kiri kavum
didapatkan penebalan sinus maksila kiri di nasi lapang, konka inferior eutrofi, sekret ada
sertai dengan perselubungan pada sinus mukopurulen, septum lurus. Pada
ethmoidalisetmoid, sphenoidalissfenoid dan pemeriksaan nasoendoskopi kavum nasi
frontalisfrontal kiri, kesan pansinusitis sinistra sempit, konka inferior udem, konka
sinistra; foto Rontgen toraks, tanggal media udem, meatus medius tertutup oleh
1/8/2014 di dapatkan kesan kor dan pulmo jaringan nekrotik, krusta, sekret
tak tampak kelainan. Pasien telah dilakukan mukopurulen, pada nasofaring tidak terdapat
biopsi pada hidung kiri di RS Awal Bros post nasal drip dan muara tuba eustachius
tanggal 6/8/2014 dengan hasil sesuai dengan terbuka. Hasil pemeriksaan lab tanggal
jaringan kronik granulomatosa disertai 26/9/2014, dengan hasil Hb: 11,6 g/dl, Ht:
mikosis profunda yang dapat disebabkan oleh 36,5 g/dl, leukosit: 11.95 ribu/µl, trombosit
Zigomikosis DD/ Basidiobolus 210.000 ribu/µl, gula darah puasa 138 mg/dl,
meristosporus. Pasien kemudian dirujuk ke gula darah 2 jam post prandial 294 mg/dl,
RSCM untuk tatalaksana lebih lanjut. HDL 42 LDL: 150 ureum: 49, kreatinin 66,4
Na; 144, K:2,95, Cl: 91,9.
Pasien datang ke poli Rrinologi dengan
keluhan hidung berbau, disertai dengan mata
kiri merah, diikuti dengan penglihatan mulai
buram dan penurunan penglihatan, pasien
juga mengeluh bersin-bersin sejak 2 bulan
yang lalu. Hidung kiri dirasa tersumbat sejak
dua bulan, rasa lendir mengalir di tenggorok
dan gangguan penciuman tidak ada. Keluhan
sakit kepala, nyeri dahi dan wajah maupun
riwayat bersin di pagi hari, riwayat bersin
bila terkena debu, dan hidung gatal tidak ada,
Riwayat gigi berlubang disangkal. Riwayat
pemakaian obat antibiotik jangka panjang
dan pemakaian obat semprot hidung
disangkal. Pasien memiliki riwayat kencing
manis selama 3 tahun tidak berobat rutin.

Universitas Indonesia 4
Gambar 1. Tomografi komputer potongan oftalmoplegia, papil atrofi sinistra karena
axial massa intra orbita, Hasil konsul Penyakit
Dalam pasien didapatkan hipertensi
terkontrol, diabetes mellitus tipe 2 dengan
regulasi insulin dan hipokalemia. Pasien
mendapatkan terapi KSR 3x600 mg,
captopril 2x25 mg, IVFD Nacl 0.9% 500 cc
+ KCL 12,5 / 8 jam.
Setelah tiga hari dirawat, pada tanggal
29/9/2014, pasien di bawa ke poli Rinologi
untuk dilakukan evaluasi nasoendoskopi, dan
didapatkan pada hidung kanan rongga hidung
sempit, konka inferior hipertropi, konka
media eutrofi, meatus medius tertutup, sekret
tidak ada, prosessus unsinatus medial, pada
nasofaring terdapat post nasal drip, septum
Gambar 2. Tomografi komputer potongan
terdapat deviasi 1/3 anterior. Pada hidung
coronal
kiri, kavum nasi lapang, konka inferior tidak
Hasil Tomografi Komputer potongan koronal ada, konka media eutrofi, meatus medius
dan aksial pada tanggal 27/9/2014 tertutup, tampak sekret mukopurulen pada
didapatkan konka inferior kiri terdestruksi, resesus sfenoetmoid dan defleksi prosesus
kompleks osteomeatal kiri tertutup, unsinatus medial, pada daerah nasofaring
penebalan mukosa sinus maksila sinus terdapat sekret purulen, septum lurus. Dari
etmoid, frontal dan sinus sfenoid terutama hasil evaluasi pasien di rencanakan akan di
kiri, Pasien didiagnosa dengan rinosinusitis lakukan bedah sinus endoskopi fungsional
jamur akut invasif dengan komplikasi orbita. dan debridemen di OK IBP RSCM.

Pasien dirawat selama lima hari diruang Pasien dilakukan operasi Bedah Sinus
rawat diberikan terapi seftriakson 2x1 gram Endoskopik Fungsional dan debridemen pada
intravena, cuci hidung NaCl 0,9 % 2 kali tanggal 30/9/2014. Dilakukan prosedur
sehari sebanyak 30 cc, Avamys nasal spray 2 operasi unsinektomi pada hidung kiri, dan
kali 1 semprot hidung kiri selama lima hari. dilanjutkan dengan middle meatal
Diruang perawatan pasien dikonsulkan ke antrotosmi, tampak mukosa sinus maksila
departemen mata divisi infeksi, departemen licin, tidak tampak jamur. Dilanjutkan
Neurologi dan department Ilmu Penyakit dengan etmoidektomi anterior, pengangkatan
Dalam. Hasil konsul mata divisi infeksi bula etmoid hingga tampak lamina basalis,
terdapat papil atrofi OS ec supresi N.II, kemudian di lanjutkan tindakan
parese N.II, III, IV, V, VI, suspek orbital etmoidektomi posterior. Dilakukan evaluasi
apex syndrome, saat ini tidak ada tindakan tampak sekret mukopurulen pada sinus
khusus di bidang infeksi dan imunologi mata, ethmoid, tampak jaringan keputihan pada
saran konsul ke divisi Onkologi mata. Hasil lamina papirasea, keras, tidak mudah
konsul dari onkologi mata, orbital apex berdarah. Dilakukan evaluasi tampak resesus
syndrom ec mucormycosis retrobulbar, papil frontal terbuka, sekret mukopurulen.
atrofi os, saat ini tidak ada terapi khusus Kemudian di lakukan sfenoidotomi, tampak
dalam bidang onkologi mata. Hasil konsul mukosa sinus sfenoid licin, dilakukan
neurologi terdapat nyeri neuropatik dan pemasangan spongostan pada meatus medius

Universitas Indonesia 5
kemudian terakhir dilakukan pemasangan 7.8/Ht 23.0/ eritrosit 2.74/ trombosit 161.000/
tampon net cell 0/1. Jaringan yang didapat leukosit 6.30 / SGOT 10 / SGPT 6 / Na 146 /
pada operasi di kirim ke Departemen K 3.77 / Cl 111.3
Patologi Anatomi RSCM,
Pasien dilakukan TK orbita pada tanggal
Pasca dilakukan operasi bedah sinus 16/10/2014 di RSCM dengan perselubungan
endoskopi fungsional, pasien di kosulkan ke sinus frontal kiri berkurang, destruksi
Departemen Ilmu Penyakit Dalam divisi dinding medial sinus maksila kiri,
Tropik Infeksi untuk evaluasi dan tatalaksana perselubungan sinus etmoid dan sfenoid kiri,
fokus infeksi. Dari hasil konsultasi di dapat serta perluasan sinusitis yang mencapai
kesimpulan pasien kemudian diterapi dengan retrobulbar kiri.
anti jamur amfoterisin B sesuai protokol pada
tanggal 1 Oktober 2014 yang disesuaikan Pasien diperbolehkan pulang setelah
berat badan pasien 60 kg. pemberian Amfoterisin selama 10 hari,
dengan terapi valsartan 2x160 mg,
Protokol pemberian amfoterisin B, hari simvastatin 1x20 mg, lantus 1x10 mg,
pertama pasien dilakukan rehidrasi NaCl novorapid 4-6-4, asam folat 2x1 mg,
0,9% 500cc selama 8 jam, premedikasi neurodex 2x1 dan obat cuci hidung Nacl 0,9
dexamethason 1 amp, dan ranitidin 1 amp, % 3 dd 20 cc.
pemberian Amfoterisin B 1mg drip dalam
dextrose 5% 100cc selama 6jam, dilanjutkan Pada anamnesis saat pasien pulang, pasien
pemberian Amfoterisin B 5 mg didrip dalam mengatakan keluhan nyeri, dan hidung
dextrose 5% 100cc selama 6jam, kemudian tersumbat sudah jauh berkurang, sudah tidak
bilas dengan RL 100 cc. Hari kedua ada lagi sekret yang keluar dari hidung
pemberian amfoterisin B dengan dosis sebelah kiripenciuman sudah mulai ada. Dari
dinaikkan menjadi 15 mg didrip dalam pemeriksaan THT di saat pasien pulang
dextrose 5% 100 cc selama 6 jam, kemudian didapatkan hidung kanan, kavum nasi lapang,
dibilas denga Nacl 0,9 . Hari ketiga dosis sekret tidak ada, konka inferior eutrofi,
Amfoterisin B dinaikkan menjadi 25 mg septum deviasi tidak ada. Pada hidung kiri di
didrip dalam dextrose 5% 100 cc selama 6 dapatkan kavum nasi lapang, tampak krusta,
jam. Hari keempat dosis Amfoterisin B sekret tidak ada.
dinaikkan menjadi 50 mg didrip dalam
Pasien dianjurkan kontrol ke poli THT setiap
dextrose 5% 100 cc selama 6 jam dan
2x dalam sebulan untuk pembersihan hidung,
dipertahankan hingga hari ke sepuluh.
evaluasi progresifitas dan kekambuhan serta
Selama pemberian amfoterisin B pasien pengontrolan kadar gula darah ke poli
dipantau tanda-tanda vital, pemeriksaan Penyakit Dalam, divisi Metabolik Eendorin
elektrolit dan fungsi ginjal. Pada tanggal 12 RSCM, dan Kontrol ke Departemen Ilmu
September 2014 mulai diberikan obat cuci Penyakit Mata RSCM Kirana. Pasien tidak
hidung topikal Amfoterisin B 50 mg dalam 1 pernah kontrol kembali ke RSCM karena
liter dekstrosa 5% yang digunakan 4 kali masalah biaya.
sehari 20cc.
Hasil PA RSCM 06/10/2014: gambaran Diskusi
histologi sesuai dengan sinusitis yang di
sebabkan oleh mukormikosis. Pasien di Rinosinusitis jamur adalah salah satu
lakukan pengecekan darah lengkap ulang penyakit hidung yang jarang, tetapi akhir-
pada tanggal 13/10/2014 dengan hasil Hb akhir ini kasus rinosinusitis jamur makin

Universitas Indonesia 6
banyak di temukan. Hal ini membuat pada 90% kasus. Tanda-tanda dan gejala lain
penyakit ini menjadi salah satu pokok yang tidak spesifik termasuk rinore, hidung
bahasan yang menarik di kalangan dokter tersumbat, nyeri wajah, mati rasa wajah,
ahli THT. diplopia, sakit kepala, kejang, kelainan saraf
kranial, dan borok dari hidung, wajah, atau
Rinosinusitis jamur berdasarkan gambaran mukosa palatum. Penyakit ini menunjukkan
histopatologinya dikelompokan menjadi angka mortalitas yang tinggi, sehingga
rinosinusitis jamur akut invasif fulminan, diagnosis harus di tegakkan lebih awal.
rinosinusitis jamur kronis invasif, Setiap pasien immunokompromais dengan
rinosinusitis jamur kronis granulomatosa, demam dan terdapat satu gejala dari
fungus ball dan rinosinusitis jamur alergi.14 sinonasal, harus menjalani evaluasi untuk
rinosinusitis jamur invasif. 14
Rinosinusitis jamur akut invasif fulminan
mempunyai perjalanan penyakit yang cepat, Jamur merupakan suatu kelompok
perjalanan penyakitnya hanya memerlukan independen yang memiliki kesamaan
waktu beberapa hari atau bulan. Rinosinusitis tingkatan dengan tumbuhan dan hewan.
jamur akut invasif fulminan, terjadi ketika Jamur dan ragi dapat menghasilkan penyakit
infeksi jamur mulai menyerang jaringan bagi manusia pada individu yang
mukosa. Pasien biasanya menderita imunokompromais dan imunokompeten.
immunokompromais dengan penyakit seperti Jamur sering menjadi penyebab penyakit
diabetes mellitus, AIDS, keganasan sinonasal, meskipun kadang-kadang bisa
hematologi, anemia aplastik, transplantasi disebabkan oleh ragi.15
organ, atau kemoterapi dan steroid. Pada Berdasarkan bentuknya jamur dibagi menjadi
pemeriksaan kultur jamur, etiologi yang tipe jamur yeast atau ragi dan molds. Yeast
paling umum adalah dari Mucoraceae sp bertumbuh kembang melalui sel tunggal
(biasanya Rhizopus) atau Aspergillus secara aseksual, sedangkan molds bertumbuh
fumigatus, bersifat angioinvasif, kembang dengan bentuk filamen panjang
mendestruksi tulang dan jaringan. Penyakit (hyphae) dan mycelium. Beberapa hifa
ini memiliki tingkat mortalitas yang relatif membentuk dinding tranversal (septae
tinggi. 14 hyphae). Pertumbuhan dalam bentuk mold
memproduksi koloni filamentosa multisenter.
Pasien pada laporan kasus ini datang dengan Koloni ini mengandung tubulus silindris dari
keluhan hidung berbau sejak 3 bulan yang 2-10 mm. Beberapa hifa terbagi oleh dinding
lalu, keluhan disertai mata kiri merah. Sejak pemisah atau septa yang terbentuk secara
2 bulan sebelumnya penglihatan mata kiri interval. Ragi merupakan sel tunggal
dan persepsi cahaya tidak ada. Hidung berbentuk bulat atau elips, diameternya
tersumbat ada di sisi kiri dan tidak terdapat bervariasi dari 3-15 mm. Kebanyakan ragi
ingus yang mengalir di tenggorok. Gangguan bereproduksi melalui pertunasan. Spesies
penciuman tidak ada. Pada pasien ini juga yang gagal melepaskan diri menghasilkan
menderita diabetes mellitus tipe 2 yang tidak ragi rantai panjang disebut pseudohifa. 15
terkontrol, imunokompromais tersebut yang
menjadi faktor predisposisi terjadinya Komponen penting lainnya dari organisme
rinosinusitis jamur. jamur adalah spora. Spora adalah struktur
reproduksi yang dapat diproduksi dalam
Demam adalah salah satu tanda yang paling kondisi yang tidak menguntungkan. Spora
umum dari infeksi awal seperti yang terlihat dapat bertahan pada berbagai kondisi yang

Universitas Indonesia 7
merugikan dan tersebar luas di seluruh dianjurkan bila terjadinya keterlibatan orbita
lingkungan. Setelah spora ini terkena atau intrakranial atau adanya erosi dasar
lingkungan yang menguntungkan, mereka tengkorak dari pemeriksaan tomografi
mulai tumbuh. Inhalasi spora dianggap komputer sebelumnya.16
sebagai cara utama organisme jamur
mencapai sinonasal. 15 Hal ini sesuai dengan kasus, yang dapatkan
Penyebab rinosinusitis jamur pada pasien ini gambaran dari pemeriksaan tomografi
sesuai dengan kepustakaan yang mengatakan komputer di dapatkan mukosa dari kavum
bahwa penyebab tersering dari rinosinusitis nasi yang menebal dan adanya tampak
jamur adalah mucor dan rhizopus. perselubungan pada seluruh sinus paranasal
Penegakkan diagnosis rinosinusitis jamur seperti sinus etmoid, sfenoid dan frontal.
akut invasif berdasarkan dari anamnesis, Fungsi dari tomografi komputer juga bisa
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan untuk melihat apakah adanya erosi pada
penunjang. tulang, perluasan penyakit dan destruksi pada
tulang.
Menurut kepustakaan gambaran tomografi
komputer dari rinosinusitis jamur akut invasif Penatalaksanaan dari rinosinusitis akut
di temukan mirip keganasan dimana terjadi invasif wajib disertai diagnosis dini, terapi
destruksi dinding sinus dan jaringan anti jamur yang sistemik terapi pembedahan
sekitarnya akibat mucormikosis atau invasive yang agresif dan pengobatan dari penyakit
aspergilosis. Pada tahap awal tampak dasar yang terkontrol.
penebalan mukosa sinus tanpa air-fluid
level, stadium lanjut ditandai destruksi tulang Anti jamur sistemik yang biasa digunakan
dinding sinus akibat nekrosis dari mukosa dalam terapi rinosinusitis jamur adalah
sinus. amfoterisin B (AmB). Amfoterisin B adalah
terapi utama dalam pengelolaan infeksi jamur
Tomografi komputer lebih baik dalam sistemik yang kronis, walaupun toksisitas
mendeteksi kerusakan tulang, sementara MRI obat ini tinggi, sehingga perlu dilakukan
lebih baik dalam mendeteksi adanya invasi pemantaun yang baik. Pertama kali
mukosa/ kulit serta keterlibatan organ orbita diperkenalkan pada pertengahan 1950
atau intrakranial. Gambaran Tomografi sebagai obat anti jamur yang efektif untuk
komputer pada awal penyakit rinosinusitis mikosis sistemik dan telah digunakan sebagai
jamur akut invasif terlihat seperti penebalan baku emas obat antijamur sejak tahun 1960.
mukosa rongga hidung tanpa air fluid level, AmB telah menjadi andalan terapi antijamur
sedangkan tanda klasik erosi tulang atau untuk mengobati infeksi jamur yang
ekstensi pada ekstrasinus belum terlihat jelas. mengancam jiwa. Cara kerja amfoterisin
Tomografi komputer juga dapat menilai adalah merusak membran sel jamur dengan
keparahan dari tingkat penyakit, penebalan berikatan dengan ergosterol. Amfoterisin
mukosa unilateral dan penebalan gambaran mempermudah peningkatan permeabilitas
lemak periantral.13 dan kebocoran intraseluler, yang dapat
mengakibatkan kematian sel jamur. 16
Pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging
(MRI) dapat mendeteksi peningkatan Pada rinosinusitis jamur akut invasif
leptomeningeal dengan keterlibatan pemberian amftoterisin B dimulai dengan
intrakranial dan pembentukan granuloma.13 dosis 1 mg / kg / hari. Pemantauan ketat
Magnetic Resonance Imaging (MRI) fungsi ginjal sangat penting karena pada saat
ini 80% dari pasien akan menderita
Universitas Indonesia 8
nefrotoksisitas. Bentuk berbasis lipid dari menderita ketoasidosis diabetik (KAD),
amfoterisin B tersedia, tetapi lebih mahal. ketoasidosis diabetik harus diperbaiki
Namun, memiliki efek samping yang kurang, sesegera mungkin karena hal ini akan
dan konsentrasi yang lebih tinggi dari obat meningkatkan kelangsungan hidup sebesar
dapat dipertahankan. Jika mukoemikosis 80% jika dikoreksi segera. Penggunaan
tidak terlibat, antijamur seperti vorikonazol transfusi sel darah putih dan granulosit
dan itrakonazol dapat digunakan. stimulating faktor untuk mempertahankan
Mukormikosis tahan terhadap obat ini. Selain neutrofil harus dilakukan karena penurunan
antijamur sistemik, irigasi sinus dengan dari neutrofil berhubungan dengan prognosis
amfoterisin B harus dilakukan, potensi yang jauh lebih buruk.17
manfaat irigasi tersebut sangat lebih besar
daripada risiko.16 Pada penyakit rinosinusitis jamur akut
Nistatin sama seperti Amfoterisin B yaitu invasif, jika pengobatannya terlambat akan
suatu anti jamur yang digunakan secara menyebabkan komplikasi ke intrakranial dan
topikal kerena toksisitasnya tinggi. orbita. Dari semua sinus yang ada di di
Mekanisme kerjanya mirip dengan yang daerah wajah, sinus frontal merupakan
Amfoterisin B dapat membantu melekatkan daerah sinus yang paling sering terkena
ke sterol didalam membran sel untuk akibat adanya komplikasi yang kemudian di
mengganggu regulasi permeabilitas sel, ikuti oleh sinus etmoid, sfenoid dan maksila.
biasanya diberikan dalam 100.000 hingga Beberapa membagi komplikasi orbita pada
200.000 U/hari. Anti fungal golongan azol sinusitis menjadi 5 tingkatan yaitu selulitis
terdapat 4 golongan yang dapat dipergunakan preseptal, selulitis orbita, abses orbita dan
secara sistemik, yaitu ketokonazol, trombosis sinus kavernosus. Komplikasi lain
itrakonazol, flukonazol dan variconazol. yang sering terjadi pada tubuh manusia jika
Golongan azol bersifat fungistatik termasuk tidak terobati dengan benar adalah abses
imidazol (klotrimazol, ketokonazol, epidural, abses otak, meningitis dan empiema
mikonazol) dan triazol (flukonazol dan subdural.
intrakonazol). Toksisitas golongan azol
sangat bervariasi tergantung spesifitas dalam Pada pasien ini telah mendapat terapi
mengikat ergosterol pada sel jamur. Karena amfoterisin B sesuai protokol. Tatalaksana
besarnya toksisitas, absorpsi yang kurang sinusitis jamur akut invasif harus dilakukan
baik serta spektrum aktifitas yang kurang secara menyeluruh dan hingga tuntas, yaitu
maka sekarang sudah jarang digunakan. mengobati penyakit dasarnya, pemberian
Kelompok obat-obatan ini tidak mempunyai antijamur intravena, debridemen luas pada
efek samping nefrotoksik seperti amfoterisin semua lokasi yang terkena, dan pengawasan
B. Golongan triazol memiliki profil yang ketat, untuk mencegah rekurensi.
keamanan yang lebih baik dan umum
digunakan untuk penyakit sistemik. Semua Kesembuhan rinosinusitis jamur invasif akut
azol bekerja dengan menghambat enzim akan lebih baik dengan ketepatan diagnosis
sitokrom P-450 bergantung yang diperlukan dan pengobatan awal Gejala, tanda klinis,
untuk mengkonversi lanosterol ke gambaran tomografi komputer dan
ergosterol. 16 histopatologi sangat berperan besar dalam
menegakkan diagnosis. Tingginya angka
Salah satu aspek yang paling penting dari mortalitas pada pasien dengan sinusitis jamur
manajemen medis adalah perbaikan status invasif dapat mencapai 50 %, walaupun telah
imun pasien. Pada penderita diabetes yang mendapatkan terapi yang sesuai. Kasus
rinosinusitis jamur invasif akut dengan
Universitas Indonesia 9
komplikasi ke orbita atau ke intrakanial perspective. Histopathology. 2009. 54,
mempunyai progonosis yang lebih buruk. 854–859.
10. Adelson RT, Marple BT. Fungal
Rhinosinusitis. In: Bailey BJ, Johnson JT,
Newlands SD, editors. Head and neck
DAFTAR PUSTAKA surgery- Otolaryngology. Lippincott
Williams & wilkins. 2005; 418-28.
1. Netkovski J, Shirgoska B, Fungal 11. C. A. Callejas, R. G. Douglas. Fungal
Rhinosinusitis, Sec. Biol. Med. Sci., rhinosinusitis: what every allergist should
XXXIII/1. 2012, 187–197. know. Clinical & Experimental Allergy,
2. Fikret Kasapoglu, MD, Hakan Coskun, 43, 835–849.
Et al. Acute invasive fungal 12. Gleinser D, Maeso P. Fungal Sinusitis.
rhinosinusitis: Evaluation of 26 patients Grand Rounds Presentation. The
treated with endonasal or open surgical University of Texas Medical Branch,
procedures. Otolaryngology–Head and Departmentof Otolaryngology. January
Neck Surgery .2010. 143, 614-620, 2012
3. Posteraro. B et al. Eosinophilic fungal 13. Ghannoum M, Perfect JR. Antifungal
rhinosinusitis due to the unsual pathogen Therapy. Informa healthcare USA.
Curvularia inaequalis. The Author 2010; 362-4.
compilation. Mycoses. Balackwell 14. Hefner D. Allergic Fungal Sinusitis is
publishing ltd. 2009. P84-8. Histopathologic Diagnosis: Paranasal
4. Adelson RD, Marple BF. Fungal Mucocele is Annals of diagnostic. 2004;
Rhinosinusitis: Stage of the art diagnosis 316-23.
and treament. 2005; 18-22. 15. Mccaffrey. Diagnosis Of Fungal
5. Young Np, dyck JB, Widjick EFM. Sinusitis. In : Rhinologic Diagnosis And
Locked in syndrome due to invasive Treatment Thomas V. Mccaffery.
fungal rhinosinusitis in an Thieme. New York Stuttgart; 1997. p.
immunocompresed patient. Lippincott 317 – 33.
Wiliams & wikin. Vol 13. 2007; 158-60. 16. Ashok K Gupta, Nishit Shah. Et Al.
6. Dennis D, Robertson, Curtis L, Black J. Clinical Rhinology: An International
Fungal exposure endorkrinopathy in Journal, May-August. 2012; 72-86.
sinusitis with growth hormone 17. Ghannoum M, Perfect JR. Antifungal
deficiency: Dennis- Robertson Therapy. Informa healthcare USA.
syndrome. Jornal permission nav. 2010; 362-4.
2009; 669-80.
7. Mowry S, Bhuta S, wang M. Pathologic
features of non- invasive fungal
rhinosinusitis. The open
otorhinolaryngology journal. 2008; 7-12.
8. Apuhan T, Kucukbayrak A, Hakyeemez
I. Fungal sinusitis in immunocomprised
host. African J Microbiology Research.
Vol 5. 2011; 1577-80.
9. Ashim Das, Amanjit Bal. Spectrum of
fungal rhinosinusitis; histopathologist’s

Universitas Indonesia 10

Anda mungkin juga menyukai