Anda di halaman 1dari 19

inside!

Rabu, 07 April 2010


RHINOSINUSITIS (SINUSITIS)

BAB I

PENDAHULUAN

Sinusitis merupakan masalah kesehatan yang cukup sering dijumpai pada


praktik sehari-hari dokter umum maupun dokter spesialis THT. Menurut
American Acadenny of Otolaryngology - Head & Neck Surger 1996, istilah
sinusitis lebih tepat diganti dengan rinosinusitis karena dianggap lebih
akurat dengan alasan:

(1) secara embriologis mukosa sinus merupakan lanjutan mukosa hidung,

(2) sinusitis hampir selalu didahului dengan rinitis, dan

(3) gejala-gejala obstruksi nasi, rinore dan hiposmia dijumpai pada rinitis
[1]
ataupun sinusitis.
Sinusitis bisa disebabkan oleh bakteri, virus, dan jamur. Streptococcus
pneumoniae, Haemophillus influenza, dan Streptococcus group A
merupakan contoh bakteri yang dapat menyebabkan sinusitis. [1] Selain
bakteri tersebut ada juga bakteri anaerob yang dapat menyebabkan
sinusitis yaitu fusobakteria. Untuk virus yang dapat menyebabkan
[2]
sinusitis adalah Rhinovirus, influenza virus, dan parainfluenza virus.

Sinusitis dapa dibedakan menjadi dua yaitu sinusitis akut dan kronis.
Penyebab terjadinya sinusitis akut dan kronis pun berbeda. Untuk sinusitis
akut itu biasanya terjadi karena rhinitis akut, faringitis, tonsilitis akut dan
lain-lain. Gangguan drainase, perubahan mukosa, dan pengobatan
[3]
merupakan penyebab terjadinya sinusitis kronis.

Sinusitis menjadi masalah kesehatan penting hampir di semua Negara


dan angka prevalensinya makin meningkat tiap tahunnya1. Sinusitis paling
sering dijumpai dan termasuk 10 penyakit termahal karena membutuhkan
biaya pengobatan cukup besar.[4] Kebanyakan penderita rhinosinusitis ini
[5]
adalah perempuan. Prevalensi sinusitis di Indonesia cukup tinggi. Hasil
penelitian tahun 1996 dari sub bagian Rinologi Departemen THT FKUI-
RSCM, dari 496 pasien rawat jalan ditemukan 50 persen penderita
sinusitis kronik. Pada tahun 1999, penelitian yang dilakukan bagian THT
FKUI-RSCM bekerjasama dengan Ilmu Kesehatan Anak, menjumpai
prevalensi sinusitis akut pada penderita Infeksi Saluran Nafas Atas (ISNA)
sebesar 25 persen. Angka tersebut lebih besar dibandingkan data di
[6]
negara-negara lain.

Untuk pemeriksaan fisik, dilakukan pemeriksaan dengan rinoskopi anterior


pada rinosinusitis akan tampak adanya ingus yang purulen atau post
nasal drip pada pemeriksaan faring. Adapun pemeriksaan penunjang
antara lain transiluminasi, radiologi, endoskopi, kultur bakteri.
[1]
Pungsi/aspirasi sebaiknya dilakukan setelah tanda akut mereda. Gejala
khas kelainan pada sinus adalah sakit kepala yang dirasakan ketika
penderita bangun pada pagi hari. Sementara gejala lainnya adalah
demam, rasa letih, lesu, batuk dan hidung tersumbat ataupun berlendir.
Sakit pada muka di sekitar mata. Dan juga dapat mengalami kesulitan
membedakan aroma atau bahkan mencium bau sama sekali

Pada daerah ini jika Anda mengetuk tulang atau menundukkan kepala,
muka akan terasa sakit. Diganosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala,
foto rontgen sinus dan hasil pemeriksaan fisik. Diagnosis banding sinusitis
akut meliputi rinitis akut (common cold) dan Neuralgia trigeminal,
rhinovirus, sinus tumor (polip), dan ISNA

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DESKRIPSI KASUS

Pada tanggal 18 Maret 2010, seorang pasian datang ke poliklinik THT


RS Sanglah, Denpasar. Adapun identitas pasien adalah sebagai
berikut:

Nama : Kadek Yuliarta

Umur : 24 tahun

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Jl. Tunjung No. 32, Denpasar

Pasien datang dengan keluhan utama hidung tersumbat, sering pilek


yang hilang timbul, dan telinga terasa penuh. Selain itu pasien juga
merasa ada cairan yang bergerak ditenggorokannya. Setelah
dilakukan anamnesis, diperoleh data bahwa hidung tersumbat yang
diderita pasien telah terjadi sejak 1 tahun yang lalu. Kadang pasien
juga bersin-bersin, dan pipi kanan dan kiri terasa tegang yang telah
dirasakan sejak 5 bulan yang lalu. Telinga kanannya terasa penuh
sejak 1 bulan.

Dari hasil pemeriksaan fisik, ditemukan adanya gangguan


pendengaran (lateralisasi) pada tes pendengaran telinga kiri. Selain
itu, pada terjadi deviasi septum kearah kanan. Pada mukosa hidung
berwarna merah yang mengindikasikan peradangan. Terdapat
pembengkakan pada konka. Tida ada data tentang riwayat
pengobatan dan penyakit ini sebelumnya. Tidak ada riwayat keluarga
yang menderita atau pernah menderita rhinosinusitis ini. Data
pendukung dari kasus ini adalah adalah waters X-Ray.

2.2 DISKUSI DENGAN GAMBARAN UMUM TEORITIKAL


2.2.1 Definisi
Sinusitis dikarakteristikkan sebagai suatu peradangan pada sinus
paranasal. Sinusitis diberi nama sesuai dengan sinus yang terkena. Bila
mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis. Bila mengenai semua
sinus paranasalis disebut pansunusitis. Disekitar rongga hidung
terdapat empat sinus yaitu sinus maksilaris (terletak di pipi), sinus
etmoidalis (kedua mata), sinus frontalis (terletak di dahi) dan sinus
sfenoidalis (terletak di belakang dahi). Sinusitis selalu melibatkan
mukosa pada hidung dan jarang terjadi tanpa disertai dengan rhinitis
maka sering juga disebut rhinosinusitis) .[1,7] Berdasarkan definisi, gejala
acute rhinosinusitis terjadi kurang dari 3 minngu, gejala subacute
rhinosinusitis terjadi paling tidak 21-60 hari dan gejala chronic
rhinosinusitis terjadi lebih dari 60 hari. Rhinosinusitis dapat
diklasifikasikan berdasarkan tempat anatomi (maxillary, ethmoidal,
frontal, sphenoidal), organisme patogen (viral, bacterial, fungi), adanya
komplikasi (orbital, intracranial) dan dihubungkan dengan beberapa
faktor (nasal polyposis, immunosupression, anatomic variants).

2.2.2 Epidemiologi
Rhinosinusitis mempengaruhi sekitar 35 juta orang per tahun di
Amerika dan jumlah yang mengunjugi rumah sakit mendekati 16 juta
[5,8]
orang. Menurut National Ambulatory Medical Care Survey (NAMCS),
kurang lebih dilaporkan 14 % penderita dewasa mengalami
rhinosinusitis yang bersifat episode per tahunnya dan seperlimanya
sebagian besar didiagnosis dengan pemberian antibiotik. Pada tahun
1996, orang Amerika menghabiskan sekitar $3.39 miliyar untuk
pengobatan rhinosinusitis.[5,9] Sekitar 40 % acute rhinosinusitis
merupakan kasus yang bisa sembuh dengan sendirinya tanpa
diperlukan pengobatan. Penyakit ini terjadi pada semua ras, semua
jenis kelamin baik laki-laki maupun perempuan dan pada semua
kelompok umur.
Chronic rhinosinusitis mempengaruhi sekitar 32 juta orang per
tahunnya dan 11,6 juta orang mengunjungi dokter untuk meminta
pengobatan. Penyakit ini bersifat persisten sehingga merupakan
penyebab penting angka kesakitan dan kematian. Adapun penyakit ini
dapat mengenai semua ras, semua jenis kelamin dan semua umur.
2.2.3 Etiologi
Sinusitis dapat disebabkan oleh beberapa patogen seperti bakteri
(Streptococcus pneumonia, Haemophillus influenza, Streptococcus
group A, Staphylococcus aureus, Neisseria, Klebsiella, Basil gram (-),
Pseudomonas, fusobakteria), virus (Rhinovirus, influenza virus,
parainfluenza virus), dan jamur.
Patogen yang paling sering dapat diisolasi dari kultur maxillary sinus
pada pasien sinusitis akut yang disebabkan bakteri seperti
Streptococcus pneumonia, Haemophillus influenza, dan Moraxella
catarrhalis. Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus dan
bakteri anaerob. Selain itu beberapa jenis jamur juga berperan dalam
patogenesis penyakit ini seperti Mucorales dan Aspergillus atau
Candida sp. Berikut beberapa penjelasan patogen yang berperan
dalam penyakit sinusitis akut :
Streptococcus pneumonia merupakan bakteri gram positif, catalase-
negative, facultatively anaerobic cocci dimana 20 - 43 % dari
[10]
sinusitis akut yang disebabkan bakteri pada kasus orang dewasa.
Haemophillus influenza merupakan bakteri gram negatif, facultatively
anaerobic bacilli. H influenza type B merupakan penyebab pasti
meningitis sampai pemakaian luas vaksin.
Staphylococcus aureus sekarang ini dilaporkan mengalami
peningkatan dalam patogen penyebab sinusitis akut yang
[11]
disebabkan bakteri.
Pada sinusitis kronik ada beberapa bakteri yang telah dapat dilaporkan
yang berperan sebagai penyebab. Namun peran bakteri dalam
patogenesis sinusitis kronik belum diketahui sepenuhnya. Adapaun
beberapa contohnya seperti Staphylococcus aureus, Coagulase-
negative staphylococci , H influenza, M catarrhalis, dan S Pneumoniae.
Disamping itu, ada beberapa jenis jamur yang dapat dihubungkan
dengan penyakit ini seperti Aspergillus sp, Cryptococcus neoformans,
Candida sp, Sporothrix schenckii dan Altemaria sp. Adapun etiologi
yang mungkin dari pasien diatas adalah adanya infeksi dari bakteri. Hal
ini karena pasien mengeluhkan adanya pilek yang kemungkinan
disebabkan oleh bakteri.
2.2.4 Patogenesis
Pada dasarnya patofisiologi dari sinusitis dipengaruhi oleh 3 faktor
yaitu obstruksi drainase sinus (sinus ostia), kerusakan pada silia, dan
kuantitas dan kualitas mukosa. Sebagian besar episode sinusitis
disebabkan oleh infeksi virus. Virus tersebut sebagian besar
menginfeksi saluran pernapasan atas seperti rhinovirus, influenza A
dan B, parainfluenza, respiratory syncytial virus, adenovirus dan
enterovirus. Sekitar 90 % pasien yang mengalami ISPA akan
memberikan bukti gambaran radiologis yang melibatkan sinus
paranasal.[4,12] Infeksi virus akan menyebabkan terjadinya udem pada
dinding hidung dan sinus sehingga menyebabkan terjadinya
penyempitan atau obstruksi pada ostium sinus, dan berpengaruh pada
mekanisme drainase dalam sinus.
Selain itu inflamasi, polyps, tumor, trauma, scar, anatomic varian, dan
nasal instrumentation juga menyebabkan menurunya patensi sinus ostia.
Virus tersebut juga memproduksi enzim dan neuraminidase yang
mengendurkan mukosa sinus dan mempercepat difusi virus pada lapisan
mukosilia. Hal ini menyebabkan silia menjadi kurang aktif dan sekret yang
diproduksi sinus menjadi lebih kental, yang merupakan media yang
sangat baik untuk berkembangnya bakteri patogen. Silia yang kurang
aktif fungsinya tersebut terganggu oleh terjadinya akumulasi cairan pada
sinus. Terganggunya fungsi silia tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti kehilangan lapisan epitel bersilia, udara dingin, aliran udara
yang cepat, virus, bakteri, environmental ciliotoxins, mediator inflamasi,
kontak antara dua permukaan mukosa, parut, primary cilliary dyskinesia
(Kartagener syndrome). Adanya bakteri dan lapisan mukosilia yang
abnormal meningkatkan kemungkinan terjadinya reinfeksi atau reinokulasi
dari virus. Konsumsi oksigen oleh bakteri akan menyebabkan keadaan
hipoksia di dalam sinus dan akan memberikan media yang
menguntungkan untuk berkembangnya bakteri anaerob. Penurunan
jumlah oksigen juga akan mempengaruhi pergerakan silia dan aktivitas
leukosit. Sinusitis kronis dapat disebabkan oleh fungsi lapisan mukosilia
yang tidak adekuat, obstruksi sehingga drainase sekret terganggu, dan
terdapatnya beberapa bakteri patogen. Menurut teori,patogenesis pasien
di atas disebabkan oleh deviasi septum. Deviasi septum tersebut
didapatkan dari pemeriksaan fisik.
2.2.5 Manifestasi kilinis
Manifestasi klinis yang khas dari kelainan pada sinus adalah sakit
kepala yang dirasakan ketika penderita bangun pada pagi hari.
Manifertasi klinis yang ditimbulkan oleh sinusitis dapat dibagi menjadi
dua yaitu gejala subyektif (dirasakan) dan gejala obyektif (dilihat).
Gejala subyektif : demam, lesu, hidung tersumbat, sekresi lender
hidung yang kental dan terkadang bau, sakit kepala yang menjalar
dan lebih berat pada pagi hari.
Gejala obyektif kemungkinan ditemukan pembengkakan pada daerah
bawah orbita (mata) dan lama kelamaan akan bertambah lebar
sampai ke pipi.
Sinusitis akut dan kronis memilki gejala yang sama, yaitu nyeri tekan
dan pembengkakan pada sinus yang terkena, tetapi ada gejala tertentu
yang timbul berdasarkan sinus yang terkena :
Sinusitis maksilaris menyebabkan nyeri pipi tepat dibawah mata,
sakit gigi dan sakit kepala
Sinusitis frontalis menyebabkan sakit kepala di dahi
Sinusitis etmoidalis menyebabkan nyeri di belakang dan diantara
mata serta sakit kepala di dahi.
Sinusitis sfenoidalis menyebabkan nyeri yang lokasinya tidak dapat
dipastikan dan bisa dirasakan di puncak kepala bagian depan
ataupun belakang, atau kadang menyebabkan sakit telinga dan
sakit leher.
Pada pasien di atas kemungkinan sinus yang terinfeksi adalah sinus
maksilla berdasarkan dari keluhan pasien. Pada pipi bagian sinistra
pasien juga terdapat udema yang menunjukan penumpukan cairan
pada sinus maksillaris pasien.

2.2.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding


Dalam menegakkan diagnosis penyakit sinusitis baik akut maupun
kronik harus melakukan beberapa langkah seperti anamnesis (riwayat
pasien), pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang lainnya.
Penegakkan diagnosis tersebut harus dilakukan dengan cermat sebab
ini akan sangat mempengaruhi dokter terutama dalam
penatalaksanaan pasien. Berikut langkah-langkah dalam mendiagnosis
sinusitis baik akut maupun kronis.
a) Sinusitis Akut
Anamnesis
Riwayat rhinitis allergi, vasomotor rhinitis, nasal polyps,
rhinitis medicamentosa atau immunodeficiency harus dicari
dalam mengevaluasi sinusitis. Sinusitis lebih sering terjadi
pada orang yang mengalami kelainan kongenital pada
imunitas humoral dan pergerakan sillia, cystic fibrosis dan
penderita AIDS. Sinusitis yang disebabkan oleh bakteri sering
salah diagnosis. Faktanya hanya 4050 % dari kasus yang
[13]
berhasil didiagnosis dengan tepat oleh dokter.
Meskipun kriteria diagnosis sinusitis akut telah ditetapkan, tak
ada satu tanda atau gejala yang kuat dalam mendiagnosis
sinusitis yang disebabkan bakteri. Akan tetapi, sinusitis akut
yang disebabkan bakteri harus dicurigai pada pasien yang
memperlihatkan gejala ISPA yang disebabkan virus yang tidak
sembuh selama 10 hari atau memburuk setelah 57 hari.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, hal-hal yang mungkin kita temui pada
pasien seperti purulent nasal secretion, purulent posterior
pharyngeal secretion, mucosal erythema, periorbital
erythema, tenderness overlying sinuses, air-fluid levels on
transillium of the sinuses dan facial erythema.[6]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
ESR (Erythrocyte Sedimentation Rate) dan C-reactive
protein meningkat pada pasien sinusitis tapi hasil ini
tidak spesifik. Hasil pemeriksaan darah lengkap juga
diperlukan sebagai acuan pembanding. Pemeriksaan
sitologi nasal berguna untuk menjelaskan beberapa hal
seperti allergic rhinitis, eosinophilia, nasal polyposis dan
aspirin sensitivity. Kita juga dapat melakukan kultur
pada produk sekresi nasal akan tepai sangat terbatas
karena sering terkontaminasi dengan normal flora.
Pemeriksaan Imaging
Pemerikasaan ini dilakukan terutama untuk
mendapatkan gambaran sinus yang dicurigai
mengalami infeksi. Ada beberapa pilihan imaging yang
dapat dilakukan yaitu plain radiography (kurang sensitif
terutama pada sinus ethmoidal), CT scan (hasilnya lebih
baik dari pada rontgen tapi agak mahal), MRI (berguna
hanya pada infeksi jamur atau curiga tumor) dan USG
[6]
(penggunaannya terbatas).
b) Sinusitis kronik
Anamnesis
Sinusitis kronik lebih sulit didiagnosis dibandingkan dengan
sinusitis akut. Dalam menggali riwayat pasien harus cermat,
jika tidak maka sering salah diagnosis. Gejala seperti demam
dan nyeri pada wajah biasanya tidak ditemukan pada pasien
sinusitis kronik.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaaan fisik pasien sinusitis kronik ditemukan
beberapa hal seperti pain or tenderness on palpation over
frontal or maxillary sinuses, oropharyngeal erythema dan
purulent secretions, dental caries dan ophthalmic
manifestation (conjunctival congestion dan lacrimation,
proptosis).
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan kultur hapusan nasal tidak memiliki nilai
diagnostik. Kadang-kadang pada hapusan nasal
ditemukan juga eosinopil yang mengindikasikan adanya
penyebab alergi. Pemeriksaan darah lengkap rutin dan
ESR secara umum kurang membantu, akan tetapi
biasanya ditemukan adanya kenaikan pada pasien
dengan demam. Pada kasus yang berat, kultur darah
dan kultur darah fungal sangat diperlukan. Tes alergi
diperlukan untuk mencari penyebab penyakit yang
mendasari.
Pemeriksaan Imaging
Imaging yang tersedia untuk membantu dalam
menegakkan diagnosis sinusitis kronis seperti plain
radiography, CT scan, dan MRI. Prinsip penggunaannya
[3,7]
sama pada sinusitis akut.

Dilihat dari hasil anamnesis pasien seperti yang sudah tertulis diatas,
dan menurut teori tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pasien
menderita sinusitis tipe kronik. Hal ini karena menurut keluhan pasien,
gejala ini sudah muncul sejak 1 tahun yang lalu.
Adapun beberapa diagnosis banding dari masing-masing tipe sinusitis
yaitu :
a) Sinusitis Akut : asthma, bronchitis, influenza, dan rhinitis alergi
b) Sinusitis Kronik : FUO, gastroesophageal reflux diseases, rhinitis
[3]
alergi, rhinocerebral mucormycosis dan acute sinusitis.
2.2.7 Penatalaksanaan dan Follow Up
a) Sinusitis Akut
Tujuan dari terapi sinusitis akut adalah memperbaiki fungsi
mukosilia dan mengontrol infeksi. Terapi sinusitis karena infeksi
virus tidak memerlukan antimikrobial. Terapi standard
nonantimikrobial diantaranya topical steroid, topical dan atau oral
decongestan, mucolytics dan intranasal saline spray.
Berdasarkan pedoman Sinus and Allergy Health Partnership tahun
2000, terapi sinusitis akut yang disebabkan bakteri dikatakorikan
menjadi 3 kelompok :
Dewasa dengan sinusitis ringan yang tidak meminum
antibiotik : Amoxicillin/clavulanate, amoxicillin (1.5-3.5 g/d),
cefpodoxime proxetil, atau cefuroxime direkomendasikan
sebagai terapi awal
Dewasa dengan sinusitis ringan yang telah mendapat antibiotik
sebelumnya 4 6 minngu dan dewasa dengan sinusitis
sedang : Amoxicillin/clavulanate, amoxicillin (3-3.5 g),
cefpodoxime proxetil, atau cefixime
Dewasa dengan sinusitis sedang yang telah mendapat antibiotik
sebelumnya 4 6 minggu : Amoxicillin/clavulanate,
[7]
levofloxacin, moxifloxacin, atau doxycycline.
b) Sinusitis Kronik
Terapi yang dapat dilakukan pertama kali seperti mengontrol faktor-
faktor resiko karena sinusitis kronik memiliki banyak faktor resiko
dan beberapa penyebab yang berpotensial. Selain itu, terapi
selanjutnya yaitu mengontrol gejala yang muncul serta pemilihan
antimikrobial (biasanya oral) yang di pakai.
Tujuan utama dari terapi dengan menggunakan obat yaitu untuk
mengurangi infeksi, mengurangi kesakitan dan mencegah terjadinya
komplikasi. Adapun berikut beberapa contoh antibiotik yang
digunakan seperti :
Vancomycin (Lyphocin, Vancocin, Vancoled) => Adult : 1 g or 15
mg/kg IV q12h, Pediatric : 30-40 mg/kg/d IV in 2 doses
Moxifloxacin (Avelox) => Adult : 400 mg PO/IV qd, Pediatric :
<18 years: Not recommended , >18 years: Administer as in
adults
Amoxicillin (Amoxil, Trimox, Biomox) => Adult : 500 mg to 1 g
[6,9]
PO q8h, Pediatric : 0-45 mg/kg/d PO q8h divided.
Pasien yang telah mendapatkan terapi dan mulai menunjukkan adanya
kemajuan hendaknya tetap dilakukan follow up agar proses
penyembuhan dapat berjalan dengan baik. Adapaun yang perlu
diperhatikan diantaranya minum air secukupnya, hindari merokok,
imbangi nutrisi dan lain-lain. Penatalaksanaan pasien pada kasus
diatas adalah dengan pemberian ambroksol dengan dosis 3 kali sehari
masing-masing 1 tablet. Selain itu, diberikan juga obat dari golongan
psodoefedrin dengan dosis 3 kali sehari masing-masing 1 tablet.
Namun pasien pada kasus diatas, belum dilakukan suatu follow up
mengingat pasien ini baru pertama kali datang ke poliklinik THT Rumah
Sakit Sanglah. Tetapi pasien diatas telah disarankan untuk mengikuti
follow up dengan datang kembali ke poliklinik THT RS Sanglah setiap 1
bulan.
2.8 Prognosis dan Komplikasi
Prognosis untuk penderita sinusitis akut yaitu sekitar 40 % akan
sembuh secara spontan tanpa pemberian antibiotik. Terkadang juga
penderita bisa mengalami relaps setelah pengobatan namun
jumlahnya sedikit yaitu kurang dari 5 %. Komplikasi dari penyakit ini
bisa terjadi akibat tidak ada pengobatan yang adekuat yang nantinya
akan dapat menyebabkan sinusitis kronik, meningitis, brain abscess,
[1,2]
atau komplikasi extra sinus lainnya.
Sedangkan prognosis untuk sinusitis kronik yaitu jika dilakukan
pengobatan yang dini maka akan mendapatkan hasil yang baik. Untuk
komplikasinya bisa berupa orbital cellulitis, cavernous sinus
thrombosis, intracranial extension (brain abscess, meningitis) dan
[1,2,3]
mucocele formation.

BAB III

KESIMPULAN

Dari penjelasan-penjelasan sebelumnya dan dari hasil anamnesis yang


kami dapatkan dari pasien seperti utama hidung tersumbat, sering pilek
yang hilang timbul, dan telinga terasa penuh, serta dari hasil pemeriksaan
fisik yang telah dilakukan dan hasil dari pemeriksaan penunjang, maka
penulis dapat menyimpulkan bahwa pasien tersebut menderita
rhinosinusitis. Adapun penatalaksanaan yang dilakukan kepada pasien
adalah pemberian obat yang terdiri dari ambroksol dengan dosis 3 kali
sehari masing-masing 1 tablet. Selain itu, diberikan juga obat dari
golongan psodoefedrin dengan dosis 3 kali sehari masing-masing 1 tablet.
Adapun follow up yang akan dilaksanakan pada pasien ini adalah dengan
control tiap 1 bulan. Prognosis pasien ini baik apabila pasien rutin
mengikuti follow up dan taat terhadap pengobatan yang diberikan. Untuk
komplikasinya bisa berupa orbital cellulitis, cavernous sinus thrombosis,
intracranial extension (brain abscess, meningitis) dan mucocele formation
Rhinosinusitis

Saat ini penggunaan sinusitis sudah tidak dipakai lagi... diganti dengan istilah
"Rhinosinusitis"... hal ini kenapa??

Beberapa alasan yang mendasari perubahan istilah Sinusitis menjadi Rinosinusitis adalah :
1.Membran mukosa hidung dan sinus secara embriologis satu sama lainnya saling
berhubungan.
2.Sebagian penderita sinusitis juga menderita rinitis.
3.Gejala pilek,buntu hidung dan berkurangnya penciuman ditemukan baik pada sinusitis
maupun rinitis.
4.CT scan penderita common cold menunjukkan inflamasi mukosa yang melapisi hidung dan
sinus paranasal secara simultan.
Beberapa fakta diatas menunjukkan bahwa sinusitis merupakan kelanjutan rinitis.Hal ini
mendukung konsep "one airway disease" yaitu penyakit disalah satu bagian saluran nafas
akan cenderung berkembang ke bagian lain.

Etiologi:
Penyebab utama dan terpenting dari rinosinusitis adalah obstruksi ostium sinus. Faktor lokal
atau sistemik dapat menyebabkan inflamasi atau kondisi yang mengarah pada obstruksi
misalnya : ISPA, alergi, kelainan anatomi,defisiensi imun,paparan bahan iritan dll.

Patofisiologi:
Digambarkan sebagai lingkaran tertutup,dimulai dengan inflamasi mukosa hidung khususnya
kompleks osteomeatal (KOM). Secara skematik sbb:
Inflamasi mukosa hidung --> edem dan eksudasi --> obstruksi ostium sinus --> gangguan
ventilasi dan drainase, resorbsi oksigen yang ada di rongga sinus --> hipoksi (oksigen
menurun, PH menurun, tekanan negatif)--> permeabilitas kapiler meningkat, sekresi kelenjar
meningkat --> transudasi,peningkatan eksudasi
serus, penurunan fungsi silia --> retensi sekresi di sinus, tempat yang baik untuk
pertumbuhan kuman.

Pada anak2 : Rinosinusitis merupakan gejala sisa dari ISPA yang kebanyakan disebabkan
virus. Meskipun infeksi virus secara klinis menyembuh dalam 5-7 hari,akan tetapi kelainan
fungsi silia baru akan kembali normal dalam 4-6 minggu. Defisiensi Ig mengakibatkan
rinosinusitis berulang,demikian juga adanya gangguan transpor mukosiliar pada kistik
fibrosis.
Pada dewasa : rinitis alergi merupakan faktor predisposisi penting, terutama pada
Rinosinusitis kronis (80%).
Deviasi septum,hipertrofi konka media dan konka bulosa merupakan patologi yang sering
ditemukan di kompleks osteome atal,yang menyebabkan obstruksi ostium sinus --> gangguan
drainase dan ventilasi --> Rinosinusitis kronis.

DIAGNOSA KLINIK RINOSINUSITIS :


Menurut Task Force on Rhinosinusitis of The American Association of Otolaryngology Head
and Neck Surgery gejala klinik digolongkan menjadi :
1.Gejala major:
a.Nyeri daerah muka
b.Rasa penuh daerah muka
c.Buntu hidung
d.Pilek purulen/post nasal drip
e.Hiposmia/anosmia
f. Panas

2.Gejala minor :
a.Sakit kepala
b.Bau
c.Nyeri gigi
d.Rasa capai
e.Batuk
f. Nyeri/rasa penuh di telinga

Curiga Rinosinusitis bila dijumpai 2 atau lebih gejala major atau dijumpai 1 gejala major dan
2 gejala minor.

Apa yang perlu dilakukan bila curiga rinosinusitis ??


Tahap I : Periksa rinoskopi anterior
- Mukosa konka edem dan hiperemi
- Sekret mukopurulen di kavum nasi
- Sekret mukopurulen di meatus medius
- Perhatikan kelainan anatomis
Tahap II : X foto Waters
- Mukosa sinus edem
- Air fluid level
- Perselubungan menyeluruh
- Mukokel/polip
Tahap III : Evaluasi faktor penyebab/underlying disease
- Alergi
- Infeksi
- Kelainan anatomis
- Lingkungan
- Asma

Terapi :
Prinsip terapinya adalah: mengobati infeksi yang ada dan mengembalikan fungsi drainase &
ventilasi ostium sinus.

1.Medikamentosa :
a.Antibiotika
Pada RSA bakteri yang berperan adalah streptokokus pneumoni, hemofilus influenzae dan
moraxella catarrhalis.
Pada RSK bakteri yang berperan adalah pseudomonas aeroginosa, staphylococcus aureus dan
kuman anaerob.
Pemberian untuk RSA : 14 hari; RSK 3-6 minggu
b.Simptomatis
- Dekongestan : oral/lokal : vasokonstriksi -->ostium terbuka -->fungsi drainase dan ventilasi
kembali.
- Kortikosteroid intra nasal: pada Rinitis Alergi berefek anti inflamasi, menghilangkan edem
ostium sinus,menormalkan fungsi silia, mencegah migrasi eosinofil.
- Antihistamin
- Analgesik/antipiretik, Diatermi: penurunan edem,sekret lebih encer,vasodilatasi
memperbaiki drainase dan ventilasi sinus maksila
- Lain2 : sekretolitik, nebuliser

2.Operatif :
Terapi bedah untuk berbagai sinus adalah sebagai berikut :
- Sinus maksila : irigasi sinus,nasal antrostomi,Caldwell Luc
- Sinus etmoid : etmoidektomi intra/ekstra nasal
- Sinus frontal : intra/ekstra nasal,fronto-etmoidektomi
- Sinus sfenoid : trans nasal
- Irigasi sinus :(Antral lavage)
Kegagalan sinus maksila untuk membersihkan sekret atau produk infeksi dg terapi medis -->
mucociliary blanket rusak atau obstruksi ostium sinus --> retensi didalam antrum.
Pada kondisi ini irigasi akan membuang produk infeksi spt. Jaringan nekrotik,
kuman,toksin,debris.Juga dapat dilakukan pemeriksaan kultur atau sitologi.Irigasi juga akan
membantu ventilasi dan oksigenasi sinus.
Irigasi pertama kali dilakukan oleh Hartman pada tahun 1885 melalui meatus medius
;sekarang lebih disukai melalui meatus inferior.

Nasal antrostomi:(Naso antral window)


Indikasi tindakan ini adalah:infeksi kronis,infeksi rekuren dan oklusi ostium sinus.Adanya
lubang yang cukup lapang pada antrostomi --> drainase secara gravitasi --> infeksi
berkurang;ada akses untuk antral lavage serta dapat melakukan visualisasi kedalam sinus -->
mengeluarkan jaringan nekrotik,benda asing.
Biasanya dikerjakan melalui meatus inferior, dengan lokal atau general anestesi.

Operasi Caldwell-Luc :
Th 1893 Caldwell melakukan pembukaan sinus maksila melalui fosa kanina yang
dikombinasi dengan nasal antrostomi.Pd. th.1897 Luc melakukan tindakan yang hampir
sama. Operasiini kemudian dikenal sebagai operasi CWL (Caldwell-Luc). Dengan cara ini
visualisasi ke sinus maksila lebih baik -->penilaian penyakit di antrum menjadi lebih baik &
memberi jalan menuju etmoid dan sfenoid melalui dinding supero medial.

Functional Endoscopic Sinus Surgery (FESS) :


Sekarang ini diketahui bahwa yang paling berperan penting pada sinusitis rinogen adalah
daerah osteo meatal kompleks. Pada th 1978 endoskopi nasal dan sinus dipublikasikan seca ra
sistematis,detil dan luas oleh Messerklinger,yang juga mempelajari mucociliary clearance
didalam sinus dan hidung.
Konsep endoskopi untuk diagnosis dan terapi operatif dari sinusitis yang rekuren didasarkan
atas penemuan Messerklinger bahwa hapir semua infeksi pada sinus maksila dan frontal
adalah rinog dan itu merupakan infeksi sekunder dari fokus yang terdapat pada selule
etmoidalis anterior,khususnya didaerah infundibulum etmoid dan resesus frontalis yg dikenal
sebagaiosteomeatal unit,yang kemudian menyebar kedalam sinus2
besar tersebut.
Pada penelitian > 2500 penderita, Stamberger membuktikan bahwa dengan membenahi jalan
untuk drainase dan ventilasi menjadi fisiologis kembali, maka kelainan sinus maksila dan
sinus frontal dapat disembuhkan tanpa menyentuh sinus2 tersebut,bahkan pada kelainan
mukosa yang sebelumnya dianggap ireversibel.
Saat ini penggunaan FESS dengan peralatan yang makin berkembang juga semakin
luas,sehingga indikasi FESS meliputi:
-Sinusitis akut rekuren atau kronis pada semua sinus.
-Poliposis nasi
-Mukokel pada semua sinus
-Mikosis pada semua sinus
-Benda asing
-Tumor jinak atau pada kasus tertentu tumor ganas
-Osteoma yang kecil dll
Terapi bedah pada rinosinusitis telah dimulai sejak 120 th yl. Dengan ditemukannya FESS
pada akhir th.1970-an dan peralatan yang makin lengkap dan berkembang, maka tonggak
sejarah baru untuk mengatasi rinosinusitis pada semua sinus berkembang dengan cepat.

Naaah... ini pertanyaan kita sebagai koass yang insyaAllah setelah ini menjadi dokter
umum...
Kapan rinosinusitis dirujuk ???
Pengobatan medikamentosa dapat memberikan hasil yang baik, tidak berhasil sama sekali
atau menjadi rekuren. Pada kasus yang refrakter atau rekuren maka penderita dirujuk ke ahli
THT untuk dilakukan tindakan operatif.

Upaya pencegahan rinosinusitis :


1.Penanganan rinitis alergi sedini mungkin,termasuk edukasi cara menghindari alergen
penyebab,sebab 30-40% penderita rinitis alergi dijumpai adanya rinosinusitis.
2.Penanganan rinitis non alergi,sehingga fungsi drainase dan ventilasi ostium tetap normal.
3.Koreksi kelainan anatomis hidung sedini mungkin (septum koreksi,ekstraksi
polip,adenotomi dll)
4.Meminimalkan kadar polutan dilingkungan penderita untuk mencegah rusaknya barier
pertahanan mukosa.

Komplikasi sinusitis :
Pada umumnya jarang terjadi;jika ada biasanya akibat infeksi akut sinusitis atau eksaserbasi
akut dari sinusitis kronik.
Komplikasi dapat dibagi menjadi :
1.Komplikasi orbita (selulitis dan abses orbita)
2.Osteomielitis (tulang maksila dan frontal)
3.Mukokel
4.Komplikasi loko-regional (faringitis,laringitis,otitis media, bronkitis,serangan asma)
5.Komplikasi intra kranial (meningitis,abses intrakranial,trombosis sinus kavernosus)

1.Komplikasi orbita
Perjalanan langsung infeksi dari sinus etmoid,sinus frontal & sinus maksila. Bakteri sampai
ke orbita melalui dinding sinus yg tipis,melalui celah/foramen didinding tsb atau mel. vena.
Chandler membuat klasifikasi berdasarkan gradasi berat peny.
a.Edem palpebra
b.Selulitis orbita
c.Abses sub periosteal
d.Abses orbita
e.Trombosis sinus kavernosus
Ad a dan b relatif ringan,dapat sembuh dengan antibiotika. Ad c,d,e operasi segera utk
mengeluarkan pus dari dalamberat dan dapat fatal sinus dan orbita.

Gejala awal adalah pembengkakan dan kemerahan kelopak mata --> edem
palpebra.Terapi:antibiotika. Jika berlanjut -->selulitis orbita dimana edem merata seluruh
orbita,disertai proptosis & nyeri, konjungtiva hiperemi dan mulai timbul gangguan
visus.Terapi :pemberian segera antibiotika intravena dosis tinggi dan nasal dekongestan dapat
mengobati infeksi & mencegah komplikasi lebih lanjut.
Abses subperiosteral : kuman atau materi purulen masuk dan terkumpul dalam rongga
subperiosteal yang terletak antara dinding orbita dan periorbita. Umumnya kuman berasal
dari sinus etmoid melalui lamina papirasea atau dari sinus frontal --> kumpulan pus menekan
bola mata kearah lateral bawah. Dibedakan dengan abses orbita --> pendorongan bola mata
kearah anterior.

Penderita mengeluh nyeri hebat,gangguan gerak bola mata & gangguan visus akibat
penekanan langsung pada nervus opticus dan pembuluh darah retina.Abses subperiosteal dpt
pecah kedalam orbita menjadi abses orbita. CT Scan memberi gambaran perselubungan
homogen yg cembung didaerah antara orbita dan periorbita.Jika ada gambaran udara -->
abses. Abses orbita : terjadi akibat perluasan pus kedalam orbita atau pecahnya abses
subperiosteal. Tekana intra kranial meningkat --> kerusakan nervus opticus dan organ intra
orbita lain. Gejala: proptosis,gangguan gerak bola mata dan gangguan visus berat bahkan
dapat menjadi buta krn regangan n.opticus atau nekrosis septik .Pus keluar melalui kelopak
mata. CT Scan mengkonfirmasi adanya pus,lokasi&perluasannya.

Tindakan operasi yang dipilih adalah etmoidektomi.


2.Osteomielitis
Osteomielitis akibat sinusitis hanya terjadi ditulang diploik --> pada anak2 hanya di sinus
maksila; sedangkan pada remaja dan dewasa hanya ditulang frontal. Osteomielitis maksila
biasanya didapati di negara dengan keadaan sosial ekonomi yang sangat jelek. Gejala berupa
pembengkakan pipi dan kelopak mata bawah yang disertai rasa nyeri. Organisme penyebab
tersering adalah Staphylcoccus aureus. Pengobatan adalah antibiotika intrabena dan
debridement jika diperlukan. Osteomielitis tulang frontal lebih berbahaya karena biasanya
Lebih ekstensif. Didapati pembengkakan dahi dan kelopak mata atas disertai rasa nyeri yang
tumpul.
Abses subperiosteal di dahi juga dapat terjadi yang disebut sebagai Potts puffy tumor. Ini
sangat berbahaya dengan kemungkinan komplikasi intrakranial dan dapat fatal. Pengobatan
harus segera dilaksanakan dengan antibiotika intravena dosis tinggi, drenase bedah sinus
frontal dan debridement jika sudah
terjadi pembentukan pus.

3.Mukokel
Mukokel terjadi jika saluran keluar sinus tersumbat. Paling sering ditemukan di sinus frontal,
meskipun dapat juga terjadi di sinus etmoid, maksila dan sfenoid. Di dalam kista terjadi
pengumpulan mukus yang steril yag kemudian menjadi kental.Kista yang perlahan-lahan
membesar ini dapat mendorong dinding sinus, menyebabkan erosi serta medorong organ-
organ di sekitarnya, terutama orbita. Gejala utama adalah sakit kepala dan pembengkakan
daerah muka. Keadaan menjadi lebih hebat jika disertai infeksi menjadi piokel. Jika mukokel
meluas ke orbita, dapat terjadi diplopia dan protopsis. Pemeriksaan CT-scanakan
menunjukkan gambaran sinus yang melebar dengan penipisan dinding.
Pengobatan berupa tindakan bedah mengeluarkan kista dan memulihkan drenase sinus. Untuk
sinus frontal, biasanya dengan cara fronto-etmoidektomi eksterna(operasi Howarth) atau
osteoplastik.

4.Komplikasi loko-regional
Komplikasi regional terjadi akibat penjalaran infeksi dan peradangan melalui mukosa traktus
aerodigestivus. Materi mukopurulen dari sinus dapat turun sebagai post nasal drip. Di faring
pus ini dapat menyebabkan faringitis granuler dengan nodule-nodule yang terjadi akibat
jaringan limfatik yang hipertrofi.
Selanjutnya pita suara dapat terkena menyebabkan laringitis. Sinusitis juga dianggap sebagai
penyebab dan komplikasi dari tonsilitis dan otitis media. Post nasal drip ini selanjutnya dapat
menyebabkan bronkitis pada anak-anak disertai keluhan batuk kronik. Akhir-akhir ini jelas
hubungan sinusitis sebagai pencetus serangan asma.
5.Komplikasi intrakranial
Terhadap fossa kranii anterior,sinus frontal, etmoid dan sfenoid hanya dipisahkan oleh
dinding tulang tipis. Komplikasi sinusitis ke intrakranial yang tersering adalah meningitis.
Komplikasi lainnya adalah ensefalitis, abses intrakranial (ekstradural, subdural atau serebral)
dan trombosis sinus kavernosus. Infeksiterjadi melalui penjalaran langsung materi infeksi
melalui dinding tipis tersebut atau tromboplebitis yang retrograd. Pemeriksaan penunjang
yang diperlukan pada meningitis adalah pungsi lumbal, disamping menegakkan diagnosis
juga untuk mengetahui organisme penyebab, kecuali jika ada peningkatan tekanan
intrakranial yang dapat diketahui dari adaya papil edem.
Trombosis sinus kavernosus merupakan komplikasi yang fatal. Gejala berupa demam tinggi,
kesadaran menurun dan tanda-tanda iritasi otak disertai demam tinggi. Gejala lokal berupa
mata yang prop-tosis dan kelumpuhan syaraf otak yang melintasi sinus cavernosus yaitu
syaraf otak ke III, IV, cabang oftalmik dan maksilaris dari syaraf V dan VI.
Abses intrakranial mungking sulit didiagnosis, para dokter juga harus mempunyai kecurigaan
yang tinggi, juga terhadap komplikasi intrakranial lainnya, terutama jika ada pasien sinusitis
yang kesadarannya menurun atau timbul gejala-gejala defisit neurologik. Pemeriksaan
penunjang yang diperlukanadalah CT scan dengan kontras atau MRI. Pegobatan semua
komplikasi intrakranial adalah dengan antibiotika dosis tinggi intravena. Pada intradural atau
subdural perlu tindakan drenase oleh ahli bedah otak, bersamaan dengan drenase terhadap
sinus yang sakit oleh ahli bedah THT.

Anda mungkin juga menyukai