Anda di halaman 1dari 10

SEORANG LAKI-LAKI USIA 28 TAHUN DENGAN

RINOSINUSITIS KRONIS: LAPORAN KASUS


A 28 Year Old Man with Chronic Rhinosinusitis : A Case Report

Kurnia Lutfi Fauzia Rahayu1, Dony Hartanto2


'Departemen Ilmu Penyakit THT-KL, Fakultas Kedokteran, Universitas Muhammadiyah
Surakarta
2
Departemen Ilmu Penyakit THT-KL, RSUD Ir. Soekarno Sukoharjo
Korespondensi: Kurnia Lutfi Fauzia Rahayu. Alamat email: j500160123@student.ums.ac.id
ABSTRAK
Latar Belakang, Rinosinusitis kronis merupakan inflamasi kronik pada mukosa hidung dan sinus
paranasal yang sering terjadi ditandai dengan dua gejala atau lebih, salah satunya harus berupa
sumbatan atau obstruksi atau nasal discharge (sekret hidung anterior/posterior) dan dapat disertai nyeri
pada wajah dan/atau berkurangnya sensitivitas pembau dan berlangsung >12 minggu. Beberapa
penelitian ada beberapa bakteri pathogen yang berkaitan dengan rinosinusitis kronis. Laporan Kasus,
seorang pasien laki-laki usia 28 tahun datang ke RSUD Sukoharjo dengan keluhan hidung sebelah kanan
merasakan bau busuk yang dirasakan sejak 5 bulan yang lalu. Pasien mengatakan mencium bau busuk
jarang tetapi memberat 2 hari terakhir dan terus menerus. Pasien juga mengeluhkan nyeri pada wajah
sebelah kanan. Nyeri terutama dirasakan pada saat sujud dan saat pasien kelelahan, keluhan disertai
dengan adanya lendir, lendir yang keluar kental berwarna kekuningan dan berbau busuk. Hidung pasien
juga terkadang merasa tersumbat dan merasa demam. Pada pemeriksaan fisik rinoskopi anterior
didapatkan mukosa dan konkha hidung kanan hiperemis (+), udem (+), hipertrofi (+) septum deviasi (+),
terdapat pus di meatus media dextra, nyeri tekan sinus paranasal ethmoidalis kanan. Pada pemeriksaan
tambahan Ct-Scan spn sinusitis maksilaris dextra dan ethmoidalis dextra KOM (kompleks osteomeatal)
dextra tertutup. Tatalaksana rinosinusitis kronis dengan pembedahan Cald Well- Luc dan
Ethmoidektomi.
Kata Kunci: Rinosinusitis kronis, gejala, tatalaksana
ABSTRACT
Background, Chronic rhinosinusitis is a chronic inflammation of the nasal mucosa and
paranasal sinuses that often occurs characterized by two or more symptoms, one of which must be a
blockage or obstruction or nasal discharge (anterior/posterior nasal secretions) and may be
accompanied by pain in the face and/or reduced sensitivity to smell and lasts >12 weeks. Several studies
have identified several bacterial pathogens associated with chronic rhinosinusitis. Case Report, a 28-
year-old male patient came to Sukoharjo General Hospital with a complaint of a bad smell in his right
nose that he had felt since 5 months ago. The patient said that he smelled a foul odor infrequently but it
had been getting worse over the last 2 days and was continuous. The patient also complained of pain in
the right side of the face. Pain is especially felt during prostration and when the patient is tired, the
complaint is accompanied by the presence of mucus, the mucus that comes out thick is yellowish, and
smells bad. The patient's nose also sometimes feels stuffy and has a fever. On physical examination,
anterior rhinoscopy revealed that the right nasal mucosa and concha were hyperemic (+), edema (+),
hypertrophy (+), septal deviation (+), and there was pus in the right middle meatus, tenderness of the
right ethmoidal paranasal sinus. On additional examination Ct-Scan spn maxillary sinusitis dextra and
ethmoidalis dextra KOM (osteomeatal complex) dextra closed. Management of chronic rhinosinusitis
with Cald Well-Luc surgery and Ethmoidectomy.
Keywords: Chronic rhinosinusitis, symptoms, management

PENDAHULUAN paranasalis. Rinosinusitis merupakan


Rinosinusitis adalah penyakit
nama yang tepat dikarenakan sinusitis
inflamasi pada mukosa nasal dan sinus
jarang tanpa didahului rinitis serta tidak

638
terjadi peradangan pada mukosa hidung. dijumpai meskipun tidak terdiagnosis

Peradangan sering dimulai sebagai akibat dengan jelas, sehingga angka kejadiannya

dari infeksi bakteri, virus, jamur, infeksi terbilang sedikit dan kurang jelas (Santoso

gigi, dan juga bisa disebabkan oleh tumor B, 2007).

dan patah tulang hidung. Berdasarkan Berdasarkan jenis kelamin,

konsensus tahun 2004, rinosinusitis dibagi rinosinusitis kronis terjadi lebih banyak

menjadi tiga kriteria: rinosinusitis akut pada wanita dibandingkan pria dengan

yang terjadi selama 4 minggu, rasio 2 : 1, sering antara usia 25 – 64

rinosinusitis subakut terjadi antara 4 - 12 tahun. Rinosinusitis kronis bisa

minggu, dan rinosinusitis kronik yang disebabkan oleh faktor non polip dan

berlangsung >12 minggu (Mangunkusumo faktor polip nasi. Oleh karena itu,

E & Soetjipto D, 2016). diperlukan pemeriksaan klinis, seperti

Rinosinusitis kronis di masyarakat pemeriksaan rinoskopi anterior dan naso-

kejadiannya masih tinggi. Di Eropa endoskopi untuk menentukan ada tidaknya

sendiri sekitar 10 – 15% yang terkena polip di meatus media (Fokkens, et al.,

penyakit rinosinusitis. Amerika sebanyak 2007).

14% penduduk, paling sedikit pernah Menurut Task Force yang

mengalami episode rinosinusitis dan dibentuk oleh American Academy of

sekitar 15% diperkirakan menderita Otolaryngic Allergy (AAOA) dan

rinosinusitis kronis. Berdasarkan survei American Rhinologic Society (ARS),

respiratory surveillance program rinosinusitis kronis ditandai dengan dua

menganalisa bahwa rinosinusitis sangat atau lebih gejala mayor, atau satu gejala

banyak terjadi pada etnis berkulit putih mayor dan dua gejala minor. Berdasarkan

(Brook & Itzhak, 2005). Di Indonesia, di penelitian terhadap 22 sampel gejala yang

mana infeksi saluran pernafasan akut paling umum pada pasien rinosinusitis

masih menjadi penyakit yang dominan kronis antara lain hidung tersumbat

seperti penyakit rinosinusitis juga banyak (100%), ingus purulen (95,5%), nyeri

639
pada wajah (91%), fatigue (63,6%), terakhir secara terus menerus. Pasien juga

gangguan penghidu (59,1%), dan mengeluhkan nyeri pada wajah sebelah

gangguan tidur (54,5%) (Setiawan, kanan terutama bagian ujung hidung

2017). kanan sampai pipi. Nyeri terutama ketika

Rinosinusitis kronis dibedakan pasien sujud dan saat kelelahan dirasakan

menjadi rinosinusitis kronis dengan polip terus menerus sepanjang hari. Keluhannya

dan non polip. Rinosinusitis kronik juga disertai dengan adanya lendir yang

dengan polip didefinisikan dengan keluar dari hidung dan terasa mengalir di

terdapat gejala berupa temuan pada tenggorokan. Lendir yang keluar kental

pemeriksaan fisik atau pemeriksaan berwarna kekuningan dan berbau. Kadang

radiologi. Salah satu yang harus ada yaitu hidung juga terasa mampet atau

hidung tersumbat, post nasal discharge, tersumbat. Kadang pasien merasa demam,

nyeri wajah, atau penciuman menurun. batuk disangkal, bersin-bersin terkadang,

Gambaran pada endoskopi berupa polip, mual muntah disangkal, pusing akibat

cairan mukopurulen dari meatus media, perubahan posisi disangkal, nyeri

edema atau sumbatan pada meatus media. tenggorokan disangkal, telinga berdenging

Pemeriksaan CT-scan yang mendukung disangkal, penurunan pendengaran

rinosinusitis yaitu perubahan mukosa di disangkal, riwayat trauma wajah

Kompleks Ostio- Meatal (KOM) di disangkal. Pasien memiliki Riwayat sering

meatus media (Stevens, et al., 2016). bersin-bersin dan hidung meler sejak

LAPORAN KASUS tahun 2012 yang muncul ketika subuh


Pasien datang ke poli THT RSUD atau saat terkena debu atau pada saat
Ir.Soekarno Sukoharjo dengan keluhan cuaca dingin. Pasien bekerja di tempat
hidung sebelah kanan merasakan bau perusahaan tekstil yang banyak polusi
busuk yang dirasakan sejak 5 bulan yang debu dan ketika tersenggol barang
lalu. Pasien mengatakan tercium bau ditempat kerja pasien langsung reflek
busuk jarang tetapi memberat 2 hari bersin.

640
Riwayat penyakit dahulu keluhan oedem kaki (-/-), akral dingin (-/-). Pada

serupa (-), Riwayat penyakit jantung (-), pemeriksaan rinoskopi anterior di

penyakit ginjal (-), penyakit hati (-), asma dapatkan pada kavum nasi dextra Mukosa:

(-), alergi suhu dingin dan debu halus (+), Hiperemis (+),edema (+), Konkha:

alergi makanan atau obat (-), riwayat sakit Hiperemis (+), Hipertrofi concha

gigi (+) 1 bulan sebelum ada keluhan inferior(+), Septum: Deviasi (+)

hidung berbau busuk, riwayat tonsilitis (-), Discharge: pus di meatus media, Polip: (-

DM (-), merokok (-). ),Sinus Paranasal: Nyeri Tekan Sinus

Pada pemeriksaan, didapatkan ethmoidalis (+). Kavum nasi sinistra

keadaan umum pasien baik, kesadaran Mukosa: Hiperemis (-), edema (+),

compos mentis. Tanda-tanda vitan pasien Konkha: Hipertrofi concha media (+),

yaitu tekanan darah 103/79 mmHg, Nadi Livid (+), Septum: Deviasi (+), Discharge:

83x/menit, frekuensi nafas 22x/ menit, (-), Polip: (-), Sinus Paranasal: Nyeri

suhu 36,4oC, dan SpO2 97%. Tekan Sinus (-).

Pada status generalis didapatkan Pada pemeriksaan jantung, pada

kepala bentuk normocephal, pada inspeksi icrus cordis tidak tampak, ictus

pemeriksaan mata didapatkan konjungtiva cordis teraba di SIC 4-5 midclavicula

anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema sinistra pada pemeriksaan palpasi, Tidak

palpebra (-/-). Pemeriksaan hidung, sekret ada pergeseran batas jantung, tidak ada

(-), napas cuping hidung (-). Mulut : oral kesan kardiomegali, bunyi jantung I dan II

trush (-). Lidah : leukoplakia (-). Pada regular, bising (-), batas jantung normal,

pemeriksaan leher KGB tidak teraba murmur (-),gallop (-).

membesar, peningkatan JVP (-). Pemeriksaan fisik paru dimulai


Pemeriksaan abdomen : dinding abdomen dari inspeksi didapatkan gerakan dinding
sejajar dengan dinding dinding dada, dada kanan dan kiri simetris. Selanjutnya
peristaltic (+), hepar dan lien tidak pada palpasi ditemukan fremitus paru
teraba. Ekstremitas : oedem tangan (-/-),

641
kanan kiri sama dan pemeriksaan perkusi Gambar 4. Ct scan SPN, Sinusitis maksilaris

sonor dikedua lapang paru. Pemeriksaan dextra dan ethmoidalis dextra KOM (kompleks

osteomeatal) dextra tertutup, Rhinitis, Nasal septum


auskultasi didapatkan suara dasar
deviasi ringan ke dextra.
vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing-/-.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan
dan pemeriksaan penunjang yang sudah
penunjang berupa endoskopi dan radiologi
dilakukan didapatkan diagnosis berupa
ct scan spn.
Rinosinusitis kronis. Planning terapi

selanjutnya pasien menjalani rawat inap

lalu malamnya dipuasakan untuk persiapan

pembedahan Cald Well- Luc dan

Ethmoidektomi. Terapi Farmakologi

Amoxicilin klavulanat 625mg tab 3x1,

Gambar 5. Endoskopi Nasal, A. Dextra : mukosa


Fluticasone propionate 50mcg spray 1x2,

hiperemis, edema, konkha dextra hipertrofi concha Pseudoefedrin 60mg tab 2x1, Parasetamol

inferior, pus di meatus media. B.Sinistra : mukosa 500mgtab 3x1.

edema, konkha sinistra hipertrofi concha DISKUSI


media,livid, septum deviasi. Pasien didiagnosis dengan rinosinusitis

kronis. Rinosinusitis (RS) merupakan

penyakit radang pada nasal (hidung) dan

sinus paranasal. Sesuai dengan klinis,

rinosinusitis merupakan suatu penyakit yang

terjadi dari manifestasi peradangan yang

mengenai mukosa nasal dan sinus paranasal

dengan adanya cairan terbentuk ataupun

destruksi tulang di bawahnya. Keadaan ini

bisa menyerang ke segala kelompok usia

642
baik anak-anak maupun orang dewasa episode ada periode bebas gejala tanpa

(Stevens, et al., 2016). terapi antibiotik. 3. Rinosinusitis subakut

Klasifikasi rinosinusitis berdasar (RSSA). Rinosinusitis dimana gejala

the American Academy of Otolaryngic berlangsung 4 sampai 12 minggu. Kondisi

Allergy (AAOA) dan American ini kelanjutan perkembangan RSA yang

Rhinologic Society (ARS) : 1. tidak kunjung sembuh dalam waktu 4

Rinosinusitis akut (RSA) Bila gejala minggu. Gejala lebih ringan dari RSA.

rinosinusitis berlangsung sampai 4 Pasien RSSA kemungkinan dahulu pernah

minggu. Gejala biasanya tiba-tiba, karena menerima terapi tapi mengalami

infeksi virus dan sembuh dalam waktu kegagalan atau terapinya tidak adekuat. 4.

sebelum 4 minggu. Setelah itu, semua Rinosinusitis kronis (RSK). Jika gejala RS

gejala hilang. Gejala RSA virus yang menetap >12 minggu. 5. Rinosinusitis

memburuk setelah 5 hari atau bertahan kronis dengan eksaserbasi akut. RSK pada

setelah 10 hari menunjukkan umumnya mempunyai gejala yang

kemungkinan itu infeksi bakteri (RSA menetap. Pada suatu saat dapat terjadi

bakterial). 2. Rinosinusitis akut berulang gejala yang tiba-tiba memburuk karena

(Recurrent acute rhinosinusitis). 3. infeksi yang berulang (Mangunkusumo E

Rinosinusitis sub akut (RSSA). 4. & Soetjipto D, 2016).

Rinosinusitis Kronis(RSK). Penyebab RS yang paling penting

Gejala dan tanda sama seperti dan signifikan adalah obstruksi ostium

RSA, tetapi memburuk setelah 5 hari atau sinus. Bermacam-macam faktor baik lokal

bertahan selama > 10 hari. Manifestasi maupun sistemik dapat menyebabkan

klinis untuk RSA berulang sesuai dengan peradangan atau kondisi yang mengarah

kriteria untuk RSA. Episode serangan pada obstruksi ostium sinus. Berbagai

berlangsung selama 7 hingga 10 hari. faktor tersebut antara lain infeksi saluran

Kemudian episode berulang terjadi sampai pernafasan atas, alergi, paparan bahan

4 atau lebih dalam 1 tahun. Antara setiap iritan, kelainan anatomi, defisiensi imun

643
dan banyak lagi (Pearlman, et al., 2016). a. Sakit pada area wajah (pipi,dahi

Diagnosis rinosinusitis dibuat ,hidung)

berdasarkan riwayat medis dan presentasi b. Hidung buntu.

klinis yang dirasakan oleh pasien serta c. Sekret purulens/pos-nasal/berwarna

hasil pemeriksaan dari THT. Sebab itu d. Gangguan pembau

inflamasi pada rinosinusitis dapat e. Sekret purulen di rongga hidung

disebabkan atau dipengaruhi berbagai Sedangkan gejala minor :

faktor, anamnesis dan pemeriksaan THT


a) Batuk
perlu dilakukan dengan cermat dan
b) Demam (untuk RS non akut)
teliti. Banyak faktor yang mempengaruhi
c) Tenggorok berlendir
perkembangan rinosinusitis termasuk:
d) Nyeri kepala
alergi, kelainan anatomi rongga hidung,
e) Nyeri geraham
polip, gangguan mukosiliar dan lain-lain.
f) Halitosis
Rinosinusitis seperti alergi, infeksi dan
Diagnosis rinosinusitis berdasar pada
kelainan anatomi di dalam hidung
adanya 2 gejala mayor atau lebih atau 1
memerlukan terapi yang berlainan (Higler,
gejalamayor disertai 2 gejala minor.
2008).
Untuk mendiagnosis rinosinusitis dapat
Menurut Task Force yang
dilakukan melalui anamnesis, pemeriksaan
dibentuk oleh the American Academy of
fisik dan pemeriksaan penunjang lainnya
Otolaryngologic Allergy (AAOA) dan
(Mangunkusumo E & Soetjipto D, 2016).
American Rhinologic Society (ARS),
Pemeriksaan Penunjang yang dapat di
gejala klinis RS pada dewasa dapat
lakukan:
digolongkan menjadi :
a) Transiluminasi.
Gejala mayor adalah gejala yang banyak Tes ini adalah pemeriksaan sederhana

dijumpai serta mempunyai faktor prediksi dalam menilai apakah ada kelainan,

yang tinggi. Beberapa yang masuk terutama pada sinus maksilaris.

kedalam gejala mayor : Pemeriksaan ini dapat mendukung

644
diagnosis RS bila hasil transiluminasi masing pasien.

berbeda antara sinus maksilaris kiri dan 1) Terapi Medikamentosa.


Terapi medikamentosa memegang peranan
kanan.
penting dalam manajemen RS. Tujuan
b) Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan yang dapat dilakukan utama terapi medikamentosa adalah

adalah foto sinus paranasal (Water’s, mengembalikan fungsi drainase sinus.

Caldwel dan lateral),CT scan dan MRI. Dekongestan : Obat dekongestan yang

CT scan sinus merupakan gold standard biasa digunakan untuk mengobati RS

untuk mendiagnosis rinosinusitis karena adalah agonis reseptor α- adrenergik, yang

dapat menilai keseluruhan anatomi dan dapat menyebabkan vasokonstriksi kapiler

luasnya hidung dan sinus. Namun karena di mukosa hidung, sehingga mengurangi

biayanya yang tinggi, pemeriksaan ini edema dan mengurangi obstruksi hidung

hanya digunakan sebagai alat bantu serta mengembalikan patensi ostium

diagnostik rinosinusitis kronis yang tidak sinus.


membaik dengan pengobatan atau sebagai Kortikosteroid : Kortikosteroid topikal
panduan ahli bedah untuk operasi sinus
(semprot hidung) telah dilaporkan
praoperasi.
berguna dalam menangani RSA
c) Endoskopi Nasal
Endoskopi nasal adalah pemeriksaan maupun RSK baik dengan atau tanpa

tambahan yang sangat berguna dalam latar belakang alergi.


memperoleh informasi tentang penyebab Antibiotik : Antibiotik dan
RSK. Endoskopi nasal dapat menunjukkan
dekongestan adalah pengobatan pilihan
kelainan pada rongga hidung, seperti
untuk rinosinusitis akut bakteri untuk
pemeriksaan ostium sinus dan kelainan
meredakan infeksi dan pembengkakan
pada kompleks ostium tulang (Santoso B,
mukosa serta membuka penyumbatan
2007).
sinus. Antibiotik pilihannya adalah
Tatalaksana rinosinusitis bergantung pada
golongan penisilin seperti amoksisilin.
jenis, derajat serta lama penyakit masing-

645
Apabila kuman telah resisten atau (Ference, et al., 2016).

memproduksi beta-laktamase maka KESIMPULAN

dapat diberikan amoksisilin-klavulanat Pada kasus ini pasien didiagnosis

atau jenis sefalosporin generasi kedua. yang akurat dan mendapatkan

Pada rinosinusitis antibiotik diberikan penanganan tindakan operatif yaitu

dengan Cald Well- Luc dan


selama 10-14 hari meskipun gejala
Ethmoidektomi. Diagnosis Rinosinusitis
klinik sudah hilang. Pada rinosinusitis
kronis dengan ditegakkan berdasarkan
kronik diberikan antibiotik yang sesuai
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan bukti
untuk kuman gram negative dan
pemeriksaan penunjang.
anaerob (Ference, et al., 2016).

1) Terapi Bedah. Pembedahan meliputi DAFTAR PUSTAKA


Brook & Itzhak, 2005. Sinusitis: From
Irigasi Sinus (Antral lavage) : Kegagalan Microbiology to Management.
sinus maksilaris untuk membersihkan s.l.:CRC Press.

sekret atau produk infeksi dengan terapi Ference, E. H., Tan, B. K., Hulse, K. E. &

medis yang tidak cukup menyebabkan Chandra, R. K., 2016. ndra, R. K.,
Smith, S. B., Kern, R. C., ... &
kerusakan mucociliary blanket atau
Smith, S. S. (2015). Commentary
obstruksi ostium sinus., nasal antrostomy on gender differences in

: Indikasi untuk prosedur inu adalah prevalence, treatment, and quality


of life of patients with chronic
infeksi kronis,infeksi berulang dan
rhinosinusitis. Allergy &
obstruksi ostium., operasi Caldwell-Luc : Rhinology, 6(2).

Prinsip operasi ini yaitu membuka dinding Fokkens, W., Lund, V. & Mullol, J., 2007.

anterior sinus maksilaris pada daerah fosa European position paper on


rhinosinusitis and nasal polyps.
kanina (transbuccal antrostomy),dan
Rhinology. Supplement, pp. 1-136.
membuat nasoantral window melalui
Higler, P. A., 2008. Penyakit sinus
meatus inferior. dan Functional paranasal. Dalam: Adams GL,
Endoscopic Sinus Surgery (FESS) Boies LR, Higler PA (Eds). Boies

646
buku ajar THT. Diterjemahkan
oleh Wijaya C. 6 ed. Jakarta:
EGC.

Mangunkusumo E & Soetjipto D, 2016.


Dalam Soepardi EA, Iskandar N,
Basruddin J, Restuti R..Buku ajar
ilmu kesehatan telinga hidung
tenggorok kepala dan leher. 7 ed.
Jakarta: BalaiPenerbit FK UI.

Pearlman, A. N. et al., 2016.


Relationships between severity of
chronic rhinosinusitis and nasal
polyposis, asthma, and atopy.
American journal of rhinology &
allergy, 23(2), pp. 145-148.

Santoso B, 2007. Variasi anatomi pada


rinosinusitis maksilaris kronik di
RSUP Dr.Sardjito. Bagian Ilmu
Kesehatan THT-KL RSUP
Dr.Sardjito. Yogyakarta: s.n.

Setiawan, I., 2017. Maxillary


Rhinosinusitis Profil In General
Hospital. Saintika Medika, 17(1),
pp.
80-88.

Stevens, W., Schleimer, R. & Kern, R. C.


, 2016. Chronic rhinosinusitis with
nasal polyps. The journal of allergy
and clinical immunology: In
practice, 4(4), pp. 565-572.

647

Anda mungkin juga menyukai