Anda di halaman 1dari 32

Lapkas

RINOSINUSITIS KRONIK

Oleh:
Bunga Aulya Rahmi
2211901013
Pembimbing:
dr. Sri Marhaeni Sp.THT K-L

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN


TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN RSUD DUMAI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS ABDURRAB
PEKANBARU
2022
Bab 1. Pendahuluan

 Rinosinusitis merupakan proses peradangan yang melibatkan mukosa hidung dan sinus paranasal.
Rinosinusitis dibagi menjadi kelompok akut, subakut dan kronik
 Rinosinusitis kronik adalah salah satu kondisi medis kronis yang paling umum di seluruh dunia,
mempengaruhi semua kelompok umur. Insidensinya diperkirakan 12,3% di Amerika, 10,9% di Eropa dan
13% di Cina. Rinosinusitis kronik juga merupakan kondisi yang menyebabkan penurunan kualitas hidup
pasien secara signifikan
 Rinosinusitis kronik merupakan masalah multifaktorial dalam melibatkan berbagai faktor host dan non-host.
Peran faktor-faktor seperti alergi, infeksi jamur dan bakteri enterotoksin memerlukan penelitian lebih lanjut.
Jelas bahwa faktor-faktor ini harus diperhitungkan dalam diagnosis dan penatalaksanaan rinosinusitis kronik
jangka panjang
Bab II. Tinjauan pustaka

2.1 Definisi rinosinusitis kronik


Rhinosinusitis adalah peradangan simtomatis pada sinus paranasales dan cavum nasi.
Rhinosinusitis dibagi menjadi dua berdasarkan durasinya yaitu akut dan kronis. Disebut akut jika
durasinya kurang dari 4 minggu, atau kronis jika durasinya berlangsung selama 12 minggu atau
lebih

Dan ditandai dengan dua atau lebih gejala dan keluhan berupa:
 Hidung tersumbat/ obstruksi/ kongesti atau nasal discharge (anterior, posterior nasal drip).
 Nyeri atau tekanan pada wajah.
 Berkurangnya atau hilangnya sensasi penciuman.

Dan adanya peradangan ditandai dengan ditemukannya satu atau lebih hal-hal berikut ini:
 Mukus yang purulen atau edema di meatus nasi medius atau regio ethmoidalis anterior
 Polip pada cavum nasi atau meatus nasi medius, dan atau
 Pemeriksaan radiologis menunjukkan adanya peradangan pada sinus paranasal.
Anatomi Cavum Nasi

Gambar 1. Dinding Lateral dari Cavum Nasi Dextra.8


Anatomi sinus paranasal

Gambar 2. Potongan Coronal Melalui Cavum Nasi (dilihat dari posterior).


2.3 Epidemiologi
Data dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2013
menyatakan bahwa penyakit hidung dan sinus berada pada urutan ke-25
dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817 penderita rawat
jalan di rumah sakit. Data dari Departemen Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung dan Tenggorok Bedah Kepala dan Leher (THT-KL) RS. Cipto
Mangunkusumo menunjukkan angka kejadian rinosinusitis yang tinggi,
yaitu 300 penderita (69%) dari 435 penderita rawat jalan poli rinologi
yang datang selama periode Januari– Agustus 2005. Data di bagian
Rinologi-Alergi THT-KL Rumah Sakit Hasan Sadikin pada tahun 2011
tercatat 46% kasus rinosinusitis.
2.4 Etiologi

 Penyebab utama dan terpenting dari Rinositis adalah


obstruksi ostium sinus.
 menyebabkan inflamasi atau kondisi yang mengarah pada
obstruksi ostium sinus:
-infeksi saluran nafas atas, alergi, paparan bahan iritan,
kelainan anatomi, defisiensi imun dan lainnya.
-Infeksi bakteri atau virus, alergi dan berbagai bahan iritan
dapat menyebabkan inflamasi mukosa hidung
2.5 Patofisiologi

 Terjadinya stasis dari sekresi mukus cavum nasi dipicu oleh adanya obstruksi mekanis pada kompleks ostiomeatal
(KOM) yang berhubungan dengan kelainan anatomi dan edema pada mukosa cavum nasi yang disebabkan oleh
berbagai etiologi (misalnya rhinitis virus akut atau alergi).
 Kompleks ostiomeatal (KOM) merupakan tempat drainase bagi kelompok sinus anterior (frontalis, ethmoid
anterior dan maksilaris) dan berperan penting bagi transport mukus dan debris serta mempertahankan tekanan
oksigen yang cukup untuk mencegah pertumbuhan bakteri
 Obstruksi ostium sinus pada KOM merupakan faktor predisposisi yang sangat berperan bagi terjadinya
rinosinusitis kronik.
 Stagnasi mukosa pada sinus membentuk media untuk pertumbuhan berbagai patogen. Tahap awal sinusitis sering
merupakan infeksi virus yang umumnya berlangsung hingga 10 hari
 Namun, sejumlah kecil pasien dapat berkembang menjadi infeksi bakteri akut sekunder yang umumnya
disebabkan oleh bakteri aerobik (yaitu Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Moraxella
catarrhalis).
2.6 Penegakan diagnosis

1. Anamnesis
 Diagnosis RSK dibuat berdasarkan dua atau lebih gejala, salah satunya adalah obstruksi hidung
atau rinore, dan nyeri wajah atau anosmia. Gejala yang paling umum pada pasien RSK adalah
hidung tersumbat (83,7%), nasal discharge (63,6%), nyeri / tekanan (64,7%) dan berkurangnya
indra penciuman (48,5%).
 Adanya penyebab infeksi baik bakteri maupun virus, adanya latar belakang alergi atau kelainan
anatomis rongga hidung dapat dipertimbangkan dari riwayat penyakit yang lengkap.
 Hal yang juga perlu ditanyakan:
durasi keluhan, lokasi, faktor yang memperingan atau memperberat serta riwayat pengobatan yang
sudah dilakukan.

Menurut EPOS 2020, keluhan subyektif yang dapat menjadi dasar rinosinusitis kronik adalah
gejala lebih dari 12 minggu, terdapat dua atau lebih gejala, salah satunya harus berupa hidung
tersumbat/ obstruksi/ kongesti atau pilek (sekret hidung anterior/ posterior), nyeri wajah/rasa
tertekan di wajah, penurunan/hilangnya penghidu dengan gejala alergi, ingus seperti air, hidung
gatal, mata gatal dan berair
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan Hidung:
rinoskopi anterior dan posterior. Rinoskopi anterior dengan cahaya lampu kepala
yang adekuat dan kondisi rongga hidung yang lapang (sudah diberi topikal
dekongestan sebelumnya). Dengan rinoskopi anterior dapat dilihat kelainan
rongga hidung yang berkaitan dengan rinosinusitis kronik seperti udem konka,
hiperemi, sekret (nasal drip), krusta, deviasi septum, tumor atau polip. Rinoskopi
posterior bila diperlukan untuk melihat patologi di belakang rongga hidung
3. Pemeriksaan penunjang

 Endoskopi Nasal
Indikasi endoskopi nasal yaitu evaluasi bila pengobatan konservatif mengalami kegagalan.
Untuk rinosinusitis kronik, endoskopi nasal mempunyai tingkat sensitivitas sebesar 46 % dan
spesifisitas 86 %.
 Transluminasi
Transiluminasi pemeriksaan untuk menilai kondisi sinus maksila. Pemeriksaan dianggap
bermakna bila terdapat perbedaan transiluminasi antara sinus kanan dan kiri.
 Radiologi
Radiologi merupakan pemeriksaan tambahan, meliputi X-foto posisi Water, CT-scan, MRI
dan USG. CT-scan merupakan modalitas pilihan dalam menilai proses patologi dan anatomi
sinus, serta untuk evaluasi rinosinusitis lanjut bila pengobatan medikamentosa tidak
memberikan respon. Ini mutlak diperlukan pada rinosinusitis kronik yang akan dilakukan
pembedahan
 Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan antara lain

 Sitologi nasal, biopsi, pungsi aspirasi dan bakteriologi,


Tes alergi,
 Tes fungsi mukosiliar : kliren mukosiliar, frekuensi getar
siliar mikroskop elektron dan nitrit oksida,
 Penilaian aliran udara nasal (nasal airflow): nasal inspiratory
peakflow, rinomanometri, rinometri akustik dan
rinostereometri,
 Tes fungsi olfaktori: threshold testing - Laboratorium :
pemeriksaan CRP ( C-reactive protein).
2.7 Penatalaksanaan
1. Terapi medikamentosa
A. Jenis terapi medikamentosa yang digunakan untuk rinosinusitis kronik tanpa polip nasi pada orang dewasa antara lain: 10
Antibiotika, merupakan modalitas tambahan pada rinosinusitis kronik mengingat terapi utama adalah pembedahan. Jenis antibiotika
yang digunakan adalah antibiotika spektrum luas antara lain:
 Amoksisilin + asam klavulanat,
 Sefalosporin: cefuroxime, cefaclor, cefixime,
 Florokuinolon : ciprofloksasin,
 Makrolid : eritromisin, klaritromisin, azitromisin,
 Klindamisin
 Metronidazole
B. Antiinflamatori dengan menggunakan kortikosteroid topikal atau sistemik.
 Kortikosteroid topikal : beklometason, flutikason, mometason,
 Kortikosteroid sistemik, banyak bermanfaat pada rinosinusitis kronik dengan polip nasi dan rinosinusitis fungal alergi.
C. Terapi penunjang lainnya meliputi: 10
 Dekongestan oral/topikal yaitu golongan agonis α-adrenergik,
 Antihistamin,
 Stabilizer sel mast, sodium kromoglikat, sodium nedokromil,
 Mukolitik,
 Antagonis leukotriene,
 Imunoterapi.
2. Terapi pembedahan

 Irigasi Sinus (Antral lavage)


Kegagalan sinus maksilaris untuk membersihkan sekret atau produk infeksi dengan terapi
medis yang adekuat mengakibatkan rusaknya mucociliary blanketatau obstruksi pada
ostium sinus. Hal ini mengakibatkan retensi mukopus dan produk infeksi lain di dalam
antrum Pada kondisi ini irigasi sinus maksilaris akan membuang produk-produk infeksi
seperti jaringan nekrotik, kuman-kuman penyakit dan debris yang terjadi. Juga dapat
dilakukan pemeriksaan kultur dan sitologi. Tindakan irigasi ini akan membantu ventilasi
dan oksigenasi sinus. Tindakan irigasi sinus dapat dilakukan melalui meatus inferior dengan
menggunakan trokar bengkok atau lurus.
Lanjutan terapi pembedahan...

 Nasal Antrostomy
Indikasi tindakan ini adalah infeksi kronis, infeksi yang rekuren dan adanya
oklusi ostium sinus. Adanya lubang yang cukup lapang pada antrostomy
memungkinkan drainase secara gravitasi, sehingga akan mengurangi infeksi,
adanya akses untuk antral lavage, serta dapat melakukan visualisasi ke dalam
sinus yang memungkinkan mengeluarkan jaringan nekrotik atau benda asing.
Tindakan ini biasanya dilakukan melalui meatus inferior, prosedur ini juga
dikenal dengan naso antral window dan dapat dilakukan secara lokal maupun
general anestesi.
Lanjutan terapi pembedahan...

 Operasi Caldwell-Luc.
Prinsip dari operasi ini yaitu membuka dinding depan sinus maksila
pada daerah fosa kanina (transbuccal antrostomy), dan membuat
nasoantral window melalui meatus inferior. Dengan cara ini
memungkinkan visualisasi yang lebih baik ke dalam sinus
maksila,sehingga penilaian penyakit di antrum dapat lebih baik.
Lanjutan terapi pembedahan...

 Functional Endoscopic Sinus Surgery (FESS).


Konsep endoskopi untuk diagnosis dan terapi operatif dari sinusitis
rekuren didasarkan atas penemuan Messerklinger, bahwa hampir semua
infeksi pada sinus maksila dan frontal adalah rinogen dan merupakan
infeksi sekunder dari fokus yang terdapat pada selulae etmoidalis
anterior, khusus di daerah infundibulum etmoidalis dan resesus frontalis
yang dikenal sebagai ostiomeatal unit, yang kemudian menyebar ke
dalam sinus-sinus besar tersebut. Indikasi tindakan FESS ini meliputi :
• Sinusitis akut rekuren atau kronis pada semua sinus paranasalis,
• Poliposis nasi,
• Mukokel pada sinus paranasalis,
• Mikosis pada semua sinus paranasalis,
• Benda asing,
• Osteoma yang kecil,
• Fistula liquorserebrospinalis dan meningoensefalokel
2.8 Komplikasi Rinosinusitis Kronik

Komplikasi rinosinositis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya antibiotika. Komplikasi
biasanya terjadi pada rinosinositis kronis dengan eksaserbasi akut. Komplikasi yang dapat terjadi
yaitu osteomyelitis dan abses subperiostal, kelainan orbita, kelainan intrakranial dan kelainan paru.
Osteomyelitis dan abses subperiostal penyebab terseringnya pada tulang frontalis adalah infeksi sinus
frontalis. Nyeri tekan dahi sangat berat.

Kelainan orbita disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata (orbita). Yang paling
sering adalah sinusitis frontal dan maksila. Penyebaran infeksi terjadi melalui duktus nasolakrimalis,
tromboflebitis dan perkontinuitatum. Kelainan yang dapat timbul antara lain:

• Selulitis orbita
• Abses subperiosteal
• Abses orbita
• Thrombosis sinus kavernosus
Kelainan intrakranial yang dapat terjadi yaitu:
-Meningitis akut
-Abses dura
-Abses subdural
-Abses otak
BAB III
LAPORAN KASUS
 

IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. RW
Umur : 44 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
 
ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Pilek sudah lama
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke Poli klinik THT RSUD Kota Dumai dengan keluhan Pilek hampir setiap hari
hilang timbul sudah sejak 6 tahun yang lalu, Pilek bewarna kuning kental. Disertai bau. Pasien juga
mengeluhkan terkadang hidung merasa tersumbat, nyeri di bagian pipi dan dahi seperti tertekan
sejak 1 bulan yang lalu, Sakit kepala, riwayat hidung berdarah tidak ada. Riwayat sakit gigi tidak
ada. Terdapat riwayat bersin-bersin, terutama di pagi hari, malam hari atau bila terkena debu dan
cuaca dingin, disertai dengan penurunan penciuman. Keluhan ini dirasakan hampir tiap hari.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat sering batuk (-) pilek (+), Asma (-), Alergi obat dan makanan (-), Hipertensi (-), Diabetes
Melitus (-)
 
Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada anggota keluarga mengalami hal serupa
 
Riwayat Pengobatan :
Belum pernah diobati
PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALIS
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Komposmentis
Tekanan Darah : Tidak dilakukan pemeriksaan
Suhu Tubuh : Tidak dilakukan pemeriksaan
 
PEMERIKSAAN SISTEMIK
Kepala : Normochepal
Mata
Konjungtiva : anemis (-/-)
Sklera : ikterik (-/-)
Thorax : Tidak dilakukan pemeriksaan
Abdomen : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas :Akral hangat, CRT < 2 detik
 
 
 
 
 
 
STATUS THT-
KL
•Telinga
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
  Kel. Kongenital - -
  Trauma - -
Daun Telinga
Radang - -
Nyeri tarik - -
Nyeri tekan tragus - -

  Lapang /sempit Lapang Lapang


Liang Telinga Hiperemis - -
Edema - -
Massa - -
  Bau - -
   
Sekret/serumen
Warna - -
Jumlah - -
Membran
Timpani
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
  Warna - -
  Refleks Cahaya + +
Utuh Bulging - -
Retraksi - -
Atrofi - -
Jumlah - -
Perforasi
Perforasi jenis - -
  Tanda radang/abses - -
 
Mastoid
Fistel - -
Sikatrik - -
Nyeri tekan - -
Nyeri ketok - -
  Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Garpu Tala Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Schwabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan


•Hidung

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra


  Deformitas - -
  Kelainan Kongenital - -
Hidung Luar
Trauma - -
Radang - -
Massa - -

•Sinus paranasal

Pemeriksaan Dekstra Sinistra


Nyeri tekan - -
Nyeri ketok - -
•Rhinoskopi Anterior
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra

Vestibulum Vibrise - -

Radang - -

Cavum Nasi Lapang/cukup lapang/sempit Lapang Sempit

Radang - -
  Massa - -
Sekret
Jumlah - -
 
Bau - -

  Ukuran Hipertropi Normal


  Warna Merah muda Merah muda
Konkha inferior
Permukaan Licin Licin

Edema - -

  Ukuran - -
  Warna Merah muda Merah muda
Konkha Media
Permukaan licin Licin

Edema - -

  Cukup lurus/deviasi Lurus Lurus


 
Septum
Permukaan Licin Licin

Warna Merah muda Merah muda

Spina Normal Normal

Krusta - -

Abses - -

Perforasi - -
•Rinoskopi posterior (Orofaring/Mulut)

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra

  Simetris/tidak Simetris Simetris


Palatum mole + Warna Merah muda Merah muda
arkus faring
- - -

  Bercak/eksudat - -

Dinding faring Warna Merah muda Merah muda

Permukaan Normal Normal

  Ukuran T1 T1
  Warna - -
 
Permukaan Rata Rata
Tonsil
Muara kripti - -

Detritus - -

Eksudat - -
 
Pemeriksaan Kelenjar Getah Bening Leher :
Pemeriksaan kelenjar getah bening tidak teraba pembesaran
 
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Foto Waters/SPN
Kesan : Hipertropi chonca nasalis Dextra
 
V. DIAGNOSIS: Rinosinusitis kronis
 
VI. DIAGNOSIS BANDING: Rhinitis Alergi
 
VII. PENATALAKSANAAN
 Antibiotik
 Antiinflamatori dengan menggunakan kortikosteroid topikal atau sistemik
 Dekongestan oral/topikal yaitu golongan agonis α-adrenergik
 Terapi Pembedahan
 
IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam :Dubia ad bonam
Quo ad sanam :Dubia ad bonam
BAB IV
PEMBAHASAN
 
Pasien datang ke Poli klinik THT RSUD Kota Dumai dengan keluhan Pilek hampir setiap hari hilang timbul sudah sejak
6 tahun yang lalu, Pilek bewarna kuning kental. Disertai bau. Pasien juga mengeluhkan terkadang hidung merasa tersumbat,
nyeri di bagian pipi dan dahi seperti tertekan sejak 1 bulan yang lalu, Sakit kepala, riwayat hidung berdarah tidak ada.
Riwayat sakit gigi tidak ada. Terdapat riwayat bersin-bersin, terutama di pagi hari, malam hari atau bila terkena debu dan
cuaca dingin, disertai dengan penurunan penciuman. Keluhan ini dirasakan hampir tiap hari.
Keluhan yang disampaikan oleh pasien mengarah ke diagnosis rinosinusitis karena didasarkan atas ditemukan adanya 3
gejala mayor disertai 1 gejala minor menurut Task Force the American Academy of Otolaryngologic Allergy (AAOA) dan
American Rhinologic Society (ARS). 2 Gejala mayor yang ditemukan yaitu nyeri pada daerah muka (pipi, hidung), hidung
tersumbat dan ingus purulen. Gejala minor yang di temukan yaitu nyeri kepala. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Amaruddin et al., pada tahun 2006, melakukan penelitian pada 22 sampel, gejala yang paling sering adalah
hidung tersumbat (100%), ingus purulen (95,5%), nyeri wajah (91%), gangguan penghidu (59,1%). Hidung tersumbat juga
merupakan gejala yang paling sering timbul sebanyak 80%, diikuti oleh ingus purulen 72%, gangguan penghidu 68 % dan
nyeri sinus dan wajah sekitar 64%3. Dikatakan kronis karena gejala rinosinusitis pada pasien berlangsung lebih dari 12
minggu.
PEMBAHASAN
Pasien memiliki riwayat alergi debu dan cuaca dingin. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Husni T dan Pradista A dari 33 orang penderita rinosinusitis kronik yang diteliti, 18 orang (57,6%)
menderita rinitis alergi. Primartono mendapatkan dari 31 orang penderita sinusitis maksilaris kronik, 16 orang
menderita rinitis alergi (51,6%). 13
Pada pemeriksaan fisik pemeriksaan hidung rinoskopi anterior dan endoskopi konka nasalis dextra,
berwarna merah muda. Pada penelitian yang dilakukan oleh Husni T dan Pradista A dari 33 orang penderita
rinosinusitis kronik yang diteliti 21 orang (61,8%) menderita konka hipertrofi. 12 Primartono mendapatkan dari
31 orang penderita sinusitis maksilaris kronik, 5 orang menderita konka hipertrofi (16%),13 Munir melaporkan
dalam penelitiannya, dari sebanyak 35 sampel yang diteliti, 8,6% persen diantaranya mengalami konka
hipertrofi.14
Penatalaksanan pada rinosinusitis kronik terdiri atas penatalaksanaan medikamentosa dan pembedahan.
Pada pasien ini diberikan tatalaksana yakni cuci hidung Nacl 0,9%. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan Harvey et al tentang perbandingan antara cuci hidung dengan terapi topikal lainnya dalam
memperbaiki gejala klinis penderita rinosinusitis kronis. Berdasakan penelitian tersebut didapatkan bahwa cuci
hidung dengan NaCl 0,9% cukup berperan dalam mengurangi gejala klinis dari rinosinusitis kronis dengan
mekanisme menurunkan produksi postnasal drip, sekresi cairan, mempercepat perbaikan mukosa dan
mengurangi gejala sumbatan hidung.
 
 
BAB V
KESIMPULAN

Rinosinusitis kronik adalah salah satu kondisi medis kronis yang paling umum di seluruh
dunia, mempengaruhi semua kelompok umur. Insidensinya diperkirakan 12,3% di Amerika,
10,9% di Eropa dan 13% di Cina. Rinosinusitis kronik juga merupakan kondisi yang
menyebabkan penurunan kualitas hidup pasien secara signifikan. 2
Rinosinositis ditegakkan dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Keluhan subyektif yang dapat menjadi dasar rinosinusitis kronik adalah
gejala lebih dari 12 minggu, terdapat dua atau lebih gejala, salah satunya harus berupa hidung
tersumbat/ obstruksi/ kongesti atau pilek (sekret hidung anterior/ posterior), nyeri wajah/rasa
tertekan di wajah, penurunan/hilangnya penghidu dengan gejala alergi, ingus seperti air, hidung
gatal, mata gatal dan berair.21
KESIMPULAN

Pemeriksaan fisik yang dilakukan mencakup rinoskopi anterior dan posterior.


Rinoskopi anterior dengan cahaya lampu kepala yang adekuat dan kondisi rongga hidung
yang lapang (sudah diberi topikal dekongestan sebelumnya). Dengan rinoskopi anterior
dapat dilihat kelainan rongga hidung yang berkaitan dengan rinosinusitis kronik seperti
udem konka, hiperemi, sekret (nasal drip), krusta, deviasi septum, tumor atau polip.
Rinoskopi posterior bila diperlukan untuk melihat patologi di belakang rongga hidung. 5,10
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain endoskopi nasal, sitologi dan
bakteriologi nasal, pencitraan (foto polos sinus, transiluminasi, CT-scan dan MRI),
pemeriksaan fungsi mukosiliar, penilaian nasal airway, fungsi penciuman dan pemeriksaan
laboratorium.5,10
Prinsip penatalaksanaan rinosinusitis kronik yaitu penatalaksanaan medikamentosa
dan pembedahan. Pada rinosinusitis kronik terapi pembedahan mungkin menjadi pilihan
yang lebih baik dibanding terapi medikamentosa. Adanya latar belakang seperti alergi,
infeksi dan kelainan anatomi rongga hidung memerlukan terapi yang berlainan juga. 10
Thank You

Anda mungkin juga menyukai