Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

RINOSINUSITIS

A. PENGERTIAN

Rinosinusitis adalah peradangan mukosa nasal dan sinus paranasal,

dikatakan kronis apabila berlangsung paling sedikit 12 minggu (CDK, 2010).

Rinosinusitis kronik (RSK) atau sering disebut sinusitis kronik didefinisikan

sebagai gangguan akibat peradangan dan infeksi mukosa sinus paranasalis dan

pada mukosa hidung yang telah mengalami perubahan reversibel maupun

irreversible dengan berbagai etiologi dan faktor predisposisi dan 1,2,3

berlangsung lebih dari 12 minggu RSK masih merupakan tantangan dan

masalah dalam praktek umum maupun spesialis mengingat anatomi, etiologi

serta penanganannya yang kompleks (Harowi dkk, 2011)

Rinosinusitis merupakan penyakit peradangan yang menyerang organ sinus

paranasal dan kavitas nasal. Sejak pertengahan tahun 1990, kata sinusitis telah

diganti menjadi istilah rinosinusitis, dimana jarang ditemukan kasus sinusitis

tanpa rhinitis dan juga penyakit rhinitis yang selalu disertai dengan sinusitis.

(Lee, 2008)

Rinosinusitis kronis adalah inflamasi mukosa hidung dan sinus paranasal

yang dapat ditegakkan berdasarkan riwayat gejala yang diderita sudah lebih

dari 12 minggu, dan sesuai dengan 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor

ditambah 2 kriteria minor (Stankiewicz, 2001; Busquets, 2006; Soetjipto, 2006;

Setiadi M, 2009).
B. KLASIFIKASI

Pinheiro et al. (1998) dalam CDK (2010), membagi rinosinusitis ditinjau dari

lima aksis, yaitu:

1. Gambaran klinis (akut, subakut, dan kronik)

Menurut Konsensus International (2004) dalam Soetjipto & Wardani (2007)

membagi rinosinusitis menjadi:

a. Akut dengan batas sampai 4 minggu,

b. Sub akut bila terjadi antara 4 minggu sampai 3 bulan atau 12 minggu,

c. Kronik bila lebih dari 3 bulan atau 12 minggu.

Rinosinusitis kronis adalah peradangan mukosa hidung dan sinus paranasal

yang menetap selama lebih 12 minggu atau 4 kali serangan akut berulang

pertahun yang masing-masing serangan lebih dari 10 hari.

2. Lokasi sinus yang terkena (maksilaris, frontalis, ethmoidalis, dan

sphenoidalis)

3. Organisme yang terlibat (virus, bakteri, atau jamur)

4. Keterlibatan ekstrasinus (komplikasi atau tanpa komplikasi)

5. Modifikasi penyebab spesifik (atopi, obstruksi komplek osteomeatal)

Klasifikasi lain didasarkan ditemukan ada tidaknya alergi, membagi

rinosinusitis menjadi alergi dan nonalergi atau berdasarkan ada tidaknya

infeksi dibagi dalam rinosinusitis infeksi dan noninfeksi. Rinosinusitis infeksi

biasanya didahului dengan infeksi saluran nafas atas akut yang disebabkan

virus, biasanya infeksi bakteri merupakan lanjutan dari infeksi virus. Infeksi

virus biasanya akan membaik tanpa terapi setelah 2 minggu. Virus yang biasa
menjadi penyebab adalah virus influenza, corona virus dan rinovirus. Infeksi

virus sering diikuti infeksi bakteri terutama kokkus (streptococcus pneumonia

dan staphilococcus aureus) dan haemophilus influenza. Rinosinusitis kronik

noninfeksi Bisa disebabkan alergi, faktor lingkungan (misalnya polutan) dan

penyebab fisiologik atau yang berkaitan dengan usia (misalnya rinitis

vasomotor dan perubahan hormonal).

C. ETIOLOGI

1. Faktor Host

a. Umur, Jenis Kelamin dan Ras

Rinosinusitis kronik merupakan penyakit yang dapat mengenai semua

kelompok umur, semua jenis kelamin dan semua ras.

b. Riwayat Rinosinusitis Akut

Rinosinusitis akut biasanya didahului oleh adanya infeksi saluran

pernafasan atas seperti batuk dan influenza. Infeksi saluran pernafasan

atas dapat menyebabkan edema pada mukosa hidung, hipersekresi dan

penurunan aktivitas mukosiliar. Rinosinusitis akut yang tidak diobati

secara adekuat akan menyebabkan regenerasi epitel permukaan bersilia

yang tidak lengkap, akibatnya terjadi kegagalan mengeluarkan sekret

sinus dan menciptakan predisposisi infeksi.

c. Infeksi Gigi

Infeksi gigi merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya

rinosinusitis maksila. Hal ini terjadi karena sinus maksila mempunyai

hubungan yang sangat dekat dengan akar gigi premolar dan molar atas.
Hubungan ini dapat menimbulkan masalah klinis seperti infeksi yang

berasal dari gigi dan fistula oroantral dapat naik ke atas dan

menimbulkan infeksi sinus maksila.

d. Rinitis Alergi

Alergi merupakan suatu penyimpangan reaksi tubuh terhadap paparan

bahan asing yang menimbulkan gejala pada orang yang berbakat atopi

sedangkan pada kebanyakan orang tidak menimbulkan reaksi apapun.39

Rinitis alergi adalah suatu penyakit manifestasi reaksi hipersensitifitas

tipe I (Gell & Comb) yang diperantarai oleh IgE dengan mukosa hidung

sebagai organ sasaran utama. Gejalanya berupa hidung beringus, bersin-

bersin, hidung tersumbat dan gatal.

e. Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya

rinosinusitis kronik. Hal ini disebabkan penderita diabetes mellitus

berada dalam kondisi immunocompromised atau turunnya sistem

kekebalan tubuh sehingga lebih rentan terkena penyakit infeksi seperti

rinosinusitis.

f. Asma

Asma merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya rinosinusitis

kronik. Sebesar 25-30 % penderita asma dapat berkembang menjadi

polip hidung sehingga mengganggu aliran mukus.


g. Kelainan anatomi hidung

Kelainan anatomi seperti septum deviasi, bula etmoid yang membesar,

hipertrofi atau paradoksal konka media dan konka bulosa dapat

mempengaruhi aliran ostium sinus, menyebabkan penyempitan pada

kompleks osteomeatal dan menggangu clearance mukosilia sehingga

memungkinkan terjadinya rinosinusitis.

h. Kelainan congenital

Kelainan kongenital seperti sindroma kartagener dan fibrosis kistik

dapatmengganggu transport mukosiliar (sistem pembersih). Sindrom

kartagener atau sindrom silia immortal merupakan penyakit yang

diturunkan secara genetik, dimana terjadi kekurangan/ketiadaan lengan

dynein sehingga menyebabkan terjadinya gangguan pada koordinasi

gerakan silia dan disorientasi arah dari denyut silia.

2. Faktor Agent

Rinosinusitis kronik dapat disebabkan oleh beberapa bakteri patogen seperti

Streptococcus pneumonia, Haemophillus influenza, Moraxella catarrhalis,

Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus, Bacteroides,

Peptostreptococcus, Fusobacterium dan Basil gram (-). Selain bakteri,

rinosinusitis juga dapat disebabkan oleh virus (Rhinovirus, influenza virus,

parainfluenza virus dan Adenovirus) dan jamur (Aspergillus dan Candida).

3. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan yang memengaruhi terjadinya rinosinusitis kronik yaitu

polusi udara dan udara dingin. Paparan dari polusi udara dapat mengiritasi
saluran hidung, menyebabkan perubahan mukosa dan memperlambat

gerakan silia. Apabila berlangsung terus-menerus dapat menyebabkan

rinosinusitis kronik. Udara dingin akan memperparah infeksi karena

menyebabkan mukosa sinus membengkak. Hal ini membuat jalannya mukus

terhambat dan terjebak di dalam sinus, yang kemudian menyebabkan bakteri

berkembang di daerah tersebut.

D. PATOFISIOLOGI

Patofisiologi rinosinusitis kronik terkait 3 faktor: patensi ostium, fungsi silia

dan kualitas sekret. Gangguan salah satu faktor tersebut atau kombinasi faktor-

faktor tersebut merubah fisiologi dan menimbulkan sinusitis.Kegagalan

transpor mukus dan menurunnya ventilasi sinus merupakan faktor utama

berkembangnya rinosinusitis kronik.

Patofisiologi rinosinusitis kronik dimulai dari blokade akibat udem hasil

proses radang di area kompleks ostiomeatal. Blokade daerah kompleks

ostiomeatal menyebabkan gangguan drainase dan ventilasi sinus-sinus anterior.

Sumbatan yang berlangsung terus menerus akan mengakibatkan terjadinya

hipoksi dan retensi sekret serta perubahan pH sekret yang merupakan media

yang baik bagi bakteri anaerob untuk berkembang biak. Bakteri juga

memproduksi toksin yang akan merusak silia. Selanjutnya dapat terjadi

hipertrofi mukosa yang memperberat blokade kompleks ostiomeatal.Siklus ini

dapat dihentikan dengan membuka blokade kompleks ostiomeatal untuk

memperbaiki drainase dan aerasi sinus.


Faktor predisposisi rinosinusitis kronik antara lain adanya; obstruksi

mekanik seperti septum deviasi, hipertrofi konkha media, benda asing di

hidung, polip serta tumor di dalam rongga hidung.Faktor sistemik yang

mempengaruhi seperti malnutrisi, terapi steroid jangka panjang, diabetes,

kemoterapi dan defisiensi imun.Faktor lingkungan seperti polusi udara, debu,

udara dingin dan kering dapat mengakibatkan perubahan pada mukosa dan

kerusakan silia.

E. TANDA DAN GEJALA

1. Gejala Subjektif

a. Nyeri

Sesuai dengan daerah sinus yang terkena dapat ada atau mungkin tidak.

Secara anatomi, apeks gigi-gigi depan atas (kecuali gigi insisivus)

dipisahkan dari lumen sinus hanya oleh lapisan tipis tulang atau mungkin

tanpa tulang hanya oleh mukosa, karenanya sinusitis maksila sering

menimbulkan nyeri hebat pada gigi-gigi ini

b. Sakit kepala

Merupakan tanda yang paling umum dan paling penting pada

sinusitis.Wolff menyatakan bahwa nyeri kepala yang timbul merupakan

akibat adanya kongesti dan udema di ostium sinus dan

sekitarnya.Penyebab sakit kepala bermacam-macam, oleh karena itu

bukanlah suatu tanda khas dari peradangan atau penyakit pada sinus.Jika

sakit kepala akibat kelelahan dari mata, maka biasanya bilateral dan

makin berat pada sore hari, sedangkan pada penyakit sinus sakit kepala
lebih sering unilateral dan meluas kesisi lainnya. Sakit kepala yang

bersumber di sinus akan meningkat jika membungkukkan badan kedepan

dan jika badan tiba-tiba digerakkan. Sakit kepala ini akan menetap saat

menutup mata, saat istirahat ataupun saat berada dikamar gelap. Nyeri

kepala pada sinusitis kronis biasanya terasa pada pagi hari, dan akan

berkurang atau hilang setelah siang hari. Penyebabnya belum diketahui

dengan pasti, tetapi mungkin karena pada malam hari terjadi penimbunan

ingus dalam rongga hidung dan sinus serta adanya statis vena.

c. Nyeri pada penekanan

Nyeri bila disentuh dan nyeri pada penekanan jari mungkin terjadi pada

penyakit di sinus-sinus yang berhubungan dengan permukaan wajah

d. Gangguan penghindu

Indra penghindu dapat disesatkan (parosmia), pasien mencium bau yang

tidak tercium oleh hidung normal.Keluhan yang lebih sering adalah

hilangnya penghindu (anosmia).Hal ini disebabkan adanya sumbatan

pada fisura olfaktorius didaerah konka media. Oleh karena itu ventilasi

pada meatus superior hidung terhalang, sehingga menyebabkan

hilangnya indra penghindu. Pada kasus kronis, hal ini dapat terjadi akibat

degenerasi filament terminal nervus olfaktorius, meskipun pada

kebanyakan kasus, indra penghindu dapat kembali normal setelah infeksi

hilang.
2. Gejala Objektif

a. Pembengkakan dan udem, Jika sinus yang berbatasan dengan kulit

terkena secara akut, dapat terjadi pembengkakan dan udem kulit yang

ringan akibat periostitis.Palpasi dengan jari mendapati sensasi seperti

pada penebalan ringan atau seperti meraba beludru.

b. Sekret nasal

Mukosa hidung jarang merupakan pusat fokus peradangan supuratif,

sinus-sinuslah yang merupakan pusat fokus peradangan semacam ini.

Adanya pus dalam rongga hidung seharusnya sudah menimbulkan

kecurigaan adanya suatu peradangan dalam sinus.Pus di meatus medius

biasanya merupakan tanda terkenanya sinus maksila, sinus frontal atau

sinus etmoid anterior, karena sinus-sinus ini bermuara ke dalam meatus

medius.

F. KOMPLIKASI

Kompikasi rinosinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukan

antibiotika. Komplikasi yang dapat terjadi ialah:

1. Osteomielitis dan abses subperiostal

Paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya ditemukan pada

anak-anak.Pada osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula oroantral.

2. Kelainan Orbita

Disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata

(orbita).Yang paling sering ialah sinusitis etmoid, kemudian sinusitis frontal

dan maksila.Penyebaran infeksi terjadi melalui tromboflebitis dan


perkontinuitatum.Variasi yang dapat timbul ialah udema palpebra, selulitis

orbita, abses subperiostal, abses orbita dan selanjutnya dapat terjadi

trombosis sinus kavernosus.

3. Kelainan Intrakranial

Dapat berupa meningitis, abses ektradural, abses otak dan trombosis sinus

kavernosus.

4. Kelainan Paru

Seperti bronkitis kronis dan brokiektasis.Adanya kelainan sinus paranasal

disertai denga kelainan paru ini disebut sinobronkitis. Selain itu dapat juga

timbul asma bronkial

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan fisik, Pemeriksaan palpasi turut membantu menemukan nyeri

tekan pada daerah sinus yang terkena disamping pemeriksan rinoskopi

anterior dan rinoskopi posterior.

2. Transiluminasi, Transluminasi mempuyai manfaat yang terbatas, hanya

dapat dipakai untuk pemeriksaan sinus maksila dan sinus frontal, bila

fasilitas pemeriksaan radiologik tidak tersedia.

3. Pemeriksaan radiologi

a. Foto rontgen sinus paranasal

b. CT-Scan (Computer Tomography) sinus paranasal

4. Nasoendoskopi : Nasoendoskopi ini akan mempermudah dan memperjelas

pemeriksaan karena dapat melihat bagian-bagian rongga hidung yang

berhubungan dengan faktor lokal penyebab sinusitis.


H. PENATALAKSANAAN

1. Medikamentosa

a. Antibiotika Meskipun tidak memegang peran penting, antibiotika dapat

diberikan sebagai terapi awal.Pilihan antibiotika harus mencakup β-

laktamase seperti pada terapi sinusitis akut lini ke II, yaitu amoksisillin

klavulanat atau ampisillin sulbaktam, sefalosporin generasi kedua,

makrolid, klindamisin.Jika ada perbaikan antibiotik diteruskan

mencukupi 10 – 14 atau lebih jika diperlukan.

b. Terapi Medik Tambahan, Dekongestan, Dekongestan berperan penting

sebagai terapi awal mendampingi antibiotik.Dekongestan oral

menstimulasi reseptor α-adrenergik dimukosa hidung dengan efek

vasokontriksi yang dapat mengurang keluhan sumbatan hidung,

meningkatkan diameter ostium dan meningkatkan ventilasi. Preparat

yang umum adalah pseudoefedrine dan phenyl-propanolamine.Karena

efek peningkatan tekanan darah tinggi dan penyakit jantung harus

dilakukan dengan hati-hati.

2. Penatalaksanaan Operatif

Sinusitis kronis yang tidak sembuh dengan pengobatan medik adekuat dan

optimal serta adanya kelainan mukosa menetap merupakan indikasi tindakan

bedah.
I. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Biodata

Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan,,

b. Riwayat Penyakit sekarang

Penderita mengeluah hidung tersumbat,kepala pusing, badan terasa

panas, bicara bendeng.

c. Keluhan utama

Biasanya penderita mengeluh nyeri kepala sinus, tenggorokan.

d. Riwayat penyakit dahulu

 Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau

trauma

 Pernah mempunyai riwayat penyakit THT

 Pernah menedrita sakit gigi geraham

e. Riwayat keluarga

Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu yang

mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang.

f. Riwayat spikososial

 Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih)

 Interpersonal : hubungan dengan orang lain.

g. Pola fungsi kesehatan

 Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat untuk mengurangi flu

biasanya klien menkonsumsi obat tanpa memperhatikan efek samping.


 Pola nutrisi dan metabolisme, Biasanya nafsu makan klien berkurang

karena terjadi gangguan pada hidung

 Pola istirahat dan tidur, Selama inditasi klien merasa tidak dapat

istirahat karena klien sering pilek

 Pola Persepsi dan konsep diri, Klien sering pilek terus menerus dan

berbau menyebabkan konsepdiri menurun

 Pola sensorik, Daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu

akibat pilek terus menerus (baik purulen , serous, mukopurulen).

h. Pemeriksaan fisik

 status kesehatan umum : keadaan umum , tanda viotal, kesadaran

 Pemeriksaan fisik data focus hidung : nyeri tekan pada sinus,

rinuskopi (mukosa merah dan bengkak)

2. Diagnosa Keperawatan

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif

b. Nyeri

c. PK: Infeksi

d. Cemas

e. Gangguan persepsi sensori penghidu

Anda mungkin juga menyukai