Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

SINUSITIS

Untuk Memenuhi Tugas Clincal Study 2


Departemen Bedah

Oleh :
Eka Aditya Mahardika
NIM 135070200111022

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
SINUSITIS

1. Definisi
Sinusitis adalah suatu peradangan pada sinus yang terjadi karena
alergi, infeksi virus, bakteri dan jamur. Sinusitis bisa terjadi pada salah
satu dari keempat sinus yang ada (Cangjaya, 2002).
Sinusitis merupakan penyakit infeksi sinus yang disebabkan oleh
kuman atau virus.
Sinusitis adalah peradangan, atau pembengkakan, dari jaringan
yang melapisi sinus. Biasanya sinus berisi udara, tetapi ketika sinus
tersumbat dan berisi cairan, kuman (bakteri, virus, dan jamur) dapat
berkembang dan menyebabkan infeksi.
Sinusitis adalah peradangan pada sinus karena infeksi kuman, virus,
jamur, dan bakteri.

2. Klasifikasi
Berdasarkan jenisnya, sinusitis dapat dibagi sebagai berikut:
1. Sinusitis akut
Sinusitis bersifat akut jika berlangsung selama 3 minggu atau lebih.
Penyebab sinusitis akut menurut changjaya, 2003 adalah:
Infeksi virus
Sinusitis akut dapat terjadi setelah terinveksi suatu infeksi virus
pada saluran pernafasan bagian atas.
Infeksi bakteri
Didalam tubuh manusia terdapat beberapa jenis bakteri yang dalam
keadaan normal tidak menimbulkan penyakit (misalnya
streptococcus pneumonia, haemophilus influenza, dan staphilus
aerus). Jika pertahanan tubuh menurun/drainase dari sinus
tersumbat akibat pilek/infeksi virus lainnya, maka bakteri ysng
sebelumnya tidak berbahaya akan berkembang biak dan menyusup
ke dalam sinus. Bakteri bertanggung jawab terhadap meningkatnya
60% kasus sinusitis akut.
Infeksi jamur Aspergillus merupakan jamur yang bisa menyebabkan
sinusitis pada penderita gangguan system kekebalan. Pada orang-
orang tertentu, sinusitis jamur merupakan sejenis reaksi alergi
terhadap jamur.
Peradangan menahun pada saluran hidung Pada penderita renitis
alergika bisa terjadi sinusitias akut, demikian pula halnya pada
penderita renitis vasomotor.
Penyakit tertentu Sinusitis akut lebih sering terjadi pada penderita
gangguan system kekebalan dan penderita kelainan sekresi lendir.
Penyebab lain menurut Ballenger, 1994 adalah :
Semua keadaan anatomik/fisiologik yang dapat menimbulkan
sumbatan drainase dari sinus, menyebabkan statis secret dan hal
ini menyebabkan infeksi.
Polip alergi dengan posisi yang tidak menguntungkan, terutama
dekat hiatus semilunaris karena menyebabkan sumbatan relatif
terhadap drainase dari kelompok anterior.
Infeksi apical dari sisi yang menonjol ke dalam dasar sinus maksila
dapat menyebabkan infeksi
2. Sinusitis kronik
Sinusitis kronik jika berlangsung selama 3 8 minggu dan dapat
berlanjut sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.
Penyebab sinusitis kronik :
Asma
Penyakit alergi
Gangguan system kekebalan/kelainan sekresi maupun
pembuangan lendir.
Aktivitas silia yang rusak dapat mengganggu pembersihan sinus
yang menyebabkan infeksi sinus berkepanjangan. Sebagai
tambahan efek buruk dari merokok dan polusi udara terhadap
aktivitas mukosiliar, deviasi septum dapat mengubah arus
konveksi aliran udara inspirasi sedemikian rupa, sehingga
terdapat daerah kering yang dapat merusak aktivitas silia.
Obstruksi hidung kronik akibat rabor dan edema membran
mukosa hidung.

3. Etiologi
a. Penjalanan infeksi gigi seperti infeksi periapikal atau abses apikal gigi
dari gigi kaninus sampai gigi molar tiga atas. Biasanya infeksi lebih
sering terjadi pada kasus-kasus akar gigi yang hanya terpisah dari
sinus oleh tulang yang tipis, walaupun kadang-kadang ada juga infeksi
mengenai sinus yang dipisahkan oleh tulang yang tebal (Ross, 1999).
b. Prosedur ekstraksi gigi. Pencabutan gigi ini dapat menyebabkan
terbukanya dasar sinus sehingga lebih mudah bagi penjalanan infeksi
(Saragih, 2007).
c. Penjalaran penyakit periodontal yaitu dijumpai adanya penjalaran
infeksi dari membran periodontal melalui tulang spongiosa ke mukosa
sinus (Prabhu; Padwa; Robsen; Rahbar, 2009).
d. Trauma, terutama fraktur maksila yang mengenai prosesus alveolaris
dan sinus maksila (Ross, 1999).
e. Adanya benda asing dalam sinus berupa fragmen akar gigi dan bahan
tambahan akibat pengisian saluran akar yang berlebihan (Saragih,
2007).
f. Osteomielitis pada maksila yang akut dan kronis (Mangunkusomo;
Rifki, 2001).
g. Kista dentogen yang seringkali meluas ke sinus maksila, seperti kista
radikuler dan folikuler (Prabhu; Padwa; Robsen; Rahbar, 2009).
h. Deviasi septum kavum nasi, polip, serta neoplasma atau tumor dapat
menyebabkan obstruksi ostium yang memicu sinusitis (Mangunkusomo
dan Soetjipto,2007).

4. Manifestasi klinis
1. Nyeri
Nyeri biasanya sesuai dengan daerah yang terkena, yaitu :
Sinusitis maksilaris : nyeri pipi tepat di bawah mata, sakit gigi, sakit
kepala.
Sinusitis frontalis : sakit kepala di dahi.
Sinusitis etmoidalis : nyeri di belakang dan diantara mata serta sakit
kepala di dahi, nyeri tekan di pinggiran hidung, berkurangnya indera
penciuman dan hidung tersumbat.
Sinusitis sfenoidalis : nyeri yang lokasinya tidak dapat dipastikan dan
bisa dirasakan di puncak kepala bagian depan ataupun belakang
atau kadang menyababkan sakit telinga dan leher.
2. Sakit kepala
Sakit kepala merupakan salah satu tanda yang paling umum dan paling
penting pada sinusitis. Sakit kepala akan meningkat jika
membungkukkan badan ke depan dan jika badan tiba-tiba digerakkan.
Sakit kepala ini akan menetap saat menutup mata, saat istirahat atau
saat berada di kamar yang gelap. Sakit kepala timbul tiap hari mulai
pukul 10 - 11 dan berakhir pukul 3 - 4 sore. Pada sinusitis kronik nyeri
dan sakit kepala mungkin tidak ada kecuali bila terjadi gangguan
drainase dan fentilasi.
3. Nyeri pada pendengaran
Nyeri bila disentuh dan nyeri pada penekanan jari mungkin terjadi pada
penyakit di sinus-sinus yang sehubungan dengan permukaan wajah
seperti sinus frontalis, sinus etmoro anterior dan sinus maksila.
4. Gangguan penghidu
Indra penghidu dapat disesatkan (parosmia), pasien mencium bau yang
tidak tercium oleh hidung normal. Keluhan yang sering adalah
hilangnya penghidu (anosmia), terjadi karena sumbatan pada fisura
olfaktorius di daerah kontra media. Pada kasus anemia, dapat terjadi
karena degenerasi filamen terminal N. olfaktorius.
5. Pembengkakan/edema
Jika sinus yang berbatasan dengan kulit terkena secara akut dapat
terjadi pembengkakan dan udema kulit yang ringan akibat periostitis.
Palpasi dengan jari mendapati sensasi seperti ada penebalan
ringan/seperti meraba beludru.
6. Secret nasal
Pus dalam rongga hidung dapat berarti empisema dalam sinus, mukosa
hidung jarang merupakan pusat focus peradangan supuratif, sinus-
sinus lainlah yang merupakan pusat fukus peradangan semacam ini.
Adanya pus dalam rongga menandakan adanya suatu peradangan
sinus.
Gejala yang lainnya adalah :
1. Tidak enak badan.
2. Demam.
3. Letih, lesu.
4. Batuk, yang mungkin memburuk pada malam hari.

5. Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan
lancarnya klirens mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam kompleks
osteo-meatal. Sinus dilapisi oleh sel epitel respiratorius. Lapisan mukosa
yang melapisi sinus dapat dibagi menjadi dua yaitu lapisan viscous
superficial dan lapisan serous profunda. Cairan mukus dilepaskan oleh sel
epitel untuk membunuh bakteri maka bersifat sebagai antimikroba serta
mengandungi zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan
tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan. Cairan
mukus secara alami menuju ke ostium untuk dikeluarkan jika jumlahnya
berlebihan (Ramalinggam, 1990; Mangunkusomo dan Soetjipto,2007).
Faktor yang paling penting yang mempengaruhi patogenesis
terjadinya sinusitis yaitu apakah terjadi obstruksi dari ostium. Jika terjadi
obstruksi ostium sinus akan menyebabkan terjadinya hipooksigenasi,
yang menyebabkan fungsi silia berkurang dan epitel sel mensekresikan
cairan mukus dengan kualitas yang kurang baik (Kieff dan Busaba, 2004).
Disfungsi silia ini akan menyebabkan retensi mukus yang kurang baik
pada sinus (Hilger, 1997).
Kejadian sinusitis maksila akibat infeksi gigi rahang atas terjadi
karena infeksi bakteri (anaerob) menyebabkan terjadinya karies profunda
sehingga jaringan lunak gigi dan sekitarnya rusak (Prabhu; Padwa;
Robsen; Rahbar, 2009). Pulpa terbuka maka kuman akan masuk dan
mengadakan pembusukan pada pulpa sehingga membentuk gangren
pulpa. Infeksi ini meluas dan mengenai selaput periodontium
menyebabkan periodontitis dan iritasi akan berlangsung lama sehingga
terbentuk pus. Abses periodontal ini kemudian dapat meluas dan
mencapai tulang alveolar menyebabkan abses alveolar. Tulang alveolar
membentuk dasar sinus maksila sehingga memicu inflamasi mukosa
sinus.
Disfungsi silia, obstruksi ostium sinus serta abnormalitas sekresi
mukus menyebabkan akumulasi cairan dalam sinus sehingga terjadinya
sinusitis maksila (Drake, 1997). Dengan ini dapat disimpulkan bahwa
patofisiologi sinusitis ini berhubungan dengan tiga factor, yaitu patensi
ostium, fungsi silia, dan kualitas sekresi hidung. Perubahan salah satu dari
factor ini akan merubah sistem fisiologis dan menyebabkan sinusitis.

6. Pemeriksaan diagnostic

a. Rinoskopi anterior
Tampak mukosa konka hiperemis, kavum nasi sempit, dan edema.Pada
sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis ethmoid anterior tampak
mukopus atau nanah di meatus medius, sedangkan pada sinusitis
ethmoid posterior dan sinusitis sfenoid nanah tampak keluar dari
meatus superior.
b. Rinoskopi posterior : Tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip).
c. Dentogen : Caries gigi (PM1,PM2,M1)
d. Transiluminasi (diaphanoscopia)
Sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap. Pemeriksaan
transiluminasi bermakna bila salah satu sisi sinus yang sakit, sehingga
tampak lebih suram dibanding sisi yang normal.
e. X Foto sinus paranasalis:
Pemeriksaan radiologik yang dibuat ialah Posisi Waters,
Posteroanterior dan Lateral. Akan tampak perselubungan atau
penebalan mukosa atau batas cairan udara (air fluid level) pada sinus
yang sakit.Posisi Waters adalah untuk memproyeksikan tulang
petrosus supaya terletak di bawah antrum maksila, yakni dengan cara
menengadahkan kepala pasien sedemikian rupa sehingga dagu
menyentuh permukaan meja. Posisi ini terutama untuk melihat adanya
kelainan di sinus maksila, frontal dan etmoid. Posisi Posteroanterior
untuk menilai sinus frontal dan Posisi Lateral untuk menilai sinus
frontal, sphenoid dan etmoid
f. Pemeriksaan CT Scan
Pemeriksaan CT-Scan merupakan cara terbaik untuk memperlihatkan
sifat dan sumber masalah pada sinusitis dengan komplikasi. CT-Scan
pada sinusitis akan tampak : penebalan mukosa, air fluid level,
perselubungan homogen atau tidak homogen pada satu atau lebih
sinus paranasal, penebalan dinding sinus dengan sklerotik (pada
kasus-kasus kronik).Hal-hal yang mungkin ditemukan pada
pemeriksaan CT-Scan :
a) Kista retensi yang luas, bentuknya konveks (bundar), licin,
homogen, pada pemeriksaan CT-Scan tidak mengalami ehans.
Kadang sukar membedakannya dengan polip yang terinfeksi, bila
kista ini makin lama makin besar dapat menyebabkan gambaran
air-fluid level.
b) Polip yang mengisi ruang sinus
c) Polip antrokoanal
d) Massa pada cavum nasi yang menyumbat sinus
e) Mukokel, penekanan, atrofi dan erosi tulang yang berangsur-angsur
oleh massa jaringan lunak mukokel yang membesar dan gambaran
pada CT Scan sebagai perluasan yang berdensitas rendah dan
kadang-kadang pengapuran perifer.
g. Pemeriksaan di setiap sinus
a) Sinusitis maksila akut
Pemeriksaan rongga hidung akan tampak ingus kental yang
kadang-kadang dapat terlihat berasal dari meatus medius mukosa
hidung. Mukosa hidung tampak membengkak (edema) dan merah
(hiperemis). Pada pemeriksaan tenggorok, terdapat ingus kental di
nasofaring.Pada pemeriksaan di kamar gelap, dengan
memasukkan lampu kedalam mulut dan ditekankan ke langit-
langit, akan tampak pada sinus maksila yang normal gambar
bulan sabit di bawah mata. Pada kelainan sinus maksila gambar
bulan sabit itu kurang terang atau tidak tampak. Untuk diagnosis
diperlukan foto rontgen. Akan terlihat perselubungan di sinus
maksila, dapat sebelah (unilateral), dapat juga kedua belah
(bilateral ).
b) Sinusitis etmoid akut
Pemeriksaan rongga hidung, terdapat ingus kental, mukosa
hidung edema dan hiperemis. Foto roentgen, akan terdapat
perselubungan di sinus etmoid.
c) Sinusitis frontal akut
Pemeriksaan rongga hidung, ingus di meatus medius. Pada
pemeriksaan di kamar gelap, dengan meletakkan lampu di sudut
mata bagian dalam, akan tampak bentuk sinus frontal di dahi yang
terang pada orang normal, dan kurang terang atau gelap pada
sinusitis akut atau kronis. Pemeriksaan radiologik, tampak pada
foto roentgen daerah sinus frontal berselubung.
d) Sinusitis sfenoid akut
Pemeriksaan rongga hidung, tampak ingus atau krusta serta foto
rontgen.

7. Penatalaksanaan
1. Sinusitis akut
Tujuan pengobatan sinusitis akut adalah mengontrol infeksi,
memulihkan kondisi mukosa nasal, dan menghilangkan nyeri.
Pengobatan untuk sinusitis akut biasanya diberika:
a Dekongestan untuk mengurangi penyumbatan
Dekongestan oral yang umum diberikan adalah Drixoral dan
Dimetapp sedangkan dekongestan harus diberikan dengan posisi
kepala pasien ke belakang untuk meningkatkan drainage
maksimal.
b Antibiotik untuk mengendalikan infeksi
Antibiotik pilihan adalah Amoksisilin dan Ampisilin, bagi yang alergi
diganti dengan alternatif Trimetoprim/Sulfametoksazol (Baktrim
OS, Spektra DS).
c Obat pereda nyeri untuk mengurangi nyeri
Dekongestan dalam bentuk tetes hidung atau obat semprot
hidung hanya boleh dipakai selama waktu yang terbatas (karena
pemakaian jangka panjang bisa menyebabkan penyumbatan dan
pembengkakan pada saluran hidung). Untuk mengurangi
penyumbatan, pembengkakan dan peradangan bisa diberikan
obat semprot hidung yang mengandung steroid. Kabut hangat dan
irigasi salin efektif untuk membuka sumbatan saluran, sehingga
memungkinkan drainage rabas pulen.
2. Sinusitis kronis Pengobatan untuk mengurangi sinusitis kronis:
a. Diberikan antibiotik dan dekongestan.
b. Untuk mengurangi peradangan biasanya diberikan obat semprot
hidung yang mengandung steroid.
c. Jika penyakitnya berat, bisa diberikan steroid peroral (melalui
mulut).
Hal-hal berikut bisa dilakukan untuk mengurangi rasa tidak nyaman :
a. Menghirup uap dari sebuah vaporizer atau semangkuk air panas.
b. Obat semprot hidung yang mengandung larutan garam .
c. Kompres hangat di daerah sinus yang terkena.
Jika tidak dapat diatasi dengan pengobatan tersebut, maka satu-
satunya jalan untuk mengobati sinusitis kronis adalah pembedahan.
Tindakan bedah jarang dilakukan pada terapi sinusitis akut, jika
dikerjakan biasanya hanya setelah gagal dengan bermacam-macam
terapi. Pembedahan yang diindikasikan pada sinusitis kronis untuk
memperbaiki deformitas structural yang menyumbat ostio (ostium)
sinus dengan tujuan mempermudah drainage. Pembedahan dapat
mencakup eksisi atau kateterisasi polip, perbaikan penyimpangan
septum, menginsisi serta drainase sinus. Dianjurkan pindah ke
daerah dengan iklim kering. Luksasi koonka hidung seringkali
memperbaiki drainage melalui hiatus semikularis. Untuk mencapai
hal ini, analgetik local pertama-tama dilakukan dengan meletakkan
kapas yang dibasahi 1 - 2% tetrakain pada permukaan medical dan
lateral dari ujung anterior konka media. Setelah 10 menit, luksaso
konka dapat dengan mudah silakukan dengan meletakkan alat yang
pipih di bawah dinding lateral konka dan mematahkan ke arah
medial. Perdarahan minimal. Pembedahan yang dapat dilakukan
secara intranasal antrostomy dan Operasi Cadwell Luch. Dalam
pelaksanaannya antrum maksilaris dibuka melalui hidung. Kemudian
dengan cara lebih radikal antrum dibuka melalui mulut. Hanya
dengan pembukaan kecil dibuat dengan cara intra nasal.
Pembedahan model Cadwell Luch dengan memakai drainage
permanen ke dalam hidung. Kedua jenis pembedahan tersebut
dilakukan dengan anestesi lokal.

8. Komplikasi
Komplikasi sinusitis adalah kelainan orbital disebabkan oleh sinus
paranasal yang berdekatan dengan mata. Yang paling sering ialah
sinusitis etmoid, kemudian sinusitis frontal dan maksila. Penyebaran
infeksi terjadi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum. Kelainan yang
dapat timbul ialah edema palpebra, selulitis orbita, abses subperiostal,
abses orbita dan selanjutnya dapat terjadi thrombosis sinus kavernosus
(Mangunkusomo dan Soetjipto,2007). Komplikasi lain adalah infeksi orbital
menyebabkan mata tidak dapat digerakkan serta kebutaan karena
tekanan pada nervus optikus (Hilger, 1997).
Osteomielitis dan abses subperiosteal paling sering timbul akibat
sinusitis frontal dan biasanya ditemukan pada anak-anak. Pada
osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula oroantral atau fistula pada
pipi (Tucker dan Schow, 2008)
Infeksi otak yang paling berbahaya karena penyebaran bakteri ke
otak melalui tulang atau pembuluh darah. Ini dapat juga mengakibatkan
meningitis, abses otak dan abses ekstradural atau subdural (Hilger, 1997).
Komplikasi sinusitis yang lain adalah kelainan paru seperti bronkitis
kronis dan bronkiektasi. Adanya kelainan sinus paranasal disertai dengan
kelainan paru ini disebut sinobronkitis. Selain itu, dapat juga
menyebabkan kambuhnya asma bronchial yang sukar dihilangkan
sebelum sinusitisnya disembuhkan (Ballenger, 2009).

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M. G. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta : EGC

Lab. UPF Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan tenggorokan FK Unair, Pedoman

diagnosis dan Terapi Rumah sakit Umum Daerah dr Soetom FK

Unair, Surabaya

Prasetyo B, Ilmu Penyakit THT, EGC Jakarta


ASUHAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN :
1. Biodata : Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan,,
2. Riwayat Penyakit sekarang :
3. Keluhan utama : biasanya penderita mengeluh nyeri kepala sinus,
tenggorokan.
4. Riwayat penyakit dahulu :
- Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau
trauma
- Pernah mempunyai riwayat penyakit THT
- Pernah menedrita sakit gigi geraham
5. Riwayat keluarga : Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga
yang lalu yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien
sekarang.

6. Riwayat spikososial
a. Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih0
b. Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
7. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksanahidup sehat
- Untuk mengurangi flu biasanya klien menkonsumsi obat tanpa
memperhatikan efek samping
b. Pola nutrisi dan metabolisme :
- biasanya nafsumakan klien berkurang karena terjadi gangguan
pada hidung
c. Pola istirahat dan tidur
- selama inditasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien
sering pilek
d. Pola Persepsi dan konsep diri
- klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan
konsepdiri menurun
a. Pola sensorik
- daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat
pilek terus menerus (baik purulen , serous, mukopurulen).

8. Pemeriksaan fisik
a. status kesehatan umum : keadaan umum , tanda viotal, kesadaran.
b. Pemeriksaan fisik data focus hidung : nyeri tekan pada sinus,
rinuskopi (mukosa merah dan bengkak).

Data subyektif :
1. Observasi nares :
a. Riwayat bernafas melalui mulut, kapan, onset, frekwensinya
b. Riwayat pembedahan hidung atau trauma
c. Penggunaan obat tetes atau semprot hidung : jenis, jumlah,
frekwensinyya , lamanya.

2. Sekret hidung :
a. warna, jumlah, konsistensi secret
b. Epistaksis
c. Ada tidaknya krusta/nyeri hidung.

3. Riwayat Sinusitis :
a. Nyeri kepala, lokasi dan beratnya
b. Hubungan sinusitis dengan musim/ cuaca.
4. Gangguan umum lainnya : kelemahan

Data Obyektif
1. Demam, drainage ada : Serous
Mukppurulen
Purulen
2. Polip mungkin timbul dan biasanya terjadi bilateral pada hidung dan sinus
yang mengalami radang Pucat, Odema keluar dari hidng atau mukosa
sinus
3. Kemerahan dan Odema membran mukosa
4. Pemeriksaan penunjung :
a. Kultur organisme hidung dan tenggorokan
b. Pemeriksaan rongent sinus.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri : kepala, tenggorokan , sinus berhubungan dengan peradangan pada
hidung
2. Cemas berhubungan dengan Kurangnya Pengetahuan klien tentang
penyakit dan prosedur tindakan medis(irigasi sinus/operasi)
3. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan dengan obstruksi /adnya
secret yang mengental
4. Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan hiidung buntu., nyeri
sekunder peradangan hidung
5. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
nafus makan menurun sekunder dari peradangan sinus
6. Gangguan konsep diri berhubungan dengan bau pernafasan dan pilek

PERENCANAAN
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan peradangan pada
hidung
Tujuan : Nyeri klien berkurang atau hilang
Kriteria hasil :
- Klien mengungkapakan nyeri yang dirasakan berkurang atau hilang
- Klien tidak menyeringai kesakitan

INTERVENSI RASIONAL
a. Kaji tingkat nyeri klien a. Mengetahui tingkat nyeri klien
dalam menentukan tindakan
selanjutnya
b. Jelaskan sebab dan akibat nyeri b. Dengan sebab dan akibat nyeri
pada klien serta keluarganya diharapkan klien berpartisipasi
dalam perawatan untuk
mengurangi nyeri
c. Ajarkan tehnik relaksasi dan c. Klien mengetahui tehnik distraksi
distraksi dn relaksasi sehinggga dapat
mempraktekkannya bila
mengalami nyeri
d. Observasi tanda tanda vital dan d. Mengetahui keadaan umum dan
keluhan klien perkembangan kondisi klien.
e. Kolaborasi dngan tim medis : e. Menghilangkan /mengurangi
1) Terapi konservatif : keluhan nyeri klien
- obat Acetaminopen;
Aspirin, dekongestan
hidung
- Drainase sinus
2) Pembedahan :
- Irigasi Antral :
Untuk sinusitis
maksilaris
- Operasi Cadwell Luc.

2. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang


penyakit dan prosedur tindakan medis (irigasi/operasi)
Tujuan : Cemas klien berkurang/hilang
Kriteria :
- Klien akan menggambarkan tingkat kecemasan dan pola kopingnya
- Klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang dideritanya serta
pengobatannya.
INTERVENSI RASIONAL
a. Kaji tingkat kecemasan klien a. Menentukan tindakan
b. Berikan kenyamanan dan selanjutnya
ketentaman pada klien : b. Memudahkan penerimaan klien
- Temani klien terhadap informasi yang
- Perlihatkan rasa diberikan
empati( datang dengan
menyentuh klien )
c. Berikan penjelasan pada klien
tentang penyakit yang c. Meingkatkan pemahaman klien
dideritanya perlahan, tenang tentang penyakit dan terapi
seta gunakan kalimat yang untuk penyakit tersebut
jelas, singkat mudah dimengerti sehingga klien lebih kooperatif
d. Singkirkan stimulasi yang
berlebihan misalnya : d. Dengan menghilangkan
- Tempatkan klien diruangan stimulus yang mencemaskan
yang lebih tenang akan meningkatkan ketenangan
- Batasi kontak dengan orang klien.
lain /klien lain yang
kemungkinan mengalami
kecemasan
e. Observasi tanda-tanda vital.
e. Mengetahui perkembangan
f. Bila perlu , kolaborasi dengan klien secara dini.
tim medis f. Obat dapat menurunkan tingkat
kecemasan klien

3. Jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obtruksi (penumpukan secret


hidung) sekunder dari peradangan sinus
Tujuan : Jalan nafas efektif setelah secret (seous,purulen) dikeluarkan
Kriteria :
- Klien tidak bernafas lagi melalui mulut
- Jalan nafas kembali normal terutama hidung
INTERVENSI RASIONAL
a. kaji penumpukan secret yang ada a. Mengetahui tingkat keparahan
dan tindakan selanjutnya
b. Observasi tanda-tanda vital. b. Mengetahui perkembangan klien
sebelum dilakukan operasi
c. Koaborasi dengan tim medis c. Kerjasama untuk menghilangkan
untuk pembersihan sekret penumpukan secret/masalah

4. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan


nafus makan menurun sekunder dari peradangan sinus
Tujuan : kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi
Kriteria :
- Klien menghabiskan porsi makannya
- Berat badan tetap (seperti sebelum sakit ) atau bertambah
INTERVENSI RASIONAL
a. kaji pemenuhan kebutuhan nutrisi a. Mengetahui kekurangan nutrisi
klien kliem
b. Jelaskan pentingnya makanan b. Dengan pengetahuan yang baik
bagi proses penyembuhan tentang nutrisi akan memotivasi
meningkatkan pemenuhan nutrisi
c. Catat intake dan output makanan c. Mengetahui perkembangan
klien. pemenuhan nutrisi klien
d. Anjurkan makan sediki-sedikit d. Dengan sedikit tapi sering
tapi sering mengurangi penekanan yang
berlebihan pada lambung
e. Sajikan makanan secara menarik e. Mengkatkan selera makan klien

5. Gangguan istirahat dan tidur berhubungan dengan hidung buntu, nyeri


sekunder dari proses peradangan
Tujuan : klien dapat istirahat dan tidur dengan nyaman
Kriteria :
- Klien tidur 6-8 jam sehari
INTERVENSI RASIONAL
a. kaji kebutuhan tidur klien. a. Mengetahui permasalahan klien
dalam pemenuhan kebutuhan
istirahat tidur
b. ciptakan suasana yang nyaman. b. Agar klien dapat tidur dengan
c. Anjurkan klien bernafas lewat tenang
mulut c. Pernafasan tidak terganggu.
d. Kolaborasi dengan tim medis d. Pernafasan dapat efektif kembali
pemberian obat lewat hidung

Anda mungkin juga menyukai