Anda di halaman 1dari 9

INFEKSI ODONTOGEN

SINUSITIS MAKSILARIS ODONTOGEN

Oleh :
UTAMI MAYASARI
NIM. 40619125

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
KEDIRI
2020
BAB I

PENDAHULUAN

Sinusitis yaitu merupakan istilah bagi suatu proses inflamasi yang melibatkan
mukosa hidung dan sinus paranasal, merupakan salah satu masalah kesehatan yang
mengalami peningkatan secara nyata dan memberikan dampak bagi pengeluaran finansial

masyarakat. Sinusitis dibagi menjadi kelompok akut dan kronik. Secara anatomi, sinus
maksilaris, berada di pertengahan antara hidung dan rongga mulut dan merupakan lokasi
yang rentan terinvasi oleh organisme patogen lewat ostium sinus maupun lewat rongga

mulut. Masalah gigi seperti penyakit pada periodontal dan lesi periapikal dilaporkan
menyebabkan 58% sampai 78% penebalan mukosa sinus maksilaris (Farhat,. 2006).

Data dari Departemen Kesehatan RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung
dan sinus berada dalam urutan ke- 25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar

102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit. 6 Farhat di Medan mendapatkan insiden
sinusitis dentogen di Departemen THT-KL/RSUP H. Adam Malik sebesar 13.67% dan yang
terbanyak disebabkan oleh abses apikal yaitu sebanyak 71.43% (Farhat,. 2006)..

Sinusitis maksilaris akut dapat disebabkan oleh rhinitis akut, infeksi faring seperti
faringitis, adenoiditis, tonsillitis akut, infeksi gigi rahang atas P1, P2, serta Ml, M2, M3

(dentogen). Sinusitis dentogen merupakan salah satu penyebab penting sinusitis. Dasar sinus
maksila adalah prosesus alveolaris tempat akar gigi rahang atas, sehingga rongga sinus
maksila hanya dipisahkan oleh tulang tipis dengan akar gigi, bahkan kadang-kadang tanpa
tulang pembatas. Infeksi gigi rahang atas seperti infeksi apikal akar gigi atau inflamasi
jaringan periodontal mudah menyebar secara langsung ke sinus atau melalui pembuluh darah
dan limfe (Farhat,. 2006).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi sinus maksilaris

Sinusitis merupakan suatu proses peradangan pada mukosa atau selaput lendir sinus
paranasal. Akibat peradangan ini dapat menyebabkan pembentukan cairan atau kerusakan
tulang di bawahnya., terutama pada daerah fossa kanina dan menyebabkan sekret purulen,
nafas bau, post nasal drip. Sinusitis adalah inflamasi mukosa sinus. Penyebab utamanya
adalah selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti
oleh infeksi bakteri (Vallo et al., 2010).

B. Anatomi Sinus Maksilaris

Batas-batas dinding Sinus Maksilaris:

1. Dinding anterior : permukaan fasial os maksila (fossa kanina)

2. Dinding posterior : permukaan infra-temporal maksila

3. Dinding medial : dinding lateral rongga hidung

4. Dinding superior : dasar orbita

5. Dinding inferior : prosesus alveolaris dan palatum

Beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi Sinus Maksilaris antara lain:

1. Sebagai pengatur kondisi udara (air Conditioning)

2. Sebagai penahan suhu

3. Membantu keseimbangan kepala


4. Membantu resonansi suara

5. Sebagai peredam perubahan tekanan udara

6. Membantu produksi mukus untuk membersihkan rongga hidung.

Ostium sinus maksilaris berada di sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke
hiatus semilunaris melalui infundibulum etmoid. Sepertiga tengah dinding lateral hidung
yaitu di meatus medius, ada muara-muara saluran dari sinus maksila, sinus frontal dan sinus
etmoid anterior. Daerah ini dinamakan kompleks ostio-meatal (KOM), terdiri dari
infundibulum etmoid yang terdapat di belakang prosesus uncinatus, resesus frontalis, bula
etmoid dan sel-sel etmoid anterior dengan ostiumnya dan ostium sinus maksila (Vallo et al.,
2010).

C. Klasifikasi

Klasifikasi sinusitis maksilaris berdasarkan waktunya menurut Cauwenberg:

 Akut, bila infeksi terjadi kurang dari 4 minggu.

 Subakut, bila infeksi terjadi sampai 4 minggu-3 bulan.

 Kronis bila infeksi terjadi lebih dari 3 bulan

D. Etiologi

Sinusitis maksilaris disebabkan oleh beberapa faktor pejamu yaitu genetik, kondisi
kongenital, alergi dan imun, abnormalitas anatomi. Faktor lingkungan yaitu infeksi bakteri,
trauma, medikamentosa, tindakan bedah. Terjadinya sinusitis dapat merupakan perluasan
infeksi dari hidung (rinogen), gigi dan gusi (dentogen), faring, tonsil serta penyebaran
hematogen walaupun jarang. Sinusitis juga dapat terjadi akibat trauma langsung, barotrauma,
berenang atau menyelam. Faktor predisposisi yang mempermudah terjadinya sinusitis adalah
kelainan anatomi hidung, hipertrofi konka, polip hidung, dan rinitis alergi, Kejadian sinusitis
maksila akibat infeksi gigi rahang atas terjadi karena infeksi bakteri anaerob menyebabkan
terjadinya karies profunda sehingga jaringan lunak gigi dan sekitarnya rusak. Pada pulpa
yang terbuka, kuman akan masuk dan mengadakan pembusukan pada pulpa sehingga
membentuk gangren pulpa. Infeksi ini meluas dan mengenai selaput periodontium
menyebabkan periodontitis dan iritasi akan berlangsung lama sehingga terbentuk pus. Abses
periodontal ini kemudian dapat meluas dan mencapai tulang alveolar menyebabkan abses
alveolar. Tulang alveolar membentuk dasar sinus maksila sehingga memicu inflamasi
mukosa sinus. Disfungsi silia, obstruksi ostium sinus dan abnormalitas sekresi mukus
menyebabkan akumulasi cairan dalam sinus sehingga terjadinya sinusitis maksila (Soerpardi.,
2010).

E. Patofisiologi

Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium sinus dan lancarnya klirens mukosiliar
(mucociliary clearance) didalam kompleks osteo-meatal. Sinus dilapisi oleh sel epitel
respiratorius. Lapisan mukosa yang melapisi sinus dapat dibagi menjadi dua yaitu lapisan
viscous superficial dan lapisan serous profunda. Cairan mukus dilepaskan oleh sel epitel
untuk membunuh bakteri maka bersifat sebagai antimikroba serta mengandungi zat- zat yang
berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara
pernafasan. Cairan mukus secara alami menuju ke ostium untuk dikeluarkan jika jumlahnya
berlebihan.

Faktor yang paling penting yang mempengaruhi patogenesis terjadinya sinusitis yaitu
apakah terjadi obstruksi dari ostium. Jika terjadi obstruksi ostium sinus akan menyebabkan
terjadinya hipooksigenasi yang menyebabkan fungsi silia berkurang dan epitel sel
mensekresikan cairan mukus dengan kualitas yang kurang baik. Disfungsi silia ini akan
menyebabkan retensi mukus yang kurang baik pada sinus.

Kejadian sinusitis maksila akibat infeksi gigi rahang atas terjadi karena infeksi bakteri
(anaerob) menyebabkan terjadinya karies profunda sehingga jaringan lunak gigi dan
sekitarnya rusak. Pada pulpa yang terbuka, kuman akan masuk dan mengadakan pembusukan
pada pulpa sehingga membentuk gangren pulpa. Infeksi ini meluas dan mengenai selaput
periodontium menyebabkan periodontitis dan iritasi akan berlangsung lama sehingga
terbentuk pus. Abses periodontal ini kemudian dapat meluas dan mencapai tulang alveolar
menyebabkan abses alveolar. Tulang alveolar membentuk dasar sinus maksila sehingga
memicu inflamasi mukosa sinus. Disfungsi silia, obstruksi ostium sinus serta abnormalitas
sekresi mukus menyebabkan akumulasi cairan dalam sinus sehingga terjadinya sinusitis

maksila.
Dengan ini dapat disimpulkan bahwa patofisiologi sinusitis ini berhubungan dengan tiga
faktor, yaitu patensi ostium, fungsi silia, dan kualitas sekresi hidung. Perubahan salah satu
dari faktor ini akan merubah sistem fisiologis dan menyebabkan sinusitis (Soerpardi., 2010).

F. Manifestasi Klinis

Gejala sinusitis maksilaris akut berupa demam, malaise, nyeri kepala, wajah terasa
bengkak dan penuh, gigi terasa nyeri pada gerakan kepala mendadak (sewaktu naik atau turun
tangga), nyeri pipi khas yang tumpul dan menusuk, sekret mukopurulen dapat keluar dari
hidung dan berbau busuk.

Gambaran klinis yang sering dijumpai pada sinusitis maksilaris kronik berupa hidung
tersumbat, sekret kental, cairan mengalir di belakang hidung, hidung berbau, indra pembau
berkurang, dan batuk (Soerpardi., 2010).

Kriteria Saphiro dan Rachelefsky:

1. Gejala Mayor:
1. 1)  Rhinoreapurulen
2. 2)  Drainase Post Nasal
3. 3)  Batuk
2. Gejala Minor:
1. 1)  Demam
2. 2)  Nyeri Kepala
3. 3)  Foeter ex oral

Dikatakan sinusitis maksilaris jika ditemukan 2 gejala mayor atau 1 gejala mayor dan 2
atau lebih gejala minor.

G. Pemeriksaan Sinusitis Maksilaris

Untuk mengetahui adanya kelainan pada sinus maksilaris dilakukan inspeksi luar, palpasi,
dan sinuskopi. Selain itu perlu dilakukan transiluminasi, radiologi dan Ct Scan (gold standart)
(USU., 2011).

a) Inspeksi
Pemeriksaan yang diperhatikan ialah adanya pembengkakan pada muka.
Pembengkakan di pipi sampai kelopak mata bawah yang berwarna kemerah- merahan
mungkin menunjukan sinusitis maksilaris akut.

b) Palpasi

Nyeri tekan pada pipi dan nyeri ketuk di gigi menunjukkan adanya sinusitis
maksilaris.

c) Transiluminasi

Pemeriksaan ini menunjukan adanya perbedaan sinus kanan dan kiri. Sinus yang sakit
akan tampak lebih gelap.

d) Pemeriksaan radiologi

Foto posisi waters tampak adanya edema mukosa dan cairan dalam sinus. Jika cairan
tidak penuh akan tampak gambaran air fluid level.

e) CT scan

Metode mutakhir yang lebih akurat untuk melihat kelainan sinus maksilaris adalah
pemeriksaan CT scan. Potongan CT scan yang rutin dipakai adalah koronal.

H. Komplikasi

Komplikasi sinusitis maksilaris adalah selulitis orbita, osteomielitis dan fistula oroantral.
Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya antibiotik. Komplikasi
berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronis dengan eksaserbasi akut,
berupa komplikasi orbita atau intracranial (USU., 2011).

I. Penatalaksanaan

pemberian informasi tentang penyakit kepada pasien, penyebab, dan prognosisnya. Terapi
farmakoterapi berupa pemberian oksimetazolin HCl spray 15 ml 2x1 puff, amoksisilin tablet
3x500 mg dan asam mefenamat tablet 3x500 mg (USU., 2011).
BAB III

KESIMPULAN

Sinusitis merupakan suatu inflamasi pada mukosa hidung dan sinus paranasal, disertai
dua atau lebih gejala dimana salah satunya adalah buntu pada hidung (nasal
blockage/obstruction/congestion) atau nasal discharge (anterior/posterior nasal drip)
ditambah nyeri fasial dan penurunan/hilangnya daya penciuman. Sinusitis dibagi menjadi dua
menurut waktunya, yaitu sinusitis akut (<12 minggu) dan sinusitis kronik (≥12 minggu).
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Daftar Pustaka

Farhat. Peran Infeksi Gigi Rahang Atas pada Kejadian Sinusitis Maksila di RSUP H.Adam
Malik Medan Dept. Ilmu Kesehatan THT, Bedah Kepala, dan Leher FK USU/RSUP
H.Adam Malik Medan; 2006.

Soepardi EA., Islandar N., Bashiruddin J., Restuti RD.Buku ajar ilmu kesehatan THT-
KL.Edisi VI. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007.

Universitas Sumatera Utara Instutitional Repository. Sinusitis Maksilaris Dentogen.


Universitas Sumatera Utara; [diakses tanggal 24 Agustus 2016]. Tersedia dari:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/1 23456789/31193/4/Chapter%20II.pdf.

Vallo JL., Suominen T., Huumonen S., Soikkonen K., Norblad A. Prevalence of mucosal
abnormalities of the maxillary sinus and their relationship to dental disease in
panoramic radiography: results from the health 2000 health examination survey. Oral
Surgery, Oral Medicine, Oral Pathology, Oral Radiology and Endodontics. 2010;
109(3):80-87.

Anda mungkin juga menyukai