Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PENDAHULUAN DIAGNOSA MEDIS SINUSITIS DENGAN

TINDAKAN POST OPERASI FESS DI RUANGAN ASTER


RSUD UNDATA PALU

Oleh

SRI INDRININGSI
2020032085

Mengetahui

CI Lahan CI Institusi

Ns. Hasni Hilipito, S.Kep Ns. Ismawati. M.Sc

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES WIDYA NUSANTARA PALU
TAHUN 2021
Laporan pendahuluan
A. Konsep Medis
1. Definisi
Sinusitis merupakan suatu proses peradangan pada mukosa atau
selaput lender sinus paranasal. Akibat peradangan ini dapat
menyebabkan pembentukan cairan atau kerusakan tulang dibawahnya.
(Efiaty,2007 dalam Nurarif,2016).
Sinusitis adalah merupakan penyakit infeksi sinus yang
disebabkan oleh kuman atau virus. Sinusitis adalah suatu keradangan
yang terjadi pada sinus. Sinus sendiri adalah rongga udara yang
terdapat di area wajah yang terhubung dengan hidung. Fungsi dari
rongga sinus adalah untuk menjaga kelembapan hidung & menjaga
pertukaran udara di daerah hidung.
2. Anantomi Sinus Paranasalis
Pemberian nama-nama sinus ini adalah sesuai dengan nama
tulang-tulang yang ditempatinya. Berikut merupakan penjelasan dari
masing-masing sinus :
a. Sinus frontalis
Sinus frontalis terletak antara tabula eksterna dan tabula
interna ossis frontalis,di belakang arkus supersiliaris dan akar
hidung. Masing-masing sinusberhubungan melalui duktus
frontonasalis dengan infundibulum yangbermuara di meatus
nasalis medius.
b. Sinus ethmoidalis
Sinus ethmoidalis terdiri dari beberapa rongga kecil,
sellulae ethmoidalis, didalam masa lateral tulang etmoidalis,
antara kavitas nasal dan orbita. Sellulaeethmoidalis anterior
dapat berhubungan secara tidak langsung dengan meatusnasalis
medius melalui infundibulum. Sellulae ethmoidalis
posteriorberhubungan langsung dengan meatus nasalis superior.
c. Sinus sphenoidalis
Sinus sphenoidalis yang terpisah oleh sebuah sekat tulang, terletak
di dalamkorpus ossis sphenoidalis dan dapat meluas ke dalam ala
mayor dan ala minorossis sphenoidalis. Karena sinus sphenoidalis
ini, korpus ossis sphenoidalismudah retak. Sinus sphenoidalis
terpisah dari beberapa struktur penting hanyaoleh lembaran-
lembaran tulang yang tipis : kedua nervus optikus, chiasmaoptikus,
hypophysis (glandula pituitaria), arteri karotis interna, dan
sinuskavernosus serta sinus sinus interkavernosi.
d. Sinus maksilaris
Sinus maksilaris adalah yang terbesar dari semua sinus paranasal.
Rongga-rongga ini yang berbentuk seperti limas, menempati
seluruh badan masing-masing maksila. Puncak sinus maksilaris
menjulang ke arah tulangzigomatikum, bahkan seringkali
memasukinya. Alas limas sinus membentukbagian inferior dinding
lateral kavitas nasal. Atap sinus dibentuk oleh dasarorbita, dan
dasarnya yang sempit, dibentuk oleh bagian alveolar maksila.
Akargigi atas, terutama akar kedua gigi molar pertama, seringkali
menimbulkantonjolan seperti kerucut pada dasar sinus (Keith,
Anne, 2013).
3. Etiologi
Menurut Dhingra (2016), etiologi dari infeksi sinusitis meliputi:
a. Infeksi hidung
Mukosa sinus merupakan lanjutan mukosa hidung dan infeksi
yang berasaldari hidung dapat menyebar secara langsung atau melalui
jalursubmucosallymphatics. Penyebab sinusitis akut secara umum
adalah rinitisvirus yang diikuti invasi bakteri.
b. Berenang dan menyelam
Air yang terinfeksi bisa masuk ke bagian sinus melalui ostia.
Berenang ataumenyelam di kolam renang yang mengandung air tinggi
klorin dikatakanberpengaruh terhadap peradangan pada sinus hidung.
c. Trauma
Patah tulang atau luka yang hingga menembus sinus frontal, sinus
maksilarisdan sinus ethmoid memungkinkan terjadinya infeksi langsung
pada sinusmukosa. Barotrauma juga dapat diikuti infeksi sinusitis
d. Infeksi gigi
Hal ini berlaku pada sinus maksilaris. Infeksi sinus seringkali
berasal dariinfeksi geraham atas.
e. Lingkungan
Angka kejadian sinusitis meningkat di daerah yang memiliki suhu
rendah danlembab. Beberapa faktor seperti polusi udara, debu, asap, dan
kepadatan penduduk juga berpengaruh.
f. Kesehatan umum yang buruk
Sinusitis sangat meningkat berhubungan dengan kebiasaan kesehatan
masyarakat yang buruk. Beberapa penyakit diantaranya: exanthematous
fever (measles, chickenpox, whooping cough), defisiensi nutrisi, dan
penyakitsistemik ( diabetes, defisiensi sistem imun).
g. Bakteriologi
Kebanyakan kasus sinusitis akut diawali dengan infeksi virus yang
kemudian dilanjutkan oleh invasi bakteri. Beberapa bakteri yang
dikatakan berperandalam infeksi sinusitis supuratif akut diantaranya:
Strept. pneumoniae,H.influenzae, Moraxella catarrhalis, Strept.
pyogenes, Staph. Aureus,danKleb.pneumoniae. Organisme anaerobik
dan infeksi campuran sering ditemukan pada sinusitis dentogen.
4. Patofisiologi
Menurut (Thaariq, 2012), untuk memahami penyakit sinus, harus
mempunyaisejumlah pengetahuan konsep patofiologi dasar. Patofisologi
dari sinusitis terkait 3 faktor sebagai berikut:
a. Adanya obstruksi jalur drainase sinus
Obstruksi jalur drainase sinus dapat mencegah drainase mukus
normal. Ostium bisa tertutup oleh pembengkakan mukosa, ataupun
penyebab lokal lainnya. Ketika sudah muncul obstruksi komplit dari
ostium, akan ada peningkatan transien dalam tekanan intrasinus
diikuti oleh pembentukan tekanan negatif intrasinus.
b. Fungsi silia yang rusak
Fungi silia yang buruk bisa disebabkan berkurangnya sel epitel
silia, aliran udara yang tinggi, virus, bakteri atau siliatoksin dari
lingkungan, media torinflamasi, berdempetannya 2 permukaan
mukosa, luka, dan sindromKartagener. Sindrom Kartagener terkait
dengan silia immobile, menyebabkan retensi dari sekresi sehingga
menjadi faktor predisposisi infeksi sinus.
c. Kualitas dan kuantitas mukus yang berubah
Komposisi mukus berubah dapat menyebabkan mukus
memproduksi viskositas lebih, transport ke ostium akan lebih pelan,
dan lapisan gel menjadi lebih tebal. Perubahan mukus ini akan
mengganggu aktivitas silia pada sinusitis akut, yang diperparah
dengan penutupan ostium.
5. Pathway Keperawatan
Paparan allergen (debu,virus,bakteri, dll)

Interaksi makrofag dan limfosit T

Pengeluaran interleukin 4

Memicu linfosit B

Produksi IgB spesifik

Reaksi antigen-antibodi

Mengeluarkan mediator histamine


Permeabilitas kapiler meningkat
Transudasi
Produksi secret meningkat hidung mampet bersihan jalan tidak
efektif

Masuk ke Sinus

Silia non-fungsional

Sumbatan di estium

Transudasi

Keluar cairan serous

6. Manifestasi Klinis
Sinusitis memiliki beberapa gejala dimana biasanya penderita yang
mengalami sinusitis akut akan mengeluh hidung tersumbat disertai
nyeri/rasa tekanan pada muka dan ingus purulen yang sering kali turun ke
tenggorokan, selain itu pula dapat disertai dengan gejala sistemik seperti
demam dan lesu. Jika penderita terkena sinusitis maksilaris maka akan
merasakan nyeri pada daerah pipi, pada sinusitis etmoidalis nyeri dirasakan
dibelakang kedua bola mata, jika pada sinusitis frontalis penderita biasanya
mengeluh nyeri pada dahi dan penderita yang menderita sinusitis
sphenoidalis nyeri yang dirasakan pada bagian vertex, dan sering kali pada
rahang serta telinga.
Beberapa gejala lain dari sinusitis adalah sakit kepala,
hiposmia/anosmia,halitosis, post nasal drip yang menyebabkan batuk dan
sesak pada anak. Pada sinusitis kronik sangat sulit untuk di diagnosis karena
gejalanya tidak khas, paling sering akan terjadi sakit kepala kronik, batuk
kronik, gangguan tenggorokan dan gangguan akibat sumbatan kronik muara
tuba Eustachius, gangguan ke paru seperti bronkitis, bronkiektasis dan yang
penting adalah serangan asma yang meningkat dan sulit diobati.
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan untuk menunjang
diagnosis sinusitis antara lain:
a. Transiluminasi
Pemeriksaan transiluminasi hanya dapat digunakan untuk
pemeriksaan sinus maksila dan frontal. Pemeriksaan dilakukan bila
pemeriksaan penunjang radiologi tidak tersedia. Pemeriksaan
transiluminasi dilakukan pada ruangan yang gelap atau cahaya
minimal. Untuk pemeriksaan sinus maksila, pasien diminta untuk
duduk dan mendongakkan kepalanya ke belakang sambil membuka
mulut. Pemeriksa menempelkan penlight/otoskop/transiluminator
pada bagian pipi di area sinus maksila. Cahaya yang tembus dan
terang pada bagian palatum merupakan pemeriksaan yang normal.
Bila cahaya redup atau tidak tampak sama sekali dapat dicurigai
adanya cairan yang kental (pus), penebalan mukosa, atau bisa juga
massa yang mengisi rongga sinus. Bandingkan hasil pemeriksaan
sinus maksila kanan dan kiri. Untuk pemeriksaan sinus frontal,
penlight / otoskop / transiluminator ditempelkan pada bagian medial
orbita di bawah alis dengan cahaya diarahkan ke bagian atas.
Perhatikan cahaya yang muncul di area sinusfrontal, bandingkan
antara sinus frontal kanan dan kiri. Cahaya yang gelap bisa
disebabkan karena sinusitis atau karena sinus yang tidak berkembang.
b. Endoskopi Nasal
Endoskopi nasal dapat dilakukan dengan atau tanpa pemberian
dekongestan. Endoskopi nasal memberikan visualisasi yang lebih baik untuk
mengevaluasi meatus medial dan superior serta area nasofaring. Endoskopi
nasal dapat dilakukan pada pasien anak-anak maupun dewasa tetapi belum
tentu tersedia di fasilitas kesehatan tingkat pertama. Evaluasi menggunakan
endoskopi nasal dapat melihat kondisi mukosa serta menilai karakteristik
seperti ada tidaknya polip, edema, dan sekret. Evaluasi pasca operasi
menilai ada tidaknya jaringan parut ataupun krusta. Evaluasi sinusitis kronis
dapat dilakukan pada bulan ke-3, 6, 12, dan 24 setelah diagnosis pertama
ditegakkan.
c. Radiologi
Pemeriksaan radiologi tidak selalu diperlukan pada pasien dengan
sinusitis. Pemeriksaan pencitraan biasanya hanya dilakukan pada pasien
sinusitis kronis atau jika gejala sangat atipikal dan diperlukan penunjang
untuk menyingkirkan diagnosis banding. Sebelum melakukan pemeriksaan
radiologi, klinisi harus mempertimbangkan rasio manfaat dan risiko, serta
paparan terhadap radiasi. Teknik pencitraan yang dapat dilakukan untuk
menunjang diagnosis sinusitis dapat berupa rontgen, ultrasonografi, MRI,
dan CT-scan.
d. Rontgen
Pemeriksaan rontgen dapat dilakukan pada posisi Waters (evaluasi
sinus maksila dan frontal), posisi Caldwell (visualisasi etmoid), dan posisi
lateral (untuk evaluasi adenoid dan sfenoid). Sinusitis ditandai dengan
gambaran opak difus pada rongga sinus, penebalan mukosa (>4 mm), atau
adanya air fluid level.
e. Ultrasonografi
Pemeriksaan ultrasonografi memiliki keterbatasan hanya untuk
mengevaluasi sinus maksila. Ultrasonografi dapat mendeteksi adanya cairan
pada rongga sinus, penebalan mukosa, atau massa jaringan lunak di dalam
rongga sinus.
f. MRI
Pemeriksaan MRI digunakan bila dicurigai adanya tumor, komplikasi
intrakranial atau infeksi jamur pada kasus-kasus sinusitis yang lebih
kompleks.
g. CT Scan
Pemeriksaan CT-scan adalah teknik pencitraan yang dianjurkan untuk
sinusitis. Pemeriksaan CT-scan dilakukan pada pasien yang tidak
mengalami perbaikan setelah mendapatkan terapi yang adekuat atau pada
sinusitis kronis. Pemeriksaan CT-scan berguna untuk menegakkan diagnosis
sinusitis jamur invasif akut atau alergi serta untuk menyingkirkan diagnosis
lain seperti tumor. CT-scan harus dilakukan sebelum tindakan operasi sinus
endoskopik terutama bila ada komplikasi sinusitis yang melibatkan area
periorbital atau intrakranial. CT-scan yang disarankan adalah dengan
potongan setebal 3-4 mm yang kemudian dapat dievaluasi gambaran opak
pada sinus, air-fluid level, penebalan mukosa (>4 mm), dan displacement
dinding sinus.
h. Pemeriksaan Laboratorium Darah
Pemeriksaan laboratorium darah tidak memiliki gambaran spesifik
untuk sinusitis. Pemeriksaan darah dapat berguna pada sinusitis yang
berhubungan dengan rhinitis alergi, fibrosis kistik, atau imunodefisiensi.
Pemeriksaan darah lengkap bisa dalam batas normal atau terjadi leukositosis
pada sinusitis bakterial akut. Hasil pemeriksaan laju endap darah dan C-
reactive protein dapat meningkat pada sinusitis, namun tidak spesifik.
i. Lain-lain
Pemeriksaan lain-lain yang dapat dilakukan adalah sitologi nasal
(untuk menyingkirkan rhinitis alergi, sensitivitas terhadap aspirin, dan
poliposis nasal), kultur sekret nasal, dan skin test untuk alergi.
8. Penatalaksanaan
Sebagian besar sinusitis akut yang disebabkan oleh virus, dapat
sembuh dengan sendirinya. Namun, ada beberapa langkah penanganan yang
dapat dilakukan untuk meringankan gejala sinusitis akut. Di antaranya
adalah:
a. Saline nassal irrigation, digunakan beberapa kali dalam sehari untuk
membersihkan saluran hidung. Semprotan ini merupakan campuran
dari beberapa bahan, yaitu air matang (400 ml), garam (1 sendok teh),
dan baking soda (1 sendok teh).
b. Dekongestan, untuk meredakan hidung tersumbat akibat penumpukan
lendir. Obat dekongestan tersedia dalam bentuk cairan, tablet, dan
semprotan hidung.
c. Pereda nyeri, untuk meredakan sakit kepala atau nyeri di bagian wajah
yang disebabkan oleh sinus. Beberapa jenis obat nyeri yang umum
digunakan adalah paracetamol dan Hindari penggunaan aspirin pada
anak-anak usia di bawah 18 tahun, karena menimbulkan efek samping
yang berbahaya.
d. Kostikosteroid hidung, untuk mencegah dan mengobati peradangan
pada sinus. Obat kortikosteroid yang biasa digunakan antara lain
adalah fluticasonedanbudesonide.
e. Antibiotik, umumnya diberikan ketika sinusitis akut disebabkan oleh
infeksi bakteri dan gejala yang dirasakan semakin memburuk.
f. Imunoterapi, diberikan jika sinusitis disebabkan oleh alergi. Terapi ini
dilakukan untuk membantu mengurangi reaksi tubuh terhadap alergen.
Untuk sinusitis kronis, langkah pengobatan dilakukan untuk
mengurangi peradangan sinus, menjaga saluran hidung tetap
kering, menangani penyebab dasar sinusitis, dan mengurangi
serangan sinusitis. Pengobatan sinusitis kronis umumnya serupa
dengan sinusitis akut, namun ada beberapa langkah penanganan
tambahan yang dapat dilakukan untuk meredakan gejala. Di
antaranya adalah:
a. Saline nasal irrigation, untuk mengurangi penumpukan cairan
dan membersihkan zat penyebab iritasi dan alergi.
b. Kompres hangat, untuk membantu mengurangi rasa nyeri di
rongga sinus dan hidung.
c. Dekongestan semprot dan hidung, Ikuti petunjuk dokter untuk
jangka waktu pemakaiannya.
9. Komplikasi
Menurut (Chaiyasate, 2015) sinusitis merupakan penyakit hidung
yang cukupberbahaya, dimana dapat menyebabkan komplikasi diantaranya
sebagai berikut:
a. Eksoftalmus
Eksoftalmus merupakan salah satu komplikasi orbita dari sinusitis,
dimana merupakan penonjolan mata keluar orbita, biasanya merupakan
manifestasi penyakit lain. Sinusitis maksila akut dan kronis jarang
berkomplikasi eksoftalmus kecuali jika infeksinya sudah meluas ke dalam
rongga retrobulbar karena terjadi flebitis. Pada etmoiditis akut dan kronis
dapat juga menyebabkan eksoftalmus akibat perluasan infeksi melalui
laminapapirasea. Tumor sinus etmoid jarang ditemukan
b. Nyeri orbita
Nyeri orbita merupakan penyerta dari sinusitis, dimana nyeri di
matadapat merupakan gejala sinusitis maksila akut atau sinusitis
frontalissedangkan sinusitis maksila kronis lebih jarang menyebabkan
nyeri orbita.Nyeri orbita meningkatkan infeksi meluas ke dalam orbita
melalui dasar sinusfrontal atau karena flebitis. Sinusitis frontal kronis dan
tumor jinak atau ganasdapat menyebabkan nyeri orbita jika sudah meluas
ke daerah tersebut.
c. Pembengkakan kelopak mata
Sinusitis akut, etmoid, atau frontal seringkali menyebabkan
pembengkakan pada kelopak mata. Edema yang terjadi pada kelopak
mata inimempunyai tekstur lunak tanpa adanya titik atau daerah yang
nyeri tekan.Gerakan bola mata dan pengelihatan tidak terganggu namun
jika proses peradangan sinus ini meluas ke dalam orbita dapat berbahaya
seperti halnyaselulitis orbita. Pada umumnya, kelopak mata atas lebih
bengkak padasinusitis frontal. Pada etmoiditis pembengkakan terjadi pada
kedua kelopak.
B. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian Fokus Keperawatan Post Operasi
Pengkajian post operasi dilakukan secara sitematis mulai dari
pengkajian awal saat menerima pasien, pengkajian status respirasi,
status sirkulasi, status neurologis dan respon nyeri, status integritas kulit
dan status genitourinarius.
a. Pengkajian Awal
Pengkajian awal post operasi adalah sebagai berikut:
1) Diagnosis medis dan jenis pembedahan yang dilakukan
2) Usia dan kondisi umum pasien, kepatenan jalan nafas,
tanda-tanda vital
3) Anastesi dan medikasi lain yang digunakan
4) Segala masalah yang terjadi dalam ruang operasi yang
mungkin memengaruhi peraatan pasca operasi
5) Patologi yang dihadapi
6) Cairan yang diberikan, kehilangan darah dan penggantian
7) Segala selang, drain, kateter, atau alat pendukung lainnya
8) Informasi spesifik tentang siapa ahli bedah atau ahli
anastesi yang akan diberitahu
b. Status Respirasi
1) Kontrol pernafasan
2) Obat anastesi tertentu dapat menyebabkan depresi pernapasan
3) Perawat mengkaji frekuensi, irama, kedalaman ventilasi
pernapasan, kesemitrisan gerakan dinding dada, bunyi nafas,
dan arna membran mukosa
4) Kepatenan jalan nafas
5) Jalan nafas oral atau oral airway masih dipasang untuk
mempertahankan kepatenan jalan nafas sampai tercapai
pernafasan yang nyaman dengan kecepatan normal
6) Salah satu khawatiran terbesar perawat adalah obstruksi jalan
nafas akibat aspirasi muntah, okumulasi sekresi, mukosa di
faring, atau bengkaknya spasme faring.
c. Status Sirkulasi
Pasien beresiko mengalami komplikasi kardiovaskuler
akibat kehilangan darah secara aktual atau resiko dari tempat
pembedahan, efek samping anastesi, ketidakseimbangan elektrolit,
dan defresi mekanisme regulasi sirkulasi normal.
1) Pengkajian kecepatan denyut dan irama jantung yang teliti serta
pengkajian tekanan darah menunjukkan status kardiovaskuler
pasien.
2) Perawat membandingkan TTV pra operasi dan post operasi
d. Status Neurologi
1) Perawat mengkaji tingkat kesadaran pasien dengan cara
memanggil namanya dengan suara sedang
2) Mengkaji respon nyeri
e. Muskuloskletal
Kaji kondisi organ pada area yang rentan mengalami cedera posisi
post operasi.
2. Diagnosis Keperawatan Post Operasi
Diagnosa yang sering muncul pada post operasi adalah:
a. Nyeri akut b.d agen pencidera fisik
b. Risiko hipotermi perioperatif b.d suhu lingkungan rendah
c. Risiko Jatuh b.d efek agen farmakologis (SDKI, 2018)
3. Intervensi
Menurut SDKI (2018) Intervensi keperawatan yang dilakukan
berdasarkan diagnosa diatas adalah:
a. Nyeri akut b.d agen pencidera fisik
Intervensi :
Observasi :
1) Monitor efek samping penggunaan analgetik
2) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri.
b. Identifikasi skala nyeri
1) Identifikasi nyeri non verbal
2) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
3) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
4) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
5) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
Teraupetik:
1) Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri ( misal :
TENS, hipnosis, akupresure, terapi musik, biofeedback ,terapi pijat,
aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin.)
2) Kontrol lingkungan yang memperberat nyeri ( misal : suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan.)
3) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri
Edukasi:
1) Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
2) Jelaskan strategi meredakan nyeri
3) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5) Ajarkan eknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi:
6) Kolaborasi pemberian analgetik , jika perlu
c. Risiko hipotermi perioperatif b.d suhu lingkungan rendah
Intervensi :
Observasi :
1) Monitor suhu tubuh
2) Identifikasi penyebab hipotermia, ( Misal : terpapar suhu lingkungan
rendah, kerusakan hipotalamus, penurunan laju metabolisme,
kekurangan lemak subkutan )
3) Monitor tanda dan gejala akibat hipotermi
Teraupetik :
1) Sediakan lingkungan yang hangat ( misal : atur suhu ruangan)
2) Lakukan penghangatan pasif (Misal : Selimut, menutup kepala,
pakaian tebal)
3) Lakukan penghatan aktif eksternal (Misal : kompres hangat, botol hangat,
selimut hangat, metode kangguru)
4) Lakukan penghangatan aktif internal ( misal : infus cairan hangat, oksigen
hangat, lavase peritoneal dengan cairan hangat)
d. Resiko jatuh b.d pengaruh anastesi narkotik
Intervensi :
Observasi :
1) Identifikasi kebutuhan keselamatan (mis, kondisi fisik, fungsi
kognitif, dan riwayat perilaku)
2) Monitor perubahan status keselamatan lingkungan
3) Identifikasi riwayat dan indikasi penggunaan sedasi
4) Monitor tingkat kesadaran
5) Monitor efek samping obat – obatan
Teraupetik :
1) Hilangkan bahaya keselamatan lingkungan (mis, fisik, biologi, dan
kimia), jika memungkinkan.
2) Gunakan perangkat pelindung (mis, pengekangan fisik, rel samping,
pintu terkunci, pagar)
3) Berikan informed consen
Edukasi :
1) Ajarkan individu, keluarga dan kelompok risiko tinggi bahaya
lingkungan.
C. TINDAKAN FEES
1. Definisi
Saat ini operasi banyak yang dilakukan menggunakan endoscopy,
operasinya disebut Bedah Sinus Endoscopy Fungsional ( BSEF ) atau
Fungsional Sinus Surgery ( FESS ). Operasi tersebut adalah operasi
memperbaiki sumbatan pada sinus – sinus yang terinfeksi. Pada tahun
1980an terjadi reolusi dalam bidang bedah sinus yang menyebabkan
diciptakannya Fungsional Endoscopy Sinus Surgery ( FESS ). Tekni
bedah ini pertama kali diajukan oleh Messer Klinger dan dipopulerkan
oleh Stammberger dan Kennedy.
Keunggulan FESS adalah bahwa tindakan ini jauh kurang traumatif
pada tubuh dibandingkan dengan teknik – teknik lain. Pasien tidak lagi
babak belur dan kerap kali tidak memperlukan tampon hidung. Mereka
yang memang perlu dipasang tampon hampir selalu dapat
melepaskannya keesokan harinya. Perkembangan FESS dimungkinkan
oleh adanya tiga kemajuan terpisah : Endoscopy hidung, CT Scan
sinus dan konsep KDM.
Diciptakannya endoscopy sinus menyebabkan ahli bedah memiliki
teknik untuk mengakses sinus. Telescop halus dengan resdusi tinggi ini
memungkinkan visualisasi yang sangat baik terhadap bagian dalam
hidung.usi atau wajah, tetapi Ahli bedah tidak lagi melakukan sayatan
melalui gusi dan wajah, tetapi kini dapat masuk melalui hidung
( lubang hidung ) dan memperoleh gabar bagian dalam rongga hidung
sinus yang terang dan telah diperbesar.
2. Indikasi
FESS paling banyak untuk penanggulangan sinusitis menahun
( Rinositis Kronik ) yang sebalumnya telah mendapatkan pengobatan
konsratif selama 2 – 3 tahun. Pengobatan sinusitis secara konseratif
adalah antibiotika yang tepat, kortikosteroid oral atau topikal, cuci
hidung dengan air garam fisiologis, anti alergi da atau fisioterapi. Perlu
diperhatikan sinusitis pada anak harus lebih hati – hati untuk
mempertimbangkan operasi FESS.
sebaliknya pengobatan konseratif lebih diutamakan kecuali adanya
komplikasi pada sinus kroniknya. FESS dapat untuk penanggulangan
tumor hidung jinak secara endoscopy dapat untuk operasi koreksi sekat
hidung yang bengkak ( Septum Deviasi ). Operasi memperkecil turbin
hidung ( konkahipertrofi ), pengangkatan adenoid dan sebagainya.
3. Kontra Indikasi FESS
FESS tidak dianjurkan pada pasien dengan kelainan darah ( iskemi,
anemi, dsb ) sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan perdarahan
yang sulit diatasi. Pasien yang mengkonsumsi obat – obat anti
koagulasi ( golongan salisilat ) sebaiknya menghentikan konsumsi obat
tersebut selama 6 – 8 hari sebelum operasi dan pasien dengan penyakit
sistemik kronik sebaiknya sangat dipertimbangkan untuk hati – hati
dilakukan FESS.
FESS tidak dianjurkan pada sinusitis akut, kecuali terjadi
komplikasi sinusitis berat dan setelah pengobatan konseratif yang
adekuat.
FESS akan didapat hasil dengan baik apabila adanya persiapan
prabedah yang baik, tindakan bedah dengan saran dan penunjang yang
lengkap dan perawatan pasca bedah yang teratur dan secara rutin.
Persiapan pra bedah adalah adanya penentuan waktu yang tepat
sesudah pengobatan konseratif yang adekuat. Serentetan pemeriksaan
pra bedah seperti pemeriksaan lab, foto rontgen paru, pemeriksaan
jantung atau penyakit dalam untuk usia lebih dari 40 tahun., serta
mengawasi obat – obatan yang dapat mempengaruhi proses bedah atau
anestesinya.
 Operasi dilakukan melalui lubang hidung dengan bantuan obat
endoscopy sehingga rongga hidung dan sinusitis tampak jelas dan
detail saat dilihat.Pertamakali dokter THT akan mengecek semua
lubang sinus secra teliti. Dimulai dengan sinus maksila,
etmoit,sfenoid dan frontal tergantung dari kelainan yang ditemukan.
Bila penyakitnya tidak terlalu bert maka perdarahan dapat diatasi
dengan baik, dokter akan menutup sinus dengan bahan tampon
ringan pada sinus yang dioperasi pasien masih dapat bernafas
melalui hidung denagn baik.
 Dengan alat endoscopy tersebut dokter akan membuang semua
jaringan yang patologis, seperti polip, mukosa yang menebal,
tumor, dengan tetap mempertahankan jaringan sehat. Lubang sinus
yang tersumbat diperlebar.
Cairan didalam sinus seperti nanah atau cairan lendir lainnya akan
dibersihkan sehingga sinus akan kembali normal.
 Tindakan bedah ini dapat dilakukan dengan anestesi lokal dan
penenang ( obat tidur ) atau lebih populer dengan anestesi total
denga sistem hpotensi sehingga perdarahan akan sangat minimal.
Pasien setelah dioperasi akan diobserasi selama 6 – 8 jam bila tidak
ada keluhan pasca bedah yang serius pasien dapat berobat jalan.
Bila khawatir dapat di rumah sakit 1-2 hari pasca bedah.
 Pasca bedah perlu perawatan yang teliti dan secara rutin. Tampon
hidung biasanya akan diangkat sesudah 2 -3 hari pasca bedah.
Setelah itu pada hari – hari berikutnya akan dilakukan pencucian
rongga hidung dan sinus secara rutin sesuai patunjuk dokter.
 Kontrol pasca bedah ini sebiknya dilakukan dengan endoscopy jga
sampai mukosa rongga hidung dan sinus menjadi normal kambali.
4. Komplikasi operasi FESS
Komplikasi yang mungkin muncul adalah perdarahan selama atau
sesudah operasi, hal ini dapat dihindari bila persiapan pra bedah
dijalankan dengan baik. Perdarahan ringan dapat diatasi dengan obat –
obatan saja. Perdarahan sedang atau berat biasanya dilakukan tampon
hidung ulang.
Infeksi dapat terjadi sesudah operasi, untuk mencegah lebih baik
mengetahui pola kuman infeksi dan menetapkan antibiotik yang sesuai
dan dosis yang tepat. Adapun komplikasi yang serius walaupun jarang
terjadi, antara lain : kebutaan karena mengenai saraf mata ( saraf
optikus ), kebocoran cairan otak, radang otak atu perdarahan berat
karena mengenai arteri besar ( arteria karotik ).
Semua komplikasi diatas dapat dihindari denga persiapan,
pelaksanaa dan perawatan operasi yang baik. Sebaiknya pasien datang
kedokter tidak dalamkeadaan parah dan kondisi fisik yang lemah
sehingga tindakan apapun akan membawa resiko komplikasi yang
berat dan sulit diatasi.
5. Pathways
Infeksi kuman

Iritasi

Eksudat perluren

Sinusitis

Resiko
pre operasi post operasi
injury

kurang pengetahuan tentang penyakit


dan prosedur tindakan medis
intra operasi luka bekas operasi

cemas

pembedahan nyeri

anestesi luka

Resiko
sekret menumpuk
infeksi

Bersihan jalan
nafas tidak efektif
6. Intervensi keperawatan
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Risiko infeksi NOC : NIC :
 Immune Status  Pertahankan teknik aseptif
Faktor-faktor risiko :  Knowledge : Infection control  Batasi pengunjung bila perlu
- Prosedur Infasif  Risk control  Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
- Kerusakan jaringan dan Setelah dilakukan tindakan keperawatan
peningkatan paparan keperawatan selama…… pasien  Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
lingkungan tidak mengalami infeksi dengan pelindung
- Malnutrisi kriteria hasil:  Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan
- Peningkatan paparan  Klien bebas dari tanda dan petunjuk umum
lingkungan patogen gejala infeksi  Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan
- Imonusupresi  Menunjukkan kemampuan infeksi kandung kencing
- Tidak adekuat pertahanan untuk mencegah timbulnya  Tingkatkan intake nutrisi
sekunder (penurunan Hb, infeksi  Berikan terapi antibiotik
Leukopenia, penekanan  Jumlah leukosit dalam batas  Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan
respon inflamasi) normal lokal
- Penyakit kronik  Menunjukkan perilaku hidup  Pertahankan teknik isolasi k/p
- Imunosupresi sehat  Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap
- Malnutrisi  Status imun, gastrointestinal, kemerahan, panas, drainase
- Pertahan primer tidak genitourinaria dalam batas  Monitor adanya luka
adekuat (kerusakan kulit, normal  Dorong masukan cairan
trauma jaringan,  Dorong istirahat
gangguan peristaltik)  Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala
infeksi
 Kaji suhu badan pada pasien neutropenia setiap 4
jam

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Nyeri akut berhubungan NOC : NIC :
dengan:  Pain Level,  Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
Agen injuri (biologi, kimia,  pain control, termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
fisik, psikologis), kerusakan  comfort level kualitas dan faktor presipitasi
jaringan Setelah dilakukan tinfakan  Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
keperawatan selama …. Pasien  Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
DS: tidak mengalami nyeri, dengan menemukan dukungan
- Laporan secara verbal kriteria hasil:  Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
DO:  Mampu mengontrol nyeri (tahu seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
- Posisi untuk menahan penyebab nyeri, mampu  Kurangi faktor presipitasi nyeri
nyeri menggunakan tehnik  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
- Tingkah laku berhati-hati nonfarmakologi untuk intervensi
- Gangguan tidur (mata mengurangi nyeri, mencari  Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala,
sayu, tampak capek, sulit bantuan) relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin
atau gerakan kacau,  Melaporkan bahwa nyeri  Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri: ……...
menyeringai) berkurang dengan menggunakan  Tingkatkan istirahat
- Terfokus pada diri sendiri manajemen nyeri  Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab
- Fokus menyempit  Mampu mengenali nyeri (skala, nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan
(penurunan persepsi intensitas, frekuensi dan tanda antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur
waktu, kerusakan proses nyeri)  Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
berpikir, penurunan  Menyatakan rasa nyaman setelah analgesik pertama kali
interaksi dengan orang nyeri berkurang
dan lingkungan)  Tanda vital dalam rentang
- Tingkah laku distraksi, normal
contoh : jalan-jalan,  Tidak mengalami gangguan
menemui orang lain tidur
dan/atau aktivitas,
aktivitas berulang-ulang)
- Respon autonom (seperti
diaphoresis, perubahan
tekanan darah, perubahan
nafas, nadi dan dilatasi
pupil)
- Perubahan autonomic
dalam tonus otot
(mungkin dalam rentang
dari lemah ke kaku)
- Tingkah laku ekspresif
(contoh : gelisah,
merintih, menangis,
waspada, iritabel, nafas
panjang/berkeluh kesah)
- Perubahan dalam nafsu
makan dan minum

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Risiko Injury NOC : NIC : Environment Management (Manajemen
Risk Kontrol lingkungan)
Faktor-faktor risiko : Immune status  Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
Eksternal Safety Behavior  Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai
- Fisik (contoh : Setelah dilakukan tindakan dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien
rancangan struktur dan keperawatan selama…. Klien dan riwayat penyakit terdahulu pasien
arahan masyarakat, tidak mengalami injury dengan  Menghindarkan lingkungan yang berbahaya
bangunan dan atau kriterian hasil: (misalnya memindahkan perabotan)
perlengkapan; mode Klien terbebas dari cedera  Memasang side rail tempat tidur
transpor atau cara Klien mampu menjelaskan  Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
perpindahan; Manusia cara/metode untukmencegah  Menempatkan saklar lampu ditempat yang mudah
atau penyedia injury/cedera dijangkau pasien.
pelayanan) Klien mampu menjelaskan  Membatasi pengunjung
- Biologikal ( contoh : factor risiko dari  Memberikan penerangan yang cukup
tingkat imunisasi dalam lingkungan/perilaku personal  Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien.
masyarakat, Mampumemodifikasi gaya  Mengontrol lingkungan dari kebisingan
mikroorganisme) hidup untukmencegah injury  Memindahkan barang-barang yang dapat
- Kimia (obat-obatan:agen Menggunakan fasilitas membahayakan
farmasi, alkohol, kafein, kesehatan yang ada  Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau
nikotin, bahan Mampu mengenali perubahan pengunjung adanya perubahan status kesehatan dan
pengawet, kosmetik; status kesehatan penyebab penyakit.
nutrien: vitamin, jenis
makanan; racun;
polutan)
Internal
- Psikolgik (orientasi
afektif)
- Mal nutrisi
- Bentuk darah abnormal,
contoh :
leukositosis/leukopenia
- Perubahan faktor
pembekuan,
- Trombositopeni
- Sickle cell
- Thalassemia,
- Penurunan Hb,
- Imun-autoimum tidak
berfungsi.
- Biokimia, fungsi
regulasi (contoh : tidak
berfungsinya sensoris)
- Disfugsi gabungan
- Disfungsi efektor
- Hipoksia jaringan
- Perkembangan usia
(fisiologik, psikososial)
- Fisik (contoh :
kerusakan kulit/tidak
utuh, berhubungan
dengan mobilitas)

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Bersihan Jalan Nafas NOC:
tidak efektif berhubungan  Respiratory status : Ventilation  Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning.
dengan:  Respiratory status : Airway  Berikan O2 ……l/mnt, metode………
- Infeksi, disfungsi patency  Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam
neuromuskular,  Aspiration Control  Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
hiperplasia dinding Setelah dilakukan tindakan  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
bronkus, alergi jalan keperawatan selama  Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
nafas, asma, trauma …………..pasien menunjukkan  Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
- Obstruksi jalan nafas : keefektifan jalan nafas dibuktikan
 Berikan bronkodilator :
spasme jalan nafas, dengan kriteria hasil :
 Monitor status hemodinamik
sekresi tertahan,  Mendemonstrasikan batuk
 Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
banyaknya mukus, efektif dan suara nafas yang
 Berikan antibiotik :
adanya jalan nafas bersih, tidak ada sianosis dan
 Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
buatan, sekresi bronkus, dyspneu (mampu
keseimbangan.
adanya eksudat di mengeluarkan sputum,
 Monitor respirasi dan status O2
alveolus, adanya benda bernafas dengan mudah, tidak
 Pertahankan hidrasi yang adekuat untuk
asing di jalan nafas. ada pursed lips)
mengencerkan sekret
DS:  Menunjukkan jalan nafas yang
- Dispneu paten (klien tidak merasa  Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang
DO: tercekik, irama nafas, frekuensi penggunaan peralatan : O2, Suction, Inhalasi.
- Penurunan suara nafas pernafasan dalam rentang
- Orthopneu normal, tidak ada suara nafas
- Cyanosis abnormal)
- Kelainan suara nafas  Mampu mengidentifikasikan
(rales, wheezing) dan mencegah faktor yang
- Kesulitan berbicara penyebab.
- Batuk, tidak efekotif  Saturasi O2 dalam batas
atau tidak ada normal
- Produksi sputum  Foto thorak dalam batas
- Gelisah normal
- Perubahan frekuensi dan
irama nafas

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Kecemasan berhubungan NOC : NIC :
dengan - Kontrol kecemasan Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
Faktor keturunan, Krisis - Koping
 Gunakan pendekatan yang menenangkan
situasional, Stress, Setelah dilakukan asuhan
 Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku
perubahan status kesehatan, selama ……………klien
pasien
ancaman kematian, kecemasan teratasi dgn
 Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan
perubahan diri, kriteria hasil:
konsep
selama prosedur
kurang pengetahuan dan  Klien mampu
mengidentifikasi dan  Temani pasien untuk memberikan keamanan dan
hospitalisasi
mengungkapkan gejala mengurangi takut

cemas  Berikan informasi faktual mengenai diagnosis,


DO/DS:  Mengidentifikasi, tindakan prognosis

mengungkapkan dan  Libatkan keluarga untuk mendampingi klien


- Insomnia
- Kontak mata kurang menunjukkan tehnik  Instruksikan pada pasien untuk menggunakan

- Kurang istirahat untuk mengontol cemas tehnik relaksasi

- Berfokus pada diri sendiri  Vital sign dalam batas  Dengarkan dengan penuh perhatian

- Iritabilitas normal  Identifikasi tingkat kecemasan


- Takut  Postur tubuh, ekspresi  Bantu pasien mengenal situasi yang
- Nyeri perut wajah, bahasa tubuh dan menimbulkan kecemasan
- Penurunan TD dan denyut tingkat aktivitas  Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan,
nadi menunjukkan ketakutan, persepsi
- Diare, mual, kelelahan berkurangnya  Kelola pemberian obat anti cemas:........
- Gangguan tidur kecemasan
- Gemetar
- Anoreksia, mulut kering
- Peningkatan TD, denyut
nadi, RR
- Kesulitan bernafas
- Bingung
- Bloking dalam
pembicaraan
- Sulit berkonsentrasi
DAFTAR PUSTAKA
Chaiyasate, S. e. a., 2016. The Complications of Sinusitis in a Tertiary Care
Hospital: Types, Patient Characteristics, andOutcomes.. International
Journal of Otolaryngology, pp. 1-5.
Soepardi, E, iskandar, N, & Baharuddin, J., et al (ed). 2017. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher. Edisi ke-6.
Jakarta:Balai Penerbit FKUI
Keith L.M, Anne dan Agur 2017. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta: Hipokrates
Dhingra PL , Dhingra S (2017). Disease of ear, nose and throat, 4th ed, india:
Elsevier, pp: 4-5, 70.
Thaariq KA. Karakteristik Penderita Sinusitis di RSUP H. Adam Malik Medan
Pada Tahun 2016. FK USU. 2012

Anda mungkin juga menyukai