Anda di halaman 1dari 11

16

BAB 3
SINUSITIS MAKSILARIS
3.1

Sinusitis Maksilaris Akut

3.1.1. Definisi
Sinusitis maksilaris akut adalah infeksi akut pada mukosa sinus maksila.
3.1.2. Etiologi :
Umumnya dimulai dari infeksi saluran pernafasan atas oleh virus yang
melebihi 10 hari. Organisme yang umum menyebabkan sinusitis akut
termasuk Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza

dan

Moraxella catarrhalis. Diagnosis dari sinusitis akut dapat ditegakkan ketika


infeksi saluran napas atas oleh virus tidak sembuh salama 10 hari atau
memburuk setelah 5-7 hari (Lawanil AK,2007).
Penyebab utamanya ialah selesma (common cold) yang merupakan
infeksi virus, terdapat transudasi di rongga-rongga sinus, mula-mula serous
yang biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan. Selanjutnya
diikuti oleh infeksi bakteri, yang bila kondisi ini menetap, sekret yang
terkumpul dalam sinus merupakan media baik untuk tumbuhnya dan
multiplikasi bakteri. Sekret menjadi purulen (Mangunkusumo E, 2007).
3.1.3. Gejala dan Tanda
Dari anamnesis didapatkan keluhan utama sinusitis akut ialah hidung
tersumbat disertai nyeri/rasa tekanan pada muka dan ingus purulen, yang
sering sekali turun ke tenggorok (post nasal drip). Dapat juga disertai
gejala sistemik seperti demam dan lesu. Keluhan nyeri atau rasa tekanan di
daerah sinus yang terkena, merupakan ciri khas sinusitis akut, serta
kadang-kadang nyeri juga dirasakan di tempat lain (reffered pain). Nyeri
pipi, gigi, dahi dan depan telinga menandakan sinusitis maksila. Gejala
lain adalah sakit kepala, hipoosmia/anosmia, halitosis, post nasal drip yang
menyebabkan batuk dan sesak pada anak (Mangunkusumo E, 2007 &
Fokkens W, 2007). Gejala sugestif untuk menegakkan diagnosis terlihat
pada tabel 3.1. Gejala yang berat dapat menyebabkan beberapa

17

komplikasi, dan pasien tidak seharusnya menunggu sampai 5-7 hari


sebelum mendapatkan pengobatan (Lawanil AK, 2007).
Tabel 3.1 Gejala Mayor dan Minor pada Diagnosis Sinusitis Akut (Mekhitarian
Neto, 2007)
Gejala Mayor

Gejala Minor

Nyeri atau rasa tertekan pada muka

Sakit kepala

Kebas atau rasa penuh pada muka

Demam (pada sinusitis kronik)

Obstruksi hidung

Halitosis

Sekret hidung yang purulen, post nasal drip

Kelelahan

Hiposmia atau anosmia

Sakit gigi
Batuk

Demam (hanya pada rinosinusitis akut)

Nyeri, rasa tertekan atau rasa


penuh pada telinga

Ket :

Diagnosis ditegakkan dengan dua gejala mayor atau satu gejala mayor
ditambah dengan dua gejala minor lebih dari 7 hari (Mekhitarian Neto,
2007)
Adapun keadaan halitosis terjadi karena faktor dentogen,keadaan
dimana hidung tersumbat sehingga penderita terpaksa bernafas dari mulut
yang menyebabkan mulut jadi kering dan bau, serta dikarenakan juga
tertelan post nasal drip yang bau. Sedangkan pada anosmia dapat muncul
apabila ada udem pada semua mucosa cavum nasi sehingga udara tidak
dapat mencapai regio olfaktoria.

3.1.4. Pemeriksaan
Dengan penekanan pada pipi didapatkan perbedaan rasa nyeri di
daerah fosa canina kanan dan kiri . Lewat rhinoskopi anterior ditemukan
konka inferior udem dan hyperemi, cavum nasi menyempit serta tampak
sekret mukopurulen pada meatus medius (Herawati, 2003).

18

Pada transiluminasi menunjukkan adanya perbedaan sinus sisi kanan


dan kiri. Sinus yang sakit yang sakit akan tampak lebih gelap. Pada foto
posisi water tampak adanya udem mukosa atau cairan dalam sinus. Jika
cairan tidak penuh akan tampak gambaran Air Fluid Level (Herawati,
2003).
3.1.5. Penatalaksanaan
Berikut adalah penatalaksanaan dari sinusitis maksilaris akut :
1. Irigasi Sinusitis Maksilaris
2. Antibiotik dan decongestan
3. Simptomatik
3.2

Sinusitis Maksilaris Kronik

3.2.1 Definisi
Sinusitis maksilaris kronik berlangsung selama beberapa bulan atau
tahun. Pada sinusitis akut, perubahan patologik membrana mukosa berupa
infiltrat polimorfonuklear, kongesti vaskular dan deskuamasi epitel
permukaan, yang semuanya reversible. Gambaran patologik sinusitis
kroniki adalah kompleks dan irreversible. Mukosa umumnya menebal,
membentuk lipatan lipatan atau pseudopolip. Epitel permukaan tampak
mengalami deskuamasi, regenerasi,metaplasia, atau epitel biasa dalam
jumlah yang bervariasi pada suatu irisan histologis yang sama.
Pembentukan mikro abses, dan jaringan granuloasi bersama sama
dengan pembentukan jaringan parut. Secara menyeluruh, terdapat infiltrat
sel bundar dan polimorfonuklear dalam lapisan submukosa (Adams dkk,
1996).

19

Gambar 3.1

Sinus (www.google.com)

3.2.2 Epidemiologi
Prevalensi sinusitis tinggi di masyarakat. Di bagian THT Departement
Ilmu Kesehatan Anak RSCM Jakarta, pada tahun 1999 didapatkan data
sekitar 25% anak-anak dengan ISPA menderita sinusitis maksilaris akut
(Soetjipto D,2003). Sedang pada Departement THT sub bagian Rinologi
didapatkan data dari sekitar 496 penderita rawat jalan, 249 penderita
terkena sinusitis sebesar 50%.
Di Amerika Serikat diperkirakan 0,5% dari infeksi saluran nafas atas
karena virus dapat menyebabkan sinusitis akut. Sinusitis kronis mengenai
hampir 31juta rakyat Amerika Serikat (Dykewicz Mark S, 2002).
3.2.3 Etiologi dan Penatalaksanaan
3.2.3.1.

Secara Rinogen

Etiologi :
Seringkali sinusitis maksilaris ini dapat disebabkan oleh peradangan
melalui hidung atau merupakan komplikasi rinitis. Rinitis adalah
peradangan yang terjadi pada membran mukosa hidung, dapat bersifat akut
dan kronik (Soetjipto, 2003).
1) Rinitis Akut

20

Rinitis akut merupakan peradangan akut yang tejadi pada membran


mukosa hidung yang ditandai adanya pembengkakan, hiperemi dan
bertambahnya sekresi kelenjar seromukosa. Gejala klinisnya adalah
gatal-gatal, bersin, hidung terasa kering, kemudian diikuti oleh
pengeluaran lendir yang sangat banyak. Sedikit penyumbatan hidung,
mata berair, suhu badan meninggi dan pasien merasa nyeri seluruh
tubuh dan sakit kepala(Soetjipto, 2003).
Berdasarkan etiologi rinitis akut dapat berupa:
a. Primer
Commond cold
Rinitis influenza
Rinitis akut yang terjadi akibat beberapa penyakit seperti measless,
scarlet fever, pertusis, golongan enterik, tifus, small pox,
'chickenpox'.
Rinitis akut spesifik yang disebabkan oleh difteri, sifilis, antraks,
monilia, gonorhoea.
Rinitis akut yang aspesifik yang disebabkan oleh bakteri patogen
seperti

streptokokus,

pneumokokus,

stafilokokus,

haemofilus

influensa, basilus 'friendlander', basilus koli, basilus piosianeus,


basilus proteus.
Rinitis akut akibat iritasi lokal seperti debu, gas, pekerja yang
berhubungan dengan asam kromik, merkuri, dan arsen.
Rinitis akut akibat trauma misalnya operasi atau benda asing.
b. Sekunder
Merupakan peradangan akut oleh karena patogenitas bakteri disertai
dengan salah satu faktor rinitis akut primer diatas, misalnya rininitis
akut 'coryza' disertai invasi bakteri patogen.
2) Rinitis Kronis
a. Rinitis kronika spesifik
Rinitis kronik yang simpel; selesma ('chatarrhal'), rinitis kronika
purulent, fibrinous dan ulseratif.
Rinitis kronik hiperplastika, polipoi, sika, atropik, rinitis kronik
dengan pembentukan 'caseous', malignant granuloma, gangosa.
b. Rinitis kronika spesifik; sebagai akibat beberapa penyakit spesifik,
seperti : sifilis, difteri, tuberkulosa, lupus vulgaris, Boeck sarcoid,

21

skleroma, leprosi, jaws, glanders, rinosporidiosis, leismaniasis, mikosis


seperti;

aktinomikosis,

blastomikosis,

aspergilloses,

moniliasis,

histoplasmisis, sporotrikosis (Soetjipto, 2003).


Keadaan yang cenderung menyempitkan saluran hidung terutama
didaerah meatus media merupakan penyebab sinusitis, karena
menghalangi drainage sinus. Perubahan vasomotor yang meluas yang
berhubungan dengan variasi suhu atau penyesuaian suhu yang tidak
cocok menyebabkan gangguan drainage sinus dan hal ini merupakan
faktor predisposisi untuk terjadinya sinusitis maksilaris (Soetjipto,
2003).
Penatalaksanaan :
Diberikan antibiotik yang sesuai dengan kuman gram negatif dan anaerob.
Selain itu juga diberikan terapi yang simptomatik.
3.2.3.2.

Secara Odontogen

Etiologi :
Faktor-faktor etiologi sinusitis maksilaris secara dentogen adalah sebagai
berikut (Soetjipto, 2003):
1. Komplikasi infeksi
Infeksi periapikal
Infeksi periodontal
Gigi impaksi, unerupted, supemumerary
Infeksi residual
Infeksi akar gigi/ gangren radix
2. Komplikasi akibat trauma
Terambilnya sebagian dasar sinus yang mengelilingi akar gigi.
Terbukanya sinus maksilaris dan masuknya akar gigi ke dalam sinus.
Masuknya gigi yang impacted/supemumerer kedalam sinus pada
waktu ekstraksi.
3. Komplikasi akibat kista (dentigerous/folikuler) dan tumor/neoplasma.
Adanya peradangan periapikal mengakibatkan destruksi dan resorbsi
tulang sekitar gigi. Teknik pencabutan yang kurang baik pada gigi P atau
M atas akan mengakibatkan terambilnya sebagian dasar sinus yang
mengelilingi gigi tersebut.
Kebanyakan gigi yang impacted pada rahang atas seperti C, P, dan M,
hanya dipisahkan oleh tulang tipis atau hanya lapisan epitel saja terhadap

22

dinding

sinus.

Dengan

demikian

pengambilan

secara

sectional

memungkinkan akar masuk ke dalam sinus.


Adanya kista dalam sinus maksilaris menyebabkan dinding sinus habis dan
epitel sinus melekat dengan dinding kista, dan menurut Kruger kista yang
paling sering adalah kista dentigerous. Iritasi bakteri melalui pulpa gigi
atau akibat trauma dapat menyebabkan peradangan supuratif pada sinus
maksilaris. Infeksi akut dan kronis pada gigi rahang atas dapat
menyebabkan terjadinya sinusitis maksilaris dan dapat juga infeksi terjadi
akibat bakteri yang ikut aliran darah (Soetjipto, 2003).
Penatalaksanaan :
Konsul kedokter gigi untuk dilakukan ekstraksi gigi.
3.2.4

Patofisiologi
Organ organ yang membentuk KOM (Kompleks OsteoMeatal)
letaknya berdekatan dan bila terjadi edema, mukosa yang berhadapan akan
saling bertemu sehingga tidak dapat bergerak dan ostium tersumbat terjadi
tekanan negatif di rongga sinus menyebabkan transudasi. Terjadi hipoksia
dan bakteri anaerob berkembang sehingga mukosa jadi makin bengkak
sehingga perubahan mukosa menjadi kronik (FKUI, 2012).
Patofisiologi sinusitis kronik cukup beragam. Pada era pra-antibiotik,
sinusitis hiperplastik kronik timbul akibat sinusitis akut berulang dengan
penyembuhan yang tidak lengkap. Beberapa faktor ikut berperan dalam
siklus peristiwa yang berulang. Pada dasarnya, faktor faktor lokal yang
memungkinkan penyembuhan mukosa sinus yang terinfeksi adalah
drainase dan ventilasi yang baik. Jika faktor anatomi atau faali
mengakibatkan kegagalan drainase dan ventilasi sinus maka tercipta suatu
medium untuk infeksi selanjutnya oleh coccus mikroaerofilik atau
anaerobik, akibatnya berupa lingkaran setan edema, sumbatan dan infeksi
(Adams dkk, 1996).

23

Gambar 3.2

Siklus dari peristiwa yang berulang yang mengarah pada

sinusitis kronik (Boies, 1996)


Kegagalan mengobati sinusitis akut, atau berulang secara adekuat
akan menyebabkan regenerasi epitel permkaan bersilia yang tidak lengkap,
akibatnya terjadi kegagalan mengeluarkan sekret sinus, dan oleh karena itu
menciptakan

predisposisi

infeksi.

Sumbatan

drainase

dapat

pula

ditimbulkan perubahan struktur ostium sinus, atau oleh lesi dalam rongga
hidung misalnya, hipertrofi adenoid, tumor hidung dan nasofaring, dan
suatu septum deviasi. Akan tetapi, faktor predisposisi yang paling lazim
adalah poliposis nasal yang timbul pada rhinitis alergika ; polip dapat
memenuhi rongga hidung dan menyumbat total ostium sinus (Adams dkk,
1996).
Streptococcus

pneumoniae

dan

Haemophilus

influenzae

telah

disepakati sebagai patogen primer pada sinusitis bakterial, selain itu M.


Cattarhalis juga didapatkan pada sinusitis maksilaris (40% pada anakanak) (Shames Richard S, 2003).
3.2.5 Faktor Predisposisi
Faktor-faktor predisposisi sinusitis maxillaris adalah obstruksi
mekanik, rinitis kronis serta rinitis alergi, polusi, udara dingin dan kering,

24

riwayat trauma, menyelam, berenang, naik pesawat, riwayat infeksi pada


gigi, infeksi pada faring. Rinitis merupakan faktor predisposisi yang paling
penting dalam terbentuknya sinusitis (Mangunkusumo E, 2000).
3.2.6

Gejala dan Tanda


Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit didiagnosis. Selama
eksaserbasi akut, gejala mirip dengan sinusitis akut; namun diluar masa
itu, gejala berupa suatu perasaan penuh pada wajah dan hidung, dan
hipersekresi yang seringkali mukopurulen dan bau. Kadang kadang
hanya satu atau dua dari gejala gejala dibawah ini yaitu sakit kepala
kronik, post nasal drip, batuk kronik, gangguan tenggorok, gangguan
telinga akibat sumbatan kronik muara tuba eustachius, gangguan ke paru
seperti bronkitis (sino-bronkitis), bronkiektasi, dan yang penting adalah
serangan asma yang meningkat dan sulit diobati. Pada anak mukopus yang
tertelan

dapat

menyebabkan

gastroenteritis

(Hilgher

PA,

1997;

Mangunkusumo E, 2007 & Ballenger. J. J, 1994).


Hidung biasanya sedikit tersumbat, dan tentunya ada gejala-gejala
faktor predisposisi, seperti rinitis alergika yang menetap, dan keluhan
keluhannya yang menonjol. Saat dipalpasi terkadang ada rasa nyeri dan
kadang juga tidak dirasakan hal ini dikarenakan tergantung dari cara
pemeriksaaan,tergantung ambang nyeri seseorang , kondisi yang vacum
dan cairan yang penuh atau tidak. Bakteri yang memegang peranan
penting dalam patogenesis rinosinusitis kronik masih kontroversial.
Organisme yang umum terisolasi pada sinusitis kronik termasuk
Staphylococcus aureus, bakteri anaerob dan gram negatif seperti
Pseudomonas aeruginosa (Ballenger. J. J, 1994 & Lawanil AK, 2007).
3.2.7. Diagnosa
3.2.7.1. Pemeriksaan Fisik
1. Dari rhinoskopi anterior dan rhinoskopi posterior didapatkan pus
yang kadang kadang bercampur darah terutama pada meatus
medius.
2. Saat dipalpasi didapat nyeri yang kadang juga tidak dirasakan.
3. Mengecek apa ada karies gigi digeraham atas.

25

4. Transiluminasi tampak gelap pada sinus yang sakit.


3.2.7.2. Pemeriksaan Penunjang
1. X foto waters didapatkan adanya perselubungan atau kadang
kadang air fluid level di sisi yang sakit.

Gambar 3.3 Foto Rotgen Sinusitis Maksillaris (www.google.com)


2. Endoskopi nasal : melihat rongga hidung dan meatus medius lebih
jelas.
3. CT scan : kadang kadang diperlukan khususnya untuk
menyingkirkan kemungkinan keganasan atau bila di siapkan untuk
tindakan pembedahan.
3.2.8 Diagnosa Banding
Diagnosa banding dari sinusitis maksillaris kronik adalah :
1. Karsinoma sinus maksilaris.
2. Ozaena.
3. Benda asing dalam rongga hidung.
3.2.9 Penatalaksanaan Rhinosinusitis Kronik
Berikut adalah penatalaksanaan dari sinusitis maksilaris kronik :
1. Konservatif :
Antibiotik
Tetes Hidung
2. Aktif :
Irigasi 1 minggu/kali (jika dalam 5 7 x tidak membaik dilakukan
operasi)
Apabila ada fokal infeksi gigi dilakukan ekstraksi
Perawatan gigi apabila ada penyebab dentogen.

26

3.

Bedah :
Nasoantrostomy : membuat fenestra (saluran penghubung) nasoantral.
Operasi caldwell luc :

Gambar 3.4
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Operasi Caldwell Luc

Insisi di plika ginggivo labialis/ buccalis.


Sinus maksilaris dibuka melalui fossa canina.
Kuret semua mukosa sinus maksilaris.
Buat jendela atau lubang ke cavum nasi (meatus inferior)
Pasang tampon Boorzalf
Irisan di jahit
Cabut tampon setelah 2 x 24 jam
- Indikasi : degenerasi mukosa (irreversible), ada akar gigi
(squester).
- Kontra indikasi : dibawah 12 tahun, orangtua dengan

hipertensi, gangguan faal hemostasis.


FESS (Fungtional Endoscopic Sinus Surgery)
mengembalikan fungsi drainase dan ventilasi sinus.

untuk

Anda mungkin juga menyukai