BAB 3
SINUSITIS MAKSILARIS
3.1
3.1.1. Definisi
Sinusitis maksilaris akut adalah infeksi akut pada mukosa sinus maksila.
3.1.2. Etiologi :
Umumnya dimulai dari infeksi saluran pernafasan atas oleh virus yang
melebihi 10 hari. Organisme yang umum menyebabkan sinusitis akut
termasuk Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza
dan
17
Gejala Minor
Sakit kepala
Obstruksi hidung
Halitosis
Kelelahan
Sakit gigi
Batuk
Ket :
Diagnosis ditegakkan dengan dua gejala mayor atau satu gejala mayor
ditambah dengan dua gejala minor lebih dari 7 hari (Mekhitarian Neto,
2007)
Adapun keadaan halitosis terjadi karena faktor dentogen,keadaan
dimana hidung tersumbat sehingga penderita terpaksa bernafas dari mulut
yang menyebabkan mulut jadi kering dan bau, serta dikarenakan juga
tertelan post nasal drip yang bau. Sedangkan pada anosmia dapat muncul
apabila ada udem pada semua mucosa cavum nasi sehingga udara tidak
dapat mencapai regio olfaktoria.
3.1.4. Pemeriksaan
Dengan penekanan pada pipi didapatkan perbedaan rasa nyeri di
daerah fosa canina kanan dan kiri . Lewat rhinoskopi anterior ditemukan
konka inferior udem dan hyperemi, cavum nasi menyempit serta tampak
sekret mukopurulen pada meatus medius (Herawati, 2003).
18
3.2.1 Definisi
Sinusitis maksilaris kronik berlangsung selama beberapa bulan atau
tahun. Pada sinusitis akut, perubahan patologik membrana mukosa berupa
infiltrat polimorfonuklear, kongesti vaskular dan deskuamasi epitel
permukaan, yang semuanya reversible. Gambaran patologik sinusitis
kroniki adalah kompleks dan irreversible. Mukosa umumnya menebal,
membentuk lipatan lipatan atau pseudopolip. Epitel permukaan tampak
mengalami deskuamasi, regenerasi,metaplasia, atau epitel biasa dalam
jumlah yang bervariasi pada suatu irisan histologis yang sama.
Pembentukan mikro abses, dan jaringan granuloasi bersama sama
dengan pembentukan jaringan parut. Secara menyeluruh, terdapat infiltrat
sel bundar dan polimorfonuklear dalam lapisan submukosa (Adams dkk,
1996).
19
Gambar 3.1
Sinus (www.google.com)
3.2.2 Epidemiologi
Prevalensi sinusitis tinggi di masyarakat. Di bagian THT Departement
Ilmu Kesehatan Anak RSCM Jakarta, pada tahun 1999 didapatkan data
sekitar 25% anak-anak dengan ISPA menderita sinusitis maksilaris akut
(Soetjipto D,2003). Sedang pada Departement THT sub bagian Rinologi
didapatkan data dari sekitar 496 penderita rawat jalan, 249 penderita
terkena sinusitis sebesar 50%.
Di Amerika Serikat diperkirakan 0,5% dari infeksi saluran nafas atas
karena virus dapat menyebabkan sinusitis akut. Sinusitis kronis mengenai
hampir 31juta rakyat Amerika Serikat (Dykewicz Mark S, 2002).
3.2.3 Etiologi dan Penatalaksanaan
3.2.3.1.
Secara Rinogen
Etiologi :
Seringkali sinusitis maksilaris ini dapat disebabkan oleh peradangan
melalui hidung atau merupakan komplikasi rinitis. Rinitis adalah
peradangan yang terjadi pada membran mukosa hidung, dapat bersifat akut
dan kronik (Soetjipto, 2003).
1) Rinitis Akut
20
streptokokus,
pneumokokus,
stafilokokus,
haemofilus
21
aktinomikosis,
blastomikosis,
aspergilloses,
moniliasis,
Secara Odontogen
Etiologi :
Faktor-faktor etiologi sinusitis maksilaris secara dentogen adalah sebagai
berikut (Soetjipto, 2003):
1. Komplikasi infeksi
Infeksi periapikal
Infeksi periodontal
Gigi impaksi, unerupted, supemumerary
Infeksi residual
Infeksi akar gigi/ gangren radix
2. Komplikasi akibat trauma
Terambilnya sebagian dasar sinus yang mengelilingi akar gigi.
Terbukanya sinus maksilaris dan masuknya akar gigi ke dalam sinus.
Masuknya gigi yang impacted/supemumerer kedalam sinus pada
waktu ekstraksi.
3. Komplikasi akibat kista (dentigerous/folikuler) dan tumor/neoplasma.
Adanya peradangan periapikal mengakibatkan destruksi dan resorbsi
tulang sekitar gigi. Teknik pencabutan yang kurang baik pada gigi P atau
M atas akan mengakibatkan terambilnya sebagian dasar sinus yang
mengelilingi gigi tersebut.
Kebanyakan gigi yang impacted pada rahang atas seperti C, P, dan M,
hanya dipisahkan oleh tulang tipis atau hanya lapisan epitel saja terhadap
22
dinding
sinus.
Dengan
demikian
pengambilan
secara
sectional
Patofisiologi
Organ organ yang membentuk KOM (Kompleks OsteoMeatal)
letaknya berdekatan dan bila terjadi edema, mukosa yang berhadapan akan
saling bertemu sehingga tidak dapat bergerak dan ostium tersumbat terjadi
tekanan negatif di rongga sinus menyebabkan transudasi. Terjadi hipoksia
dan bakteri anaerob berkembang sehingga mukosa jadi makin bengkak
sehingga perubahan mukosa menjadi kronik (FKUI, 2012).
Patofisiologi sinusitis kronik cukup beragam. Pada era pra-antibiotik,
sinusitis hiperplastik kronik timbul akibat sinusitis akut berulang dengan
penyembuhan yang tidak lengkap. Beberapa faktor ikut berperan dalam
siklus peristiwa yang berulang. Pada dasarnya, faktor faktor lokal yang
memungkinkan penyembuhan mukosa sinus yang terinfeksi adalah
drainase dan ventilasi yang baik. Jika faktor anatomi atau faali
mengakibatkan kegagalan drainase dan ventilasi sinus maka tercipta suatu
medium untuk infeksi selanjutnya oleh coccus mikroaerofilik atau
anaerobik, akibatnya berupa lingkaran setan edema, sumbatan dan infeksi
(Adams dkk, 1996).
23
Gambar 3.2
predisposisi
infeksi.
Sumbatan
drainase
dapat
pula
ditimbulkan perubahan struktur ostium sinus, atau oleh lesi dalam rongga
hidung misalnya, hipertrofi adenoid, tumor hidung dan nasofaring, dan
suatu septum deviasi. Akan tetapi, faktor predisposisi yang paling lazim
adalah poliposis nasal yang timbul pada rhinitis alergika ; polip dapat
memenuhi rongga hidung dan menyumbat total ostium sinus (Adams dkk,
1996).
Streptococcus
pneumoniae
dan
Haemophilus
influenzae
telah
24
dapat
menyebabkan
gastroenteritis
(Hilgher
PA,
1997;
25
26
3.
Bedah :
Nasoantrostomy : membuat fenestra (saluran penghubung) nasoantral.
Operasi caldwell luc :
Gambar 3.4
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
untuk