Oleh:
Nur Halisa Amalia NIM 2130912320014
Diva Aurellia Rosa NIM 2130912320128
Diah Ayu Wikan Nastiti NIM 2130912320029
Muhammad Hakim NIM 2130912310061
Pembimbing:
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
paranasal yang berlangsung lebih dari 12 minggu. Pengobatan RSK sering belum
salah satu keluhan medis paling umum ditemukan di Amerika Serikat dimana lebih
milyar dolar/tahun. Prevalensi RSK di Amerika Serikat per tahun sekitar 13 – 16%.3
adalah kondisi patologis pada sinus paranasal disertai inflamasi sinus yang
disebabkan oleh infeksi jamur. Pada pemeriksaan kultur jamur, dijumpai 96%
jamur positif pada 210 pasien rinosinusitis kronik. Beberapa penelitian yang
pada rinosinusitis kronik, dari yang non invasif sampai yang invasif.4
Maka dari itu perlunya diketahui dan dibahas lebih lanjut mengenai penyakit
rinosinusitis kronis. Berikut penulis menyajikan sebuah laporan kasus seorang laki-
laki yang didapatkan gejala hidung tersumbat, nyeri area wajah dan polip pada
1
2
kronis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Rinosinusitis kronis (dengan atau tanpa polip hidung) pada orang dewasa
• adanya dua atau lebih gejala, salah satunya harus berupa salah satu dari
• selama ≥12 minggu; disertai adanya gejala alergi (misalnya bersin, rinorea
B. Epidemiologi
RSK memiliki angka kejadian yang cukup tinggi pada masyarakat dengan
prevalensi sekitar 10–15%. Meskipun RSK banyak diderita oleh masyarakat, tetapi
data penunjang untuk RSK di Indonesia sangat terbatas. Di Indonesia Belum ada
penelitian pada tahun 2019 pada periode tahun 2016–2018 di divisi Rinologi
proporsi RSK pada orang dewasa sebesar 33,3%. Berdasarkan data yang
rata-rata jumlah pasien RSK dewasa pada klinik rinologi selama 3 tahun sebagai
3
4
berikut: RSUP M. Djamil Padang sebesar 83,8%, RSUP Dr. Kariadi Semarang
83,5%, RSUD Dr. Saiful Anwar Malang 85,9%, RSUD Dr. Soetomo Surabaya
65,5%, dan RSUP Sanglah Bali 28,9%. Penelitian lain yang dilakukan oleh
mengidentifikasi kelompok terbanyak pasien RSK pada rentang usia 46–60 tahun.5
RSUP Haji Adam Malik Medan, dimana dari 190 sampel yang diteliti, 103 orang
berjenis kelamin perempuan. RSK lebih sering terjadi pada usia paruh baya yaitu
35–64 tahun. Usia rata-rata pasien terdiagnosis RSK adalah 48.4 tahun.1,6,8
edema mukosa dengan tingkat keparahan yang berbeda. Virus penyebab tersering
(RSV). Selain jenis virus, keparahan edema mukosa bergantung pada kerentanan
individu. Infeksi virus influenza A dan RSV biasanya menimbulkan edema berat.
Edema mukosa akan menyebabkan obstruksi ostium sinus sehingga sekresi sinus
normal menjadi terganggu. Pada keadaan ini ventilasi dan drainase sinus masih
mungkin dapat kembali normal, baik secara spontan atau efek dari obat-obat yang
diberikan sehingga terjadi kesembuhan. Apabila obstruksi ostium sinus tidak segera
diatasi (obstruksi total) maka dapat terjadi pertumbuhan bakteri sekunder pada
5
mukosa dan cairan sinus paranasal. Pada saat respons inflamasi terus berlanjut dan
respons bakteri mengambil alih, lingkungan sinus berubah ke keadaan yang lebih
adalah kondisi patologis pada sinus paranasal disertai inflamasi sinus yang
disebabkan oleh infeksi jamur. Pada pemeriksaan kultur jamur, dijumpai 96%
jamur positif pada 210 pasien rinosinusitis kronik. Beberapa penelitian yang
pada rinosinusitis kronik, dari yang non invasif sampai yang invasif. Berdasarkan
jamur non invasif ditemukan jamur yang tidak menginvasi ke jaringan sekitar
non invasif yaitu sinusitis bola jamur/ fungus ball (Gambar 2.1) dan sinusitis alergi
jamur. Rinosinusitis jamur invasif terjadi pada saat hifa jamur menginvasi mukosa
pada mukosa hidung dan sinus paranasal. Ada enam tahapan patogenesis
2. Spora jamur terperangkap di dalam hidung atau mukosa sinus dan berkembang
biak;
3. Pada rinitis alergi musiman dan tahunan, profil sitokin t-sel dalam jaringan
hidung sesuai dengan profil th2 klasik, dengan produksi sitokin il-3, il-4, il-5, il-
produksi ige dengan degranulasi sel mast lokal dan akumulasi eosinofil dan sel
udara dari sinus. Karena organisme ini tidak membutuhkan cahaya untuk
dan gelap. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya rinosinusitis jamur. Jamur yang
paling banyak menyebabkan penyakit pada manusia adalah dari Aspergillus sp dan
Mucor sp.10
c. Alergi
Rinitis alergi menjadi salah satu faktor predisposisi dari rinosinusitis kronik
mukosa. Histamin merupakan mediator penting pada gejala alergi di hidung. Hal
ini berbeda dengan alergi saluran napas bagian bawah. Histamin bekerja langsung
pada reseptor histamin selular, dan secara tidak langsung melalui refleks yang
berperan pada bersin dan hipersekresi. Melalui sistem saraf otonom, histamin
dan edema lokal. Reaksi ini timbul segera setelah beberapa menit pasca pajanan
allergen. Reaksi alergi terjadi di jalan nafas dan sinus yang menghasilkan edema
dan inflamasi di membran mukosa. Edema dan inflamasi ini menyebabkan blokade
di muara sinus dan membuat daerah yang ideal untuk perkembangan jamur, bakteri,
8
atau virus. Mukosa sinus yang edema dapat menyumbat muara sinus dan
Infeksi gigi (infeksi dentogenik) pada gigi rahang atas merupakan salah satu
faktor risiko rinosinusitis kronik. Dasar sinus maksila adalah prosesus alveolaris
tempat akar gigi rahang atas, sehingga sinus maksila hanya terpisahkan oleh tulang
tipis dengan akar gigi, bahkan kadang-kadang tanpa tulang pembatas. Biasanya
sinusitis dentogen pada rinosinusitis kronik yang mengenai satu sisi dengan ingus
e. Diabetes mellitus
rinosinusitis kronik. Hal ini disebabkan penderita diabetes mellitus berada dalam
D. Patofisiologi
sehingga terjadi obstruksi dari ostium sinus. Setelah itu, terjadi gangguan ventilasi,
drainase dan resorpsi oksigen dalam rongga sinus yang menyebabkan hipoksia
penurunan fungsi silia sehingga terjadi retensi sekresi di sinus atau pertumbuhan
dan respiratory syncytial virus (RSV), sedangkan bakteri yang paling sering
Haemophilus influenzae, serta pada anak Moraxella catarrhalis. Pada saat respons
inflamasi terus berlanjut dan respons bakteri mengambil alih, maka lingkungan
sinus berubah menjadi lebih anaerobik. Flora bakteri menjadi semakin banyak
sinus.13
melepaskan sejumlah sitokin yang berefek aktivasi sel mastosit, sel B dan eosinofil.
mukosa dan obstruksi ostium sinus. Rangkaian reaksi alergi ini akhirnya
halnya pada infeksi virus. Mukosa yang tidak dapat kembali normal setelah
inflamasi akut dapat menyebabkan gejala persisten dan mengarah pada RSK.13
10
saraf otonom serta predisposisi genetik. Menurut teori Barnstein, terjadi perubahan
mukosa hidung akibat peradangan atau aliran udara yang berturbulensi, terutama
penyerapan natrium oleh permukaan sel epitel yang berakibat retensi air sehingga
menyebabkan adanya edema dan lama-kelamaan menjadi polip. Bila proses terus
berlanjut, mukosa yang sembab makin membesar menjadi polip dan kemudian akan
peranan. Selain itu, terdapat hubungan antara bola jamur rahang atas dengan
perawatan gigi sebelumnya, lebih khusus lagi penambalan gigi dan oroantral
iatrogenik. Hal ini karena komponen tertentu yang digunakan untuk perawatan
hal ini memerlukan waktu bertahun-tahun untuk terwujud setelah intervensi awal.
Hubungan ini terbukti cukup kuat, dengan penelitian melaporkan angka sebesar
89,2% pada pasien yang pernah menjalani perawatan gigi sebelumnya. Oleh karena
itu, disarankan bahwa pencitraan gigi panoramik harus menjadi bagian wajib dalam
penatalaksanaan pasien yang diduga bola jamur. Variasi anatomi dan obstruksi pada
E. Klasifikasi
Berdasarkan definisi dari EPOS 2012 dan 2020, RSK terbagi menjadi RSK
dengan polip nasi dan tanpa polip nasi. Dikategorikan sebagai RSK dengan polip
nasi bila saat endoskopi tampak adanya polip dalam meatus media. Sedangkan,
RSK tanpa polip nasi ditentukan bila tidak tampak adanya polip dalam meatus
RSK dibagi menjadi primer dan sekunder. Definisi RSK primer dalam
mengacu pada kondisi sinus di mana tidak ada kejadian patoetiologi sekunder yang
jelas terjadi (yaitu bola jamur, neoplasia, odontogenik, atau imunodefisiensi). RSK
primer dibedakan menjadi fenotipe berdasarkan ciri atau gejala klinis, yakni CRS
tanpa polip nasal (CRSsNP) dan RSK dengan polip nasal (CRSwNP). Endotipe,
berbeda dengan fenotipe, adalah subtipe biologis yang ditentukan oleh mekanisme
12
(biasanya melibatkan sitokin IL-4, IL-5 dan IL-13, eosinofil dan IgE) dan inflamasi
F. Manifestasi Klinis
Gejala RSK dapat bervariasi dan tumpang tindih yang dapat menyulitkan
proses diagnostik. RSK dapat ditemukan sebagai infeksi saluran pernapasan atas
akut atau sinusitis akut yang tidak terselesaikan atau dapat berkembang perlahan
13
selama berbulan-bulan dengan gejala nonspesifik. Empat tanda dan gejala utama
3. Obstruksi hidung
Penting untuk diingat bahwa batuk adalah gejala utama keempat pada anak-
anak daripada kurangnya penciuman pada pasien dewasa. Tanda dan gejala ini
dapat dilihat pada semua subtipe penyakit di antara manifestasi lain yang menyertai
G. Diagnosis
kronis dan riwayat keluarga yang bersangkutan. Pedoman konsensus klinis dari
rinosinusitis kronis sebagai adanya setidaknya dua dari empat gejala utama (yaitu,
nyeri / tekanan wajah, hiposmia / anosmia, obstruksi hidung, dan drainase hidung)
karena meskipun adanya gejala sensitif untuk diagnosis rinosinusitis kronis, hal
14
tersebut tidak spesifik. Dari empat gejala utama yang digunakan untuk diagnosis,
obstruksi hidung adalah yang paling umum (81% hingga 95% pasien), diikuti oleh
tekanan wajah (70% hingga 85%) , drainase hidung berubah warna (51% sampai
anterior dan endoskopi hidung bila tersedia. Dalam pengaturan perawatan primer,
rinoskopi anterior mudah dilakukan dengan otoskop atau spekulum hidung dan
dinilai dengan menggunakan rinoskopi anterior. Patensi jalan napas hidung juga
harus dievaluasi dengan menilai deviasi septum dan pembesaran turbinat inferior
atau tengah; polip atau massa lain harus disingkirkan. Jika ragu, pasien harus
rinosinusitis kronis. Radiografi foto polos sinus tidak lagi direkomendasikan untuk
evaluasi sinus paranasal karena akurasinya yang buruk. CT tanpa kontras adalah
pada pasien dengan setidaknya dua kriteria subyektif untuk rinosinusitis kronis
karena ada tingkat kepositifan yang tinggi untuk mendeteksi kelainan sinonasal.
dari infeksi saluran pernapasan atas yang mungkin terlihat pada radiografi selama
H. Tatalaksana
primer, sekunder dan tersier. Hal ini berhubungan dengan fasilitas diagnostik dan
berdasarkan anamnesis yaitu didapatkannya dua gejala RSK yang salah satunya
harus berupa hidung tersumbat dan/atau sekret mukopurulen, dapat disertai gejala
nyeri/rasa tertekan pada wajah dan berkurangnya atau hilangnya penciuman yang
berlangsung ≥12 minggu. Pasien dengan gejala sumbatan hidung, sekret, tekanan,
diberikan tata laksana berupa pemberian terapi dan edukasi, layanan kesehatan
dapat melalui telemedicine. Terapi yang direkomendasikan adalah cuci hidung dan
Pemberian edukasi terutama pada cara pemakaian terapi obat cuci hidung, obat tetes
diberikan selama 6-12 minggu, dengan dilakukan evaluasi secara teratur untuk
tetapi bila tidak ada perbaikan atau terjadi perburukan maka pasien harus dirujuk
Gejala dan tanda penting (alarm symptoms) yang harus diperhatikan sebagai
pertimbangan perlunya segera merujuk pasien adalah bila ditemukan adanya edema
menurunnya ketajaman visual, nyeri kepala hebat, bengkak pada area frontal, tanda-
perdarahan, krusta dan cacosmia. Apabila ditemukan satu atau lebih gejala atau
tanda tersebut maka pasien harus segera dirujuk ke Dokter Spesialis T.H.T.K.L. di
diagnosis RSK unilateral, bilateral atau bukan RSK. Pada RSK unilateral perlu
atau curiga tumor. Bila ditemukan tumor ganas segera merujuk pasien dari layanan
sekunder ke layanan tersier. Bila dalam evaluasi didapatkan kesan bukan RSK
maka perlu dilakukan CT scan untuk konfirmasi diagnosis. Berikut ini merupakan
Alur tata laksana RSK bilateral dibedakan menjadi RSK primer dan RSK
perdarahan/krusta, nyeri berat, hilangnya jaringan kulit atau keterlibatan organ lain.
Tata laksana diagnosis RSK sekunder difus tergantung pada diagnosis berdasarkan
RSK primer difus berupa pemberian TMT yang meliputi steroid nasal spray
dan irigasi hidung dengan cairan saline. Kortikosteroid oral dapat dipertimbangkan
untuk diberikan. Edukasi pemilihan teknik, cara pemakaian dan kepatuhan terapi
steroid nasal spray dan irigasi hidung sangat penting untuk keberhasilan terapi.
Evaluasi dilakukan dalam rentang waktu 6-12 minggu dengan penjadwalan kontrol
sesuai kebutuhan. Bila tidak ada perbaikan dalam 6-12 minggu perlu dilakukan
penunjang yang menunjukkan Endotipe RSK yaitu RSK tipe 2 atau non tipe 2.5
Pada RSK non tipe 2 keluhan sering disertai hidung beringus, nyeri wajah,
tidak ada riwayat atopi dan asma, dengan hasil pemeriksaan nasoendoskopi
19
didapatkan sekret purulen, tidak ada peningkatan IgE ataupun eosinofilia. Pilihan
panjang atau dilakukan operasi BSEF. RSK tipe 2 mempunyai keluhan yang
adanya riwayat N-ERD dan atau asma serta atopi, yang didukung dengan hasil
IgE dan eosinofilia. Pada RSK tipe 2 dapat diberikan TMT dan atau kortikosteroid
Evaluasi dilakukan selama 6-12 minggu baik pada RSK tipe 2 atau non tipe
2. Bila tidak ada perbaikan bisa dipertimbangkan pemberian terapi tambahan atau
kemungkinan RSK sekunder difus. Pada RSK tipe 2 perlu dicurigai AFRS bila
pasien usia muda, mempunyai atopi, tinggal di daerah yang hangat dan lembab,
asma dan hasil SPT positif terhadap jamur. Perlu dipertimbangkan pemeriksaan
MRI sinus dengan kontras, konsul spesialis Mata atau Bedah Saraf dan diberikan
I. Komplikasi
1. Komplikasi orbita
Infeksi dari sinus paranasal dapat meluas ke orbita secara langsung atau
melalui sistem vena yang tidak berkatup. Kondisi sinusitis maksilaris dapat
menimbulkan komplikasi pada orbita karena batas superior dari sinus maksila
3. Komplikasi intrakranial
Rongga sinus frontal, etmoid dan sfenoid dipisahkan dengan fossa kranii
anterior hanya oleh dinding tulang yang tipis sehingga infeksi dapat meluas secara
langsung melalui erosi pada tulang. Penyebaran infeksi juga terjadi melalui sistem
vena karena hubungan vena yang kompleks dan tidak berkatup yang melalui area
21
Komplikasi lain yang sangat jarang terjadi, antara lain abses glandula
septikemia.5,18
BAB III
LAPORAN KASUS
I. DATA PASIEN
Nama : Tn. FI
Umur : 28 Tahun
Bangsa : Indonesia
Suku : Banjar
Agama : Islam
II. ANAMNESIS
hidung tersumbat sejak 3 tahun terakhir dan memberat sejak 6 bulan yang lalu,
keluhan sering muncul hampir setiap hari di hidung kanan dan kiri secara
bergantian. Keluhan hilang timbul terutama saat berada pada perubahan suhu panas
ke dingin. Keluhan hidung tersumbat dirasakan berlangsung sekitar 1–2 jam setiap
muncul. Pasien merasa ada yang mengganjal di kedua hidung bagian dalam. Hidung
berair yang muncul sejak 1 tahun terakhir dan memberat sejak 3 bulan yang lalu.
22
23
Saat hidung tersumbat, lendir berwarna kekuningan dan kental, sedangkan pada
hidung yang tidak tersumbat lendir berwarna putih. Keluhan sering muncul secara
terus menerus di kedua hidung dan lebih sering di hidung sebelah kanan. Keluhan
muncul terutama saat pasien merasa dingin, panas, terpapar debu, dan muncul
terutama saat siang hari. Pasien juga mengeluhkan adanya nyeri pada pangkal
hidung luar sebelah kanan dan kiri sejak 1 bulan terakhir, keluhan hilang timbul
disertai rasa tebal dan terasa membesar pada hidung. Penciuman berkurang sejak 3
tahun terakhir, semakin parah sejak 6 bulan terakhir, keluhan muncul mendadak
dan hilang timbul, tidak dipengaruhi oleh keluhan hidung berair, penciuman
berkurang selama 1–3 jam setiap muncul. Pasien memiliki kebiasaan memasukkan
tisu ke hidung selama setengah tahun terakhir, agar memperlancar pernapasan pada
hidung yang tersumbat. Pasien mengaku sulit tidur, tetapi aktivitas tidak terganggu.
Saat tidur pasien, 3 tahun terakhir pasien mengorok mengeluarkan suara nyaring
dari hidung dan mulutnya. Pasien sebelumnya sering pilek dan nyeri menelan sejak
3 tahun yang lalu. Hidung berbau busuk disangkal. Batuk, sesak napas, dan rasa
disangkal. Infeksi pada gigi disangkal. Kebiasaan merokok sejak usia 12 tahun dan
Keluhan pada telinga seperti nyeri, berdengung, dan keluar cairan disangkal.
Pasien memiliki kebiasaan mengorek telinga dengan cotton bud. Keluhan pada
tenggorokan seperti gatal, serak, dan sakit disangkal. Keluhan lain seperti sakit
Pasien berobat ke Klinik Kinibalu 3 minggu yang lalu dan ditangani oleh
dokter Sp.THT dan dikatakan terdapat polip di kedua hidung. Diberi obat minum 2
macam namun pasien lupa nama obatnya, pasien kemudian disarankan operasi lalu
Riwayat Pengobatan
• Diberi obat minum 2 macam (pasien lupa nama obatnya) dari Sp. THT saat
1. STATUS GENERALIS
2. TANDA VITAL
Respirasi : 20 kali/menit
Suhu : 36,6 ºC
3. STATUS LOKALIS
a. TELINGA
Palpasi (kanan/kiri) : nyeri tekan preaurikular (-/-), nyeri tekan tragus (-/-), nyeri
MAE (kanan/kiri) : serumen (+/+) minimal, hiperemis (-/-), edema (-/-), sekret
CAE (kanan/kiri) : Kelainan kongenital (-/-), kulit hiperemis (-/-), sekret (-/-),
kolesteatoma (-/-)
MT (kanan/kiri) : intak (+/+), refleks cahaya (+/+), sekret (-/-), retraksi (-/-),
Tes Pendengaran : Test Rhinne (+/+), test Webber (tidak ada lateralisasi), test
pemeriksa)
26
b. HIDUNG
Inspeksi : deformitas (-), septum deviasi (-), hiperemsis (-), massa (-), sekret
(+) mukopurulen
Palpasi : nyeri tekan sinus frontalis (+/+), nyeri tekan sinus etmoidalis (+/+),
Rhinoskopi Anterior
c. TENGGOROKAN
- Rongga mulut
- Orofaring
Faring : hiperemis (-), post nasal drip (+), edema (-), massa (-)
d. LEHER
Inspeksi : Pembesaran KGB (-), massa (-), edema (-), pembesaran tiroid (-),
Palpasi : nyeri tekan (-), pembesaran KGB (-), massa (-), pembesaran tiroid
(-)
MSCT scan Kepala dan leher tanpa dan dengan kontras (14/11/2023)
Kesimpulan: Tampak lesi slide hiperdens (50 HU) yang mengisi sinus frontalis
bilateral, sinus sphenoidalis bilateral, sinus ethmoidalis bilateral, sinus maksilaris
bilateral, menempel pada middle dan inferior concha nasalis bilateral, mengisi nasal
cavity dan middle nasal meatus bilateral, menempel pada uncinate process bilateral,
mengisi maxillary infundibulum bilateral, tidak tampak destruksi tulang, pada post
contrast tidak tampak enhancement yang menyokong suatu rhinosinusitis
(pansinusitis) kronis curiga disertai infeksi jamur.
- Nasofaring-orofaring-hipofaring tak tampak kelainan
- Orbit dan Ear tak tampak kelainan
- Brain parenchyma dan sinus cavernosus tak tampak kelaina
- Tampak adanya gambaran jamur (kalsifikasi) pada sinus maxilaris bilateral
29
V. DIAGNOSIS
VI. TATALAKSANA
VIII. PROGNOSIS
Pada makalah ini dibahas sebuah laporan kasus seorang laki-laki atas nama
Tn. FI berusia 28 tahun, dengan keluhan hidung tersumbat sejak 3 tahun terakhir
dan memberat sejak 6 bulan yang lalu, keluhan sering muncul hampir setiap hari di
hidung kanan dan kiri secara bergantian, keluhan hilang timbul terutama saat berada
pada perubahan suhu panas ke dingin. Pasien juga merasa ada yang mengganjal di
kedua hidung bagian dalam. Hidung berair yang muncul sejak 1 tahun terakhir dan
memberat sejak 3 bulan yang lalu. Keluhan sering muncul secara terus menerus di
kedua hidung dan lebih sering di hidung sebelah kanan. Keluhan muncul terutama
saat pasien merasa dingin, panas, terpapar debu dan muncul terutama saat siang
hari. Pasien juga mengeluhkan adanya nyeri pada pangkal hidung luar sebelah
kanan dan kiri sejak 1 bulan terakhir, keluhan hilang timbul disertai rasa tebal dan
semakin parah sejak 6 bulan terakhir, keluhan muncul mendadak dan hilang timbul,
tidak dipengaruhi oleh keluhan hidung berair, penciuman berkurang selama 1-3 jam
setiap muncul. Pasien mengaku sulit tidur, tetapi aktivitas tidak terganggu. Batuk
Menurut EPOS tahun 2020, RSK pada orang dewasa didefinisikan sebagai
suatu inflamasi pada (mukosa) hidung dan sinus paranasal yang ditandai dengan
30
31
• ± hipo/anosmia
terdapat:
• Polip, dan/atau
gejala tersebut setidaknya berlangsung selama dua belas minggu atau lebih tanpa
adanya perbaikan gejala.1,2 Berdasarkan kriteria tadi, pasien pada laporan kasus ini
dapat didiagnosis dengan rinosinusitis kronis karena pasien memiliki gejala hidung
tersumbat, nyeri tekan pada wajah dan adanya polip yang sudah berlangsung selama
sejak usia 12 tahun dan berhenti sejak 5 tahun yang lalu. Pasien bekerja sebagai
service HP, sebelmnya sempat bekerja sebagai teknisi di tambang dan service AC.
Pada umumnya RSK lebih banyak terjadi pada perempuan karena perempuan lebih
rentan terhadap obstruksi dan infeksi lanjutan hal ini disebabkan ukuran ostium
sinus pada perempuan lebih kecil dibandingkan pada pria. Namun, pria lebih
berisiko terkena RSK daripada wanita karena sebagian besar pria cenderung
32
memiliki kebiasaan merokok dan lebih banyak bekerja dan beraktifitas di luar
ruangan.6
kronik (Pansinusitis) dengan polip pada hidung kanan dan kiri suspek rinosinusitis
jamur. Berdasarkan definisi dari EPOS, RSK terbagi menjadi RSK dengan polip
nasi dan tanpa polip nasi. Dikategorikan sebagai RSK dengan polip nasi bila saat
endoskopi tampak adanya polip dalam meatus media. Sedangkan, RSK tanpa polip
nasi ditentukan bila tidak tampak adanya polip dalam meatus media saat
endoskopi.1
paranasal disertai inflamasi sinus yang disebabkan oleh infeksi jamur. Pada
pemeriksaan kultur jamur, dijumpai 96% jamur positif pada 210 pasien rinosinusitis
kronik. Rinosinusitis jamur terbagi dua yaitu rinosinusitis jamur non-invasif dan
rinosinusitis jamur invasif. Terdapat 2 tipe rinosinusits jamur non invasif yaitu
sinusitis bola jamur dan sinusitis alergi jamur.10 Gambar "Bola Jamur/fungus ball"
digambarkan sebagai akumulasi bentuk non-invasif dan pemadatan hifa jamur. Dan
sering mengenai satu sinus, biasanya sinus maksilaris. Bola jamur dicirikan secara
makroskopis dengan penampilan seperti keju rapuh berwarna hijau, kuning, coklat,
atau hitam yang mudah terkelupas dari mukosa. Temuan CT scan untuk bola jamur
scan pada pasien ini yaitu terdapatnya gambaran suatu rhinosinusitis (pansinusitis)
rinitis alergi dengan riwayat pekerjaan sebagai service AC dan riwayat alergi cuaca
dingin dan debu sejak kecil.. Sesuai dengan studi tentang mikrobioma jamur pada
besar dipengaruhi kesehatan tubuh. Malassezia, yang dikenal sebagai patogen pada
kulit adalah genus jamur yang dominan di rongga sinonasal pada individu sehat,
pasien CRS, dan pasien dengan rinitis alergi.25 Ditambah pada pasien memiliki
riwayat diabetes mellitus yang mana penderita diabetes mellitus berada dalam
Pada rinoskopi anterior ditemukan adanya polip pada hidung kanan dan kiri.
Ada beberapa faktor predisposisi terjadinya polip antara lain alergi terutama rhinitis
alergi, sinusitis kronis, iritasi dan sumbatan hidung oleh kelainan anatomi seperti
deviasi septum, septum yang tajam dan hipertrofi konka. Pada pasien ini diduga
kuat faktor predisposisi untuk terjadinya polip adalah rhinitis alergi persisten yang
ditegakkan berdasarkan klinis yaitu keluarnya cairan encer yang timbul saat udara
dingin.24
akan menyebabkan adanya edema dan lama-kelamaan menjadi polip. Bila proses
34
terus berlanjut, mukosa yang sembab makin membesar menjadi polip dan kemudian
Penatalaksanaan pada pasien ini adalah dengan diberikan NaCl 0.9% untuk
cuci hidung. Cuci hidung NaCl 0,9% (nasal saline irigation) dengan volume tinggi
(>200 mL) sebagai tambahan untuk terapi medis lain untuk RSK sangat dianjurkan
tahun 2016. Cuci hidung akan mengeluarkan sekresi dan meningkatkan hidrasi pada
inflamasi, sehingga menghasilkan kontrol yang lebih baik dari gejala yang
merugikan. Irigasi dengan salin efeknya tidak hanya dalam menghilangkan gejala
skoring kualitas hidup. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menilai efisiensi
mempertahankan fungsi dari mukosa sinus dan sistem drainase alami dari sinus.
Prinsipnya ialah membuka dan membersihkan daerah KOM yang menjadi sumber
35
penyumbatan dan infeksi, sehingga ventilasi sinus dan drainase sinus dapat lancar
bedah secara signifikan meningkatkan hasil klinis dan kelangsungan hidup untuk
pasien dengan rinosinusitis jamur. Karena "bola jamur" tidak invasif, pengobatan
sistemik atau topikal sering tidak dianjurkan. Dengan demikian, rinosinusitis jamur
Pada pemeriksaan Ct-Scan kepala pada bagian orbita dan parenkim otak
Infeksi dari sinus paranasal dapat meluas ke orbita secara langsung atau
melalui sistem vena yang tidak berkatup. Kondisi sinusitis maksilaris dapat
menimbulkan komplikasi pada orbita karena batas superior dari sinus maksila
Dipisahkan dengan fossa kranii anterior hanya oleh dinding tulang yang tipis
sehingga infeksi dapat meluas secara langsung melalui erosi pada tulang.
Penyebaran infeksi juga terjadi melalui sistem vena karena hubungan vena yang
kompleks dan tidak berkatup yang melalui area tersebut. Komplikasi rinosinusitis
36
Komplikasi lain yang sangat jarang terjadi, antara lain abses glandula
septikemia.5,18
BAB V
PENUTUP
Telah dilaporkan kasus Tn. FI yang berusia 28 tahun dengan keluhan kedua
hidung tersumbat sejak 3 tahun dan memberat sejak 6 bulan yang lalu. Berdasarkan
dengan Rinosinusitis kronik dengan polip. Pasien diberikan terapi cuci hidung
37
DAFTAR PUSTAKA
1. Fokkens WJ, Lund VJ, Mullol J, Bachert C, Alobid I, Baroody F, Wormald PJ.
EPOS 2020: European Position Paper On Rhinosinusitis And Nasal Polyps
2020. A summary for otorhinolaryngologists. 2020; hal. 55-187.
3. Stevens WW, Peters AT, Tan BK, Klingler AI. Associations Between
Inflammatory Endotypes and Clinical Presentations in Chronic Rinosinusitis.
J Allergy Clin Immunol Pract. 2019;7(8):2812-20.
7. Suryani L, Siregar SM. Perbedaan skor sino nasal outcome test 22 sebelum dan
sesudah terapi larutan hipertonik dan isotonik pada pasien rinosinusitis kronis.
2021;5(2):59–65.
38
39
15. Ertugay ÖÇ, Toros SZ, Zhang L. Chronic Rhinosinusitis: Adults and Children.
In: All Around the Nose. Switzerland: Springer Nature; 2020:213-220.
17. Sedaghat AR. Chronic Rinosinusitis. Am Fam Physician. 2017; 96(8): 500-6.
22. Succar E, Justin H, Turner, Rakesh K. Nasal saline irrigation: a clinical update.
2019;9(January):4–8
23. Utomo B. Efek Irigasi Normal Saline Terhadap Skor Endoskopi dan Skor
Kualitas Hidup Penderita Rinosinusitis Kronik Pasca Operasi Sinus. Telaah
Sistemik dan Meta Analisis. 2020.
25. Zhang I, Pletcher SD, Goldberg AN, Barker BM, Cope EK. Fungal microbiota
in chronic airway inflammatory disease and emerging relationships with the
host immune response. Frontiers in Microbiology. 2017 Dec 12;8:2477.