Laporan Kasus
Subdural Hemorrage
Oleh :
Pembimbing :
dr. Musthafa Afif Wardhana, Sp.BS
Halaman
A. Anatomi ...................................................................... 2
B. Definisi ....................................................................... 3
C. Epidemiologi .............................................................. 4
D. Etiologi........................................................................ 5
E. Patofisiologi ............................................................... 6
G. Diagnosis .................................................................... 8
H. Tatalaksana ................................................................. 12
I. Komplikasi ................................................................. 18
J. Prognosis .................................................................... 18
B. Anamnesis .................................................................. 20
E. Diagnosis .................................................................... 29
F. Tatalaksana.................................................................. 29
G. Follow Up .................................................................. 30
ii
Universitas Lambung Mangkurat
BAB IV PEMBAHASAN.................................................................. 31
BAB V PENUTUP........................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 40
iii
Universitas Lambung Mangkurat
BAB I
PENDAHULUAN
angka kematian yang diakibatkan trauma. Data pasien trauma akibat kecelakaan
maupun akibat tindak kekerasan yang dibawa ke instalasi gawat darurat dari tahun
subdural adalah bentuk yang paling sering terjadi dari lesi intrakranial, kira-kira
yang luas dan menyebabkan penekanan (mass effect) terhadap jaringan otak,
menjadi lebih kecil apabila dilakukan operasi dalam waktu 4 jam setelah kejadian.
Walaupun demikian bila dilakukan operasi lebih dari 4 jam setelah kejadian
adalah kebanyakan laki-laki dan kebanyakan umurnya lebih tua dari penderita –
penderita cedera kepala lainnya. Penyebab yang predominan pada umumnya ialah
industri. Genareli dan thibault seelig dkk melaporkan bahwa pada penderita-
penderita cedera kepala berat tanpa lesi (mass lession) 89% disebabkan
kecelakaan kendaraan.4
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi
zygomaticus. Kulit kepala terdiri dari lima lapis jaringan yang terdiri
1. Duramater
otak.
2. Arachnoidea
3. Piamater
tempat itu.
B. Definisi
dan arachnoid. Lesi ini lebih sering ditemukan daripada EDH. Dengan
pada saat berlangsungnya akselerasi dan deselerasi. Pada anak dan usia
C. Etiologi
bersangkutan bersifat linear. Maka dari itu lesi-lesi yang bisa terjadi
sehingga di situ tidak terdapat lesi. Jika di situ terdapat lesi, maka lesi itu
D. Epidemiologi
menunjukan angka kejadian sebesar 1,72 per 100.000 orang per tahun,
Jepang tahun 1986 oleh Kudo, dkk. mendapatkan angka insiden kejadian
sebesar 13,1 per 100.000 orang per tahun, dimana didapatkan perbedaan
dari SDH adalah 20,6 per 100.000 orang per tahun dengan peningkatan
insiden di usia yang lebih tua menjadi sebesar 76,5 pada populasi usia
pada populasi usia di atas 80 tahun.7 Angka kejadian adalah lebih tinggi
Finlandia.
terutama pada kelompok usia tua. Oleh sebab itu di Indonesia dimana
E. Patofisiologi
kecil dan pembentukan kantong subdural yang penuh dengan cairan dan
kronik, yaitu teori dari Gardner yang mengatakan bahwa sebagian dari
hasilnya normal yang mengikuti hancurnya sel darah merah. Teori yang
F. Manifestasi Klinis
perdarahannya:
trauma terjadi.3 Gejala global yang dapat muncul pada pasien dengan
berjalan, parese N.III & VI ipsilateral dengan lesi, serta kesulitan dalam
berbicara.3
G. Diagnosis
1. Gejala Klinis
juga tampak cairan yang keluar pada saluran hidung dan telinga. Setiap
Jika penderita anemis berat atau terdapat CSS yang mengencerkan darah
korteks dan sinus vena semakin jauh dan rentan terhadap goncangan.
dalam cairan SDH kronis sebagai akibat dari darah yang lisis, akan
SDH. Gejala lain yang timbul antara lain, penurunan kesadaran, pupil
abnormalitas nervus III. Jika SDH terjadi pada fossa posterior, dapat
saraf cranial, dan kaku kuduk. SDH fossa posterior biasanya disebabkan
oleh laserasi sinus vena, atau perdarahan dari kontusio serebeli, dan
2. Pemeriksaan Fisik
- Periksa Kesadaran.
10
A : Alert, sadar
Interpretasi :
11
3. Pemeriksaan Penunjang
Pada foto polos kepala, kita tidak dapat mendiagnosa pasti sebagai
mengalami trauma pada film untuk mencari adanya fraktur tulang yang
dan potensi cedara intracranial lainnya. Pada epidural biasanya pada satu
bagian saja (single) tetapi dapat pula terjadi pada kedua sisi (bilateral),
12
menegakkan diagnosis.8
- Laboratorium
koagulopati.
3. Serum elektrolit, tes fungsi ginjal, tes fungsi hepar, kadar glukosa
H. Tatalaksana
sumbatan jalan napas yang dapat disebabkan benda asing, adanya fraktur
13
berlebihan pada tempat ini dan diberikan alat bantu. Pada penderita yang
jalan napas tetap terbuka. Kemudian pada saat yang sama mengamati
kekurangan oksigenasi dan dapat dilihat dengan melihat pada kuku dan
kulit sekitar mulut. Lihat adanya retraksi dan penggunaan otot-otot napas
airway.
keracunan/mabuk.
-Raba (Feel). Lokasi trakea dan dengan cepat menentukan apakah trakea
penderita.
14
kepada penolong yang melakukan CPR yang berada di luar rumah. Dua
kategori dari alat yang tersedia: alat mulut ke sungkup dan penutup wajah
ventilasi.8
- Circulation
15
30:2.8
Setiap pasien dengan nilai skala koma glasgow (GCS, Glasgow Coma
Scale) 8 atau kurang, setiap pasien yang tidak mampu melindungi saluran
a) Penanganan darurat :
b) Terapi medikamentosa
selalu babas, bersihkan lendir dan darah yang dapat menghalangi aliran
16
per infus untuk “menarik” air dari ruang intersel ke dalam ruang intra-
dalam 1030 menit. Cara ini berguna pada kasus-kasus yang menunggu
bahwa obat ini menstabilkan sawar darah otak. Dosis parenteral yang
sampai 100 mg bolus yang diikuti dengan 4 dd 4 mg. Selain itu juga
17
dan untuk fungsional saving. Jika untuk keduanya tujuan tersebut maka
18
yang lebih rumit dengan tingkat kematian dan kecacatan yang lebih
bedah.11,15
I. Komplikasi
19
makin rendah GCS makin jelek prognosisnya, makin tua pasien makin
20
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. B
Umur : 64 tahun
Agama : Islam
RMK : 19-86-xx
B. Anamnesis
Anamnesis dilakukan pada tanggal 14 Maret 2024 Pukul 07.00 WITA secara
heteroanamnesis dilakukan dengan keluarga pasien (14 Maret 2024 07.00 WITA)
2024 pukul 12.00 WITA dengan keluhan penurunan kesadaran setelah mengalami
jatuh dengan kepala membentur aspal terlebih dahulu dan langsung tidak sadar.
muntah menyemprot, penglihatan ganda, BAK dan BAB tidak diketahui oleh
keluarga.
1. Riwayat penyakit dahulu: Asma (-), Penyakit serupa (-)
keganasan (-)
C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Kesadaran : Stupor
GCS : E1VxM3
Suhu : 36.2 °C
SpO2 : 99% on RA
22
stridor (-/-)
4. Abdomen
Palpasi : Perut supel, nyeri tekan (-), massa (-), hepar dan lien tidak
muscular (-).
5. Ekstremitas
Inspeksi : Gerak sendi normal, deformitas (-), edema (-/-), atrofi (-/-),
ulkus (-/-)
+ + - -
6. Status Neurologis:
Kesadaran : Stupor
GCS : E1VxM3
Rangsang meningeal :
Kaku kuduk : sde
Kernig :-
23
Refleks patologis :
- Hoffmann-Tromner : (-/-)
- Babinski : (-/-)
Refleks fisiologis:
- Biceps : +2/+2
- Triceps : +2/+2
- Patella : +2/+2
24
Foto Klinis
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Darah Lengkap
25
26
Kesimpulan: Cor dan Pulmo saat ini tak tampak kelainan radiologik
27
sign pada hemisfer kiri yang menyebabkan midline shift ke kanan +/- 0.9
cm
- Meningen normal
Kesimpulan:
- Subdural hemorrage kronik luas hemisfer kiri yang menyebabkan midline
28
EEG
29
simptomatik
F. Tatalaksana
G. Laporan Operasi
- Drapping
- Operasi selesai
30
- GV POD III
FOLLOW UP
14 Maret 2024
Subjective: Objective: Assesment: Plan:
Nyeri post op (<), GCS: E4V5M6 Post craniotomy - Head up 30o
sadar penuh, mual TD: 110/79 ec SDH kronik - Inj. Ceftriaxone
(-), muntah (-) mmHg POD 1 2x1 gr iv
HR:89 /mnt - Inj. Omeprazole
RR: 19x/mnt 2x40 mg iv
T: 37.2 - Inj. Phenytoin
SpO2: 99% on 3x100 mg
RA - Inj. Manitol
4x100 cc
- Inj. Paracetamol
3x1 gr
15 Maret 2024
Subjective: Objective: Assesment: Plan:
Nyeri post op (<), GCS: E4V5M6 Post craniotomy - Head up 30o
pusing (+) sadar TD: 110/70 ec SDH kronik - Inj. Ceftriaxone
penuh, mual (-), mmHg POD 2 2x1 gr iv
muntah (-) HR:86 /mnt - Inj. Omeprazole
RR: 20x/mnt 2x40 mg iv
T: 36.8 - Inj. Phenytoin
SpO2: 99% on 3x100 mg
RA - Inj. Manitol
31
32
BAB IV
PEMBAHASAN
Basry. Pasien memiliki riwayat kejang 6 jam SMRS dengan sebanyak 1x, kejang
dirasakan di seluruh tubuh berlangsung sekitar kurang 5 menit, saat kejang pasien
Kejang mewakili aktivitas listrik otak yang tidak terkontrol dan tidak
atau perasaan. Kejang dapat diklasifikasikan menjadi parsial atau umum. Kejang
dapat diprovokasi atau tidak diprovokasi. Kejang yang diprovokasi, juga dikenal
intoksikasi, cedera kepala, proses infeksi, anomali vaskular, tumor atau lesi massa
lainnya, dan banyak penyebab lainnya.18 Lesi yang menempati ruang otak dapat
disebabkan oleh:19
Schistosoma japonicum.
lobus frontal dapat menyebabkan gerakan tonik-klonik fokal yang melibatkan satu
anggota tubuh, sedangkan kejang yang berasal dari lobus oksipital dapat
perubahan perilaku mendadak dengan atau tanpa aura khas, seperti bau, rasa, atau
gejala gastrointestinal yang tidak normal. Untuk pasien dengan kejang fokal,
paresis postiktal (juga dikenal sebagai kelumpuhan Todd) mungkin terjadi. Tumor
otak primer dan metastatik dapat menyebabkan status epileptikus, yang dapat
mungkin tidak kentara, terutama pada tahap awal. Kelemahan yang berhubungan
dengan tumor biasanya berespon terhadap steroid terutama pada tumor yang
berada di dekat korteks motorik. Hal ini menunjukkan bahwa kelemahan tersebut
disebabkan oleh edema dan bukan oleh keterlibatan tumor secara langsung. 19 Pada
antara duramater dan arakhnoid). Perdarahan ini sering terjadi akibat robeknya
vena-vena jembatan yang terletak antara kortek cerebri dan sinus venous tempat
vena tadi bermuara, namun dapat terjadi juga akibat laserasi pembuluh arteri pada
permukaan otak. Perdarahan subdural paling sering terjadi pada permukaan lateral
subdural juga menutupi seluruh permukaan hemisfer otak dan kerusakan otak di
bawahnya berat. Hematom subdural bisa terjadi secara spontan atau disebabkan
oleh prosedur suatu tindakan. Tingkat mortalitas dan morbiditas bisa tinggi,
sakit. Berdasarkan waktu, hematom subdural dibagi atas tiga klasifikasi: hematom
serius dalam 24-48 jam setelah cedera. Seringkali berkaitan dengan trauma
bermakna dalam waktu lebih 48 jam tetapi kurang dari dua minggu setelah
cedera. Seperti hematom subdural akut, hematom ini juga disebabkan oleh
intrakranial yang mendadak, yang disebabkan oleh perdarahan arteri atau udem
otak akut. Tanda kelainan neurologik, seperti diplopia, pupil mata anisokor, dan
Kepala. Hal ini sesuai dengan teori yang ada bahwa untukpasien-pasien dengan
trauma kepala berat CT scan merupakan modalitas utama karena dapat membantu
36
window width. Pergeseran garis tengah (midline shift) akan tampak pada
pendarahan subdural yang sedang atau besar volumenya. Bila tidak ada midline
shift harus dicurigai adanya massa kontralateral dan bila midline shift hebat harus
up 300C, Inj. Anbacim 750 mg/8 j, Inj. Sanmol 1 g/8j, Inj. Omeprazole 40 mg/24j,
Inj. Plasminex 500 mg/8j, Inj. Kutoin 100 mg/8j dan Manitol 125 ml/6j.
Pemberian NaCL pada pasien cedera kepala bertujuan sebagai agen hiperosmolar
kalium yang transien, sehingga dapat mencegah kondisi hiponatremia yang dapat
dihiperventilasikan. Pada kasus pendarahan yang kecil (volume < 30cc) dilakukan
37
tindakan konservatif. Tetapi pada keadaan ini ada kemungkinan terjadi penyerapan
darah pada pembuluh darah yang rusak diikuti oleh terjadinya fibrosis yang
profilaksis kejang pada pasien yang datang dengan subdural hematoma traumatis.
Namun tidak ada bukti fenitoin untuk menangani pasien SDH kronis pada pasien
usia lanjut. Kejang bisa dikaitkan dengan buruk hasil karena efeknya dalam
segera diatasi karena akan menyebabkan hipoksia otak dan kenaikan tekanan darah
serta dapat memperberat edema otak.1,13,14 Pemberian antibiotik dalam hal ini
pasien sebagai antibiotik yang mencegah infeksi lain setelah cedera kepala. Hal ini
dengan cedera kepala. Dosis cefuroxime pada pasien dewasa adalah 0,75g, tiap 8
jam. Bisa ditingkatkan menjadi 1,5 g, tiap 6-8 jam, jika infeksi serius.1
Pada pasien ini juga diberikan asam tranexamat yang merupakan obat
Obat ini merupakan derivat asam amino lisin dan menghasilkan pengaruh
dilanjutkan untuk semua pasien hingga SDH sembuh sepenuhnya atau cukup
Indikasi operatif yaitu SDH sedang hingga berat, subdural rekuren dan
hematom yang memiliki ketebalan >10mm atau pergeseran midline shift >5mm
pada CT-scan. Indikasi operatif cito yaitu penurunan GCS, dilatasi kedua pupil dan
postur deserebrasi. Pada kasus ini pasien memiliki GCS <9 yang memiliki indikasi
operasi dan didapatkan pupil dilatasi asimetris/fixed. Sehingga pada kasus ini,
PENUTUP
Telah dirawat seorang pasien atas nama An. MR usia 17 tahun datang
dengan keluhan kejang. Pasien memiliki riwayat kejang 6 jam SMRS sebanyak
midline shift ke kanan +/- 0.9 cm disertai dislokasi sutura coronal, edema cerebri
diberikan terapi berupa inj. Ceftriaxone 2x1 gr iv, inj. Omeprazole 2x40 mg iv,
Inj. Asam tranexamat 3x500mg, inj. Phenytoin 3x100 mg, inj. Manitol 4x125cc,
39
Universitas Lambung Mangkurat
DAFTAR PUSTAKA
TB. JKKI: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Indonesia. 2018 Apr 30:53-9.
2. Moore KL, Dalley AF. Clinically oriented anatomy. Wolters kluwer india
What do we know and how do we know it? Brain Circ. 2018 Jan-
5. Benson JC, Madhavan AA, Cutsforth-Gregory JK, Johnson DR, Carr CM.
20;13(7):1212-7.
13. Huff JS, Murr N. Seizure. [Updated 2023 Feb 7]. In: StatPearls [Internet].
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK430765/