TEXTBOOK READING
Disusun oleh :
Pembimbing :
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt., yang dengan
rahmat dan karunia-Nya referat dengan judul “Perdarahan Ekstradural” ini dapat
diselesaikan dengan baik sebagai salah satu syarat penyelesaian Program
Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu Bedah Saraf Universitas Sumatera
Utara.
Akhir kata, penulis berharap kebaikan dari semua pihak yang membantu akan
turut menjadi kebaikan yang lain dari Allah swt. Penulis menyadari bahwa referat
ini masih jauh dari kata sempurna sehingga masukan, kritik dan saran yang
membangun akan sangat diperlukan. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar.................................................................................................i
Daftar Isi ........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.............................................................................1
1.2 Tujuan..........................................................................................1
1.3 Manfaat........................................................................................2
2.1.Anatomi Kepala............................................................................3
2.2.Definisi .......................................................................................11
2.3.Etiologi........................................................................................12
2.4.Patofisiologi................................................................................13
2.5.Manifestasi Klinis ......................................................................15
2.6.Diagnosis.....................................................................................16
2.7.Pemeriksaan Penunjang..............................................................17
2.8.Penatalaksanaan..........................................................................20
2.9.Komplikasi..................................................................................23
2.10 Prognosis...................................................................................24
EDH sering kali didasari oleh keadaan traumatic. Gumpalan perdarahan paling
sering ditemukan di daerah temporoparietal (73%) dimana arteri meningea media
dan vena telah rusak oleh fraktur yang melibatkan tulang temporal skuamosa.
Sebelas persen gumpalan terjadi pada fossa kranial anterior (arteri meningea
anterior), 9% di daerah parasagittal (sinus sagital) dan 7% pada fossa posterior
(arteri meningea oksipital, sinus transversus dan sigmoid). Memar di kulit kepala
di atasnya merupakan patokan yang mengarah pada kecurigaan hematoma.2
1.2 TUJUAN
Referat ini dibuat untuk membahas tentang epidural hematom dalam hal
definisi, etiologi, patofisiologi, gejala klinis, penegakan diagnosis, tata laksana
hingga prognosis.
2
1.3 MANFAAT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 SCALP
Pengetahuan yang baik tentang anatomi kepala dan lapisannya sangat penting
agar dapat memahami dengan jelas tentang pengelolaan luka dan patofisiologi
kelainan wilayah ini. Kulit kepala merupakan jaringan lunak yang menutupi
tempurung kranial. Anatomi ini memanjang dari alis yang menutupi garis supra-
ciliaris tulang frontal anterior ke garis nuchal superior posterior. Yang terakhir
adalah tonjolan rendah yang membentang di kedua sisi dari protuberentia
occipitalis eksternus, bagian tengah oksipital ke proses mastoid kiri dan kanan.
Kemudian kulit kepala meluas sampai ke tingkat lengkung zygomatic ddan
meatus akustikus eksternus. Kulit kepala teridiri dari lima lapisan jaringan yang
terdiri atas skit (kulit), connective tissue (jaringan ikat), aponeurosis epicranalis
(galea aponeuritica), loose connective tissue (jaringan ikat spons) dan
pericranium. Lapisan tersebut biasa disebut dengan SCALP.3
Anatomi lapisan –lapisan tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
a. Kulit
Kulit kepala merupakan struktur yang tebal, bervariasi dari rambut dan
merupakan daerah kulit yang paling kaya dengan kelenjar sebasea,
karenannya terasa berminyak. Sebagai konsekuensi dari konsentrasi
kelenjar sebaceous ini, kulit kepala adalah tempat yang paling umum
untuk kista sebaceous. Jaringan ikat ini terdiri dari lobulus lemak yang
terikat pada septa berserat yang kuat. Pembuluh darah utama dan saraf
kulit kepala terletak pada lapisan ini dan kulit kepala memiliki pasokan
darah terkaya dari area kulit mana pun di tubuh.4
b. Jaringan ikat (fasia superfisialis)
Fasia superfisial adalah lapisan fibrofatty yang menghubungkan kulit
dengan aponeurosis yang mendasari otot occipitofrontalis dan
memberikan jalan bagi saraf dan pembuluh darah. Ketika kulit kepala
dikoyak, pembuluh yang terbagi mencabut antara sekat berserat yang
mudah terjadi perdarahan. Jika pembuluh darah dipotong, sekat ini
mencegah vasopasme, yang bisa menyebabkan perdarahan hebat
setelah cedera perdarahan ini tidak dapat diambil oleh forseps arteri
dengan cara biasa, dua teknik digunakan untuk membendung
perdarahan yang diakibatkan laserasi pada kulit kepala yaitu
melakukan tekanan dengan kuat ke bawah tengkorak yang mendasari
dengan jari-jari sehingga mengompres pembuluh darah yang
menyembur, atau meletakkan serangkaian forseps arteri pada lapisan
ketiga, aponeurotik, dan membaliknya ke belakang. Sebagai penutup
luka, ahli bedah menjahitkan laserasi dengan kuat pada dua lapisan
aponeurosis dan kulit. Hal ini yang menguntungkan dari suplai darah
yang sangat baik ini adalah bahwa flap kulit kepala bahkan hanya
dengan pedikel sempit memiliki peluang bertahan lebih tinggi
dibandingkan dengan flap kutaneous yang serupa di tempat lain.
Aponeurosis, lapisan berserat ini ditemukan di sebagian besar sudut
tengkorak, di mana ia menghubungkan otot occipitalis posterior,
(timbul dari garis nuchal superior, ke otot frontalis, yang masuk ke
5
f. Occipitofrontalis otot6
Otot occipitofrontalis terdiri dari 2 perut oksipital dan 2 perut depan.
Perut oksipital timbul dari garis nuchal superior pada tulang oksipital.
Perut frontal berasal dari kulit dan fasia superfisial kelopak mata
bagian atas. Perut oksipital dan frontal masuk ke dalam aponeurosis
epikranial
7
g. Vaskularisasi kulit7
Pasokan darah setiap sisi kulit kepala dipasok oleh total lima arteri.
Yang berasal dari arteri karotid eksternal yaitu arteri oksipital (nadi
dapat dirasakan dengan palpasi di atas garis nuchal superior),
superficial temporal auricular arteri dan anterior auricular arteri
(nadinya bisa dirasakan di atas lengkung zygomatic di depan tragus
telinga) dari arteri karotis interna berasal yaitu arteri supraorbital dan
arteri supratrochlear medial yang letaknya lebih medial
8
2.1.2 Intrakranial
Ruang intrakranial ditempati oleh jaringan otak, darah dan cairan
serebrospinal. Setiap bagian menempati suatu volume tertentu yang
menghasilkan suatu tekanan intrakranial normal berkisar aatara 5 dan 15
mmHg (millimeter air raksa).5,8
a. Cairan serebrospinal
Cairan serebrospinal (CSS) adalah cairan jernih yang mengelilingi otak
dan korda spinalis. CSS melindungi otak terhadap getaran fisik. Antara
CSS dan jaringan saraf terjadi pertukaran zat-zat gizi dan produk sisa.5,8
b. Sawar Darah otak
Sawar darah otak mengacu kepada kemampuan sistem vaskular otak untuk
memanipulasi komposisi cairan interstisium serebrum sehingga berbeda
9
d. Meningens10
Meningen (selaput otak) adalah selaput yang membungkus otak dan
sumsum tulang belakang,melindungi struktur saraf halus yang membawa
pembuluh darah dan cairan sekresi (cairan serebsrospinalis), memperkecil
benturan atau getaran yang terdiri dari 3 lapisan :
- Duramater (lapisan luar) adalah selaput keras pembungkus otak yang
berasal dari jaringan ikat tebal dan kuat.
- Araknoid (lapisan tengah) merupakan selaput halus yang memisahkan
dura mater dengan pia mater membentuk sebuah kantong atau balon
berisi cairan otak yang meliputi seluruh susunan saraf sentral.
- Pia mater (lapisan sebelah dalam) merupakan selaput tipis yang
terdapat pada permukaan jaringan otak. Ruangan diantara araknoid.
11
Pada reaksi radang, ruangan ini berisi sel radang. Disini mengalir
cairan serebrospinalis dari otak ke sumsum tulang belakang.
Gambar 2.6 Selaput otak potongan coronal pada daerah dural sinus.
2.1.3 Durameter
Secara konvensional, dura mater diuraikan sebagai dua lapisan, lapisan
endosteal dan lapisan meningeal. Lapisan endosteal tidak lebih dari suatu
periosteum yang menutupi permukaan dalam tulang-tulang kranium. Pada
foramen magnum lapisan endosteal tidak berlanjut dengan duramater medulla
spinalis. Pada sutura, lapisan endosteal berlanjut dengan ligamentum sutura.
Lapisan endosteal paling kuat melekat pada tulang diatas dasar kranium.11
2.2 DEFINISI
Epidural hematom adalah salah satu jenis perdarahan intrakranial yang paling
sering terjadi karena fraktur tulang tengkorak. Otak ditutupi oleh tulang tengkorak
yang kaku dan keras. Otak juga di kelilingi oleh sesuatu yang berguna sebagai
pembungkus yang disebut dura. Fungsinya untuk melindungi otak, menutupi
sinus-sinus vena, dan membentuk periosteum tabula interna. Ketika seorang
12
2.3 ETIOLOGI
Hematoma Epidural dapat terjadi pada siapa saja dan umur berapa saja,
beberapa keadaan yang bisa menyebabkan epidural hematom adalah misalnya
benturan pada kepala pada kecelakaan motor. Hematoma epidural terjadi akibat
trauma kepala, yang biasanya berhubungan dengan fraktur tulang tengkorak dan
laserasi pembuluh darah.16,17
Pada keadaan yang normal, sebenarnya tidak ada ruang epidural pada
kranium. Dura melekat pada kranium. Perdarahan biasanya terjadi dengan fraktur
tengkorak bagian temporal parietal yang mana terjadi laserasi pada arteri atau
vena meningea media. Pada kasus yang jarang, pembuluh darah ini dapat robek
tanpa adanya fraktur. Keadaan ini mengakibatkan terpisahnya perlekatan antara
dura dengan kranium dan menimbulkan ruang epidural. Perdarahan yang berlanjut
akan memaksa dura untuk terpisah lebih lanjut, dan menyebabkan hematoma
menjadi massa yang mengisi ruang.
Oleh karena arteri meningea media terlibat, terjadi perdarahan yang tidak
terkontrol, maka akan mengakibatkan terjadinya akumulasi yang cepat dari darah
13
pada ruang epidural, dengan peningkatan tekanan intra kranial (TIK) yang cepat,
herniasi dari unkus dan kompresi batang otak.
2.4 PATOFISIOLOGI
Pada hematom epidural, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak dan
durameter. Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila salah satu
cabang arteria meningea media robek. Robekan ini sering terjadi bila fraktur
tulang tengkorak didaerah bersangkutan. Hematom dapat pula terjadi di daerah
frontal atau oksipital. Arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak
melalui foramen spinosum dan jalan antara durameter dan tulang di permukaan
dan os temporale. Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematom epidural,
desakan oleh hematoma akan melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang
kepala sehingga hematom bertambah besar.18
Hematoma yang membesar di daerah temporal menyebabkan tekanan pada
lobus temporalis otak ke arah bawah dan dalam. Tekanan ini menyebabkan bagian
medial lobus mengalami herniasi di bawah pinggiran tentorium. Keadaan ini
menyebabkan timbulnya tanda-tanda neurologik yang dapat dikenal oleh tim
medis. Tekanan dari herniasi unkus pada sirkulasi arteria yang mengurus formatio
retikularis di medula oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Di tempat ini
terdapat nuklei saraf cranial ketiga (okulomotorius). Tekanan pada saraf ini
mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata.12
Tekanan pada lintasan kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini,
menyebabkan kelemahan respons motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau
sangat cepat, dan tanda babinski positif. Dengan makin membesarnya hematoma,
maka seluruh isi otak akan terdorong ke arah yang berlawanan, menyebabkan
tekanan intrakranial yang besar. Timbul tanda-tanda lanjut peningkatan tekanan
intrakranial antara lain kekakuan deserebrasi dan gangguan tanda-tanda vital dan
fungsi pernafasan. Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan
terpompa terus keluar hingga makin lama makin besar.12
14
primer berat tidak terjadi lucid interval karena pasien langsung tidak sadarkan diri
dan tidak pernah mengalami fase sadar.18 Sumber perdarahan:
• Artery meningea ( lucid interval : 2–3 jam )
• Sinus duramatis
• Diploe (lubang yang mengisi kalvaria kranii) yang berisi a. diploica dan
vena diploica
Epidural hematoma merupakan kasus yang paling emergensi di bedah saraf
karena progresifitasnya yang cepat karena durameter melekat erat pada sutura
sehingga langsung mendesak ke parenkim otak menyebabkan mudah herniasi
trans dan infratentorial. Karena itu setiap penderita dengan trauma kepala yang
mengeluh nyeri kepala yang berlangsung lama, apalagi progresif memberat, harus
segera di rawat dan diperiksa dengan teliti.18,19
kardiorespiratori pada medulla. Pasien yang tidak mengalami lucid interval dan
mereka yang terlibat pada kecelakaan mobil pada kecepatan tinggi akan
mempunyai prognosis yang lebih buruk.2,20
Gejala dan tanda klinis ekstradural hematoma di fossa posterior yaitu :
Lucid interval tidak jelas
Fraktur kranii oksipital
Durasi kehilangan kesadaran yang singkat
Gangguan serebellum, batang otak, dan pernafasan
Pupil Isokor
2.6 DIAGNOSIS
1. Anamnesa
17
Ajukan pertanyaan seputar gejala dan faktor risiko yang dialami oleh
penderita. Apabila penderita tidak sadarkan diri, dokter akan bertanya pada
orang yang mengantar pasien maupun keluarga. Ditanyakan adanya
riwayat trauma, Lucid interval, riwayat muntah, kejang, dan defisit
neurologis.
2. Pemeriksaan Fisik
Dokter kemudian memeriksa tubuh penderita dengan tujuan
mendeteksi gejala epidural hematoma, seperti ada tidaknya cedera kepala.
Dari pemeriksaan fisik kita bisa mendapatkan beberapa gejala klinis
seperti:
a. Fraktur kranium, Hematom,
b. Laserasi
c. Ottorhea, Rhinorrhea
d. Hemiparesis kontralateral
e. Defisit neurologis lainnya (Aphasia, Visual field defects, Ataxia)
f. Cushing’s reflex
g. Penurunan kesadaran
Gambar 2.10 T1 MRI kepala potongan koronal, didapatkan gambaran perdarahan epidural di
daerah vertex
20
Gambar 2.10 T2 MRI kepala potongan sagittal, nampak perdarahan epidural pada region parietoccipital
dekstra (kanan)
2.8 PENATALAKSANAAN
2.8.1 Tatalaksana Awal
1. Memperbaiki/mempertahankan fungsi vital
Dilakukannya primary survey yaitu stabilisasi pada patensi jalan napas
(A), pernapasan (B), dan sirkulasi (C). Lalu lakukan inspeksi pada trauma
yaitu daerah fraktur. Lakukan juga immobilisasi pada leher karena curiga
fraktur servikal.22
2. Mengurangi tekanan intracranial
Dilakukan dengan cara elevasi kepala 30o dan dilakukannya hiperventilasi.
Bertujuan untuk menurunkan paO2 darah sehingga mencegah vasodilatasi
pembuluh darah. Selain itu suplai oksigen yang terjaga dapat membantu
menekan metabolisme anaerob, sehingga dapat mengurangi kemungkinan
asidosis. Bila dapat diperiksa, paO2 dipertahankan > 100 mmHg dan
paCO2 diantara 28 - 32 mmHg.22
2.8.2 Tatalaksana Operatif
Persiapan Operasi
21
1. Positioning
Letakkan kepala pada tepi meja untuk memudahkan operator. Headup
kurang lebih 15 derajat (pasang donat kecil dibawah kepala). Letakkan
kepala miring kontralateral lokasi lesi/ hematoma. Ganjal bahu satu sisi
saja (pada sisi lesi) misalnya kepala miring ke kanan maka ganjal bantal di
bahu kiri dan sebaliknya.25
2. Washing
Cuci lapangan operasi dengan savlon. Tujuan savlon: desinfektan,
menghilangkan lemak yang ada di kulit kepala sehingga pori-pori terbuka,
penetrasi betadine lebih baik. Keringkan dengan doek steril. Pasang doek
steril di bawah kepala untuk membatasi kontak dengan meja operasi.25
3. Markering
Setelah markering periksa kembali apakah lokasi hematomnya sudah
benar dengan melihat CT scan. Saat markering perhatikan: garis rambut –
untuk kosmetik, sinus – untuk menghindari perdarahan, sutura – untuk
mengetahui lokasi, zygoma – sebagai batas basis cranii, jalannya N VII
(kurang lebih 1/3 depan antara tragus sampai dengan canthus lateralis
orbita).25
4. Desinfeksi
Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine. Suntikkan Adrenalin
1:200.000 yang mengandung lidocain 0,5%. Tutup lapangan operasi
dengan doek steril.25
Teknik Operasi
Incisi lapis demi lapis sedalam galea (setiap 5cm) mulai dari ujung. Pasang
haak tajam 2 buah (oleh asisten), tarik ke atas sekitar 60 derajat. Buka flap
secara tajam pada loose connective tissue. Kompres dengan kasa basah. Di
bawahnya diganjal dengan kasa steril supaya pembuluh darah tidak
tertekuk (bahaya nekrosis pada kulit kepala). Klem pada pangkal flap dan
fiksasi pada doek. Buka pericranium dengan diatermi. Kelupas secara hati-
hati dengan rasparatorium pada daerah yang akan di burrhole dan gergaji
kemudian dan rawat perdarahan. Penentuan lokasi burrhole idealnya pada
22
Indikasi Operasi
Epidural hematoma dengan volume yang lebih besar dari 30 cm3 harus
segera dilakukan tindakann evakuasi tanpa melihat GCS pasien.
Epidural hematoma dengan volume kurang dari 30 cm 3, ketebalan kurang
dari 15 mm, midline shift kurang dari 5 mm pada pasien dengan GCS > 8
tanpa deficit fokal dapat ditangani secara non operatif dengan CT-scan
serial (6-8 jam) dan observasi pada neurosurgical center.
Pasien epidural hematoma dengan GCS < 9 dan anisokor harus dilakukan
tindakan evakuasi segera.
Untuk metode operasi, kraniotomi dapat memberikan evakuasi yang sempurna
pada hematoma.2
2.9 KOMPLIKASI
Epidural Hematoma dapat memberikan komplikasi berupa:27
1. Edema Serebri, yang merupakan keadaan gejala patologis, dan dapat
ditemukan secara radiologis di mana keadaan ini mempunyai peranan
yang sangat bermakna pada kejadian pergeseran otak (brain shift) dan
peningkatan tekanan intrakranial.
2. Herniasi, terjadi protusi jaringan otak ke bagian tulang cranium
ataupun jaringan lain yang kontralateral dari lesi atau disebut dengan
supratentorial herniation, maupun protusi ke bagian cerebellum,
midbrain hingga bagian pons atau disebut dengan infratentorial
herniation.
3. Kompresi Batang Otak, merupakan komplikasi selanjutnya yang
dapat terjadi jika edema serebri dan peningkatan tekanan intrakranial
terus terjadi dan tidak tertangani. Hal ini menyebabkan fungsi vital
24
2.10 PROGNOSIS
Secara umum, pasien dengan EDH tanpa disertai dengan kerusakan lain
ataupun faktor komorbid lainna memiliki prognosis yang sangat baik setelah dapat
terdeteksi dengan cepat dievakuasi dengan cepat, dan progronosis juga sangat baik
secara fungsional setelah dilakukannya evakuasi bedah. Keterlambatan diagnosis
dan pengobatan meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas dari pasien.27
EDH yang disebabkan oleh perdarahan arteri memiliki karakteristik
perkembangan hematom yang cepat dan sehingga dapat dideteksi dengan cepat.
Tetapi, pada EDH yang disebabkan oleh adanya robekan pada sinus di atas
duramater ataupun vena yang berada didalam struktur diploe berkembang lebih
lambat akibat tekanan vena yang rendah. Dengan demikian, manifestasi klinis
mungkin memerlukan waktu yang lebih dibandingkan dengan diangsosi pada
EDH akibat ruptur arteri. Umumnya, volume EDH >50 cm sebelum evakuasi
menghasilkan defisit neurologis yang lebih buruk dan bahkan dapat mengkibatkan
kematian.27
25
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
26. Atmadja, A., 2016. Indikasi Pembedahan pada Trauma Kapitis. Cermin Dunia
Kedokteran, [online] 43(1), pp.31-32. Available at:
http://www.cdkjournal.com [Diakses 2 Juli 2020].
27. Khairat A, Waseem M. Epidural Hematoma. [Updated 2020 Mar 31]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan.
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK518982/ [Accessed
27 June 2020].