TRAUMA KEPALA
Disusun Oleh:
Ririn Jihan Setiyani Reubun
Pembimbing:
dr. Jacky Tuamelly, Sp.B (K) Trauma., FICS., FINACS.
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena
atas berkat dan penyerta-Nya penulis dapat menyelesaikan referat ini dengan judul
menambah wawasan dan dapat membantu pada praktik klinik di kemudian hari.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
II.1.4. Otak........................................................................................................4
II.2.1. Definisi...................................................................................................7
II.2.2. Etiologi...................................................................................................7
II.2.3. Patofisiologi...........................................................................................8
II.2.4. Klasifikasi..............................................................................................9
II.2.6. Penatalaksanaan...................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................29
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Cedera kepala termasuk yang paling sering jenis trauma yang dihadapi
dalam kondisi darurat. Kondisi pasien yang mengalami penyakit cedera pada otak
yang parah meninggal sebelum sampai ke rumah sakit. Sekitar 90% terjadi
kematian berkaitan dengan trauma pra-rumah sakit yang melibatkan cedera otak.
Dari sekitar 75% pada pasiien yang mengalami cedera otak mendapat perhatian
medis dapat dikategorikan mengalami cedera riingan, 15% cedera kepala sedang,
dan 10% pada cedera kepala berat. Salah satu data dari Amerika Serikat yang
terbaru yang memperkirakan bahwa 1.700.000 pada traumatic brain injury (TBI)
terjadi setiap tahun, dengan jumlah 275.000 yang dirawat inap dan sekitar 52.000
meninggal.1
Amerika Serikat yang mengalami cacat dalam jangka panjang akibat cedera otak.
Di Denmark, kira-kira 300 orang dari 1 juta penduduk yang mengalami cedera
kepala sedang sampai berat setiap tahunnya. Dimana lebih dari sepertiga
membutuhkan rehabilitasi cedera otak, melihat data dari statistik ini menunjukan
jelas bahwa sedikit saja yang mengalami pengurangan mortalitas dan morbiditas
1
2
oksigenasi yang adekuat dan mempertahankan teekanan darah pada level yang
cukup untuk melakukan perfusi ke otak adalah hal terpenting untuk mencegah
massa yang memerlukan tindakan oprasi, dan hal ini paling baik dilakukan dengan
untuk dirujuk ke fasilitas yang mampu melakukan tindakan bedah saraf dengan
segra.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi pada kepala meliputi kulit kepala (scalp), tulang tengkorak, selaput
Scalp atau kulit kepala mempunyai suplai aliran darah yang banyak
kehilangan banyak darah, syok hemoragik, dan dapat menyebabkan kematian. Hal
tersebut bisa terjadi pasca penderita dengan waktu perjalanan yang lama.1
Pada tulang tengkorak memiliki dasar yang tidak rata sehingga dapat
menyebabkan cedera ketika otak bergerak terhadap tengkorak pada saat ekselerasi
dan deselerasi. Pada Fossa anteriior menjadi tempatnya lobus frontal, sedangkan
fossa mediia menjadi tempatnya lobus temporal, dan pada fossa posterior menjadi
3
4
Selaput otak menyeliputi otak yang terdiiri dari 3 lapisan antara lain:
duramater, arakhnoid, dan pia mater. Pada dura mater sendiri adalah lapisan yang
lunak, atau berupa membran fibrrosa yang melekat padda bagian dalam tulang
tenkorak. Pada bagian tempat tertentu dura terbagi menjadii dua helai yang
menyelibungi sinus venosus besar, yang menjadi saluran vena utama dari otak.
Pada sinus sagitalis suoerior mengalir ke kedua sinus transversus dan sinus
sigmoi, yang dimana kanan biasdanya lebih besar. Perlukaan pada sinus venosus
Arteri menigea yang teerletak di antara letak dura dan permukaan dalam
teengkorak yang berada diruang epiidural. Fraktural tulang tengkorak pada bagian
atasnya dapat juga merobek arteri dan juga dapat menyebabkan perdarahan
epidural. Pembuluh darah yang paliing seriing terkena adalah arteri menigea
media, yang berada di fossa temporal. Pada hematoma yang terjadi akibat robekan
kematian. Selain itu hematoma epidural ini dapat juga terjadi akibat cederah yang
di dapat pada sinus duralis dan juga dari fraktur tenkorak, yang berkembang lebih
lambat dan juga tidak terlalu menekan jaringan otak di bawahnya. Namun,
kebanyakan hematoma epidural adalah salah satu kasus pada gawat darurat yang
juga dapat mengancam jiwa dan harus segera ditangani oleh ahlii bedah saraf. 1,2
Pada posisi bawah letak dura terdapat lapiisan yang kedua, yaitu arakhnoid
adalah lapisan yang paling tipis dan transparan. Hal ini terjadi pada duramater
potensial di antara kedua lapiisan ini (ruaang subdural) dimana bisa terjadi
didalamnya. Pada ceedera otak bridging veins yang bejalan dari permukaan otak
Lapisan ketiga yaitu piamater yang melekat kuat dengan permukaaan otak.
Cairan cerebrospinal mengisi ruang antara selaput araknoid yang kedap dengan air
dan piamater (ruang subaracnoid) menjadi bantalan bagi otak dan medulla
II.1.4 Otak
terdiiri dari hemisfer kiri dan kanan, yang di pisahkan oleh falks cerebri. Pada
bagian hemisfer kiri terdapat pusat berbahasa pada semua oraang right-handed.
Sedangkan lobus frontal mengatur funsi eksekutif, emosii, fungsi motorik, dan
pada sisi yang dominan mengatur pusat bicara. pada lobuus parieta mengatur
tentang fungsii sensoriik dan juga orientasi ruang. Dan pada lobus temporal
adalah yang mengature tentang fungsi memorii tertentu. Pada penglihatan yang
Brainsten terdiri darii midbrain, pons dan juga medulla. Midbrain dan
bagian pons atas mengandung reticular activating system, yang betanggung jawab
terhadap kesadaran. Pusat kardiorespirasi yang vital terdapat pada medulla, yang
posterior dan membentuk koneksi dengan medulla sinalis, brainstem dan terutama
Ventrikel adalah salah satu sistem yang terdiri dari ruangan yang berisi
LCS dan aquaduktus di dalam otak. LCS secara terus menerus diprodiksi di dalam
ventriikel dan kemudian dapat diserap kepermukaan otak. Adanya darah dalam
tekanan intrakranial. Selain itu edema dan lesi massa juga dapat menyeebabkan
pendorongan vertikal yang harusnya simetris, dan juga dapat secara mudah pada
Sekat dari selaput otak membagi otak dalam beberapa ruangan, antara lain
infratentoriaal. Midrain melewati suatu lubang yang disebut hiatus tentorium atau
notch. Nervus okulomotorius (N.III) yang berjalan sepanjang dari tepi tentorium
dan juga bisa tertekan apabila terjadi herniasi pada lobus termporal. Sedangkan
terletak di permukaan N.III. Penekanan sebut saraf yang terletak superficial pada
saat herniasi juga dapat menyebabkan dilatasi pupil akibat tidak ada oposisi
terhadap aktifitas saraf simpatis, sering juga di sebut dengan “blown” pupil.1, 4
tentorium adalah bagian medial dari lobus temporal yang disebutt jnuga dengan
tanda klasik herniasi uncus. Meskipun jaraang lesi massa dapat menekan
II.2.1. Defenisi
luka atau juga cedera. Hal inii yang memberikan gambaran yang superficiial
yang merupakan respon fisik terhadap adanya cedera. Selain itu trauma juga
9
sendiri merupakan kejadian yang bersifat holistic dan juga dapat menyebabkan
hilangnya produktivitas pada seseorang. Kejadian akibat trauma ini sering juga
Cedera kepala sendiri adalah cedera yang umum terjadi dan merupakan
penyebab signifikan dari morbilitas. Pada awal cedera kepala dapat terjadi dua
proses yaitu cedera primer encephalon yang dapat melibatkan kerusakan primer
axon dan kerusakan seluler yang dihasilkan akibat gaya deselerasi atau
kepala encepalon ini sulit untuk diperbaiki. Kerusakan lebih lanjut pada cedera
penetrasi. Selain terjadi cedera primer dapat berlanjut menjadi cedera sekunder.
Cedera ini meliputi lacerasi kulit kepala (scalp), patah tulangcalvaria, robeknya
infeksi. 4
II.2.2. Etiologi
Penyebab trauma sendiri diakibatkan oleh benda tajam, benda tumpul atau
bahkan akibat peluruh. Pada luka tusuk dan luka tembak pada suatu rongga yang
dapat dikelompokan sebagai katogori luka tembuss. Pada Cedera akibat trauma
dapat disebabkan oleh adanya tenaga dari luar yang berupa benturan,
peluru, ledakan, dan bahkan zat kimia. Trauma pada kecelakaan lalu lintas dapat
10
leher. 2,4
II.2.3. Patofisiologi
cedera primer dan sekunder yang menyebabkan cedera sementara dan dapat
pada cedera sekunder dapat terjadi dari menit ke hari dari dampak utama dan
terdiri dari molekul, kimia, dan kaskade inflamasi yang bertanggung jawab atas
II.2.4. Klasifikasi
a. Beratnya Cedera
terdapat 3 hal yang harus dinilaii yaitu respon membuka mata (eye
11
kepala beerat atau koma, pada pasien yang dengan skor GCS 9-12 digolongkan
sebagaii cedera kepala sedang, dan pada pasien dengan skor GCS 13-15 disebut
juga sebagai cedera kepala ringan. Bila dalam penilaian kesadaran dengan GCS
didapat asimetris kiri/kanan atau atas/bawah, maka yang dipakai yaitu respon
motorik terbaiik, karena hal ini adalah prediktor outcome yang paliing terpercaya.
12
Namun pada setiap pasien wajib menccatat respons actual dari setiiap
b. Morfologi
bawa tengkorak. Selain itu bisa menyebabkan fraktur linear atau stellata,
dan terbuka atau tertutup. Untuk melihat adanya fraktur pada bawa
dari hidung (thinorea), telinga (otorrhea), dan gangguan N.VII dan N.VIII
adanya graktur basis kranium. Fraktur yang melewati kanalis karotis dapat
kateterisasi). 1
kepala yang robek dengan permukaan otak akibat robekan fura. Apabila
adanya fraktur kranial janhan dianggap remeh, karena hanya ada gaya
14
yang kuat yang membuat fraktur tengkorak. Apabila ada fraktur linier
2. Lesi Intrakranial
apneu dan syok lama segera setelah trauma terjadi. Pada cedera kepala
substansia alba dan nigra yang normal. Gambaran difus lainnya yang
tampak pada cedera kepala akibat kecepatan tinggi atau deslerasi yang
dan migra. 1
Hematoma Epidural
karena adanya robekan sinus venosus yang besar dan terjadi juga
Hematoma Subdural
dasar dari hematoma subdural yang akut lebiih berat dari pada
dari kejadian cedera otak berat contusio paling sering terjadi pada
Hal ini terjadi pada 20% penderita yang datang dengan gambaran
II.2.5. Diagnosis
a. Anamnesis
antara lain : 3
17
alamat
- Keluhan uutama
- Mekanisme trauma
pembekuan darah.
b. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan kepala
18
berikut : 1,3
mandiibula.
diseksi karotis.
c. Pemeriksaan Neurologis
berikut:
bentuk pupil, refleks cahaya, serta adanya tandaa-tanda lesi saraf VII
perifer.
menetap, gejala neurologi fokal, jejas pada kulit kepala, kecurigaan luka
tembus, serta keluar cairan cerebrospinal atau darah dari hidung dan
pasien dengan GCS 15, atau tanpa keluhan dan gejala tetapi memiliki
e. Pemeriksaan CT Scan
dan pasiien multitrauma atau trauma signifikan yang lebiih dari satu
organ.1,3
yang berbahaya, sakit kepala berat, atau defisit neurologis fokal karena
kelainan di otak. bila hal tersebut diterapkan pada pasiien dengan skor
kelainan akibat trauma, dan 1,3% memerlukan tindakan bedah saraf. 1,3
II.2.6. Penatalaksanaan
riwayat disorientasi, amnesia, dan hilangnya kesadaran sesaat. Pada pasien yang
sadar dan bisa berbicara ini artinya bahwa skor GCS berada antara 13-15. Riwayat
hilangnya kesadaran sesaat suliit untuk dikonfirmasi dan gambaran ini juga sering
dikacaukan dengan pengaruh alkohol atau zat intoxicant lainnya. Namun pada
kondisi kelainan mental ini tidak boleh ditegakkan sebagai faktor penyerta sampai
Pada pasien cedera otak ringan kebanyakan pasien dapat sembuh tanpa
GCS secara terus menerus sangat penting pada penderita dengan skor GCS <15.1.5
23
sedang yang dirawat diruang gawat darurat. Pasien masi dapat mengikuti
arahan sederahana tetapi masi tampak bingung atau somnolen dan memiliki
difisit neurologi fokal seperti hemiparesis. Pada pasien cwdera kepala sedang
kurang lebih 10-20% pasein akan mengalami perburukan dan jatuh dalam
dibawa ke gawat darurat mengalami cedera kepalaa berat. Pada pasien dengan
cedera kepala berat tidak akan mampu mengikuti periintah sederhana bahkan
Tindakan “wait and see” pada pasien dengan cedera kepala berat akan sangat
kerusakan sekunder dari otak yang telah mengalami trauma. Prinsip dasarnya
yaitu bila jaringan saraf yang telah mengalami cedera akan diberikan kondisi
optimal untuk penyembuhan. Mka akan terjadi perbaikan dan akan memperoleh
1. Cairan Intravena
Cairan intravena, darah dan produk darah harus juga diberikan sesuai
kebutuhan yang dibutuhkan pada saat melakukan resusitasi pada pasien dan
berbahaya, Karena perhatian juga harus diberikan agar tidak berlebihan dalam
hiperglikemia, yang telah dibuktikan sangat berbahaya bagi otak yang mengalami
trauma, sehingga disarankan agar menggunakan cairan ringer laktat atau salin
normal untuk resusitasi. Kadar Natrium serum perlu dilakukan dimonitor dengan
2. Hiperventilasi
Hiperventilasi yang agresif dan terlalu lama bisa juga menyebabkan iskemia
sendiri. Hal ini terjadi bila PaCO2 dibiarkan turun di bawa 30 mmHg (4.0kPa)
meningkatkan tekanan intracranial, dan hal ini juga harus dihindari. 1,10
jangka waktu tertentu saja. Secara umum, diharapkan untuk membuat PaCO2
pada kisaran 35 mmHg (4,7kPa) pada batas bawa mulai dari kisaran (35 mmHg
kPa]) dalam waktu yang singkat mungkin diperlukan pada perburukan neutrologis
yang akut sambil menunggu terapi lainnya yang diberikan. Ghiperventilasi akan
dilakukan. 1
3. Manitol
yang dipakai biasannya dengan cairan 20% (20 g manitol per 100 ml pelarut).
Manitol sendiri tidak boleh diberikan pada pasien dengan hipotensi, karena
28
diuretik osmotik kuat. Hal ini selanjutnya akan memperberat hipotensi dan
iskemia serebral. Dteriorasi neurologis akut, yang ditandai dengan adanya dilatasi
pupil, hemiparesis, atau hilannya kesadaran pada saat pasien dobservasi, itu
adalah indikasi kuat untuk pemberian manitol pada penderita yang euvolomia.
Pada kadaan ini, bolus manitol (1g/kg) diberikan dengan cepat (dalam 5 menit )
dan pasien dengan segera dibawa ke ruangan CT scan atau bahkan langsung ke
Yang digunakan berupa larutan dengan konsistensi 3% sampai 23,4%, dan ini
merupakan obat yang lebih baik dipakai pada penderita dengan hipotensi, karenan
tidak bekerja sebagai diuretic namun, tidak ada juga perbedaan antara manitol dan
salin hipertonis dalam menurunkan TIK, keduannya juga tidak perna menurunkan
5. Barbiturat
yang refrakter terhadap cara lain. Jangan diberikan bila ada indikasi hipotensi atau
dari itu, barbiturat tidak diindikasikan pada fase resusitasi akut. Waktu paruh
untuk menentukan brain death, ini merupakan suatu hal yang patut
29
dipertimbangkan pada pasien yang kondisinya sangat berat dan memiliki trauma
6. Ani ikonvulsan
sakit dengan cedera kepala tertutup dan 15% untuk pasien dengan cedera kepala
berat. Tiga factor utama yang berhubungan dengan tingginya insiden epilesi
antara lain kejang yang terjadi dalam minggu pertama, hematoma intracranial, dan
Panjang kejang karena trauma. Anti kejang juga dapat mencegah perbaikan otak,
sehingga hanya dipakai bila benar-benar dibutuhkan saat ini, fenitoin dan
fosfenitoin merupakan obat biasa dipakai dalam fase akut. pada dewasa, loading
dose yang biasa diberikan yaitu 1 g fenitoin diberikan secara intravena pada
kecepatan tidak lebih dari 50 mg/menit. Pada dosis rumatan yang bias dipakai
adalah 100 g/ 8jam, dimana dosis tersebut dititrasi sampai mencapai kadar
umum. Akan sangat menguntungkan bila kejang akut bisa dikontrol secepat
mungkin, karena kejang yang begitu lama (30 sampai 60 menit) bisa
II.2.7. Komplikasi
a. Edeema pulmonal
Komplikasi yang sering terjadi pada cedar kepala adalah edema paru.
Hal ini dapat berasal darii gangguan pada neurologiis dan akibat terjadinya
sindrom distress pada pernafasan dewasa. Edema paru terjadi juga akibat
tekanan sistol 100-110 mmHg pada penderita cedera kepala. Selain itu
b. Kejang
Pada kejang dapat terjadii kira-kira mencapai 10% dari pasien ceedera
ootak akut selama pada fase akut. Selama pasien mengalami kejjang segera
menceegah akan terjadinya cedera lanjut. Salah satu tindakan medis untuk
mengatasi kejang adalah dengan pemberiian obat diazepam yang dimana obat
diazepam ini meruupakan obat yang paling sering digunakan dan diberikan
Akibat terjadinya fraktur pada daerah fosssa anterior yang dekat siinus
frontal atau akibat darii terjadinya fraktur tengkorak basiilar yang akan
akan keluar.
d. Infeksi
kuman dengan mudah ,masuk. Hal inilah dapat berbahaya karena adanya
yang lain.
II.2.8. Prognosis
menuggu konsultasi dengan ahli bedah saraf. Hal ini terutama penting untuk
KESIMPULAN
Cedera kepala atau trauma kepala merupakan suatu trauma yang secara
langsung dan tidak langsung mengenai struktur bagian kepala baik pada kulit
kepala, tulang tengkorak, jaringan otak dan kombinasi dari masing-masing bagian
fungsional pada jaringan otak. Tanda-tanda atau gejala klinis pada pasien cedera
kepala yaitu adanya penurunan kesadaran, nyeri kepala yang menetap atau
berkepanjangan, adanya mual dan atau muntah proyektil, perubahan ukuran pupil
Scale (GCS).
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Advance Trauma Life Support (ATLS) For Doctors. Edisi 10. Jakarta:
Jakarta:EGC,2010. 118-123(1).
4. Drake RL, Vogl W MA. Basic Grays Anatomy. Vol. 59, Philadelphia;
injury’, Surgery (United Kingdom). Elsevier Inc, 36(11), pp. 613–620. doi:
10.1016/j.mpsur.2018.09.007
7. Guyton, A. C., Hall, J. E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12. Jakarta:
EGC, 2014.
34
10. Vella, M. A., Crandall, M. L. and Patel, M. B. (2017) ‘Acute Management of
Traumatic Brain Injury.’, The Surgical clinics of North America. NIH Public
35