Dosen Pembimbing :
TIM
Disusun Oleh :
PRAMESWARI SUKMAWATI
(JNR0200113)
ii
DAFTAR ISI
COVER............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR.................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL........................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... vi
MODUL STROKE
I. Tujuan Umum............................................................................ 1
II. Tujuan Khusus........................................................................... 1
III. Anatomi Fisiologi....................................................................... 1
A. Anatomi................................................................................ 1
IV. Gagal Ginjal............................................................................... 3
A. Definisi Gagal Ginjal............................................................ 3
B. Etiologi................................................................................. 3
C. Tanda dan Gejala.................................................................. 4
D. Klasifikasi............................................................................. 5
E. Patofisiologi.......................................................................... 6
F. Pathways.............................................................................. 7
G. Penatalaksanaan.................................................................... 8
H. Komplikasi........................................................................... 11
I. Pemeriksaan Penunjang........................................................ 11
J. Terapi Non Farmakologi dan Farmakologi.......................... 12
K. Asuhan Keperawatan............................................................ 16
1. Pengkajian..................................................................... 16
2. Diagnosa Keperawatan.................................................. 24
3. Intervensi Keperawatan................................................. 25
V. Berfikir Kritis..................................................................... 29
1. Studi Kasus.................................................................... 29
2. Pertanyaan Terkait Kasus.............................................. 29
iii
VI. Keterampilan Glasgow Coma Scale................................. 30
Daftar Pustaka
iv
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
vi
vii
MODUL
KASUS STROKE
I. Tujuan Umum
Setelah menyelesaikan modul ini mahasiswa mampu memahami dan
melakukan Asuhan Keperawatan ke pasien dengan Stroke.
1) Serebrum
Merupakan bagian yang terluas dan terbesar dari otak, berbentuk telur,
mengisi penuh bagian depan atas rongga tengkorak. Pada otak besar
ditemukan empat lobus: lobus frontal, parietal, temporal, dan oksipital.
2) Cerebellum
Terletak pada bagian bawah dan belakang tengkorak dipisahkan dengan
serebrum oleh fisura transversalis dibelakangi oleh pons varoli dan
diatas medulla oblongata
3) Batang otak
a) Diensefalon, merupakan bagian batang otak paling atas terdapat
diantara serebelum dengan mesensefalon. Fungsi diensefalon
adalah untuk mengecilkan pembuluh darah, membantu proses
persarafan, mengontrol kegiatan reflek, dan membantu kerja
jantung.
1
b) Mesensefalon, atap dari mensensefalon terdiri dari empat bagian
yang menonjol keatas. Pons varoli, merupakan penghubung
mesensefalon, pons varoli dan serebelum.
c) Medulla oblongata merupakan bagian otak paling bawah yang
menghubungkan pons varoli dengan medulla spinalis.
d) Medula spinalis
Merupakan bagian susunan saraf pusat yang terletak di dalam
kanalis vertebralis besama ganglion radiks posterior yang
terdapat pada setiap foramen intervertebralis terletak
berpasangan kiri dan kanan. Dalam medulla spinalis keluar 31
pasang saraf, terdiri dari: servikal 8 pasang, torakal 12 pasang,
lumbal 5 pasang, sakral 5 pasang dan koksigial 1 pasang.
e) Saraf Perifer
Saraf perifer terdiri dari saraf somatik dan saraf otonom.Saraf
somatik adalah susunan saraf yang mempunyai peranan spesifik
untuk mengatur aktivitas otot sadar atau serat lintang.Sedangkan
saraf otonom adalah saraf - saraf yang bekerjanya tidak dapat
disadari dan bekerja secara
otomatis (Muttaqin, 2017).
2
IV. Stroke
A. Definisi
Stroke adalah gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan
defisit neurologis mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragi
sirkulasi saraf otak. (Adib, 2017)
Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan
harus ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan
fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya
gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan
kapan saja. (Muttaqin, 2017).
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya
pembuluh darah otak. Hampir 70 % kasus stroke hemoragik terjadi pada
penderita hipertensi. (Muttaqin, 2017).
Stroke hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah
sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke
dalam suatu daerah di otak dan kemudian merusaknya. (Adib, 2017)
3
tidur atau bangun tidur.Hal ini dapat terjadi karena penurunan
aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat
menyebabkan iskemi serebral.Tanda dan gejala neurologis sering
kali memburuk pada 48 jam setelah thrombosis (Debora, 2016).
b. Hemoragik
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk
perdarahan dalam ruang subaraknoid atau ke dalam jaringan otak
sendiri.Perdarahan ini dapat terjadi karena aterosklerosis dan
hipertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan
perembesan darah ke dalam parenkim otak yang dapat
mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak
yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak
tertekan, sehingga infark otak, odema dan mungkin herniasi otak
(Debora, 2016).
C. Tanda Gejala
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologik, bergantung pada
lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang
perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder
atau aksesori). Fungsi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya
(Ghani, 2015).
1. Kehilangan motorik Stroke adalah penyakit motor neuron dan
mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan
motorik.
2. Kehilangan komunikasi Fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh
stroke adalah bahasa dan komun ikasi. Stroke adalah penyebab
afasia paling umum. Disfungsi bahasa dan komunikasi dapat
dimanifestasikan oleh hal berikut:
a. Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang
sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang
bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara.
4
b. Disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara),
yang terutama ekspresif atau reseptif.
c. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang
dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika pasien mengambil
sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya.
3. Gangguan persepsi Ketidakmampuan untuk menginterpretasikan
sensasi Stroke dapat mengakibatkan disfungsi persepsi visual,
gangguan dalam hubungan visual-spasial dan kehilangan sensori
4. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik Disfungsi ini dapat
ditunjukkan dengan kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang
motivasi, yang menyebabkan pasien ini menghadapi masalah frustasi
dalam program rehabilitasi mereka.
5. Disfungsi kandung kemih Setelah stroke pasien mungkin mengalami
inkontinensia urinarius sementara karena konfusi, ketidakmampuan
mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk
menggunakan urinal/bedpan.
D. Patofisiologi
Suplai darah ke otak dapat berubah pada gangguan fokal
(thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena
gangguan umum (Hypoksia karena gangguan paru dan jantung).
Arterosklerosis sering/cenderung sebagai faktor penting trhadap otak.
Thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik atau darah dapat beku
pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi
turbulensi. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus
menyebabkan oedema dan nekrosis diikuti thrombosis dan hypertensi
pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan
menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit
cerebrovaskuler. Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang
cerebral. Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat revensibel
untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversible dapat anoksia
5
lebih dari 10 menit. Anoksia serebtal dapat terjadi oleh karena gangguan
yang bervariasi, salah satunya cardiac arrest (Levine, 2015).
E. Pathway
6
F. Klasifikasi
1. Stroke Hemoragik
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan
subaraknoid.Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada
area otak tertentu.Biasanya terjadi saat melakukan aktivitas atausaat
aktif, namun bisa terjadi saat istirahat.Kesadaran klien biasanya
menurun. Perdarahan otak dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Perdarahan Intracranial
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama
karena hipertensi mengakibatkan darah masuk kedalam jaringan
otak membentuk masa yang menekan jaringan otak. Perdarahan
intraserebral yang disebabkan karena hipertensi sering dijumpai
di daerah putamen, talamus, pons, dan serebelum (Arum, 2015).
b. Perdarahan Subaraknoid
Pendarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau
AVM.Aneurisma yang pecah in berasal dari pembuluh arah
sirkulasi Willisi dan cabang - cabngnya yang terdapat diluar
parenkim otak. Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang sub
struktur mengakibatkan nyeri, dan vasopasme pembuluh darah
serebral yang berakibat disfungsi otak global (sakit kepala,
penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparase, gangguan
hemi sensorik, afasia, dan lain-lain). Pecahnya arteri dan
keluarnya darah ke ruang subaraknoid mengakibatkan terjadinya
peningkatan TIK yang mendadak, merenggangnya struktur peka
nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat. Seringpula dijumpai
kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya.
Peningkatan TIK yang mendadak juga mengakibatkan
pendarahan subhialoid pada retina dan penurunan
kesadaraan.Pendarahan subaraknoid dapat mengakibatkan
7
vasospasme pembuluh darah serebral.Vasospasme ini dapat
mengakibatkan disfungsi otak global (sakit kepala, penurunan
kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik,
afasia dan lain-lain) (Arum, 2015).
2. Stroke Non Hemoragik
Dapat berupa iskemia atau emboli dan trombosis serebral,
biasanya terjadi saat setelah lama beristiahat, baru bngun tidur atau
di pagi hari.Tidak terjadi pendarahan namun terjadi iskemia yang
menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema
sekunder.Kesadaran umumnya baik (Arum, 2015).
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan stroke dilakukan berdasarkan jenis stroke. Pada
stroke iskemik, penggunaan recombinant tissue plasminogen
activator (rtPA) merupakan terapi pilihan yang sebaiknya
dipertimbangkan untuk diberikan. Jika diberikan, rtPA harus dialkukan
sedini mungkin, oleh penelitian disarankan dalam 3-6 jam pertama onset
stroke. Pada stroke hemorrhagik, perdarahan yang terjadi dapat
menyebabkan kompresi pada bagian otak di sekitarnya sehingga terjadi
peningkatan tekanan intrakranial. Penggunaan mannitol atau
pembedahan dapat dipertimbangkan untuk mengatasi hal ini. Selain
pengobatan, prevensi stroke sekunder pada pasien yang pernah
mengalami stroke merupakan hal yang harus dilakukan agar tidak terjadi
stroke berulang (Asmadi, 2017).
H. Komplikasi
1. Edema Otak: Salah satu komplikasi stroke yang mungkin terjadi
adalah edema atau penumpukan cairan yang menyebabkan otak
menjadi bengkak. Edema biasanya terjadi 1-2 hari setelah terjadinya
serangan stroke iskemik akut, dan mencapai titik maksimal setelah
3-5 hari (Asmadi, 2017).
2. Pneumonia: Selain menyebabkan masalah pada otak, stroke juga bisa
menimbulkan masalah pada sistem pernapasan,
8
contohnya pneumonia. Kondisi ini merupakan komplikasi yang
mungkin terjadi setelah pasien tidak mampu menggerakkan salah
satu bagian tubuh akibat stroke. Biasanya, stroke menyebabkan
pasien mengalami kesulitan menelan makanan atau minuman yang
dikonsumsi. Hal ini berpotensi menyebabkan makanan atau
minuman yang masuk ke dalam mulut “tersesat” (Asmadi, 2017).
3. Infeksi Saluran Kencing: Pasien stroke juga sangat rentan
mengalami infeksi saluran kencing karena menurunnya kerja sistem
imun, disfungsi kandung kemih, dan meningkatnya
penggunaan kateter urine. Padahal, demam dan peradangan yang
terjadi sebagai respons dari infeksi ini dapat mengurangi
efektivitas pemulihan stroke. Biasanya, komplikasi dari stroke ini
bisa diatasi dengan penggunaan antibiotik profilaktik, kateter yang
diresapi antiseptik, dan peningkatan kualitas hidup dengan harapan
bisa mengurangi penggunaan kateter yang tidak perlu (Asmadi,
2017).
4. Kejang: Beberapa pasien mungkin juga mengalami kejang setelah
mengalami stroke. Biasanya, komplikasi ini terjadi pada hari-hari
pertama masa pemulihan pasca stroke. Namun tak jarang, kejang
baru muncul setelah dua tahun kemudian. Bahkan, beberapa pasien
mungkin akan mengalami kejang berulang kali dan didiagnosis
mengalami epilepsi. Padahal, terdapat perbedaan kejang setelah
stroke dan epilepsi, atau akan mengalaminya di kemudian hari.
Meski begitu, tetapi tidak perlu terlalu khawatir karena seiring
dengan berjalannya waktu, risiko mengalami kejang setelah stroke
inii juga akan berkurang (Asmadi, 2017).
5. Penggumpalan Darah: Saat Anda terlalu lama berada di rumah sakit,
tak jarang jika Anda mengalami penggumpalan darah, khususnya di
area tubuh yang jarang digerakkan. Semakin banyak bagian tubuh
yang tidak bergerak terlalu lama, risiko penggumpalan darah akan
semakin besar. Namun, penggumpalan darah juga bisa terjadi meski
9
pasien yang baru mengalami stroke sudah membaik dan masih bisa
bergerak bebas. Oleh sebab itu tetap perlu memerhatikan
kemungkinan terjadinya penggumpalan darah. Alasannya, gumpalan
darah yang ada di dalam tubuh bisa bergerak melalui aliran darah
menuju ke pembuluh darah di jantung yang berpotensi
mengakibatkan penyumbatan. Kondisi ini tentu dapat
menimbulkan gangguan jantung yang menyebabkan kematian
(Asmadi, 2017).
6. Gangguan Bicara: Penyakit stroke berpotensi menyebabkan Anda
kehilangan kontrol terhadap otot yang ada di mulut maupun
tenggorokan. Sehingga, selain gangguan menelan makanan, Anda
mungkin juga akan mengalami gangguan berbicara. Bahkan, Anda
mungkin mengalami gangguan dalam memahami ucapan orang lain,
hingga tidak bisa membaca dan menulis dengan baik. Komplikasi
stroke yang satu ini disebut dengan afasia (Asmadi, 2017).
7. Depresi: Mengalami stroke berpotensi membuat pasien mengalami
penurunan beberapa fungsi tubuh. Hal ini dapat membuat Anda
merasa sedih, tidak berguna, atau tidak berenergi yang berujung pada
depresi. Bahkan, di waktu yang bersamaan, kamu bisa juga merasa
kesal, marah, dan berbagai emosi lain yang tidak mampu
dikendalikan. Komplikasi ini sebenarnya tidak berbahaya, tapi Anda
tetap tidak boleh mengabaikannya (Asmadi, 2017).
8. Sakit Kepala Kronis: Sakit kepala memang salah satu gejala
stroke yang mungkin Anda rasakan, tetapi kondisi ini bisa saja
menjadi semakin parah jika stroke tidak segera diatasi. Hal ini sangat
mungkin terjadi pada pasien yang mengalami stroke hemoragik atau
perdarahan (Asmadi, 2017).
9. Kelumpuhan: Stroke juga bisa menjadi penyebab kelumpuhan
atau paraplegia, baik pada salah satu bagian tubuh, atau seluruhnya.
Umumnya, kondisi ini menyerang area wajah, lengan, dan juga kaki.
10
Untuk memastikan bahwa area-area tubuh Anda masih kuat, cobalah
untuk melakukan tes sederhana (Asmadi, 2017).
10.Gangguan Penglihatan: Stroke juga bisa mengakibatkan munculnya
gangguan penglihatan secara mendadak. Anda kemungkinan
mengalami pandangan mata buram atau berbayang. Pada kondisi
yang lebih serius, Anda mungkin kehilangan pandangan mata
sebagian pada salah satu sisi mata, atau seluruhnya(Asmadi, 2017).
11. Ulkus Dekubitus: Kondisi yang juga dikenal sebagai bedsore ini
merupakan komplikasi lain yang mungkin dialami oleh penderita
stroke. Bedsore adalah masalah kulit atau cedera yang terjadi pada
jaringan bawah kulit akibat menurunnya kemampuan bergerak atau
berpindah tempat. Umumnya, pasien stroke yang mengalami
kelumpuhan menghabiskan waktu terlalu lama untuk berbaring
karena mengalami kelumpuhan hingga menyebabkannya mengalami
kondisi ini (Asmadi, 2017).
12.Tegang Pada Otot: Komplikasi lain yang mungkin Anda alami pasca
stroke adalah ketegangan atau nyeri otot (myalgia). Biasanya, Anda
akan merasakan sakit atau ketegangan pada otot di area tangan atau
kaki tepat setelah stroke atau berbulan-bulan kemudian. Namun,
kondisi ini bisa diatasi dengan latihan fisik secara rutin yang bisa
Anda lakukan dengan bantuan ahli terapi fisik (Asmadi, 2017).
I. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penderita
stroke menurut Ghani (2015) adalah sebagai berikut:
a. Head CT Scan
Tanpa kontras dapat membedakan stroke iskemik,
perdarahan intraserebral dan perdarahan subarakhnoid.Pemeriksaan
ini sudah harus dilakukan sebelum terapi spesifik diberikan.
b. Elektro Kardografi (EKG)
Sangat perlu karena insiden penyakit jantung seperti: atrial
fibrilasi, MCI (myocard infark) cukup tinggi pada pasienpasien
11
stroke.
c. Ultrasonografi Dopller
Dopller ekstra maupun intrakranial dapat menentukan
adanya stenosis atau oklusi, keadaan kolateral atau rekanalisasi. Juga
dapat dimintakan pemeriksaan ultrasound khususnya (echocardiac)
misalnya: transthoracic atau transoespagheal jika untuk mencari
sumber thrombus sebagai etiologi stroke.
d. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah rutin
a) Darah perifer lengkap dan hitung petelet
b) INR, APTT
c) Serum elektrolit
d) Gula darah
e) CRP dan LED
f) Fungsi hati dan fungsi ginjal
2) Pemeriksaan khusus atau indikasi:
a) Protein C, S, AT III
b) Cardioplin antibodies
c) Hemocystein
d) Vasculitis-screnning (ANA, Lupus AC)
e) CSF
J. Terapi Non Farmakologi dan Farmakologi
1) Terapi Non Farmakologi
a) Terapi Akut Intervensi pada pasien stroke iskemik akut yaitu
dilakukan bedah.Dalam beberapa kasus edema iskemik serebral
karena infark yang besar, dilakukan kraniektomi untuk mengurangi
beberapa tekanan yang meningkat telah dicoba.Dalam kasus
pembengkakan signifikan yang terkait dengan infark serebral,
dekompresi bedah bisa menyelamatkan nyawa pasien.Namun
penggunaan pendekatan terorganisir multidisiplin untuk perawatan
strok yang mencakup rehabilitasi awal telah terbukti sangat efektif
12
dalam mengurangi cacat utama karena stroke iskemik (Goldsmith,
dkk 2017).
b) Terapi pemeliharaan stroke Terapi non farmakologi juga diperlukan
pada pasien paska stroke. Pendekatan interdisipliner untuk
penanganan stroke yang mencakup rehabilitasi awal sangat efektif
dalam pengurangan kejadian stroke berulang pada pasien
tertentu.Pembesaran karotid dapat efektif dalam pengurangan risiko
stroke berulang pada pasien komplikasi berisiko tinggi selama
endarterektomi (Fagan dan Hess, 2005). Selain itu modifikasi gaya
hidup berisiko terjadinya stroke dan faktor risiko juga penting
untuk menghindari adanya kekambuhan stroke. Misalnya pada
pasien yang merokok harus dihentikan, karena rokok dapat
menyebabkan terjadinya kekambuhan (Goldsmith, dkk 2017).
2) Terapi Farmakologi
a) Terapi Akut American Stroke Association telah membuat dan
menerbitkan panduan yang membahas pengelolaan stroke iskemik
akut. Secara umum, hanya dua agen farmokologis yang
direkomendasikan dengan rekomendasi kelas A adalah jaringan
intravena plasminogen activator (tPA) dalam waktu 3 jam sejak
onset dan aspirin dalam 48 jam sejak onset. Reperfusi awal (>3 jam
dari onset) dengan tPA intravena telah terbukti mengurangi
kecacatan utama karena stroke iskemik. Perhatian harus dilakukan
saat menggunakan terapi ini, dan kepatuhan terhadap protokol yang
ketat adalah penting untuk mencapai hasil yang positif. Yang
penting dari protokol perawatan dapat diringkas yaitu aktivasi tim
stroke, timbulnya gejala dalam waktu 3 jam, CT scan untuk
mengetahui perdarahan, sesuai dengan kriteria inklusi dan
eksklusi, mengelola tPA 0,9 mg/kg lebih dari 1 jam, dengan 10%
diberikan sebagai bolus awal lebih dari 1 menit, menghindari terapi
antitrombotik(antikoagulan atau antiplatelet) untuk 24 jam, dan
monitor pasien ketat untuk respon hemoragik dan kecacatan.
13
Pemberian tPA tidak boleh diberikan dalam waktu 24 jam karena
dapat\ meningkatkan resiko perdarahan pada pasien (Goldsmith,
dkk 2017).
b) Terapi pemeliharaan stroke Terapi farmakologi mengacu kepada
strategi untuk mencegah kekambuhan stroke.Pendekatan utama
adalah mengendalikan hipertensi, CEA (Endarterektomi karotis),
dan memakai obat antiagregat antitrombosit. Berbagai study of
antiplatelet antiagregat drugs dan banyak meta analisis terhadap obat
inhibitor glikoprotein IIb/IIIa jelas memperlihatkan efektivitas obat
antiagregasi trombosit dalam mencegah kekambuhan (Goldsmith,
dkk 2017).
3) Obat yang digunakan dalam Terapi Stroke
a) tPA Efektivitas intravena (IV) daritPA dalam pengobatan stroke
iskemik telah diperlihatkan di National Institute of neurologis
Disorders and Stroke (NINDS) rt-PA pada percobaan stroke,
diterbitkan pada tahun 1995. Pada 624 pasien yang dirawat dalam
jumlah yang sama baik tPA 0,9 mg/kg iv atau plasebo dalam waktu
3 jam setelah timbulnya gejala neurologis, 39% dari pasien yang
diobati mencapai “hasil yang sangat baik” pada 3 bulan,
dibandingkan dengan26% dari pasien placebo (Fagan dan
Hess,2005). Alteplase adalah enzim serine-protease dari sel endotel
pembuluh yang dibentuk dengan teknik recombinant-DNA.T ½ nya
hanya 5 menit.Bekerja sebagai fibrinolitikum dengan jalan
mengikat pada fibrin dan mengaktivasi plasminogen
jaringan.Plasmin yang terbentuk kemudian mendegradasi fibrin dan
dengan demikian melarutkan thrombus (Goldsmith, dkk 2017).
b) Asam asetilsalisilat (asetosal, aspirin, aspilet) Disamping khasiat
analgetik dan antiradangnya (pada dosis tinggi), obat anti nyeri
tertua ini pada dosis amat rendah berkhasiat 16 merintangi
penggumpalan trombosit. Dewasa ini, asetosal adalah obat yang
paling banyak digunakan dengan efek terbukti pada prevensi
14
trombus ateriil.Sejak akhir tahun 1980-an, asam ini mulai banyak
digunakan untuk prevensi sekunder dari infark otak dan jantung.
Risikonya diturunkan dan jumlah kematian karena infark kedua
dikurangi dengan 25%. Keuntungan dibandingkan dengan anti
koagulan untuk indikasi ini adalah banyak, antara lain kerjanya
cepat sekali dan dosisnya lebih mudah diregulasi.
c) Clopidogrel Clopidogrel memiliki efek trombosit anagregatori unik
dalam hal ini adalah inhibitor dari adenosine difosfat (ADP) jalur
agregasi trombosit dan dikenal menghambat rangsangan untuk
agregrasi platelet.Efek ini menyebabkan perubahan membran
platelet dan interferensi dengan interaksi membran fibrinogenik
mengarah ke pemblokiran platelet reseptor glikoprotein
IIb/IIIa.Efek samping clopidogrel adalah risiko diare dan
ruam.Clopidogrel adalah prodrug thienopiridin dan
dibiotrasformasi oleh hati ke metabolit aktif.Bukti menunjukkan
bahwa enzim yang bertanggungjawab untuk konversi adalah
sitokrom P450 3A4 (CYP3A4) sehingga efek platelet dari
clopidogrel mungkin berkurang pada pasien yang menerima agen
yang menghambat enzim ini (Goldsmith, dkk 2017).
d) Cilostazol Cilostazol merupakan obat antiplatelet yang menaikkan
kadar cAMP (cyclic adenosine monophosphate) dalam platelet
melalui penghambatan cAMP fosfodiesterase. Obat ini digunakan
pada penyakit oklusif aterial kronik. Gotoh et al. (2000),
melakukan suatu penelitian prevensi stroke, suatu penelitian kasus
kontrol, buta ganda untuk pervensi sekunder infark serebrum
dengan total kasus 1095. Terapi dengan silostazol menunjukkan
reduksi yang relatif bermakna (41,7% CI 9,2 – 62,5%) dalam
kambuhnya infark serebrum dibandingkan dengan pemberian
plasebo (p.0,015). Dosisnya adalah 100mg, 2 kali sehari (Wibowo
dan Gofir, 2001). Sedangkan interaksi obatnya yaitu dengan
15
enoxaparin, alteplase, aspirin, dan dalteparin (Goldsmith, dkk
2017).
K. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa,
tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis (Ariyanti,
2015).
b. Keluhan utama
Keluhan yang didapatkan biasanya gangguan motorik kelemahan
anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat
berkomunikasi, nyeri kepala, gangguan sensorik, kejang,
penurunan kesadaran (Ariyanti, 2015).
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke infark biasanya didahului dengan serangan awal
yang tidak disadari oleh pasien, biasanya ditemukan gejala awal
sering kesemutan, rasa lemah pada salah satu anggota gerak. Pada
serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat
mendadak, pada saat pasien melakukan aktifitas. Biasanya terjadi
nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar,
disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi
otak yang lain (Ariyanti, 2015).
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung,
anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat
adiktif, kegemukan (Ariyanti, 2015).
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun
diabetes mellitus (Ariyanti, 2015).
16
f. Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk
pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan
keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi
stabilitas emosi dan pikiran pasien dan keluarga (Ariyanti, 2015).
g. Pemeriksaan fisik
1. Kesadaran
17
mengernyitkan hidung, menggembungkan pipi, saat pasien
menggembungkan pipi tidak simetris kiri dan kanan
tergantung lokasi lemah dan saat diminta mengunyah pasien
kesulitan untuk mengunyah (Misbach, 2015).
f. Mata
Biasanya konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil
isokor, kelopak mata tidak oedema. Pada pemeriksaan nervus
II (optikus) : biasanya luas pandang baik 90°, visus 6/6. Pada
nervus III (okulomotoris) : biasanya diameter pupil
2mm/2mm, pupil kadang isokor dan anisokor, palpebra dan
reflek kedip dapat dinilai jika pasien bisa membuka mata .
Nervus IV (troklearis) : biasanya pasien dapat mengikuti arah
tangan perawat ke atas dan bawah. Nervus VI (abdusen) :
biasanya hasil nya pasien dapat mengikuti arah tangan
perawat ke kiri dan kanan (Misbach, 2015).
g. Hidung
Biasanya simetris kiri dan kanan, terpasang oksigen, tidak
ada pernapasan cuping hidung. Pada pemeriksan nervus I
(olfaktorius) : kadang ada yang bisa menyebutkan bau yang
diberikan perawat namun ada juga yang tidak, dan biasanya
ketajaman penciuman antara kiri dan kanan berbeda dan pada
nervus VIII (akustikus) : biasanya pada pasien yang tidak
lemah anggota gerak atas, dapat melakukan keseimbangan
gerak tangan-hidung (Misbach, 2015).
h. Mulut dan gigi
Biasanya pada pasien apatis, sopor, soporos coma hingga
coma akan mengalami masalah bau mulut, gigi kotor,
mukosa bibir kering. Pada pemeriksaan nervus VII (facialis) :
biasanya lidah dapat mendorong pipi kiri dan kanan, bibir
simetris, dan dapat menyebutkan rasa manis dan asin. Pada
nervus IX (glossofaringeal) : biasanya ovule yang terangkat
18
tidak simetris, mencong kearah bagian tubuh yang lemah dan
pasien dapat merasakan rasa asam dan pahit. Pada nervus XII
(hipoglasus) : biasanya pasien dapat menjulurkan lidah dan
dapat dipencongkan ke kiri dan kanan namun artikulasi
kurang jelas saat bicara (Misbach, 2015).
i. Telinga
Biasanya sejajar daun telinga kiri dan kanan. Pada
pemeriksaan nervus VIII (akustikus) : biasanya pasien kurang
bisa mendengarkan gesekan jari dari perawat tergantung
dimana lokasi kelemahan dan pasien hanya dapat mendengar
jika suara keras dan dengan artikulasi yang jelas (Misbach,
2015).
j. Leher
Pada pemeriksaan nervus X (vagus) : biasanya pasien stroke
hemragik mengalami gangguan menelan. Pada peemeriksaan
kaku kuduku biasanya (+) dan bludzensky 1 (+) (Misbach,
2015).
k. Thorak
a. Paru-paru
Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan
Palpasi : biasanya fremitus sam aantara kiri dan
kanan
Perkusi : biasanya bunyi normal (sonor)
Auskultasi: biasanya suara normal (vesikuler)
b. Jantung
Inspeksi : biasanya iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : biasanya ictus cordis teraba
Perkusi : biasanya batas jantung normal
Auskultasi: biasanya suara vesikuler
c. Abdomen
Inspeksi : biasanya simetris, tidak ada asites
19
Palpasi : biasanya tidak ada pembesaran hepar
Perkusi : biasanya terdapat suara tympani
Auskultasi: biasanya biasanya bising usus pasien tidak
terdengar. Pada pemeriksaan reflek dinding perut, pada
saat perut pasien digores biasanya pasien tidak merasakan
apa-apa (Misbach, 2015).
l. Ekstremitas
a. Atas
Biasanya terpasang infuse bagian dextra / sinistra.
CRT biasanya normal yaitu < 2 detik.Pada pemeriksaan
nervus XI (aksesorius) : biasanya pasien stroke
hemoragik tidak dapat melawan tahanan pada bahu yang
diberikan perawat. Pada pemeriksaan reflek, biasanya
saat siku diketuk tidak ada respon apa-apa dari siku,
tidak fleksi maupun ekstensi (reflek bicep (-)) dan pada
pemeriksaan tricep respon tidak ada fleksi dan supinasi
(reflek bicep (-)). Sedangkan pada pemeriksaan reflek
hoffman tromer biasanya jari tidak mengembang ketika
diberi reflek (reflek Hoffman tromer (+)) (Debora, 2016).
b. Bawah
Pada pemeriksaan reflek, biasanya saat pemeriksaan
bluedzensky I kaki kiri pasien fleksi ( bluedzensky (+)).
Pada saat telapak kaki digores biasanya jari tidak
mengembang (reflek babinsky (+)). Pada saat dorsum
pedis digores biasanya jari kaki juga tidak beresponn
(reflek caddok (+)). Pada saat tulang kering digurut dari
atas ke bawah biasanya tidak ada respon fleksi atau
ekstensi (reflek openheim (+)) dan pada saat betis
diremas dengan kuat biasanya pasien tidak merasakan
apa-apa (reflek Gordon(+))(Debora, 2016).
20
h. Tes Diagnostik
1. Radiologi
a. Angiografi serebri
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara
spesifik sperti stroke perdarahan arteriovena atau adanya
ruptur. Biasanya pada stroke perdarahan akan ditemukan
adanya aneurisma (Levine, 2015).
b. Lumbal pungsi
Biasanya pada pasien stroke hemoragik, saat pemeriksaan
cairan lumbal maka terdapat tekanan yang meningkat
disertai bercak darah. Hal itu akan menunjukkkan adanya
hemoragik pada subarachnoid atau pada intrakranial
(Levine, 2015).
c. CT-Scan
Memperhatikan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia,
serta posisinya secara pasti. Hasil pemerksaan biasanya
didapatkan hiperdens fokal, kadang masuk ke ventrikel
atau menyebar ke permukaan otak (Levine, 2015).
d. Macnetic Resonance Imaging (MRI)
Menentukan posisi serta besar/luas terjadinya perdarahan
otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang
mengalami lesi dan infark akibat dari heemoragik (Levine,
2015).
e. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena
(masalah sistem karotis) (Levine, 2015).
f. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang
timbul dan dampak dari jaringan yang infark sehingga
21
menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak (Levine,
2015).
2. Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap seperti Hb, Leukosit,
Trombosit, Eritrosit. Hal ini berguna untuk mengetahui
apakah pasien menderita anemia. Sedangkan leukosit
untuk melihat sistem imun pasien. Bila kadar leukosit
diatas normal, berarti ada penyakit infeksi yang sedang
menyerang pasien (Ghani, 2015).
b. Test darah koagulasi
Test darah ini terdiri dari 4 pemeriksaan, yaitu:
prothrombin time, partial thromboplastin (PTT),
International Normalized Ratio (INR) dan agregasi
trombosit. Keempat test ini gunanya mengukur seberapa
cepat darah pasien menggumpal. Gangguan penggumpalan
bisa menyebabkan perdarahan atau pembekuan darah. Jika
pasien sebelumnya sudah menerima obat pengencer darah
seperti warfarin, INR digunakan untuk mengecek apakah
obat itu diberikan dalam dosis yang benar. Begitu pun bila
sebelumnya sudah diobati heparin, PTT bermanfaat untuk
melihat dosis yang diberikan benar atau tidak (Ghani,
2015).
c. Test kimia darah
Cek darah ini untuk melihat kandungan gula darah,
kolesterol, asam urat, dll. Apabila kadar gula darah atau
kolesterol berlebih, bisa menjadi pertanda pasien sudah
menderita diabetes dan jantung. Kedua penyakit ini
termasuk ke dalam salah satu pemicu stroke (Ghani,
2015).
22
i. Pola Kebiasaan Sehari-hari
1. Pola kebiasaan
2. Pola makan
5. Pola eliminasi
23
2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis Keperawatan menurut (Muttaqin, 2017)
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan
dengan obstruksi jalan napas, reflek batuk yang tidak adekuat
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
infark jaringan otak, vasospasme serebral, edema serebral
c. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan depresi pusat
pernapasan
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
gangguan neuromuskuler, kelemahan anggota gerak
e. Risiko jatuh berhubungan dengan penurunan kekuatan ekstremitas
bawah
f. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan
dengan penurunan kardiak output
g. Risiko aspirasi berhubungan dengan penurunan
kesadaran, disfungsi otak global
h. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan Tekanan Intra Kranial
(TIK)
i. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan
fungsi bicara, afasia
j. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan depresi pusat pencernaan
k. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
24
3. Intervensi Keperawatan
Tabel 1. Intervensi Keperawatank
25
Mayor: 4. jelaskan tujuan
Subjektif: ambulasi
1.mengeluh sulit 5. anjurkan ambulasi
menggerakan ekstremitas dini
Objektif: 6. ajarkan ambulasi
1. Kekuatan otot menurun sederahana yang harus
1.Kekuatan ototo dilakukan.
menurun
2.rentang gerak ROM
Gejala dan Tanda
Minor:
Subjektif:
1.nyeri saat bergerak
2.enggan melakukan
pergerakan
Onjektif:
1.sendi kaku
2.gerakan terbatas
3.fisik lemah
Defisit perawatan diri setelah dilakukan tindakan Dukungan perawatan diri
Definisi: keperawatan 2 x 24 jam (I.11348)
Tidak mampu melakukan diharapkan kriteria hasil 1. Identifikasi kebiasaan
atau menyelasaikan SLKI (l.11103): aktivitas perawatan
aktivitas perawatan diri 1.kemampuan mandi diri sesuai usia
(D.0109) meningkat 2. Monitor tingkat
Penyebab: 2. kemampuan kemandirian
1. kelemahan mengenakan pakaian 3. Identifikasi kebutuhan
2.gangguan meningkat alat bantu kebersihan
neuromuscular 3. kemampuan ke toilet diri, berpakaian,
3.gangguan (BAB/BAK) berhias, dan makan
musculoskeletal 4.Mempertahankan 4. Sediakan suasana
26
4.gangguan psikologis kebersihan diri yang hangat, rileks
Gejala dan Tanda 5.mempertahankan dan privasi
kebersihan mulu
Mayor: 5. Anjurkan melakukan
Subjektif: perawatan diri secara
1.menolak melakukan konsisten sesuai
perawatan diri kemampuan
Objektif:
1. tidak mampu
mandi/mengenakan
pakaian/makan
2.minat melakukan
perawatan diri kurang
Gejala dan Tanda
Minor
Subjektif:
1.-
Objektif:
1.-
Kondisi klinis:
1. Stroke
2. Demensia
3.Fungsi penilaian
terganggu
4.Cedera medulla spinalis
(Muttaqin, 2017)
V. Berfikir Kritis
27
a. Studi Kasus
Seorang wanita berusia 63 tahun, hasil pengakjian memiliki hasil TTV
dengan TD: 130/80mmHg, suhu 36C, RR: 18x/m, N: 76x/m. pasien
mengalami penyakit stroke selama 6 tahun, pasien mengatakan nyeri
bila kaki dan tangan digerakkan, wajah meringis. Lalu setelah 4 hari
kemudian pasien mengalami penurunan kesadaran, Saat anda
melakukan pengkajian tingkat kesadaran menemukan tanda – tanda
sebagai berikut: membuka mata dengan rangsangan nyeri, tidak
mampu berbicara hanya mengerang saja. Saat anda mencubit lengannya
ia hanya mampu menarik lenganya menghindari nyeri.
b. Pertanyaan terkait kasus
1. Seorang perempuan berusia 63 tahun, Hasil pengkajian didapatkan
data pasien terlihat mengusap – usap lutut sebelah kanannya,
persendian kaki terasa kaku dan nyeri bila digerakan, bengkak pada
daerah lutut, sholat dengan posisi duduk dan kaki diluruskan,
ekspresi wajah meringis. TD:130/80 mmHg, suhu: 36C, pernafasan
18 x/mnt, nadi:76x/mnt Manakah tindakan keperawatan utama
pada kasus diatas?
A. Melatih ROM
B. Membatasi aktivitas
C. Mengajarkan tata cara sholat
D. Mengajarkan tehnik relaksasi
E. Memberikan kompres air hangat
2. Seorang perempuan (63 tahun) terkena stroke non hemoragik.
Berdasarkan pengkajian anda menemukan beberapa bagian tubuh
wanita tersebut mengalami paralisis termasuk ekstremitas kanan
atas. Salah satu intervensi yang anda lakukan adalah latihan pasif
range of motion dengan memberi gerakan yang menyebabkan
sudut antara lengan atas dan lengan bawahnya semakin
kecil.Apakah nama gerakan yang anda berikan pada pasien dimana
gerakan itu menyebabkan sudut antara lengan atas dan lengan
bawahnya semakin kecil ?
A. Hiperekstensi
B. Supinasi
C. Ekstensi
D. Pronasi
E. Fleksi
3. Seorang perempuan (63 tahun) terkena cedera kepala. Saat anda
melakukan pengkajian tingkat kesadaran anda menemukan tanda –
tanda sebagai berikut: membuka mata dengan rangsangan nyeri,
28
tidak mampu berbicara hanya mengerang saja. Saat anda mencubit
lengannya ia hanya mampu menarik lenganya menghindari nyeri.
Berapakah nilai GCS yang anda berikan pada pasien tersebut ?
A. 4
B. 6
C. 8
D. 10
E. 12
4. Seorang perempuan (63 tahun), Pasien koma sejak 2 hari
sebelumnya. Pernafasan 24x/menit, ronchi pada kiri/kanan paru,
pucat dan terlihat sesak serta kelelahan. Manakah diagnosa
keperawatan yang diprioritaskan pada pasien diatas?
A. Intoleransiaktifitas berhubungan dengan kelemahan
B. Gangguan pertukara gas berhubungan dengan infeksi bronchial
C. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan akumulasi secret
D. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
hipermetabolik
E. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan
mengeluarkan sekret
5. Seorang perempuan (45 tahun) dirawat dengan diagnosa Stroke,
keadaan pasien saat ini adalah koma. Pasien ini mendapatkan
asupan nutrisi melalui Total ParenteralNutrition(TPN). Namun,
order nutrisi parenteral terlambat. Manakah cairan infus yang bisa
disarankan untuk mengganti nutrisi parenteral sementara pada
kasus di atas?
A. Ringer’sLactate
B. Larutan 25% ekstrose
C. 10% Dekstrose dalam Ringer’sLactate
D. 5% Dekstrose dalam 0.45% Natrium Klorida
E. Larutan Dextrose 5% dalam Natrium Klorida 0.225
29
GLASGOW COMA SCALE (GCS)
NO LANGKAH/KEGIATAN
30
4 Tanggapan fleksi abnormal 3
(Mutttaqin, 2017)
31
DAFTAR PUSTAKA
Adib, M. 2017. Cara mudah memahami & menghindari hipertensi jantung dan
Ariyanti, D., Ismonah & Hendrajaya. 2015. Efektivitas active assestive Range Of
non hemoragik.
pukul 13.00 WIB. Arum, S.P. 2015. Stroke kenali, cegah dan obati.
Yogyakarta: EGC
Badan Pusat Statistik (BPS). 2011. Profil kesehatan tahun 2011. Diakses tanggal
Batticaca, F.B. 2018. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Bulecheck, G.M., Butcher, H.K., Docthterman, J.M., & Wagner, C.M. 2016.
Medika
Ghani, L., Mihardja, L.K., & Delima. 2015. Faktor Risiko Dominan Penderita
Stroke di Indonesia. Puslitbang Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan.
08.00 wib
Junaidi, I. 2017.
Levine, P.G. 2015. Strongger after stroke: panduan lengkap dan efektif terapi
Dosen Pembimbing :
TIM
Disusun Oleh :
PRAMESWARI SUKMAWATI
(JNR0200113)
5) Berat Badan
Biasanya pasien selama setahun terakhir mengalami penurunan berat
badan.
6) Tinggi Badan
Biasanya tinggi badan berpengaruh pada hari tua
7) Head to too/kepala sampai kaki
a. Wajah
Biasanya simetris, wajah pucat. Pada pemeriksaan Nervus
V (Trigeminal) : biasanya pasien bisa menyebutkan lokasi usapan
dan pada pasien koma, ketika diusap kornea mata dengan kapas
halus, klien akan menutup kelopak mata. Sedangkan pada Nervus
VII (facialis) : biasanya alis mata simetris, dapat mengangkat alis,
mengernyitkan dahi, mengernyitkan hidung, menggembungkan pipi,
saat pasien menggembungkan pipi tidak simetris kiri dan kanan
tergantung lokasi lemah dan saat diminta mengunyah pasien
kesulitan untuk mengunyah.
b. Mata
Biasanya konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik,
pupil isokor, kelopak mata tidak oedema. Pada pemeriksaan nervus
II (optikus) : biasanya luas pandang baik 90°, visus 6/6. Pada nervus
III (okulomotoris) : biasanya diameter pupil 2mm/2mm, pupil
kadang isokor dan anisokor, palpebra dan reflek kedip dapat dinilai
jika pasien bisa membuka mata . Nervus IV (troklearis) : biasanya
pasien dapat mengikuti arah tangan perawat ke atas dan bawah.
Nervus VI (abdusen) : biasanya hasil nya pasien dapat mengikuti
arah tangan perawat ke kiri dan kanan
c. Hidung
Biasanya simetris kiri dan kanan, terpasang oksigen, tidak
ada pernapasan cuping hidung. Pada pemeriksan nervus I
(olfaktorius) : kadang ada yang bisa menyebutkan bau yang
diberikan perawat namun ada juga yang tidak, dan biasanya
ketajaman penciuman antara kiri dan kanan berbeda dan pada nervus
VIII (akustikus) : biasanya pada pasien yang tidak lemah anggota
gerak atas, dapat melakukan keseimbangan gerak tangan-hidung.
d. Mulut dan gigi
Biasanya pada pasien apatis, sopor, soporos coma hingga
coma akan mengalami masalah bau mulut, gigi kotor, mukosa bibir
kering. Pada pemeriksaan nervus VII (facialis) : biasanya lidah dapat
mendorong pipi kiri dan kanan, bibir simetris, dan dapat
menyebutkan rasa manis dan asin. Pada nervus IX (glossofaringeal) :
biasanya ovule yang terangkat tidak simetris, mencong kearah
bagian tubuh yang lemah dan pasien dapat merasakan rasa asam dan
pahit. Pada nervus XII (hipoglasus) : biasanya pasien dapat
menjulurkan lidah dan dapat dipencongkan ke kiri dan kanan namun
artikulasi kurang jelas saat bicara.
e. Telinga
Biasanya sejajar daun telinga kiri dan kanan. Pada
pemeriksaan nervus VIII (akustikus) : biasanya pasien kurang bisa
mendengarkan gesekan jari dari perawat tergantung dimana lokasi
kelemahan dan pasien hanya dapat mendengar jika suara keras dan
dengan artikulasi yang jelas
f. Leher
Pada pemeriksaan nervus X (vagus) : biasanya pasien
stroke hemragik mengalami gangguan menelan. Pada peemeriksaan
kaku kuduku biasanya (+) dan bludzensky 1 (+)
g. Paru-paru
Inspeksi: biasanya simetris kiri dan kanan
Palpasi: biasanya fremitus sam aantara kiri dan kanan
Perkus: biasanya bunyi normal (sonor)
Auskultasi: biasanya suara normal (vesikuler)
h. Jantung
Isnpeksi: biasanya iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : biasanya ictus cordis teraba
Perkusi : biasanya batas jantung normal
Auskultasi: biasanya suara vesikuler
i. Abdomen
Inspeksi: biasanya simetris, tidak ada asites
Palpasi : biasanya tidak ada pembesaran hepar
Perkusi : biasanya terdapat suara tympani
Auskultasi: biasanya biasanya bising usus pasien tidak terdengar.
Pada pemeriksaan reflek dinding perut, pada saat perut pasien
digores biasanya pasien tidak merasakan apa-apa.
j. Ekstremitas
a) Atas
Biasanya terpasang infuse bagian dextra / sinistra. CRT
biasanya normal yaitu < 2 detik.Pada pemeriksaan nervus XI
(aksesorius) : biasanya pasien stroke hemoragik tidak dapat
melawan tahanan pada bahu yang diberikan perawat. Pada
pemeriksaan reflek, biasanya saat siku diketuk tidak ada respon
apa-apa dari siku, tidak fleksi maupun ekstensi (reflek bicep (-))
dan pada pemeriksaan tricep respon tidak ada fleksi dan supinasi
(reflek bicep (-)). Sedangkan pada pemeriksaan reflek hoffman
tromer biasanya jari tidak mengembang ketika diberi reflek
(reflek Hoffman tromer (+)).
b) Bawah
Pada pemeriksaan reflek, biasanya saat pemeriksaan
bluedzensky I kaki kiri pasien fleksi ( bluedzensky (+)). Pada saat
telapak kaki digores biasanya jari tidak mengembang (reflek
babinsky (+)). Pada saat dorsum pedis digores biasanya jari kaki
juga tidak beresponn (reflek caddok (+)). Pada saat tulang kering
digurut dari atas ke bawah biasanya tidak ada respon fleksi atau
ekstensi (reflek openheim (+)) dan pada saat betis diremas dengan
kuat biasanya pasien tidak merasakan apa-apa (reflek gordon (+)).
Pada
k. Genetalia
Biasanya tidak berpengaruh pada genetalia.
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Diagnostik
1. Radiologi
a. Angiografi serebri
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara
spesifik sperti stroke perdarahan arteriovena atau adanya ruptur.
Biasanya pada stroke perdarahan akan ditemukan adanya
aneurisma
b. Lumbal pungsi
Biasanya pada pasien stroke hemoragik, saat pemeriksaan
cairan lumbal maka terdapat tekanan yang meningkat disertai
bercak darah. Hal itu akan menunjukkkan adanya hemoragik pada
subarachnoid atau pada intracranial
c. CT-Scan
Memperhatikan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, serta
posisinya secara pasti. Hasil pemerksaan biasanya didapatkan
hiperdens fokal, kadang masuk ke ventrikel atau menyebar ke
permukaan otak
1. Macnetic Resonance Imaging (MRI)
Menentukan posisi serta besar/luas terjadinya perdarahan otak.
Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami
lesi dan infark akibat dari heemoragik
2. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah
sistem karotis)
3. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang
timbul dan dampak dari jaringan yang infark sehingga
menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
4. Laboratorium
a) Pemeriksaan darah
GSC = E4 M6V2
Suplai darah
kejaringan serebral
tidak adekuat
2. Ds : - Gangguan
mobilitas fisik Stroke Hemoragik
Do :
- Pasien mengalami kelemahan
pada ekstrimitas kanan
Tekanan Sistemik
- Hanya bisa beraktifitas
ditempat tidur
- Kemampuan pergerakan
Pendarahan
sendi terbatas
Arachnoid/ventrikel
-
- Kekuatan otot
- 0 5
3 5 Hematama serebral
Vasopasme arteri
serebral/saraf serebral
Iskemik/infark
Defisit neurologi
Hemister kiri
Hemiparase/plegi
kanan
G. PERENCANAAN
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan (SLKI) (SIKI)
1. Gangguan setelah dilakukan Manajemen sensasi 1. Mengetahui
perfusi tindakan perifer (I.06195) keadaan umum
jaringan keperawatan 2 x 6. Periksa perbedaan pasien
3. infark menurun
miokard e. demam
menurun
akut
f. tekanan darah
4.hipertensi
menurun
g. kesadaran
meningkat
h. reflex saraf
meningkat
a.
2. Gangguan Setelah dilakukan Dukungan ambulasi 1. 1.TTV
mobilitas fisik tindakan (I.06171) menunjukan
Definisi: keperawatan 2 x 1. Identifikasi perubahan
Keterbatasan 24 jam adanya nyeri atau kondisi
dalam gerakan diharapkan keluhan fisik lainnya 2. Mengetahui
fisik dari satu atau kriteria hasil 2. toleransi fisik kemampuan
lebih ke SLKI (L.05042) melakukan ambulasi mobilisasi
ekstremitas secara 1. pergerakan 3. monitor pasien
mandiri (D.0054) ekstremitas furekuensi jantung 3. Mengetahui
Penyebab: meningkat dan tekanan darah kekuatan otot
penurunan 2.kekuatan otot sebelum memulai pasien
kendali otot, meningkat ambluasi 4. Melatih
kekauan sendi, 3.rentang gerak 4. jelaskan tujuan pergerakan otot
penurunan massa ROM meningkat ambulasi agar tidak kaku
otot, 4.nyeri menurun 5. anjurkan ambulasi 5. Mencegah
Gejala dan 5.kaku sendi dini kekakuan
tanda Mayor: menurun 6. ajarkan ambulasi
Subjektif: sederahana yang
1.mengeluh sulit harus dilakukan.
menggerakan
ekstremitas
Objektif:
1. Kekuatan otot
menurun
1.Kekuatan ototo
menurun
2.rentang gerak
ROM
Gejala dan
Tanda Minor:
Subjektif:
1.nyeri saat
bergerak
2.enggan
melakukan
pergerakan
Onjektif:
1.sendi kaku
2.gerakan terbatas
3.fisik lemah
3. Defisit perawatan setelah dilakukan Dukungan perawatan 1. Melihat
diri tindakan diri (I.11348) kemampuan klien
Definisi: keperawatan 2 x 6. Identifikasi dalam perawatan
Tidak mampu 24 jam kebiasaan aktivitas diri
melakukan atau diharapkan perawatan diri sesuai 2. Membantu
menyelasaikan kriteria hasil usia memenuhi
aktivitas SLKI (l.11103): 7. Monitor tingkat kebutuhan
perawatan diri 1.kemampuan kemandirian personal hygie
(D.0109) mandi meningkat 8. Identifikasi klien
Penyebab: 2. kemampuan kebutuhan alat bantu 3. Menjaga
1. kelemahan mengenakan kebersihan diri, kerapiahn klien
2.gangguan pakaian berpakaian, berhias, 4.Mengajarkan
neuromuscular meningkat dan makan keluarga
3.gangguan 3. kemampuan ke 9. Sediakan suasana melakukan
musculoskeletal toilet yang hangat, rileks perwatan diri
4.gangguan (BAB/BAK) dan privasi ketika dirumah
psikologis 4.Mempertahanka 10. Anjurkan melakukan
Gejala dan n kebersihan diri perawatan diri secara
Tanda Mayor: 5.mempertahanka konsisten sesuai
Subjektif: n kebersihan kemampuan
1.menolak mulu
melakukan
perawatan diri
Objektif:
1. tidak mampu
mandi/mengenaka
n pakaian/makan
2.minat
melakukan
perawatan diri
kurang
Gejala dan
Tanda Minor
Subjektif:
1.-
Objektif:
1.-
Kondisi klinis:
1. Stroke
2. Demensia
3.Fungsi
penilaian
terganggu
4.Cedera medulla
spinalis
H. IMPLEMENTASI
No Hari/Tanggal Jam Tindakan Keperawatan TTD
1. - Mengkaji tingkat
kesadaran pasien
- Memonitor TTV Pasien
- Memposisikan klien
supinasi
Ds : -
Do : Tingkat kesadaran pasien
Komposmentis
GCS : E4 M6 V5
Ds : -
Do : TD = 163/92 mmhg
N = 64 x / menit
RR = 24 x / menit
S = 362 0C
Ds : -
Do : pasien dalam posisi supinasi
Obat masuk
Ds : -
Do : Pasien mengalami penurunan
kesadaran
- Pasien mengalami
kesulitan bicara
- Kelemahan ekstremitas
tangan kanan
2. - Aktivitas hanya ditempat
tidur
Ds : -
Do : Pasien mengalami kelemahan
ekstreminitas tangan kanan
- Aktivitas hanya ditempat
tidur
3. - Mengkaji kemampuan
klien dalam perawatan diri
- Membantu klien dalam
personal hygiene
- Merapihkan tempat tidur
Ds : -
Do : Pasien tampak lemah
Ds : -
Do : Pasien tampak bersih dan rajin
Ds : -
Do : Tempat tidur tampak rapih dan
bersih
I. EVALUASI
CATATAN PERKEMBANGAN