Penulis :
Nandini (130100398)
Supervisor:
dr. Iskandar Nasution, FINASM, Sp.S
Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan kasih
dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah
dengan judul “Stroke Batang Otak”.
Akhir kata, penulis berharap kiranya makalah ini dapat memberikan manfaat
dan sumbangsih bagi institusi dan bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya
tentang Stroke Batang Otak.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i
DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Berdasarkan definisi WHO (World Health Organization) stroke adalah
manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun global, yang
berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam, atau berakhir dengan
kematian, tanpa ditemukannya penyebab selain daripada gangguan vaskular.1
prevalensi stroke serta kematian akibat stroke ternyata lebih banyak didapati di
negara dengan penghasilan menegah ke bawah, yaitu sekitar 70% dan 87 %.2
Di dunia, 15 juta orang menderita stroke setiap tahunnya; sepertiga meninggal
dan sisanya cacat permanen. Pada tahun 2010 stroke merupakan penyakit penyebab
kematian ke empat di UK setelah kanker, penyakit jantung, dan gangguan
pernapasan, dan menyebabkan hamper 50.000 kematian.3
Berdasarkan data terbaru dan hasil Riset Kesehatan Dasar 2013, stroke
merupakan penyebab kematian utama di Indonesia. Prevalensi stroke di
Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 7,0 per 1000
dan yang terdiagnosis tenaga kesehatan atau gejala sebesar 12,1 per 1000. Jadi,
sebanyak 57,9% penyakit stroke telah terdiagnosis oleh tenaga kesehatan.4
Stroke batang otak memiliki gejala yang kompleks, dan bisa jadi sulit untuk
didiagnosa. Seseorang bisa memiliki keluhan vertigo, pusing dan gangguan
keseimbangan yang berat tanpa tanda-tanda khas dari stroke itu sendiri – seperti
lemah anggota tubuh pada satu sisi. Stroke batang otak juga dapat memberikan
klinis berupa diplopia, bicara tidak utuh dan penurunan kesadaran.
Sama halnya seperti stroke pada umumnya, stroke batang otak menghasilkan
defisit neurologis dan penyembuhan dalam spektrum yang luas. Seseorang yang
memiliki defisit neurologis yang minimal ataupun kompleks sangat bergantung
pada lokasi mana dibagian batang otak yang terkena lesi, perluasan lesi dan
seberapa cepat tatalaksana diberikan. Faktor risiko stroke batang otak pada
dasarnya sama dengan stroke pada umumnya: hipertensi, diabetes melitus, merokok
dan fibrilasi atrium. Sama halnya dengan stroke pada bagian otak lainnya, stroke
batang otak bisa dikarenakan 2 hal, yaitu sumbatan ataupun perdarahan. Penyebab
1
2
lesi lainnya bisa dikarenakan trauma pada arteri yang sangat jarang terjadi karena
perubahan pergerakan leher dan kepala secara tiba-tiba.5
1.2. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk menguraikan teori-teori
mengenai stroke batang otak, mulai dari neuroanatomi batang otak, vaskularisasi
batang otak, definisi stroke dan patofisiologi stroke, manifestasi klinis, tatalaksana
dan prognosisnya. Penyusunan makalah ini sekaligus untuk memenuhi persyaratan
pelaksanaan kegiatan Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di Departemen
Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
1.3. Manfaat
Penyusunan makalah ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan
pemahaman penulis serta pembaca khususnya peserta P3D untuk lebih memahami
dan mengenal stroke batang otak.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
3
4
Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri
vertebralis. Dalam rongga kranium, keempat arteri ini saling berhubungan dan membentuk
sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi. Arteri Vertebralis merupakan suplai pembuluh
darah terutama pada batang otak, yaitu cabang pertama dari arteri subklavia. Arteri
vertebralis akan bergerak keatas melewati suatu foramen pada prosesus transversus
vertebra servikalis 6, terbentang dibelakang prosesus artikularis superior C1, dan akan
memasuki kranium melalui foramen magnum, dan akan bergabung pada bagian inferior
pons dengan arteri vertebralis yang berlawanan membentuk arteri basilar. Salah satu
percabangan arteri vertebralis, yaitu medullary branches, dikenal juga sebagai arteri
bulbaris, merupakan pembuluh darah yang akan memperdarahi medulla oblongata.
Posterior inferior cerebellar artery (PICA) merupakan cabang terbesar dari arteri
vertebralis. Pada batang otak, arteri ini memperdarahi bagian medial dan inferior nukleus
vestibularis, pendunkel cerebellum inferior, nucleus ambiguous, serabut intra-axial nervus
IX dan X, dan segmen traktus spinotalamikus dan nukleus nervus V.
Arteri basilar berada pada dasar tulang tengkorak. Arteri ini bergerak keatas dari
gabungannya dengan arteri vertebralis pada bagian inferior pons sampai pinggir superior
pons. Pada level ini, arteri basilar terbagi dua membentuk 2 asteri serebral posterior.
7
Cabang pontin keluar dari sudut kanan ke-2 arteri basilar dan memperdarahi pons dan
bagian otak lainnya yang berbatasan. Superior cerebellar artery (SCA) berasal dari divisi
arteri basilar dan arteri ini memperdarahi pons bagian rostral dan lateral sama seperti
traktus spinotalamikus dan pedunkel cerebellar superior.9
sehingga menghasilkan daerah iskemik di wilayah vaskular yang terkena. Keadaan iskemik
menyebabkan sel otak menjadi hipoksia dan kehabisan ATP. Tanpa adanya ATP maka
tidak ada energi untuk mengatur aktivitas ion di membran sel dan proses depolarisasi
sel dan berujung kepada kematian sel.11
Secara umum daerah regional otak yang iskemik terdiri dari bagian inti (core) dengan
tingkat iskemia terberat dan berlokasi di sentral. Daerah ini akan menjadi nekrotik dalam
waktu singkat jika tidak ada reperfusi. Di luar daerah core iskemik terdapat daerah
penumbra iskemik. Sel– sel otak dan jaringan pendukungnya belum mati akan tetapi sangat
berkurang fungsi–fungsinya dan menyebabkan juga defisit neurologis. Tingkat iskemiknya
semakin ke perifer semakin ringan. Daerah penumbra iskemik inilah yang menjadi sasaran
terapi stroke iskemik akut agar dapat direperfusi dan sel-sel otak berfungsi kembali.
Reversibilitas tergantung pada faktor waktu dan jika tidak terjadi reperfusi, daerah
penumbra dapat berangsur-angsur mengalami kematian.12
Iskemik otak mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara bertahap, yaitu:13
1. Tahap 1 :
a. Penurunan aliran darah
b. Pengurangan O2
c. Kegagalan energi
d. Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion
2. Tahap 2 :
a. Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion
b. Spreading depression
3. Tahap 3 : Inflamasi
Tahap 4 : Apoptosis
a. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral ditemukan pada 10% dari seluruh kasus stroke,
terdiri dari 80% di hemisfer otak dan 20% di batang otak dan serebelum.
Penelitian dengan mikroskop pada penderita hipertensi menunjukkan adanya
degenerasi pembuluh darah otak. Hipertensi arterial dan pertambahan usia
menunjukkan adanya hubungan dengan degenerasi pembuluh darah di daerah
striatal. Bila dinding arteri menjadi lebih tipis, ini disebut mikroaneurisma;
bila dinding arteri menjadi tebal, ini disebut fibrinohialinosis. Hipertensi
arterial yang kronik dapat menyebabkan kedua perubahan tersebut. Proses
patologis ini dapat menyebabkan sumbatan pembuluh darah kecil
(mikroinfark) atau terbentuknya mikroaneurisma yang merupakan penyebab
perdarahan intracerebral (PIS).
Dinding dari arteri median memang diketahui lebih tipis daripada arteri-
arteri kortikal yang letaknya distal. Arteri-arteri kecil ini (small perforating
arteries) didaerah lentikulostriata dan pons masing-masing berasal langsung
dari arteri serebri media dan arteri basilaris, sehingga pada peningkatan
tekanan darah, arteri-arteri ini akan lebih terancam karena peningkatan
tekanan intravaskular ketimbang arteri-arteri kortikal distal yang dilindungi
oleh cabang-cabang sebelumnya.15 Mikroaneurisma lebih sering didapatkan
pada daerah putamen, globus pallidus dan thalamus dan sedikit di daerah
nukleus kaudatus, kapsula interna dan substansia alba. Keadaan ini dapat
menjelaskan mengapa PISH terutama didapatkan diluar kapsula interna yaitu
di daerah putamen dan thalamus (65%), pons (11%), serebelum (8%), dan
substansia alba subkortikal (16%). Sebaliknya perdarahan intraserebral non-
hipertensif terutama didapatkan di daerah substansia alba subkortikal (45%),
substansia grisea bagian dalam (36%), pons 16% dan serebelum (3%).14
b. Perdarahan Subarakhnoid
Perdarahan subarachnoid adalah suatu keadaan dimana terjadi perdarahan
di ruang subarachnoid yang timbul secara primer. Perdarahan ini paling
sering berasal dari pecahnya aneurisma sakuler (berry) atau adanya
10
b. Sisi kontralateral lesi: gangguan sensasi suhu dan nyeri (tusuk) pada lengan
dan tungkai.
c. Vertigo: mual, hiccups, suara parau, kesulitan menelan dan diplopia.
Bila lesi bersifat tipikal, dengan pengobatan suportif biasanya memberikan
hasil yang baik. Hati-hati kemungkinan aspirasi karena adanya kesulitan menelan.
Sebagian besar lesi batang otak terletak di pons :
a. Bila lesi terletak pada pons bagian medial, terdapat kelemahan dan
ophtalmoplegia internuclear atau kelumpuhan gerak (gaze) bola mata dengan
gangguan sensorik ringan.
b. Gangguan sensorik menonjol jika lesi terletak pada pons bagian lateral dan
tegmental.
c. Gejala serebelar ipsilateral lesi terjadi pada lesi pons bagian lateral.
d. Topis pada stroke daerah pons ditentukan dengan melihat saraf kranial mana
yang terlibat. Saraf fasialis (nervus VII) terletak pada pons bagian bawah, dan
bila proses melibatkan daerah tersebut akan menyebabkan kelumpuhan nervus
VII (sentral dan perifer) sesisi lesi. Bila proses terletak pada bagian yang lebih
tinggi terjadi kelumpuhan nervus VII sentral kontralateral lesi. Saraf
trigeminalis (nervus V) terletak pada pons bagian tengah, bila proses
melibatkan daerah tersebut akan mengakibatkan hilangnya refleks kornea dan
sensorik wajah sesisi lesi. Jaras nervus V yang kebawah keluar dari pons
bagian tengah ke medulla oblongata bagian bawah, oleh karenanya gangguan
sepanjang jaras tersebut mengakibatkan gangguan sensasi suhu dan nyeri
(tusul) wajah ipsilateral lesi. Pada lesi pons bagian atas, terdapat gangguan
sensorik dan nyeri pada wajah dan anggota gerak kontralateral lesi. Pada lesi
batang otak dibawah pons bagian atas, sensasi nyeri dan suhu hilang pada
wajah sesisi lesi dan anggota gerak kontralateral lesi. Inti dari saraf kokhlearis
(nervus VIII) terletak pada pons bagian bawah dan oleh karenanya pada lesi
pons akan terjadi tuli sesisi lesi dan vertigo.
e. Stroke pada mesensefalon (midbrain) sering melibatkan saraf kranial III atau
intinya dan pedunculus serebri, ipsilateral oftalmoparesis dan hemiplegia
kontralateral lesi (sindroma Weber).
12
Bila defisit pada stroke batang otak terbatas pada satu daerah anatomi, pada
umumnya dianggap bahwa prosesnya hanya melibatkan satu cabang sistem basilaris.
Bila defisit neurologis yang terjadi melibatkan daerah yang luas, proses yang terjadi
mungkin pada arteria basilaris itu sendiri atau merupakan dampak oklusi sistem
basilaris.18
Gejala neurologis lainnya berupa sindroma-sindroma dapat muncul ketika
terjadi stroke pada arteri vertebrobasilar, yang merupakan pembuluh darah utama
yang memperdarahi batang otak.
1. Wallenberg syndrome
Sindrom ini paling sering dikarenakan oklusi pada arteri vertebra, atau yang
paling jarang pada posterior inferior cerebellar artery (PICA). Pasien akan
datang dengan keluhan mual, muntah, dan vertigo. Gejala klinis ipsilateralnya
berupa :
a. Ataxia dan dysmetria.
b. Sindroma horner.
c. Nyeri wajah dan hilangnya sensasi pada suhu.
d. Berkurangnya refleks kornea karena kerusakan pada traktus spinal dan
nucleus nervus V.
e. Nystagmus.
f. Hipoakusis.
g. Disartria.
h. Disfagia.
i. Paralisis faring, palatum dan pita suara.
j. Hilangnya fungsi pengecapan (kena pada nucleus atau serabut saraf kranial
IX dan X)
Gejala kontralateralnya berupa hilangnya sensasi nyeri dan suhu pada tubuh
dan ekstremitas, menunjukkan terlibatnya traktus spinotalamikus lateral.
Takikardia dan dyspnoe (nucleus dorsalis saraf X) dan mioklonus palatum,
faring dan diafragma dapat dijumpai.
13
2. Dejerine syndrome
Sindroma ini merupakan lesi yang jarang terjadi sebagai akibat oklusi pada
arteri vertebra dan percabangannya menuju arteri spinal anterior (pyramid,
lemniscus medial dan terkadang nervus XII). Gejalanya termasuk paresis
ipsilateral lidah dengan deviasi kearah lesi (lesi nervus XII tipe LMN),
hemiplegia kontralateral tanpa melibatkan daerah wajah (traktus kortikospinal),
dan hilangnya sensasi getar dan propiosepsi ipsilateral (lemniscus medial).
3. Locked-in syndrome
Sindroma ini akan muncul ketika adanya infark di daerah pons bagian ventral
atas. Sindroma ini bisa terjadi ketika ada oklusi pada segmen medial dan
proksimal dari arteri basiler atau bisa terjadi akibat perdarahan pada regio yang
terlibat. Sindroma ini juga bisa disebabkan karena adanya trauma, myelinolysis
pontin sentral, ensefalitis ataupun tumor. Lesi bilateral pada pontin bagian
ventral yang melibatkan traktus kortikospinal dan kortikobulbar akan
menyebabkan quadriplegia. Pasien jadi tidak bisa berbicara, menggerakan wajah
(kerusakan pada traktus kortikobulbar), ataupun melihat ke sisi lainnya
(pergerakan mata secara horizontal tidak bisa dilakukan karena lesi yang
mengenai nucleus saraf kranial VI secara bilateral). Karena bagian tegmentum
tidak terkena, maka pasien tetap memiliki kesadaran terhadap sekelilingnya.
Pergerakan yang hanya bisa dilakukan terbatas pada menggerakan mata secara
vertical dan mengedipkan mata. Koma bisa terjadi jika lesi mengenai daerah
tegmentum pontin secara bilateral atau mengenai formasio retikularis pada
mesensefalon.
4. Top-of-the-basilar syndrome
Sindroma ini merupakan manifestasi dari iskemia yang terjadi pada batang
otak dan diensefalon karena adanya oklusi pada arteri basilar rostral; oklusi ini
sering terjadi karena emboli. Pasien akan mengalami perubahan secara tiba-tiba
pada tingkat kesadarannya, bingung, amnesia dan gangguan visual
(hemianopsia, cortical blindness, color dysnomia). Keterlibatan saraf kranial III
ditandai dengan penurunan refleks cahaya (diensefalon), dan fixed pupils
14
9. Weber syndrome
Sindroma ini muncul karena adanya oklusi pada perforating branches arteri
basilar pada bagian median dan/atau paramedian. Gambaran klinisnya meliputi
palsy ipsilateral saraf kranial III, ptosis dan midriasis (kerusakan pada serabut
saraf parasimpatis nervus III) dengan kontralateral hemiplegia. Kelemahan pada
wajah bagian bawah (traktus kortikospinal dan kortikobulbar) dapat dijumpai.
10. Benedikt syndrome
Sindroma ini muncul akibat lesi pada tegmentum mesensefalon karena
adanya oklusi cabang paramedian dari arteri basiler, PCA ataupun keduanya.
Pasien akan menunjukan palsy oculomotor ipsilateral, ptosis, dan midriasis
(seperti pada weber syndrome), bersamaan dengan pergerakan involuntary
kontralateral.19
suhu lebih dari 38,5oC. Pada pasien febris atau berisiko terjadi infeksi,
harus dilakukan kultur dan hapusan (trakea, darah dan urin) dan diberikan
antibiotik. Jika memakai kateter ventrikuler, analisa cairan serebrospinal
harus dilakukan untuk mendeteksi meningitis. Jika didapatkan meningitis,
maka segera diikuti terapi antibiotik.
6. Penatalaksanaan Medis Lain
Pemantauan kadar glukosa darah sangat diperlukan. Hiperglikemia (kadar
glukosa darah >180 mg/dl) pada stroke akut harus diobati dengan titrasi
insulin. Target yang harus dicapai adalah normoglikemia. Hipoglikemia
berat (<50 mg/dl) harus diobati dengan dekstrosa 40% intravena atau
19
infuse glukosa 10-20%. Jika gelisah lakukan terapi psikologi, kalau perlu
berikan minor dan mayor tranquilizer seperti benzodiazepine short acting
atau propofol bisa digunakan analgesic dan antimuntah sesuai indikasi.
Hati-hati dalam menggerakkan, penyedotan lendir, atau memandikan
pasien karena dapat mempengaruhi TIK. Kandung kemih yang penuh
dikosongkan, sebaiknya dengan kateterisasi intermiten. Pemberian
antiplatelet Aspirin dengan dosis awal 325 mg dalam 24 sampai 48 jam
setelah awitan stroke dianjurkan untuk setiap stroke iskemik akut. Aspirin
tidak boleh digunakan sebagai pengganti tindakan intervensi akut pada
stroke, seperti pemberian rtPA intravena.
Pemakaian obat-obatan neuroprotektor belum menunjukkan hasil yang
efekif, sehingga sampai saat ini belum dianjurkan. Namun, citicolin
sampai saat ini masih memberikan manfaat pada stroke akut. Penggunaan
citicolin pada stroke iskemik akut dengan dosis 2x1000 mg intravena 3
hari dan dilanjutkan dengan oral 2x1000 mg selama 3 minggu dilakukan
dalam penelitian ICTUS (International Citicholin Trial in Acute Stroke,
ongoing). Selain itu, pada penelitian yang dilakukan oleh PERDOSSI
secara multisenter, pemberian Plasmin oral 3 x 500 mg pada 66 pasien
di 6 rumah sakit pendidikan di Indonesia menunjukkan efek positif pada
penderita strke akut berupa perbaikan motorik.
7. Penatalaksanaan Hipertensi
Pada pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan sekitar
15% (sistolik maupun diastolik) dalam 24 jam pertama setelah awitan
apabila tekanan darah sistolik (TDS) ≥220 mmHg atau tekanan darah
diastolik (TDD) ≥120 mmHg, Mean Arterial BloodPressure (MAP) ≥ 130
mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau
didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif serta gagal ginjal..
Pada pasien stroke iskemik akut yang akan diberi terapi trombolitik
(rtPA), tekanan darah diturunkan hingga TDS <185 mmHg dan TDD <110
mmHg. Selanjutnya, tekanan darah harus dipantau hingga TDS <180
mmHg dan TDD <105 mmHg selama 24 jam setelah pemberian rtPA.Obat
20
2.7. Prognosis
Angka mortalitas stroke batang otak mencapai lebih dari 85%. Penderita yang
masih bertahan hidup akan mengalami kecacatan dengan defisit neurologis yang
cukup signifikan. Pasien yang mampu bertahan dengan gejala simtomatis yang
jelas, memiliki risiko stroke ulangan sebesar 10-15%.19
BAB 3
KESIMPULAN
Stroke batang otak memiliki gejala yang kompleks, dan bisa jadi sulit untuk
didiagnosa. Sama halnya dengan stroke pada bagian otak lainnya, stroke batang
otak bisa dikarenakan 2 hal, yaitu sumbatan ataupun perdarahan. Penyebab lesi
lainnya bisa dikarenakan trauma pada arteri yang sangat jarang terjadi karena
perubahan pergerakan leher dan kepala secara tiba-tiba. Stroke batang otak
menghasilkan defisit neurologis dan penyembuhan dalam spektrum yang luas.
Seseorang yang memiliki defisit neurologis yang minimal ataupun kompleks sangat
bergantung pada lokasi mana di bagian batang otak yang terkena lesi, perluasan lesi
dan seberapa cepat tatalaksana diberikan.
Angka mortalitas stroke batang otak mencapai lebih dari 85%. Penderita yang
masih bertahan hidup akan mengalami kecacatan dengan defisit neurologis yang
cukup signifikan. Pasien yang mampu bertahan dengan gejala simtomatis yang
jelas, memiliki risiko stroke ulangan sebesar 10-15%. Skor dari skala koma glasgow
yang rendah berhubungan dengan prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang
lebih tinggi. Adanya darah dalam ventrikel dan batang otak bisa meningkatkan
resiko kematian dua kali lipat.
22
DAFTAR PUSTAKA
23
24
10.Jauch, E.C., Stettler, B., Arnold, J.L., et al., 2015. Ischemic Stroke. Available
from: http://emedicine.medscape.com/article/1916852-overview. [Accessed
28thAugust 2016].
11.Putro Y.H. Hubungan Antara Kerusakan Otak pada Stroke Akut dengan
Peningkatan Creatine Phosphokinase. Universitas Diponegoro. Thesis; 2004.