Anda di halaman 1dari 31

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Abses hati adalah penumpukan jaringan nekrotik dalam suatu rongga patologi
yang bersifat soliter atau multiple pada jaringan hepar. Penyakit ini telah ditemukan
sejak jaman Hipocrates.1 Abses hati merupakan penyakit serius yang membutuhkan
diagnosis dan tata laksana cepat yang umumnya dikelompokkan berdasarkan etiologi,
yaitu abses hati piogenik (AHP) dan abses hati amoeba (AHA). Kedua kelompok
tersebut memberikan gambaran klinis yang hampir sama dan telah banyak
perkembangan dalam menegakkan diagnosis dan pengobatan abses hati.2-3
Abses hati banyak ditemukan di negara berkembang, terutama yang tinggal di
daerah tropis dan subtropis. Angka mortalitas abses hati masih tinggi yaitu berkisar 10-
40%. Insiden abses hati masih jarang, berkisar 15-120 kasus per 100.000 populasi dan
tiga per empat kasus abses hati di negara maju adalah abses hati piogenik, sedangkan di
negara yang sedang berkembang lebih banyak ditemukan abses hati amoeba.1,4
Untuk menegakkan diagnosis abses hati ini selain pemeriksaan fisik dan gejala
klinik dibutuhkan pemeriksaan penjunjang berupa laboratorium dan pemeriksaan
radiologi seperti USG. Diagnosis dini dan terapi yang adekuat berhubungan dengan
hasil yang lebih bagus.5 Kombinasi antibiotik dengan teknik drainase perkutaneus
merupakan terapi yang banyak digunakan, namun sebagian kecil pasien tidak
mengalami perbaikan dengan metode ini sehingga tindakan pembedahan merupakan
pilihan terakhir.6 Oleh karena itu, diharapkan melalui laporan kasus ini dapat
memberikan pemahaman mengenai abses hati.

1.2. Tujuan
Tujuan dari pembuatan laporan kasus ini adalah :
1. Mengerti dan memahami tentang abses hati.
2. Dapat mengintegrasikan teori terhadap pasien dengan abses hati.
3. Sebagai persyaratan dalam memenuhi Kepaniteraan Klinik Program Pendidikan
Profesi Dokter di Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Univeritas
Sumatera Utara.
2

1.3. Manfaat
Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada penulis dan
pembaca khususnya yang terlibat dalam bidang medis serta masyarakat secara umum
agar dapat lebih mengetahui dan memhami lebih dalam mengenai liver abses.
3

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Abses hati adalah infeksi pada hati yang disebabkan oleh bakteri, parasit, jamur,
atau nekrosis steril yang bersumber dari sistem gastrointestinal yang ditandai dengan
adanya proses supurasi dengan pembentukan pus yang terdiri atas jaringan hati
nekrotik, sel inflamasi atau sel darah di dalam parenkim hati.7

2.2. Epidemiologi
Abses hati secara umum terbagi dua, yaitu abses hati amuba (AHA) dan abses
hati piogenik (AHP). Insidens abses hati jarang, berkisar antara 15-20 kasus per 100.000
populasi.1 Di Negara-negara berkembang, AHA didapatkan secara endemik dan jauh
lebih sering dibandingkan AHP. AHP tersebar di seluruh dunia dan dan terbanyak di
daerah tropis dengan kondisi higiene/sanita yang kurang. Secara epidemiologi,
didapatkan 8-15 per 100.000 kasus AHP. AHP lebih sering terjadi pada pria
dibandingkan perempuan, dengan rentang usia lebih dari 40 tahun.8

2.3. Klasifikasi Abses Hati


2.3.1. Abses Hati Amuba
Abses hati amuba adalah penimbunan atau akumulasi debris nekro-inflamatori
purulen di dalam parenkim hati yang disebabkan oleh amuba, terutama entamoeba
histolytica.9

2.3.2. Abses Hati Piogenik


Abses hati piogenik adalah proses supuratif yang terjadi pada jaringan hati yang
disebabkan oleh invasi bakteri melalui darah, sistem billier, maupun penetrasi
langsung.10

2.3.3. Abses Hati Fungi


Abses fungi, kebanyakan akibat spesies Candida, kebanyakan kasus ini
dijumpai kurang dari 10%.11
4

2.4. Etiologi Abses Hati


2.4.1. Etiologi Abses Hati Amuba
Parasit amuba, yang tersering yaitu Entamoba histolytica. Abses hati ini sering
terjadi akibat manifestasi infeksi ekstraintestinal.9-11

2.4.2. Etiologi Abses Hati Piogenik


Kebanyakan abses hati piogenik merupakan akibat infeksi dari tempat lain,
dimana sumber infeksi umumnya berasal dari infeksi organ intraabdomen lain.
Kolangitis yang disebabkan oleh batu maupun struktur merupakan penyebab tersering.
(Tabel 2.1). Terdapat 15% kasus abses hati piogenik yang sumber infekinya tidak
diketahui (abses kriptogenik).10
Tabel 2.1. Sumber Infeksi dan Penyebab Abses Hati Piogenik
Saluran empedu Penyebaran langsung
Batu empedu Empiema kandung empedu
Kolangiokarsinoma Perforasi ulkus peptikum
Striktur Abses subfrenik
Vena porta Trauma
Apendisitis Iatrogenik
Divertikulitis Biopsi hati
Crohns Disease Blocked biliary stent
Arteri hepatica Kriptogenik
Infeksi gigi Kista hati terinfeksi
Endokarditis bacterial

Dengan menggunakan teknik isolasi kuman anaerobik yang ketat, saat ini
ditemukan 45-75% abses hati piogenik disebabkan oleh bakteri anaerobik ataupun
infeki campuran aerobik dan anaerobik. Bacteroides dan Fusobacterium merupakan
bakteri anaerobik penyebab abses hati piogenik terbanyak. Infeksi polimikrobial
umumnya disebabkan oleh bakteri anaerobik.10
Eschericia coli dan Klebsiella pneumonia (Tabel 2.2) merupakan kuman yang
paling banyak diisolasi pada kelompok bakteri aerobic gram negatif. Klebsiella
5

terutama ditemukan pada pasien abses hati piogenik dengan diabetes melitus dan
intoleransi glukosa. Pada kelompok bakteri gram positif, Staphylococci paling sering
ditemukan pada infeksi monomikrobial, Streptococci dan Enterococci merupakan
bakterei yang paling serinng ditemukan pada infeksi polimikrobial. Pada suatu studi
besar, ditemukan S. aureus dan Streptococcus -hemolyticus merupakan bakteri
penyebab abses hati piogenik pada trauma, Streptococcus grup D, K. pneumonia, dan
Clostridium sp. Berhubungan dengan infeksi sistem bilier, serta Bacteroides dan
Clostridium sp. Berhubungan dengan penyakit kolon.10
Tabel 2.2. Mikroba Patogen pada Abses Hati Piogenik
Bakteri aerobik gram negative Bakteri anaerobik
Escherichia coli Anaerobic streptococci
Klebsiella pneumonia Bacteroides sp.
Pseudomonas aeruginosa Fusobacterium sp.
Proteus sp. Peptostreptococcus sp.
Enterobacter sp. Prevotella sp.
Citrobacter freundii Actinomyces
Morganella sp. Eubacteriu,
Serratia sp. Propionibacterium acnes
Haemophilus sp. Clostridium sp.
Legionella pneumophila Lactobacillus sp.
Yerseniap sp. Peptococcus sp.
Bakteri aerobik gram positif Eubacterium sp.
Viridans streptococci Sphaerophorus sp.
Staphylococcus aureus Capnocytophaga
sp.(facultatively anaerobic)
Enterococcus sp. Bakteri mikrofilik
-hemolytic streptococci Streptococcus milleri group
Streptococcus pneumonia Lain-lain
Listeria monocytogenes Mycobaterium sp.
Chlamydia sp.
Candida sp.
Cryptococcus sp.
6

Verticillium sp.

2.4.3. Etiologi Abses Hati Fungi


Abses jamur terutama disebabkan oleh Candida albicans dan terjadi pada
individu dengan paparan antimikroba yang berkepanjangan, keganasan hematologis,
transplantasi organ padat, dan imunodefisiensi dan kongenital. Kasus yang melibatkan
spesies Aspergillus telah dilaporkan.11

2.5. Faktor Risiko


Berdasarkan faktor risikonya jenis kelamin pria lebih sering dijumpai dari pada
perempuan. Umur rata-rata penderita biasanya dijumpai dari umur 45 tahun hingga 69
tahun tapi biasanya paling sering pada usia 50-an. Faktor risiko lainnya bisa akibat
penyakit bawaan seperti diabetes melitus, kelainan bilier, alkoholisme, sirosis hati,
hipertensi, Penyakit Paru Obstuktif Kronik (PPOK), dan virus hepatitis B.12

2.6. Patogenesis Abses Hati


2.6.1. Patogenesis Abses Hati Amuba
Selama siklus hidupnya, Entamoeba histolytica dapat berbentuk sebagai
trophozoitatau bentuk kista. Setelah menginfeksi, kista amuba melewati saluran
pencernaan dan menjadi trophozoit di usus besar, trophozoit kemudian melekat ke sel
epitel dan mukosa kolon dengan Gal/GalNAcdimana mereka menginvasi mukosa. Lesi
awalnya berupa mikroulserasi mukosa caecum, kolon sigmoid dan rectum yang
mengeluarkan eritrosit, sel inflamasi dan sel epitel. Ulserasi yang meluas ke submukosa
menghasilkan ulser khas berbentuk termos (flask-shaped) yang berisi trophozoit dibatas
jaringan mati dan sehat. Organisme dibawa oleh sirkulasi vena porta ke hati, tempat
abses dapat berkembang. Entamoeba histolytica sangat resisten terhadap lisis yang
dimediasi sistem komplemen, oleh karena itu dapat bertahan di aliran darah. Terkadang
organisme ini menginvasi organ selain hati dan dapat membuat abses dalam paru-paru
atau otak. Pecahnya abses hati amuba kedalam pleura, perikardial dan ruang peritoneal
juga dapat terjadi. Di dalam hati, E. histolytica mengeluarkan enzim proteolitik yang
berfungsi melisiskan jaringan hati. Lesi pada hati berupa well demarcated abscess
mengandung jaringan nekrolitik dan biasanya mengenai lobus kanan hati. Respon awal
7

hati adalah migrasi sel-sel PMN. Amuba juga memiliki kemampuan untuk melisiskan
PMN dengan enzim proteolitiknya, sehingga terjadilah destruksi jaringan. Abses hati
mengandung debris aselular, dan tropozoit hanya dapat ditemukan pada tepi lesi.9

2.6.2. Patogenesis Abses Hati Piogenik


Hati menerima darah dari sirkulasi sistemik dan portal. Peningkatan kerentanan
terhadap infeksi akan diharapkan mengingat meningkatnya paparan terhadap bakteri.
Namun, sel Kupffer yang melapisi sinusoid hepar membersihkan bakteri dengan sangat
efisien sehingga infeksi jarang terjadi. Beberapa proses telah dikaitkan dengan
perkembangan abses hati (Lihat tabel 2.3).13
Tabel 2.3. Sumber Abses Hati Piogenik
Sistem bilier 60,6 %
Vena porta / sistemik 23,8 %
Kriptogenik 18,5 %
Hematogenous / penyebaran 14,7 %
Penyebaran langsung 4,0 %
Traumatik 2,9 %
Lain-lain
Infeksi sekunder dari kista / tumor 2,9 %
Setelah operasi 1,0 %

Apendisitis dulu merupakan penyebab utama abses hati. Karena diagnosis dan
pengobatan kondisi ini telah lebih maju, frekuensinya sebagai penyebab abses hati telah
menurun sampai 10%.13
Penyakit saluran bilier sekarang merupakan sumber abses hati piogenik yang
paling umum. Obstruksi aliran empedu memungkinkan terjadinya proliferasi bakteri.
Penyakit batu empedu, keganasan obstruktif yang mempengaruhi saluran empedu,
striktur, dan penyakit bawaan merupakan kondisi yang biasa terjadi. Dengan sumber
bilier, abses biasanya berlipat ganda, kecuali jika berhubungan dengan intervensi bedah
atau stent bilier yang tinggal. Dalam kasus ini, lesi soliter dapat terlihat.13
Infeksi pada organ di permukaan porta dapat menyebabkan tromboflebitis septik
lokal, yang dapat menyebabkan abses hati. Emboli septik dilepaskan ke sirkulasi portal,
8

terjebak oleh sinusoid hati, dan menjadi nidus untuk pembentukan mikroabses.
Mikroabses ini awalnya banyak tapi biasanya menyatu menjadi lesi soliter.13
Pembentukan mikroba juga dapat terjadi karena penyebaran organisme secara
hematogen berhubungan dengan bakteremia sistemik, seperti endokarditis dan
pielonefritis. Kasus juga dilaporkan terjadi pada anak-anak dengan kekurangan
kekebalan, seperti penyakit granulomatosa kronis dan leukemia. Sekitar 4% abses hati
dihasilkan dari pembentukan fistula antara infeksi intra-abdomen lokal.13
Penembusan trauma hati dapat menginokulasi organisme langsung ke parenkim
hati, mengakibatkan abses hati piogenik. Trauma yang tidak tembus juga bisa menjadi
prekursor abses hati piogenik dengan menyebabkan nekrosis hepatik lokal, perdarahan
intrahepatik, dan kebocoran empedu. Lingkungan jaringan yang dihasilkan
memungkinkan pertumbuhan bakteri, yang dapat menyebabkan abses hati piogenik.
Lesi ini biasanya soliter.13
Abses hati piogenik telah dilaporkan sebagai infeksi sekunder abses amebik,
rongga kista hidatid, dan tumor hati metastatik dan primer. Ini juga merupakan
komplikasi transplantasi hati yang diketahui, embolisasi arteri hepatik dalam
pengobatan hepatoma, dan penyerapan benda asing, yang menembus parenkim hati.
Trauma dan patologi hati yang terinfeksi sekunder memiliki persentase kecil untuk
menyebabkan abses hati13.
Lobus hati kanan lebih sering terkena daripada lobus hepatik kiri dengan faktor
2:1. Keterlibatan bilateral terlihat pada 5% kasus. Predileksi untuk lobus hati kanan
dapat dikaitkan dengan pertimbangan anatomis. Lobus hati kanan menerima darah dari
vena mesenterika superior dan vena portal sedangkan lobus hepatik kiri menerima
drainase spleen dan mesenterika inferior. Lobus kiri juga berisikan jaringan saluran
empedu yang lebih padat dan, secara keseluruhan, menyumbang lebih banyak massa
hati. Sebuah penelitian telah menyarankan bahwa efek streaming dalam sirkulasi portal
bersifat kausatif.13
9

2.7. Diagnosis
2.7.1. Diagnosis Abses Hepar Amuba
a. Manifestasi Klinis
Abses hati amuba lebih sering dikaitkan dengan presentasi klinis yang akut
dibandingkan abses piogenik hati. Gejala telah terjadi rata-rata dua minggu pada saat
diagnosis dibuat. Nyeri perut kanan atas dirasakan pada 75-90% pasien. Kadang nyeri
disertai mual, muntah, anoreksia, penurunan berat badan, malaise, dan pembesaran hati.
Batuk-batuk dan gejala iritasi pada diafragma seperti cegukan (hiccup) bisa ditemukan
walaupun tidak ada rupture abses melalui diafragma. Dua puluh persen penderita
dengan kecurigaan abses hati amuba mempunyai riwayat penyakit diare atau disentri.7,9
Demam umum terjadi, tetapi mungkin pula polanya intermitten. Ikterus jarang
ditemukan dan bila ada menandakan prognosis yang buruk.9

b. Pemeriksaan Fisik
Demam biasanya tidak terlalu tinggi, kurva suhu bias intermitten atau remitten.
Lebih dari 90% didapatkan hepatomegali yang apabila ditekan terasa nyeri. Pada
perkusi di atas daerah hepar kan terasa nyeri. Konsistensi hepar biasanya kistik. Ikterus
jarang terjadi, jikapun ada biasanya ringan. Bila icterus hebat biasanya disebabkan abses
yang besar atau multiple, atau dekat vena porta hepatika.7

c. Pemeriksaan Laboratorium
Ditemukannya leukositosis, peninggian LED. Pemeriksaan serologik sangat membantu
dalam menegakkan diagnosa. Tes serologi yang biasa digunakan biasanya adalah
ELISA. Sensitivitas tes sekitar 95% dan spesifisitasnya lebih dari 95%. Hasil negatif
palsu mungkin terjadi dalam 10 hari pertama infeksi.7-9

2.7.2. Diagnosis Abses Hepar Piogenik


a. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis abses hepar piogenik menunjukkan manifestasi sistemik yang
lebih berat dari pada abses hepar amuba. Gambaran klinis klasik dari abses hepar
piogenik adalah demam dan nyeri perut kanan atas. Demam merupakan keluhan yang
paling utama dengan tipe demam remiten, intermitten atau febris kontinu disertai
10

menggigil. Nyeri perut kanan atas biasanya menetap dan dapat menyebar ke bahu
kanan. Gejala lainnya meliputi mual, muntah, anorekia, malaise, dan penurunan berat
badan. Lebih dari 70% kasus mengeluhkan adanya batuk yang tidak produktif.7-10

b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pembesaran hati disertai nyeri pada kuadran
atas kanan. Ikterik dijumpai apabila penyakit lebih lanjut.7

c. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium sering didapatkan gambaran leukositosis dengan
netrofilia dan anemia ringan, serta peningkatan laju endap darah. Dapat juga ditemukan
perubahan fungsi hati, yaitu peningkatan kadar serum alkali fosfatase, enzim
transaminase, serum bilirubin, serta penurunan kadar serum albumin. Kemudian
ditemukan waktu protrombin memanjang yang menunjukkan adanya kegagalan fungsi
hati.7,10

d. Pemeriksaan Radiologi7,10
a. USG
Ditemukan lesi hipoekoik dengan diameter lebih dari 2 cm, dan batas irregular.
b. Foto Thorax
Dapat dijumpai gambaran diafragma kanan meninggi, efusi pleura, atelektasis
basiler, empiema atau abses paru.

2.8. Penatalaksanaan9,10
2.8.1. Penatalaksanaan Abses Hepar Amuba
a. Medikamentosa
Metronidazol 3x750 mg selama 7-10 hari atau nitoimidazole kerja panjang
(tinidazole atau ornidazole). Kemudian dilanjutkan dengan preparat luminal amebisidal
untuk eradikasi kista dan mencegah transmisi lebih lanjut, yaitu : iodoquinol 3x650 mg
selama 20 hari, Diloxanide furoate 3x500 mg sealama 10 hari. Lebih dai 90% pasien
mengalami respons yang baik dengan terapi metronidazole, baik berupa penurunan
nyeri maupun demam dalam 72 jam..
11

b. Aspirasi Jarum Perkutan


Indikasi aspirasi jarum perkutan :
Risiko tinggi untuk terjadinya rupture abses yang didefinisikan dengan ukuran
kavitas lebih dari 5 cm.
Abses pada lobus kiri hati yang dihubungkan dengan mortalitas tinggi dan frekuensi
tinggi bocor ke peritoneum atau perikardium.
Tidak ada respons klinis terhadap terapi dalam 3-5 hari.
Untuk menyingkirkan kemungkinan abses piogenik, khususnya pasien dengan lesi
multipel.

c. Drainase Perkutan
Drainase perkutan abses dilakukan dengan tuntunan USG abdomen atau CT
scan abdomen. Penyulit yang dapat terjadi : perdarahan, perforasi organ intra abdomen,
infeksi, ataupun terjadi kesalahan dalam penempatan kateter untuk drainase.

d. Drainase Pembedahan
Tindakan ini sekarang jarang dilakukan kecuali pada kasus tertentu seperti abses
dengan ancaman rupture atau secara teknis susah dicapai atau gagal dengan aspirasi
jarum perkutan atau drainase perkutan.

2.8.2. Penatalaksanaan Abses Hepar Piogenik


a. Medikamentosa
Sebelum hasil kultur didapatkan, diberikan anitiotik spektrum luas. Ampisilin
dan aminoglikosida diberikan bila sumber infeksi terdapat pada saluran empedu.
Sefalosporin generasi ketiga merupakn pilihan apabila sumber infeksi berasal dari usus.
Metronidazol diberikan pada semua abses hati piogenik dengan berbagai sumber infeksi
untuk mengatasi infeksi anaerobik. Antibiotik intravena diberikan selama 2 minggu
kemudian dilanjutkan dengan antibiotik oral selama 6 minggu.
12

b. Drainase Perkutan
Drainase perkutan dilakukan dengan tuntunan USG pada abses berukuran lebih
dari 5 cm menggunakan indwelling drainage catheter.

c. Drainase Pembedahan
Drainase dengan pembedahan dilakukan pada abses hati piogenik yang
mengalami kegagalan setelah dilakukan drainase perkutan, ikterik yang tidak sembuh,
penurunan fungsi ginjal, serta pada abses multilokuler.

2.9. Diagnosis Banding


a. Hepatoma
Hepatoma adalah kanker yang berasal dari sel-sel hati. Hepatoma merupakan
kanker hepar primer yang paling sering ditemukan. Keluhan dan gejala yang timbul
sangat bervariasi. Pada awalnya seperti malaise dan penurunan berat badan secara
drastis, Penderita sering mengeluh rasa sakit yang terus menerus di perut kanan atas
yang tidak hebat tetapi bertambah berat jika digerakkan.14
Pada pemeriksaan fisik didapatkan hepar membesar dengan konsistensi keras dan sering
berbenjol-benjol, terjadi pembesaran limpa, serta perut membesar karena adanya asites.
Kadang-kadang timbul ikterus pada mata dan kencing seperti air teh.14
Hepatoma selain menimbulkan gangguan faal hepar juga membentuk beberapa jenis
hormon yang dapat meningkatkan kadar hemoglobin, kalsium, kolestrol, dan alfa feto
protein di dalam darah. Gangguan faal hepar menyebabkan peningkatan kadar SGOT,
SGPT, fosfatase alkali, laktat dehydrogenase, dan alfa-L-fukosidase.14

b. Kolesistitis
Kolesistitis adalah infeksi pada kandung empedu yang disertai dengan keluhan
nyeri perut kanan atas, nyeri tekan, dan demam. Nyeri perut kanan atas dapat menjalar
ke daerah skapula. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan leukositosis. Sedangkan
pada pemeriksaan USG ditemukan penebalan dinding kandung empedu ataupun
ditemukan sludge atau batu.15
13

2.10. Komplikasi9,10
Komplikasi dari abses hati adalah:
1. Sepsis
2. Empyema akibat penyebaran
3. Rupturnya abses yang dapat menyebabkan peritonitis
4. Endophthalmitis

2.11. Prognosis9,10
Jika tidak ditangani, abses hati pyogenik dapat berakibat fatal. Penyebab
kematian terbanyak adalah sepsis, kegagalan organ multipel, dan kegagalan fungsi hati.
Indikator prognosis jelek pada abses amubik adalah kadar bilirubin > 3.5 mg/dL,
enchelopathy, hipoalbuminemia (< 2 g/dL), dan abses multipel. Perhitungan skor An
underlying malignant etiology and an Acute Physiology and Chronic Health Evaluation
(APACHE II) >9 meningkatkan resiko kematian 6.3 atau 6.8 kali.
14

BAB 3
LAPORAN KASUS

Nomor Rekam Medis : 00.70.98.95

Tanggal Masuk : 04/06/2017 Dokter Ruangan :


dr . Wika

Jam : 17.30 WIB Dokter Chief of Ward :


dr. Hartono
dr. Triyono

Ruang : RA2 Dokter Penanggung Jawab


Pasien:
dr. Imelda Rey, Sp.PD

ANAMNESA PRIBADI
Nama : Sawaluddin Siregar
Umur : 38 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Status Perkawinan :
Pekerjaan :
Suku : Batak
Agama :
Alamat :

ANAMNESA PENYAKIT
Keluhan Utama : Nyeri perut kanan atas
Telaah : Nyeri perut dirasakan penderita dalam + 1 minggu. Nyeri pada
perut kanan atas. Nyeri dirasakan seperti tertusuk-tusuk dan
merasa sesak nafas. Nyeri dapat terjadi setiap saat. Nyeri menjalar
hingga ke pinggang kanan atas. Nyeri akibat perubahan posisi
15

tidak dijumpai. Riwayat demam dijumpai dengan sifat naik


turun. Menggigil tidak dijumpai, riwayat bepergian ke daerah
endemis malaria tidak dijumpai. Riwayat batuk sebentar dengan
frekuensi 1 hari 3 kali. Mual dijumpai sedangkan muntah tidak
dijumpai. Penurunan nafsu makan dijumpai. Penurunan berat
badan sekitar 5 kg. Pasien mengaku selalu merasa hoyong pada
saat beranjak dari posisi berbaring setiap malam. Riwayat warna
BAB seperti dempul disangkal, BAB dijumpai cair sejak 1
minggu yang lalu dengan frekuensi 3 x/hari, isi air lebih banyak
dari ampas, diare berdarah disangkal. Riwayat sakit kuning
disangkal. Riwayat muntah darah dan BAB hitam disangkal.
Riwayat minum minuman beralkohol dijumpai dengan frekuensi
3 kali dalam 1 minggu. Riwayat merokok 1 bungkus sehari
selama 10 tahun.

RPT :-
RPO : Paracetamol

ANAMNESA ORGAN
Jantung
Sesak nafas :(+) Edema :(-)
Angina pectoris :(-) Palpitasi :(-)
Lain-lain :(-)

Saluran Pernafasan
Batuk-batuk :(+) Asma, bronkitis: ( - )
Dahak :(-) Lain-lain :(-)

Saluran Pencernaan
Nafsu makan : Penurunan BB : ( + ) 5 kg
Keluhan mengunyah : ( - ) Keluhan defekasi : (+) Diare
Keluhan perut :(+) Lain-lain :(-)
16

Saluran Urogenital
Sakit buang air kecil : ( - ) BAK tersendat :(-)
Mengandung batu :(-) Keadaan urin :(-)
Haid :(-) Lain-lain :(-)

Sendi dan Tulang


Sakit pinggang :(+) Keterbatasan gerak :(-)
Keluhan persendian :(-) Lain-lain :(-)

Endokrin
Haus/Polidipsi :(-) Gugup : (- )
Poliuri :(-) Perubahan suara :(-)
Polifagi :(-) Lain-lain :(-)

Saraf Pusat
Sakit kepala :(-) Hoyong : ( + ) pada malam hari pada
perubahan posisi
Lain-lain :(-)

Darah dan Pembuluh Darah


Pucat :(-) Perdarahan :(-)
Petechie :(-) Purpura :(-)
Lain-lain :(-)

Sirkulasi Perifer
Claudicatio intermitten : ( - ) Lain-lain :(-)

ANAMNESA FAMILI : Tidak ada keluarga yang menderita keluhan yang sama
17

PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK


STATUS PRESENS

Keadaan Umum Keadaan Penyakit


Sensorium : Compos Mentis Pancaran wajah: Lemah
Tekanan darah : 110/80 mmHg Sikap paksa :(-)
Nadi : 80x/menit, reguler, t/v cukup Refleks fisiologis: ++ / ++
Pernafasan : 20x/menit Refleks patologis : - / -
Temperatur : 36C

Anemia (-), Ikterus (+), Dispnoe (-), Sianosis (-), Edema (-), Purpura (-)
Turgor Kulit : Sedang
Keadaan Gizi : Baik Berat Badan : 55 kg
Tinggi Badan : 163 cm

55
=
1.632
BMI = 20.7 kg/m2
Kesan : Normoweight

KEPALA
Mata : Konjungtiva palpebra pucat (-/-), ikterus (+/+), pupil isokor, ukuran
3mm/3mm, refleks cahaya direk (+/+)/indirek (+/+), kesan : Anemis
Telinga : Dalam batas normal
Hidung : Dalam batas normal
Mulut : Lidah : Dalam batas normal
Gigi geligi : Dalam batas normal
Tonsil/Faring : Dalam batas normal
LEHER
Struma tidak membesar, tingkat : (-)
18

Pembesaran kelenjar limfe : (-)


Posisi trakea : Medial, TVJ : R- 2 cmH2O
Kaku kuduk : ( - ), lain-lain : (-)

THORAX DEPAN
Inspeksi
Bentuk : Simetris fusiformis
Pergerakan : Ketinggalan bernafas ( - )
Lain-lain : (-)

Palpasi
Nyeri tekan :(-)
Fremitus suara : Stem Fremitus Kiri = Kanan, Kesan : Normal
Iktus : Teraba pada ICS V, 2cm LMCS

Perkusi
Paru
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Batas Paru Hati R/A : ICS IV-V
Peranjakan : 1cm

Jantung
Batas atas jantung : ICS II LMCS
Batas kiri jantun : ICS IV LMCS
Batas kanan jantung : ICS IV LPSD

Auskultasi
Paru
Suara pernafasan :Vesikuler pada kedua lapangan paru
Suara tambahan :-
19

Jantung
M1>M2,P1>P2,T1>T2, A1>A2,P2>A2, desah diastolik (-), S3 gallop (-), lain-lain (-)
HR:80x/menit, reguler, intensitas: cukup

THORAX BELAKANG
Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : Stem Fremitus Kanan = Kiri. Kesan : Normal
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru. Kesan : Normal
Auskultasi : Suara pernafasan : Vesikuler
Suara tambahan : -

ABDOMEN
Inspeksi
Bentuk : Asimetris, pembesaran(+)
Gerakan lambung/usus : Tidak terlihat
Vena kolateral :(-)
Caput medusa :(-)

Palpasi
Dinding Abdomen : Soepel, Nyeri tekan pada hipokondrium dekstra(+)

HATI
Pembesaran : (+) Hepar teraba 3 cm BAC
Ludwig sign : (+)
Murphy sign : (+)
Permukaan : Halus
Pinggir : Tajam
Nyeri tekan : (+)

LIMPA
Pembesaran :(-)
20

GINJAL
Ballotement :(-)

UTERUS / OVARIUM :(-)

TUMOR :(-)

Perkusi
Pekak hati :(+)
Pekak beralih :(-)

Auskultasi
Peristaltik usus : Normoperistaltik
Lain-lain : (-)

PINGGANG
Nyeri ketuk sudut kosto vertebra : (-)

INGUINAL : Tidak dilakukan pemeriksaan

GENITALIA LUAR : Tidak dilakukan pemeriksaan

PEMERIKSAAN COLOK DUBUR (RT)


Perineum : Tidak dilakukan pemeriksaan
Sphincter Ani : Tidak dilakukan pemeriksaan
Lumen : Tidak dilakukan pemeriksaan
Mukosa : Tidak dilakukan pemeriksaan
Sarung tangan : Tidak dilakukan pemeriksaan
21

ANGGOTA GERAK ATAS ANGGOTA GERAK BAWAH


Kiri Kanan
Deformitas sendi : (-) Edema : - -
Lokasi : (-) Arteri femoralis : + +
Jari tabuh : (-) Arteri tibialis posterior : + +
Tremor ujung jari : (-) Arteri dorsalis pedis : + +
Telapak tangan sembab : (-) Refleks KPR : ++ ++
Sianosis : (-) Refleks APR : ++ ++
Eritema Palmaris : (-) Refleks fisiologis : ++ ++
Lain-lain : (-) Refleks patologis : - -
Lain-lain : - -

PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN

Darah Kemih Tinja

Hb : 13.3 g/dL Warna : Kuning Warna :-


Eritrosit : 4.31 x 106/mm3 Protein : +1 Konsistensi : -
Leukosit : 20360/mm3 Reduksi : +1 Eritrosit :-
Trombosit : 283000/mm3 Bilirubin :- Leukosit :-
Ht : 38 % Urobilinogen : - Amuba/Kista :-
LED : 55 ,,/jam

Hitung Jenis : Sedimen Telur Cacing


Eosinofil : 4.1 % Eritrosit : 0 1 /lpb Ascaris :-
Basofil : 0.3 % Leukosit : 0 1 /lpb Ankylostoma : -
Neutrofil : 73.2 % Silinder :- T. Trichiura :-
Limfosit : 14.3 % Epitel : 3 5 /lpb Kremi :-
Monosit : 8.1 %
22

RESUME

Keluhan utama : Nyeri Hipokondrium dextra


Telaah : Nyeri hipokondrium dextra dialami
oleh os sejak + 1 minggu. Nyeri
bersifat hilang timbul, seperti ditusuk
tusuk. Sesak nafas (+). Febris (+).
Penurunan nafsu makan (+). Dijumpai
penurunan BB sebesar 5kg. Diare (+)
ANAMNESA
1 minggu dengan frekuensi 3x/hari.
Riwayat minum minuman beralkohol
(+) 1 minggu 3x. Riwayat merokok
(+) 1 bungkus sehari sejak usia muda.
RPT : tidak ada
RPO : Paracetamol

Keadaan Umum : Sedang


STATUS PRESENS Keadaan Penyakit : Sedang
Keadaan Gizi : Normal
23

TANDA VITAL
Sens : CM
TD : 110/80 mmHg
HR : 80x/i, reguler
RR : 20 x/i
Suhu : 36C

STATUS LOKALISATA
Kepala : Mata : Anemis (-), Ikterik (+)
T/H/M : dbn
Leher : dbn
Thorax : Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : SF kiri = kanan
PEMERIKSAAN FISIK
Perkusi : sonor
Auskultasi : SP : vesikuler
ST : -
Abdomen :Inspeksi : Asimetris, membesar
Palpasi : Soepel. Nyeri tekan (+) pada
regio hipokondrium dextra.
Pembesaran hati (+)
jari BPX. Permukaan : halus.
Pinggir : tajam. Ludwig sign (+).
Murphy sign (+).
Perkusi : Pekak hati (+)
Auskultasi : Normoperistaltik
Ekstremitas : Inferior: Edema (-/-)

Darah : Anemia, Leukositosis


LABORATORIUM
Kemih : Normal
RUTIN
Tinja : Normal
24

1. Abses Hati + Anemia e.c penyakit kronik


2. Hepatoma + Anemia e.c perdarahan
DIAGNOSA BANDING 3. Kolelitiasis + Anemia e.c hemolitik
4. Kolesistitis + Anemia e.c penyakit kronik
5. Tumor Gastric + Anemia e.c penyakit kronik

DIAGNOSA
Abses Hati + Anemia e.c penyakit kronik
SEMENTARA

PENATALAKSANAAN Aktivitas : Tirah Baring

Diet :M II

Tindakan Suportif : IVFD NaCl 0,9 % 30 gtt/i


(makro)

Medikamentosa :
Inj. Ceftriaxone 2g/24 jam IV
Metronidazole drips 500 mg/8 jam IV
Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam IV
Inj. Ketorolac 30 mg/ 8 jam IV
Inj. Metoklopramid 1 amp/ 6 jam IV
Paracetamol 3 x 500 mg (K/P)

RENCANA PENJAJAKAN DIAGNOSTIK / TINDAKAN LANJUTAN


1. Foto Thorax
2. USG Abdomen
3. Pungsi cairan abses liver, kultur
4. Fungsi hati
5. Konsul bedah digestive (drainase)
25

BAB IV
FOLLOW UP PASIEN

Tanggal S O A P
04 Juni Nyeri perut Sensorium : CM - Nyeri perut - IVFD D5% 20 gtt makro
2017 (H1) sebelah TD : 110/70 mmHg - Liver abses dd/ - Inj Cefotaxime 1g/ 8jam
kanan atas HR : 88x/menit Hepatoma IV (H1)
sejak 1 RR : 28x/menit - Anemia ec. - Inj Ranitidine
bulan. penyakit kronis 50mg/12jam/IV
T : 37,7C
(Hb:9) - Inj Ketorolac
Kepala : mata - Hiponatremia, 30mg/8jam IV
konjungtiva anemis hipoosmolar, - Paracetamol 3x500mg
(+/+) dan sklera normovolum. (k/p)
ikterik (+/+)
Leher : TVJ R-2cm
H2O
Thorax :
sp : vesicular
ST (-)
Abdomen :
soepel,timpani,
bising usus (+) N,
nyeri tekan
hypokondria
kanan(-)
Extremitas : edema
(-/-)
Hb : 9,0
Leu : 15.700
Trom : 460.000
Na/K/Cl : 129
/4,2/101
HbsAg/Anti
HCV/Anti HIV :
non-reaktif
05 Juni Nyeri perut Sensorium : CM - Liver Abses dd/ - Tirah Baring
2017 sebelah TD : 110/60 Hepatoma - Diet M II
(H2) kanan atas. HR : 80x/menit - Anemia ec - IVFD D5% 20gtt
RR : 22x/menit penyakit kronik makro
- Hiponatremi,
T : 36,7C - Inj Cefotaxime 1gr/8
hipoosmolar,
VAS : 3 jam IV (H2)
normovolume.
Kepala : mata - Drip metronidazole
konjungtiva anemis 500mg/8jam IV (H2)
(+/+) dan sklera - Inj Ranitidine
ikterik (+/+) 50mg/12jam/IV
Leher : TVJ R-2cm - Inj Ketorolac
26

H2O 30mg/8jam IV
Thorax : - PCT 3x500mg (k/p)
sp : vesicular
ST (-) R/
Abdomen : - Cek darah rutin
soepel,timpani, - LFT
- Anemia profile
bising usus (+) N,
- MDT
nyeri tekan
- AFP
hypokondria - Urinalisa
kanan(-) - Feses rutin
Extremitas : edema - USG abdomen
(-/-)
Hb : 9,0
Leu : 15.700
Trom : 460.000
Na/K/Cl : 129
/4,2/101
HbsAg/Anti
HCV/Anti HIV :
non-reaktif
06 Juni Nyeri Sensorium : CM - Liver Abses dd/ - Tirah baring
2017 perut TD : 110/60 Hepatoma - Diet M II + ekstra
kanan atas HR : 60x/menit - Anemia ec putih telur
RR : 20x/menit penyakit kronik - IVFD D5% 10
T : 35,6C (Hb 9,3) gtt/makro
VAS : 3 - Hiponatremi, - Inj Cefotaxime 1gr/8
hipoosmolar, jam IV (H3)
Kepala : mata
normovolume - Drip metronidazole
konjungtiva anemis
500mg/8jam IV (H3)
(+/+) dan sklera
- Inj Ranitidine
ikterik (+/+) 50mg/12jam/IV
Leher : TVJ R-2cm - Inj Ketorolac
H2O 30mg/8jam IV
Thorax : - PCT 3x500mg (k/p)
sp : vesicular
ST (-)
Abdomen :
soepel,timpani,
bising usus (+) N,
nyeri tekan
hypokondria
kanan(-)
Extremitas : edema
(-/-)
Hb : 9,3
Leu : 12.330
Trom : 465.000
Na/K/Cl : 129
/4,2/101
27

Fe/TIBC/Ferritin :
27/206/1068,57
Bilirubin
total/Bilirubin direk
: 2,5/2,0
OT/PT : 87/57
Protein total : 6,6
Albumin/Globulin :
2,6/4,0
HbsAg/Anti
HCV/Anti HIV :
non-reaktif
Pembacaan Foto
Thoraks : kesan
kardiomegali.
07 Juni Nyeri Sensorik : CM - Liver Abses dd/ - Tirah baring
2017 perut TD : 100/60 mmHg Hepatoma - Diet M II + ekstra
kanan atas HR : 84x - Anemia ec putih telur
RR : 20x penyakit kronik - IVFD D5% 10
T : 36,0 (Hb 9,3) gtt/makro
VAS : 3 - Hiponatremi, - Inj Cefotaxime 1gr/8
hipoosmolar, jam IV (H4)
Kepala : mata
konjungtiva anemis
normovolume - Drip metronidazole
- Hipoalbumin 500mg/8jam IV (H4)
(+/+) dan sklera (2,6) - Inj Ranitidine
ikterik (+/+) 50mg/12jam/IV
Leher : TVJ R-2cm - Inj Ketorolac
H2O 30mg/8jam IV
Thorax : - PCT 3x500mg (k/p)
sp : vesicular
ST (-)
Abdomen :
soepel,simetris,
timpani, bising
usus (+) N, nyeri
tekan hypokondria
kanan(-)
Extremitas : edema
(-/-)
AFP : 4.48 (n:1.09-
8.04)
08 Juni Nyeri Sensorium : CM - Liver Abses dd/ - Tirah baring
2017 perut TD : 110/70 Hepatoma - Diet M II + ekstra
kanan atas HR :60 - Anemia ec putih telur
RR : 24 penyakit kronik - IVFD D5% 10
T :36,1oC (Hb 9,3) gtt/makro
VAS : 3 - Hiponatremi, - Inj Cefotaxime 1gr/8
hipoosmolar, jam IV (H5)
Kepala : mata
konjungtiva anemis
normovolume - Drip metronidazole
- Hipoalbumin 500mg/8jam IV (H5)
28

(+/+) dan sklera (2,6)


ikterik (-/-) - Inj Ranitidine
Leher : TVJ R-2cm 50mg/12jam/IV
H2O - Inj Ketorolac
Thorax : 30mg/8jam IV
sp : vesicular - PCT 3x500mg (k/p)
ST (-)
Abdomen :
soepel,simetris,
timpani, bising
usus (+) N
H/L/R: tidak teraba
Extremitas : edema
(-/-)
Hasil Lab:
CEA : 1,21 (n: 5)
CA 19.9 : 29,4
(n: 37.0)
29

Bab V
KESIMPULAN
Seorang laki-laki dengan inisial R, usia 31 tahun berdasarkan anamnesis
dijumpai pasien mengeluhkan nyeri perut pada bagian kanan atas yang sudah di alami
selama seminggu. Pada pemeriksaan fisik dijumpai nyeri tekan pada abdomen bagian
hypokondria kanan. Pada pemeriksaan penunjang USG dijumpai abses pada lobus hepar
kanan sehingga pasien di diagnosa dengan liver abses. Pasien telah dilakukan tapping
liver abses dan dilakukan juga punksi abses.
Kemudian, pasien diberikan tatalaksana tirah baring dan diet MB serta terapi
suportif berupa IVFD NaCL 0,9% 30gtt/I, dengan terapi medikamentosa Inj.
Ceftriaxone 2gr/24jam IV, Drip metronidazole 500mg/8jam, Inj.Ranitidin 50mg/12jam,
Inj. Ketorolac 30 mg / 8 jam IV. Inj.Metaklopromid 10mg/8jam k/p dan paracetamol
3x500mg.
30

DAFTAR PUSTAKA

1. Prianti Y, Bisanto J, Firman K. Abses Hati pada Anak. Sari Pediatri. 2005. 7(1):55-
56.
2. Chu KM, Fan ST, Lai ECS, Lo CM, Wong J. Pyogenic liver abcess. Arch Surg
1996; 51.55-9.
3. Ong E, Espat NJ, Helton WS. Hepatic abscess. Curr Treatment Opt Infect Dis
2003; 5. 393-406.
4. Krige JEJ, Beckingham IJ. Liver abscesses and hydatid disease. Br Med J. 2001;
322. 637-40.
5. Giorgio A, de Stefano G, Di Sarno A, Liorre G, Ferraioli G. Percutaneous Needle
Aspiration of Multiple Pyogenic Abscesses of the Liver: 13-Year Single-Center
Experience. AJR 2006; 187:1585 90.
6. Ng SS, Lee JFY, Lai PBS. Role and outcome of conventional surgery in the
treatment of pyogenic liver abscess in the modern era of minimally invasive
therapy. World J Gastroenterol 2008; 14(5): 747-51.
7. Klarisa C., Kurniawan J. Abses Hepar. Dalam: Tanto C., Liwang F., Hanifati S.,
Pradipta, E.A. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 4. Jakarta: Media Aesculapius,
2014. Jilid 2: 670-672 (2)
8. AA Rani, S Soegendo., AUZ Nasir, IP Wijaya, Nafrialdi., A Mansjoer., editor
dalam Standar Pelayanan Medik PAPDI 2005.
9. Nusi IA. Abses Hati Amuba dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam edisi 7, Internal
Publishing: 2014; 1991-1994. (1)
10. Waleleng BJ, Wenas NT, Rotty L . Abses Hati Piogenik dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit dalam edisi 7, Internal Publishing: 2014; 1996-1999 (3)
11. Othman N, Mohamed Z, Yahya MM, Meng LV, Huat LB, Noordin R. Entamoeba
histolytica Antigenic Protein Detected in Pus Aspirates from Patients with Amoebic
Liver Abscess. Exp Parasitol. 2013 May 13.
12. Zhang C, Li T, Chen Z, Chen Q, Zhi X. Risk Factors, Management, and Prognosis
for Liver Abscess After Radical Resection of Hilar Cholangiocarcirnoma. Int J Clin
Exp Med 2015; 8(11): 21279-21286.
31

13. Brisse S, Fevre C, Passet V, et al. Virulent clones of Klebsiella pneumoniae:


identification and evolutionary scenario based on genomic and phenotypic
characterization. PLoS One. 2009. 4(3):e4982.
14. Bukhari AJ, Abid KJ. Amebic Liver Abscess : Clinical Presentation and Diagnostic
Difficulties. Kuwait Medical Journal. 2003. P. 183-186. (4)
15. Crawford, James M. Hati dan Saluran Empedu. Dalam : Kumar. Cotran. Robbins.
Robbins Buku Ajar Patalogi Vol. 2 Edisi 7. Jakarta : EGC. 2007. (5)

Anda mungkin juga menyukai